Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIK DAN

FARMAKOKINETIKA
SIMULASI MODEL IN VITRO FARMAKOKINETIK OBAT
SETELAH PEMBERIAN SECARA INTRAVENA

Kelompok 2B
Anggota :
Rian Destiyani P

1111102000035

Ati Maryanti

1111102000037

Moh. Al Fattah

1111102000053

Rachma Ayunda

1111102000054

Syaima

1111102000056

Sonia Ulfah

1111102000116

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1

Tujuan Praktikum

Mahasiswa dapat menjelaskan proses farmakokinetika obat di dalam tubuh


setelah pemberian secara bolus intravena dengan simulasi model in vitro
farmakokinetik obat.

Mahasiswa mampu memplot data kadar obat dalam fungsi waktu pada skala
semilogaritmik

1.2

Mahasiswa mampu menentukan berbagai farmakokinetik

Landasan teori
Paracetamol (paracetamolum, asetaminofen)

Berat molekul

: 151,16

Rumus molekul

: C8H9NO2

Pemerian

: Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa


pahit

Kelarutan

; Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol


(95%) P, larut dalam 13 bagian aseton P, dalam 40
bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P.
Larut dalam alkali hidroksida.

Khasiat

: Analgetik dan antipiretik

Dosis penggunaan :
1-5 tahun

: 1x = 50-100 mg ; 1h = 200-400 mg

5 tahun ke atas : 1x = 100-250 mg ; 1h = 400-1000 mg


dewasa : 1x = 500 mg ; 1h = 500 -2000 mg

Farmakokinetika Parasetamol

Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi


tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu jam dan masa paruh plasma antara 1-3
jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25% parasetamol
terikat protein plasma, dan dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian
asetaminofen 80% dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya
dengan asam sulfat. Selain itu dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil
hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat
ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian
besar dalam bentuk terkonjugasi.
2

Farmakokinetik
Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau
efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses
absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme
atau biotransformasi dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan
proses eliminasi obat(Gunawan, 2009).

2.1

Absorpsi
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke
dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat
adalah saluran cerna (mulut sampai rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain.
Yang terpenting adalah cara pemberian obat per oral, dengan cara ini tempat
absorpsi utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi yang
sangat luas, yakni 200 meter persegi (panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai
dengan vili dan mikrovili ) (Gunawan, 2009).
Absorpsi obat meliputi proses obat dari saat dimasukkan ke dalam tubu
h,melalui jalurnya hingga masuk kedalam sirkulasi sistemik. Pada levelseluler,
obat diabsorpsi melalui beberapa metode, terutama transport aktif dantransport
pasif.
a.

Metode absorpsi

Transport pasif
Transport pasif tidak memerlukan energi, sebab hanya dengan
proses difusi obat dapat berpindah dari daerah dengan kadar konsentrasi
tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah. Transport aktif terjadi selama

molekul-molekul kecil dapat berdifusi sepanjang membrane dan berhenti


bila konsentrasi pada kedua sisi membrane seimbang.
-

Transport Aktif
Transport aktif membutuhkan energy untuk menggerakkan obat dari
daerah dengan konsentrasi obat rendah ke daerah dengan konsentrasi obat
tinggi

b.

Kecepatan Absorpsi
Apabila pembatas antara obat aktif dan sirkulasi sitemik hanya
sedikit sel. Absorpsi terjadi cepat dan obat segera mencapai level
pengobatan dalam tubuh.
- Detik s/d menit: SL, IV, inhalasi
- Lebih lambat: oral, IM, topical kulit, lapisan intestinal, otot
- Lambat sekali, berjam-jam / berhari-hari: per rektal/ sustained frelease.

c.

Faktor yang mempengaruhi penyerapan


- Aliran darah ke tempat absorpsi
- Total luas permukaan yang tersedia sebagai tempat absorpsi
- Waktu kontak permukaan absorpsi

d.

