Anda di halaman 1dari 32

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Anorektum
I.1.1. Anatomi
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi
ektoderm, sedangkan rectum berasal dari entoderm. Karena perbedaan asal
ini maka perdarahan, persarafan serta pengaliran vena dan limfe nya juga
berbeda, demikian pula epitel yang menutupinya (de Jong, 2003)
Rektum dilapisi oleh mukosa usus dan dua per tiga bagian distal nya
terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan satu per tiga bagian
proksimal terletak di rongga abdomen dan relatif mobile. Anal canal adalah
bagian akhir dari usus besar dengan panjang 4 cm dari rectum hingga
orifisium anal. Setengah bagian bawah dari anal canal dilapisi oleh epitel
skuamosa dan setengah bagian ke atas oleh epitel kolumnar yang
membentuk lajur mukosa yang dinamakan lajur morgagni. Saluran anal
canal berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal
dan dikelilingi oleh sfingter ani eksterna dan interna (Irwan, 2003)
Kanalis analis dan kulit luar disekitarnya kaya akan persarafan
sensoris somatik dan peka terhadap rangsangan nyeri, sedangkan mukosa
rectum dipersarafi oleh saraf autonom dan tidak peka nyeri (de Jong, 2003)

2


I.1.2. Pendarahan
Bagian anal canal diperdarahi oleh a. hemoroidalis superior yang
berasal dari a. mesenterika inferior. A. hemoroidalis superior terbagi
menjadi dua cabang utama dextra dan sinistra, dan yang dextra bercabang
dua lagi. Letak ketiga cabang membuat letak hemoroid menjadi khas, yaitu
dua buah di setiap perempat sebelah kanan dan satu buah di seperempat
lateral kiri. Sedangkan a. hemoroidalis medialis merupakan percabangan
dari a. iliaka interna bagian anterior dan a. hemoroidalis inferior adalah
percabangan dari a. pudenda interna yang berasal dari a. iliaka interna. A.
hemoroidalis inferior ini lah yang memperdarahi rektum bagian distal dan
anus. Anastomosis pembuluh darah bagian inferior dan superior ini ke
pembuluh kolateral hemoroid inferior dapat menjamin pendarahan di kedua
ekstremitas bawah. Pendarahan di pleksus hemoroidalis merupakan
kolateral yang luas dan kaya sekali darah sehingga perdarahan dari
3

hemoroid interna akan menghasilkan darah segar yang berwarna merah (de
Jong, 2003)
Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis
internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior
dan seterusnya melalui v. lienalis ke v.porta. Vena ini tidak berkatup,
sehingga tekanan rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Vena
hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam v. pudenda interna dan
ke dalam v. iliaka interna dan sistem kava (de Jong, 2003)

I.1.3. Penyaluran Limfe
Pembuluh limfe dari kanalis membentuk pleksus halus yang
menyalurkan isinya menuju ke kelenjar limfe inguinal, selanjutnya
dialirkan ke kelenjar limfe iliaka. Sedangkan pembuluh limfe dari rectum
diatas garis anorektum berjalan seiring dengan v. hemoroidalis superior dan
selanjutnya ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta. Operasi
radikal untuk eradikasi ca rectum dan anus didasarkan pada anatomi
saluran limfe ini (de Jong, 2003)
4

I.1.4. Persarafan
Persarafan motorik sfingter ani interna berasala dari serabut saraf
simpatis (n.hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut
saraf parasimpatis (n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus.
Kedua jenis serabut saraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan
muskulus levator ani dipersarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. N.pudendalis
mempersarafi sfingter ani eksterna dan m.puborektalis. Defekasi
sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis), sedangkan
kontinensia dikontrol oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik ( Irwan,
2003).

I.1.5. Histologi Anorektum
Bagian rektum dilapisi oleh epitel kolumnar dan terdapat kriptus
lieberkuhn, sedangkan di anus terdapat lipatan longitudinal mukosa (lipatan
morgagni) dan bagian orifisium anal eksterna dilapisi oleh epitel berlapis
gepeng tanpa lapisan tanduk sampai dengan epidermis. Terdapat dua
kelenjar, yaitu kelenjar anal pada rectoanal junction dan kelenjar sirkum
anal pada kanal anal distal. Pada bagian submukosa anal terdapat dua
pleksus vena, yaitu pleksus hemoroid interna dan eksterna. Bagian
muskularis eksterna berbentuk sirkular (dalam) merupakan sfingter ani
5

interna dan longitudinal (luar), sedangkan sfingter ani ekstrena dibentuk
oleh otot skelet bagian dasar pelvis.

I.1.6. Fisiologi Anorektum
Muskulus puborektal dan tonus sfingter ani eksterna berfungsi untuk
menutup saluran anal ketika istirahat. Jika ada peristaltik yang kuat seperti
akan flatus, akan menimbulkan regangan, sehingga untuk menghambatnya
diperlukan kontraksi sfingter eksterna dan m.puborektal yang kuat secara
sadar. Kontinensia dan defekasi merupakan fungsi dari anorektum.
Kontinensia adalah kegiatan pengeluaran isi rektum secara terkontrol pada
waktu dan tempat yang diinginkan dan bergantung pada konsistensi feses,
tekanan di dalam anus dan rektum serta sudut anorektal. Jika feses dalam
keadaan cair, dengan tekanan didalam anus berkisar antara 25 100 mmHg
pada saat istirahat, tekanan di rektum 5 20 mmHg dan sudut antara
rektum dan anus > 80 derajat, maka feses akan sukar dipertahankan.
Dalam keadaan normal rektum kosong, pemindahan feses dari kolon
sigmoid ke dalam rektum akan menimbulkan keinginan untuk defekasi.
Rektum memeiliki kemampuan yang khas untuk mengenal dan
memisahkan bahan padat, cair, dan gas. Defekasi sendiri terjadi akibat
refleks peristaltis rektum, dibantu oleh mengedan dan relaksasi sfingter ani
eksterna. Adapun syarat mutlak untuk defekasi normal adalah keutuhan
peristaltik dan rektum, keutuhan sensibilitas rektum untuk merasakan
isinya, keutuhan persarafan sfingter ani eksterna untuk kontraksi dan
relaksasi, keutuhan refleks defekasi, serta kemampuan mengedan.
Bagian kanal anal,
permukaan epitel
berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk
Bagian rektum,
permukaan epitel
kolumnar dan terdapat
kriptus lieberkuhn
6

Koordinasi pengeluaran isi rektum sangat kompleks, namun dapat
dikelompokkan atas 4 tahapan :
Tahap awal berupa propulsi isi kolon yang lebih proksimal ke rektum,
seiring dengan peristaltic kolon dan sigmoid (2-3 x/hari) serta refleks
gastrokolik.
Tahap kedua adalah sampling refleks atau rectal-anal inhibitory reflex,
yakni upaya anorektal mengenali isi rektum dan merelaksasi sfingter ani
interna secara involunter.
Tahap ketiga adalah relaksasi sfingter ani eksterna secara involunter,
relaksasi ini terjadi akibat kegagalan kontraksi sfingter ani sendiri.
Tahap terakhir berupa peninggian tekanan intra abdomen secara volunter
dengan menggunakan diafragma dan otot dinding perut, hingga defekasi
dapat terjadi. (Irawan, 2003; de Jong, 2003)

I.2. Hemoroid
I.2.1. Definisi
Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidales
yang tidak merupakan keadaan patologis, hanya apabila menimbulkan
keluhan atau penyulit diperlukan tindakan (de Jong, 2003)
Hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal
inferior dan superior (Dorland, 2002).
Hemoroid dibedakan menjadi dua, interna dan eksterna. Hemoroid
interna adalah pleksus vena hemoroidales superior diatas garis mukokutan
dan ditutupi oleh mukosa. Sering terdapat pada tiga posisi primer, yaitu
kanan depan, kanan belakang, dan kiri lateral, sedangkan hemoroid yang
lebih kecil terdapat diantara ketiga letak primer tersebut. Hemoroid
eksterna merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior
yang terdapat di bagian distal garis mukokutan di dalam jaringan dibawah
epitel anus (de Jong, 2003)

7

I.2.2. Epidemiologi
Sekitar 75% orang mengalami penyakit hemoroid setidaknya sekali
seumur hidupnya, hemoroid banyak terjadi pada dewasa berusia 45 60
tahun, dan juga sering terjadi pada wanita hamil (Baker, 2006; Chong,
2008)
I.2.3. Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab pasti timbulnya hemoroid masih belum pasti, hanya saja
ada beberapa faktor pendukung terjadinya hemoroid, yaitu :
Penuaan, akibat semakin melemahnya jaringan ikat yang terdapat
disekitar rektum dan anus.
Kehamilan, pada wanita hamil terjadi peningkatan tekanan intra
abdomen yang dapat menyebabkan pembesaran vena-vena di bagian
rektum bawah dan anus.
Hereditas, adanya kelemahan pada dinding pembuluh darah yang
diturunkan.
Konstipasi atau diare kronik, akibat proses mengejan yang lama dan
kuat.
Rendahnya diet serat, mengakibatkan feses yang terbentuk susah untuk
dikeluarkan.
I.2.4. Klasifikasi
Hemoroid dibagi menjadi 3 berdasarkan asalnya dimana linea dentate
menajdi batas histologisnya, yaitu :
Hemoroid eksterna : berasal dari bagian distal linea dentate dan dilapisi
oleh epitel skuamosa yang telah termodifikasi serta banyak persarafan
serabut saraf nyeri somatik
Hemoroid interna : berasal dari bagian proksimal linea dentate dan
dilapisi mukosa.
Hemoroid interna-eksterna : dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan
kulit pada bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri.