Kecepatan Absorpsi
o Diperlambat oleh nyeri dan stress : Nyeri dan stress mengurangi aliran
darah, mengurangi pergerakan saluran cerna, retensi gaster
o Makanan tinggi lemak :

Makanan tinggi lemak dan padat akan

menghambat pengosongan lambung dan memperlambat waktu absorpsi


obat
o Faktor bentuk obat : Absorpsi dipengaruhi formulasi obat: tablet,
kapsul, cairan, sustained release, dll)
o Kombinasi dengan obat lain : Interaksi satu obat dengan obat lain dapat
meningkatkan atau memperlambat tergantung jenis obat

Obat yang diserap oleh usus halus ditransport ke hepar sebelum


beredar ke seluruh tubuh. Hepar memetabolisme banyak obat sebelum masuk
ke sirkulasi. Hal ini yang disebut dengan efek first-pass. Metabolisme hepar

dapat menyebabkan obat menjadi inaktif sehingga menurunkan jumlah obat


yang sampai ke sirkulasi sistemik, jadi dosis obat yang diberikan harus
banyak.

2.2

Distribusi
Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik
Ke jaringan dan cairan tubuh.

a. Aliran darah
Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke organ
berdasarkan jumlah alrian darahnya. Organ dengan aliran darah terbesar
adalah jantung, hepar, ginjal, sedangkan distribusi ke organ lain seperti
kulit, lemak dan otot lebih lambat.
b. Permeabilitas kapiler
Tergantung pada struktur kapiler dan struktur obat
c. Ikatan protein
Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan protein dapat
terikat atau bebas. Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak dapat
bekerja. Hanya obat bebas yang dapat memberikan efek. Obat dikatakan
berikatan protein tinggi bila >80% obat terikat protein
2.3

Metabolisme
Metabolisme/biotransformasi obat adalah proses tubuh merubah
komposisi obat sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang keluar
tubuh.
Obat dapat dimetabolisme melalui beberapa cara:

Menjadi metabolit inaktif kemudian diekskresikan;

Menjadi metabolit aktif, memiliki kerja farmakologi tersendiri dfan bisa


dimetabolisme lanjutan.
Beberapa obat diberikan dalam bentuk tidak aktif kemudian setelah

dimetabolisme baru menjadi aktif (prodrugs).


Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membran
endoplasmic reticulum (mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme yang

lain (ekstrahepatik) adalah : dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan kulit,
juga di lumen kolon (oleh flora usus).
Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut
lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau
empedu. Dengan perubahan ini obat aktif umunya diubah menjadi inaktif, tapi
sebagian berubah menjadi lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme:

1.

Kondisi Khusus
Beberapa penyakit tertentu dapat mengurangi metabolisme, al. penyakit hepar
seperti sirosis.

2.

Pengaruh Gen
Perbedaan gen individual menyebabkan beberapa orang dapat memetabolisme
obat dengan cepat, sementara yang lain lambat.

3.

Pengaruh Lingkungan
Lingkungan juga dapat mempengaruhi metabolisme, contohnya: Rokok,
Keadaan stress, Penyakit lama, Operasi, Cedera

4.

Usia
Perubahan umur dapat mempengaruhi metabolisme, bayi vs dewasa vs orang
tua.

5.

Ekskresi
Ekskresi obat artinya eliminasi/pembuangan obat dari tubuh. Sebagian
besar obat dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin. Obat jugadapat
dibuang melalui paru-paru, eksokrin (keringat, ludah, payudara), kulit dan
taraktusintestinal.
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi
melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam
bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melui ginjal.
Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses, yakni filtrasi glomerulus, sekresi
aktif di tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan, dan
setelah dewasa menurun 1% per tahun. Ekskresi obat yang kedua penting adalah
melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses. Ekskresi melalui paru
terutama untuk eliminasi gas anastetik umum (Gunawan, 2009).

Hal-hal lain terkait Farmakokinetik:

a.