8



Hemoroid Interna
Derajat Berdarah Menonjol Reposisi
I + - (hanya terlihat
pada anoskop,
mencapai lumen
anal canal)
-
II + + ( mencapai
sfingter eksterna
dan tampak pada
pemeriksaan)
Spontan
III + + (keluar dari
anal canal)
Manual
IV + tetap Tidak dapat


9


1.2.5. Gejala Klinis
Gejala klinis hemoroid dibagi berdasarkan jenis hemoroid, yaitu :
a. Hemoroid Interna
o Perdarahan, akibat trauma oleh feses yang keras, darah berwarna
merah segar dan tidak bercampur dengan feses. Dalam keadaan
perdarahan yang parah bisa menimbulkan anemia.
o Rasa tidak nyaman dibagian anus
o Prolaps dan keluarnya mucus
o Gatal, atau pruritus anus karena kelembaban yang terus menerus dan
rangsangan mucus.
b. Hemoroid Eksterna
o Rasa terbakar
o Nyeri, jika terjadi thrombosis yang luas dengan udem dan radang.
o Gatal atau pruritus anus



10

I.2.6. Patogenesis




11

I.2.7. Diagnosa Banding
Diagnosa banding untuk hemoroid dapat bermacam, tabel dibawah
ini akan membaginya berdasarkan gejala klinis yang dapat muncul.

Nyeri Perdarahan Massa Lainnya
Fisura
Anal
+ + - Terdapat skin tag atau
umbai kulit (radang kronik
dengan bendungan limfe
dan fibrosis pada kulit)
Karsinoma
Anal
- + + Pembengkakan KGB sekitar
Abses
Anorektal
+ - - Demam, leukositosis,
penderita tidak dapat duduk
di sisi bokong yang sakit
Hematom
Perianal
Ulseratif
+ + + Sering terjadi pada orang
yang mengangkat barang
berat, leukositosis.
Prolaps
Polip
Kolorektal
- + + Adanya gejala mual,
muntah,dan konstipasi yang
parah (jika ukurannya besar)
Karsinoma
rektum
- + + Adanya lender, diare dan
konstipasi yg bergantian,
ukuran feses kecil sprt
kotoran kambing, tenesmus.
12


FISURA ANAL


KARSINOMA ANAL


ABSES ANOREKTAL

13


HEMATOM PERIANAL


PROLAPS POLIP KOLOREKTAL


KARSINOMA REKTUM

14

I.2.8. Diagnosis
Diagnosis hemoroid ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa biasanya didapatkan
pasien mengeluhkan adanya darah segar pada saat buang air besar, darah
yang keluar bisa menetes dan bisa juga keluar terus menerus dan tidak
bercampur dengan feses. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya
gatal-gatal pada daerah anus. Serta keluhan adanya massa pada anus dan
membuatnya merasa tidak nyaman, biasanya pada hemoroid interna derajat
II dan hemoroid eksterna. Pasien juga akan mengeluhkan nyeri pada
hemoroid interna derajat IV dan hemoroid eksterna. Perdarahan yang
disertai nyeri mengindikasikan hemoroid eksterna yang sudah mengalami
trombosis. Biasanya hemoroid interna mulai menimbulkan gejala setelah
terjadi prolapsus, sehingga mengakibatkan perdarahan, ulserasi, atau
trombosis. Hemoroid eksterna juga bisa terjadi tanpa gejala atau dapat
ditandai dengan nyeri akut, rasa tak nyaman, atau perdarahan akibat
ulserasi dan thrombosis.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena
yang mengindikasikan hemoroid eksterna atau hemoroid interna yang
sudah mengalami prolaps, biasanya jika berupa prolapsnya hemoroid
interna akan terlihat adanya mukus yang keluar saat pasien disuruh untuk
mengedan. Jika pasien mengeluhkan perdarahan kemungkinan bisa
menyebabkan anemia sekunder yang dapat dilihat dari konjungtiva
palpebra pasien yang sedikit anemis, tapi hal ini mungkin terjadi. Daerah
perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura, fistula,
polip atau tumor. Pada rectal toucher juga dinilai ukuran, perdarahan dan
tingkat keparahan inflamasi. Biasanya agak susah meraba hemoroid interna
karena tekanan vena yang tidak tinggi dan biasanya tidak nyeri. Rectal
toucher juga dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma
rektum.
15

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan
laboratorium untuk mendeteksi apakah terjadi anemia pada pasien dan
pemeriksaan anoskopi serta sigmoideskopi. Anoskopi dilakukan untuk
menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid.
Hasil anoskopi hemoroid interna yang tidak mengalami prolaps biasanya
terlihat gambaran vascular yang menonjol keluar, dan apabila pasien
diminta mengejan akan terlihat gambaran yang lebih jelas. Sedangkan
dengan menggunakan sigmoideskopi dapat mengevaluasi kondisi lain
sebagai diagnose banding untuk perdarahan rektal dan rasa tak nyaman
seperti pada fisura anal dan fistula, colitis, polip rectal, dan kanker.
I.2.9. Penyulit
Hemoroid interna yang mengalami prolapsus akan menjadi
ireponibel sehingga tidak dapat terpulihkan karena sudah terjadi kongesti
yang mengakibtakan udem dan thrombosis, dan dapat berlanjut menjadi
thrombosis melingkar pada hemoroid interna dan hemoroid eksterna secara
bersamaaan. Keadaan ini dapat menyebabkan nyeri hebat dan nekrosis
mukosa serta kulit yang menutupinya. Emboli septik dapat terjadi melalui
system portal dan bisa menyebabkan abses hati. Perdarahan ringan yang
lama juga dapat menimbulkan anemia. Pada hipertensi portal, hemoroid
dapat membentuk pintasan portal sistemik, dan apabila terjadi perdarahan
yang terjadi akan sangat banyak.
I.2.10. Penatalaksanaan
a. Terapi Non Farmako
Dapat diberikan pada semua kasus hemoroid terutama hemoroid interna
derajat 1, disebut juga terapi konservatif, diantaranya adalah :
o Koreksi konstipasi dengan meningkatkan konsumsi serat (25-30 gram
sehari) dan menghindari obat yang dapat menyebabkan konstipasi.
o Meningkatkan konsumsi cairan (6-8 gelas sehari)
16

o Menghindari mengejan saat buang air besar, dan segera ke kamar
mandi saat merasa akan buang air besar, jangan ditahan karena akan
memperkeras feses.
o Rendam duduk dengan air hangat yang bersih dapat dilakukan rutin
dua kali sehari selama 10 menit pagi dan sore selama 1 2 minggu,
karena air hangat dapat merelaksasi sfingter dan spasme.
o Tirah baring untuk membantu mempercepat berkurangnya
pembengkakan.
b. Terapi Farmako
o Salep anastetik local
o Kortikosteroid
o Laksatif
o Analgesik
o Suplemen flavonoid, membantu mengurangi tonus vena dan
mengurangi hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi (Acheson dan
Schirfield, 2008)
c. Terapi Pembedahan
Hemorrhoid Institute of South Texas (HIST) menetapkan indikasi
tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain :
o Hemoroid interna derajat II berulang
o Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala
o Mukosa rektum menonjol keluar anus
o Hemoroid interna derajat I & II dengan penyerta seperti fisura
o Kegagalan penatalaksanaan konservatif
o Permintaan pasien
Adapun jenis pembedahan yang sering dilakukan yaitu :
o Skleroterapi
Teknik ini dilakukan dengan menginjeksikan 5 % fenol dalam minyak
nabati yang tujuannya untuk merangsang. Lokasi injeksi adalah
submukosa hemoroid. Efek dari injeksi adalah edema, reaksi inflamasi
17

dengan proliferasi fibroblast dan thrombosis intravascular. Reaksi ini
akan menyebabkan fibrosis pada submukosa hemoroid sehingga akan
mencegah atau mengurangi prolapsus jaringan hemoroid. Terapi ini
disertai anjuran makanan tinggi serat dapat efektif untuk hemoroid
interna derajat I dan II. Menurut Acheson dan Scholfield pada tahun
2009, teknik ini murah dan mudah dilakukan, tetapi jarang
dilaksanakan karena tingkat kegagalan yang tinggi.
o Ligasi dengan gelang karet (Rubber band ligation)
Biasanya teknik ini dilakukan untuk hemoroid yang besar atau yang
mengalami prolaps. Dengan bantuan anuskop, mukosa diatas
hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap kedalam
tabung ligator khusus. Efek dari teknik ini adalah nekrosis iskemia,
ulserasi, dan scarring yang akan menghasilkan fiksasi jaringan ikat ke
dinding rektum. Komplikasi nya dapat terjadi perdarahan setelah 7-10
hari dan nyeri.
o Bedah beku
Teknik bedah beku dilakukan dengan pendinginan hemoroid pada
suhu yang sangat rendah. Teknik ini tidak dipakai secara luas karena
mukosa yg nekrosis sukar ditentukan luasnya. Teknik ini lebih cocok
untuk terapi paliatif pada karsinoma rektum yang inoperable.
o Hemoroidektomi
Teknik dipakai untuk hemoroid derajat III atau IV dengan keluhan
menahun, juga untuk penderita denga perdarahan berulang dan anemia
yang tidak sembuh dengan terapi lain yang lebih sederhana. Prinsipnya
adalah eksisi hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar
berlebihan, dan pada anoderm serta kulit yang normal dengan tidak
mengganggu sfingter anus. Selama pembedahan sfingter anus biasanya
dilatasi dan hemoroid diangkat dengan klem atau diligasi dan
kemudian dieksisi.

18

o Tindakan bedah lain
- Infrared thermocoagulation
- Bipolar diathermy
- Laser haemorrhoidectomy
- Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation
- Cryotherapy
- Stappled hemorrhoidopexy

























19

BAB II
LAPORAN KASUS

II.1. Identitas Pasien
Nama : Tn. L
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Beringin 4/4, Ambarawa
Status Perkawinan : Menikah
Suku : Jawa
Tanggal Pemeriksaan : 19 September 2014

II.2. Anamnesa
Keluhan utama : Benjolan di anus
Riwayat Penyakit sekarang :
Benjolan di anus ini muncul sejak 8 bulan lalu dan awalnya bisa keluar
masuk, sejak 1 bulan lalu benjolan hanya bisa masuk setelah feses keluar.
Benjolan tersebut awalnya kecil namun sekarang sudah sebesar kelereng.
Faktor yang memperberat timbulnya keluhan adalah ketika lelah bekerja,
mengangkat barang berat, makan makanan yang pedas dan buang air besar
serta faktor yang memperingannya jika berbaring. Pasien juga mengeluhkan
nyeri, rasa panas dan gatal di bagian anus. Darah hanya keluar saat pasien
setelah BAB, darah berwarna merah segar, menetes, tidak bercampur dengan
feses. Pasien juga mengeluhkan perut yang terasa kembung dan mules. Ada
keluhan mual namun tidak muntah, nafsu makan baik dan tidak ada
penurunan berat badan dalam beberapa bulan terakhir.


20


Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat pernah mengalami sakit serupa : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat batuk lama : disangkal
Riwayat sembelit : pasien sering mengalami susah BAB sejak kecil, susah
BAB lebih dirasakan pada 1 tahun terakhir, pasien
biasa mengkonsumsi obat pencahar untuk
membantunya BAB
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat dengan gejala serupa : kakek pasien menderita ambeien
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat pengobatan :
Obat ambeien yang berbentuk seperti peluru dan berwarna putih (analgetik),
digunakan 4 buah dan sembuh.
Riwayat sosial ekonomi :
Pasien berstatus Jamkesda dengan kesan ekonomi menengah ke bawah.
Kebiasaan :
BAB tidak teratur, konsistensi feses seringnya keras dan akan terasa perih di
akhir BAB, posisi BAB jongkok. Menu makanan sehari-hari adalah nasi dan
sayur, buah jarang dan sering makan pedas. Minum air putih 4 5 gelas per
hari, teh 1 2 gelas per hari dan tidak mengkonsumsi kopi. Minum jamu
jarang, karena perut akan terasa panas jika minum jamu. Olahraga jarang.
Buang air besar 1 minggu sekali dan sulit, buang air kecil teratur 5 kali sehari.


21


II.3. Pemeriksaan Fisik
1. Status generalisata
a. KU : tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4V5M6
c. Tanda Vital
- Tekanan Darah : 120/70 mmHg
- Nadi : 80x/menit
- Respirasi : 24x/menit
- Suhu : 37
o
C
d. Kepala : Mesocephal, rambut hitam, panjang, lurus, tidak
mudah dicabut, hematom (-), jejas (-)
e. Mata : Konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor,
reflek cahaya (+/+), reflek kornea (+/+)
f. Hidung : Sekret (-), mimisan (-), nafas cuping hidung (-)
g. Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), pembesaran tonsil (-)
h. Telinga : Discharge (-), luka (-)
i. Leher : Pembesaran KGB (-), JVP meningkat (-)
j. Thoraks
Pulmo : I : Normochest, dinding dada simetris
P : Fremitus taktil kanan = kiri, ekspansi dada simetris
P : Sonor di kedua lapang paru
A : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor : I : Tidak tampak ictus cordis
P : Iktus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
P : Batas atas ICS III linea parasternal sinistra
Batas bawah ICS V linea parasternal sinistra
Batas kiri ICS VI linea midklavicula sinistra
Batas kanan ICS IV linea stemalis dextra
A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/-
22


k. Abdomen : I : Datar
A : Bising usus (+) normal
P : Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar & lien tidak teraba
membesar, nyeri ketok CVA (-/-)
P : Timpani
l. Ekstremitas atas : akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-)
m. Ekstremitas bawah : akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-)

Status lokalis
Regio Anus
Inspeksi : terdapat benjolan sebesar kelereng di arah jam 3 dan 7
dilapisi oleh mukosa, tanda inflamasi (-), bekas garukan (-), skin tag (-)
Rectal Toucher : tonus sfingter ani kuat, mukosa licin, teraba benjolan
lunak dengan permukaan halus di arah jam 11 sebesar
kelereng dengan NT (-), Ampula recti tidak kolaps.
Handscone : lender (-), darah (-), feses (-).

II. 4. Diferensial Diagnosis
Hemoroid Interna (Grade I,II,III,IV)
Hemoroid Eksterna
Fisura Anal
Hematom Perianal







23


II.5. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Lab :
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
darah rutin :

Hemoglobin 11,8 12,0 16,0 g/dl
Leukosit 76,6 4,0 10 ribu
Eritrosit 3,64 4,2 5,4 juta
Hematokrit 32,3 37 43 %
Trombosit 206 200 400 ribu
MCV 88,7 80 90 mikro m3
MCH 32,4 27 34 pg
MCHC 36,5 32 36 g/dl
RDW 9,6 10 16 %
MPV 8,5 7 11 mikro m3
Limfosit 1,8 1,7 3,5 10
3
/mikroL
Monosit 0,4 0,2 0,6 10
3
/mikroL
Granulosit 4,4 2,5 7 10
3
/mikroL
Limfosit % 26,9 25 35 %
Monosit % 6,0 4 6 %
Granulosit % 67,1 50 80 %
PCT 0,175 0,2 0,5 %
PDW 16,4 10 18 %
Golongan Darah O
Kimia Klinik
GDS

82

60 100 mg/dl
Ureum 28,1 10 50 mg/dl
Creatinin 1,0 0,62 1,1 mg/dl
24

SGOT 15 0 50 U/L
SGPT 10 0 50 IU/L
Serologi
HBsAg

NonReaktif

Non Reaktif

II.6. Diagnosis Kerja
Hemoroid Interna Grade II

II.7. Penatalaksanaan
Medika mentosa
Infus RL 20 tpm
Injeksi Ketorolac 30 mg 3x1
Injeksi Ranitidin 50 mg 3x1 amp
Injeksi Cefotaxim 500 mg 3x1
Pembedahan : konsul ke Sp.B untuk dilakukan hemoroidektomi.

II. 8. Prognosis
Dubia ed Bonam

II.9. Edukasi
Mengingatkan pasien untuk sering makan makanan berserat, tidak hanya
sayur, tetapi juga buah. Mengurangi makanan yang pedas. Memperbanyak
minum air putih, tidak berlama-lama ketika BAB, tidak mengangkat barang-
barang yang terlalu berat dan tidak mengedan terlalu keras jika BAB. Olah
raga dan istirahat secara teratur.




25

BAB III
AFTER CARE PATIENT

III.1. Definisi After Care Patient (ACP)
After Care Patient (ACP) adalah pelayanan rumah sakit untuk
memberikan pelayanan yang terintegritas dengan meninjau ke lingkungan
demi menjamin kesembuhan pasien dengan melihat permasalahan yang ada
pada pasien dan mengidentifikasi secara fungsi dalam anggota keluarga serta
memberikan edukasi kepada pasien agar dapat belajar hidup sehat.

III.2. Tujuan After Care Patient (ACP)
Tujuan untuk dilakukan after care patient selain untuk melihat
perkembangan pasien dalam pengelolaan pengobatan pasien dan kesembuhan
pasien. Peneliti bertujuan untuk memberikan edukasi pada pasien ini berupa :
1. Mengedukasi pasien agar makan makanan yang bergizi dan tinggi serat
(buah dan sayur)
2. Mengedukasi pasien agar olahraga dan istirahat yang cukup
3. Mengedukasi pasien agar pasien banyak mengkonsumsi air putih
4. Mengedukasi pasien agar mengurangi konsumsi makanan pedas

III.3. Permasalahan Pasien
III.3.1. Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga
a. Fungsi Biologis dan Reproduksi
Dari hasil wawancara didapatkan informasi bahwa saat ini semua
anggota keluarga kecuali pasien dalam keadaan sehat. Anggota
keluarga lain tidak memiliki riwayat penyakit khusus. Pasien adalah
seorang perempuan berusia 21 tahun dan sudah menikah. Saat ini
pasien tinggal bersama suami pasien dan keluarganya.

26


b. Fungsi Psikologis
Pasien tinggal bersama suami pasien dan keluarganya. Hubungan
pasien dengan anggota keluarganya baik. Pekerjaan pasien adalah
penjual bubur di pasar. Aktivitas pasien sehari-hari yakni berjualan
bubur dimulai pukul 02.00-06.00 pagi lalu pasien hanya di rumah
sebagai ibu rumah tangga.
c. Fungsi Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah lulusan SMA.
d. Fungsi Sosial
Pasien tinggal di kawasan perkampungan yang tidak padat penduduk.
Pergaulan umumnya berasal dari kalangan menengah ke bawah dan
hubungan sosial dengan warga cukup erat. Pasien cukup dikenal di
lingkungan rumahnya dan masih aktif berpartisipasi dalam kegiatan
masyarakat.
e. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Sumber penghasilan didapatkan dari penghasilan pasien dan suami
pasien. Penghasilan per bulan sekitar Rp 900.000. Penghasilan
tersebut digunakan untuk pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder
pasien. Untuk pengaturan penghasilan keluarga dilakukan oleh pasien
dan suami pasien. Biaya pelayanan kesehatan untuk keluarga pasien
dapatkan dari Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah).
f. Fungsi Religius
Agama yang dianut pasien adalah islam. Kegiatan ibadah seluruh
anggota keluarga dilakukan rutin setiap hari.
III.3.2. Pola Konsumsi Makan Pasien dan Keluarga
Frekuensi makan pasien dan keluarga biasanya 3x sehari dengan
jadwal yang teratur. Pasien lebih sering memasak makanan sendiri
daripada membeli makanan matang di pasar. Pasien mengaku sering
mengkonsumsi mie instan dan makanan yang pedas. Pasien dan
27

keluarga jarang mengkonsumsi buah, sayur dan susu sebagai gizi
tambahan. Pasien mengaku konsumsi air putih dalam jumlah yang
cukup, pasien jarang minum teh ataupun kopi.
III.3.3. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan
a. Faktor Perilaku
Pasien kurang menyadari tentang perilaku hidup sehat serta kurang
jelas mengetahui tentang penyakit yang dideritanya sebelum mendapat
penjelasan dari dokter maupun tenaga kesehatan lain yang ikut serta
merawat pasien. Pasien mengaku tidak merokok ataupun konsumsi
alkohol. Pasien jarang sekali melakukan olahraga secara rutin. Jika ada
anggota keluarga yang sakit, pasien dan keluarga langsung berobat ke
rumah sakit dengan pendanaan kesehatan melalui biaya Jamkesda
(Jaminan Kesehatan Daerah).
b. Faktor Non Perilaku
Sarana kesehatan di sekitar rumah cukup jauh. Rumah sakit dapat
ditempuh dengan angkutan umum.
III.3.4. Identifikasi Lingkungan Rumah
Pasien tinggal di kawasan pemukiman penduduk yang tidak
terlalu padat. Pasien tinggal bersama suami pasien dan keluargnya.
Kawasan perumahan pasien merupakan kawasan perkampungan biasa.
Rumah pasien terbuat dari bata dengan lantai tanah dan atap genteng.
Memiliki tiga kamar tidur, satu ruang tamu, dapur dan kamar mandi.
Rumah tersebut termasuk dalam kategori rumah kurang sehat,
karena tidak memenuhi sebagian besar indikator rumah sehat.
Pencahayan dan ventilasi relatif kurang karena sebagian besar ruangan
tidak memiliki jendela sehingga rumah terasa lembab. Kebersihan dan
kerapian rumah relatif kurang.
Sumber air minum, air untuk mencuci dan masak didapat dari air
sumur timba. Di dalam kamar mandi terdapat sebuah jamban jongkok
28

dan bak mandi. Saluran air dialirkan ke got depan rumah yang
mengalir, air dan kotoran dari jamban ditampung di septic tank.
III.3.5. Diagnosis Fungsi-Fungsi Keluarga
a. Fungsi Biologis
Pasien wanita usia 21 tahun menderita hemoroid dengan keluhan
benjolan di anus sejak 8 bulan lalu.
b. Fungsi Psikologis
Hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga cukup baik.
c. Fungsi sosial dan budaya
Dapat bersosialisasi terhadap lingkungan sekitar dengan baik.
d. Fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan
Perekonomian pasien cukup untuk memenuhi kebutuhan harian.
e. Fungsi penguasaan masalah dan kemampuan beradaptasi
Masalah yang berhubungan dalam keluarga dibicarakan dengan
secara musyawarah.
f. Faktor perilaku
1. Pola makan dan jenis makanan yang dikonsumsi pasien kurang
bergizi dan rendah serat (buah dan sayur)
2. Kebiasaan olahraga dan istirahat pasien kurang baik
3. Kebiasaan pasien dalam mengkonsumsi air putih kurang
4. Kebiasaan pasien yang sering mengkonsumsi makanan pedas
dan mie instan
g. Faktor nonperilaku
Sarana pelayanan kesehatan cukup jauh dari rumah.






29

III.4. Diagram Realita yang Ada Pada Keluarga



























Derajat
kesehatan
Tn. L
Lingkungan
Ventilasi dan pecahayaan rumah kurang
Kebersihan dan kerapian rumah kurang

Genetik
Kakek pasien
menderita sakit
serupa
Yankes
Pelayanan
kesehatan cukup
jauh
Perilaku
Pola makan dan jenis makanan yang dikonsumsi pasien kurang bergizi
dan rendah serat (buah dan sayur)
Kebiasaan olahraga dan istirahat pasien kurang baik
Kebiasaan pasien dalam mengkonsumsi air putih kurang
Kebiasaan pasien sering mengkonsumsi makanan pedas dan mie instan
30

III.5. Risiko, Permasalahan dan Rencana Pembinaan Kesehatan
Risiko dan Masalah
Kesehatan
Rencana Pembinaan Sasaran
Hemoroid Edukasi dan konseling
tentang hemoroid, pola dan
jenis makanan yang baik
dikonsumsi, peran
pentingnya konsumsi air
putih, olahraga dan istirahat
yang cukup serta dampak
jangka panjang dari
konsumsi mie instan dan
makanan pedas.
Keluarga dan
Pasien

III.6. Pembinaan
Tanggal Kegiatan Hasil Kegiatan
08
September
2014
Penyuluhan tentang hemoroid mulai
dari penyebab, tanda dan gejala serta
pencegahan dan pengobatannya.
Pengetahuan tentang hemoroid
meningkat

III.7. Hasil Kegiatan
Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning
09/09/14

Nyeri saat
BAB dan
di bekas
luka
operasi
TD: 110/70 mmHg,
N: 80x/min, RR: 20
x/min, S: 36.5
o
C.

Hemoroid Edukasi: pola dan
jenis makanan dengan
gizi seimbang serta
anjuran untuk istirahat
dan olahraga teratur.
Kontrol jika
mengalami keluhan.
31

III.8. Kesimpulan Pembinaan Keluarga
1. Tingkat pemahaman
Pemahaman terhadap edukasi yang dilakukan cukup baik.
2. Faktor penyulit
Tidak ada.
3. Indikator keberhasilan
a. Pengetahuan pasien tentang hemoroid meningkat sehingga dapat
membantu kesembuhan pasien.
b. Pola dan jenis makanan dengan gizi seimbang mulai dijalani pasien.
c. Kebersihan dan kerapian lingkungan rumah mulai dipertimbangkan
pasien.
d. Keinginan untuk menjalani istirahat dan olahraga secara teratur
mulai dijalani pasien.

















32

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat. R, Wim De Jong. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
2. Haemorrhoids, www.hcd2.bupa.co.uk/fact_sheet/html/haemorrhoids.html
3. Anonim. Hemorrhoid. http://en.wikipedia.org/wiki/Hemorrhoid
4. Dudley. H. A. F, 1992, Hamilton Bailey: Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi XI,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
5. Nelson, Heidi MD., Roger R. Dozois, MD., Anus, in Sabiston Text Book of
Surgery, Saunders Company, Phyladelphia 2001
6. Sobiston, 1997, Atlas Bedah Umum, Binarupa Aksara, Jakarta.
7. Mansjoer Arief, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. Media
Aesculapius: Jakarta.
8. What are Hemorrhoid., www.hemorrhoid.net

Anda mungkin juga menyukai