Waktu Paruh
Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan sehingga setengah dari
obat dibuang dari tubuh. Faktor yang mempengaruhi waktu paruh adalah
absorpsi, metabolism dan ekskresi. Waktu paruh penting diketahui untuk
menetapkan berapa sering obat harus diberikan.

b.

Onset, puncak, and durasi


Onset adalah Waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa
kerjanya. Sangat tergantung rute pemberian dan farmakokinetik obat Puncak,
Setelah tubuh menyerap semakin banyak obat maka konsentrasinya di dalam
tubuh semakin meningkat, Namun konsentrasi puncak~ puncak respon Durasi,
Durasi kerjaadalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi

Parameter - parameter Farmakokinetik

Parameter-parameter

farmakokinetik

kemudian

dihitung

secara

matematis, meliputi tetapan kecepatan absorpsi (Ka), kadar puncak obat dalam
darah/serum/plasma (Cmax), waktu untuk mencapai kadar puncak (Tmax),
tetapan kecepatan eliminasi (Kel), waktu paro eliminasi (T1/2) dan luas daerah
di bawah kurva kadar obat vs. waktu (AUC).
a)

Tetapan Kecepatan Absorpsi (Ka)


Tetapan kecepatan absorpsi menggambarkan kecepatan absorpsi, yakni
masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik dari absorpsinya (saluran cerna
pada pemberian oral, jaringan otot pada pemberian intramuskuler, dsb). Nilai
ini merupakan resultante dari kecepatan disolusi obat dari bentuk sediaannya
dari pelarutannya dalam lingkungan tempat absorpsi, proses absorpsi itu
sendiri, dan proses lebih jauh yang mungkin telah berlangsung, yakni
distribusi dan eliminasi. Bila terjadi hambatan dalam proses absorpsi, akan
didapatkan nilai Ka yang lebih kecil. Satuan dari parameter ini adalah fraksi
persatuan waktu (jam-1 atau menit-1). Selain Ka, gambaran kecepatan disolusi
juga bisa diperoleh dari nilai Tlag (lag-time), yakni tenggang waktu antara saat

pemberian obat dengan munculnya kadar obat di sirkulasi sistemik


(darah/serum/plasma)
b)

Kadar puncak obat dalam darah/serum/plasma (Cmax)


Kadar

puncak

adalah

kadar

tertinggi

yang

terukur

dalam

darah/serum/plasma. Nilai ini merupakan resultante dari proses absorpsi,


distribusi dan eliminasi, dengan pengertian bahwa pada saat kadar mencapai
puncak, proses-proses absorpsi, distribusi dan eliminasi berada dalam keadaan
seimbang. Selain menggambarkan derajad absorpsi, nilai Cmax ini umumnya
juga digunakan sebagai tolok ukur, apakah dosis yang diberikan cenderung
memberikan efek toksik atau tidak. Dosis dikatakan aman apabila kadar
puncak obat tidak melebihi kadar toksik minimal (KTM). Satuan parameter ini
adalah berat/volume (ug/ml atau ng/ml) dalam darah/serum/plasma.

c)

Waktu untuk mencapai kadar puncak (Tmax)


Nilai ini menunjukkan kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik
mencapai puncak. Di samping Ka, Tmax ini juga digunakan sebagai parameter
untuk menunjukkan kecepatan absorpsi, dan parameter ini lebih mudah
diamati/dikalkulasi dari pada Ka. Hambatan pada proses absorpsi obat dapat
dengan mudah dilihat dari mundurnya/memanjangnya T max. Satuan: jam
atau menit.

d)

Tetapan kecepatan eliminasi (Kel)


Tetapan kecepatan eliminasi menunjukkan laju penurunan kadar obat
setelah proses-proses kinetik mencapai keseimbangan. Satuannya adalah fraksi
per waktu (jam-1 atau menit-1). Nilai ini menggambarkan proses eliminasi,
walaupun perlu diingat bahwa pada waktu itu mungkin proses absorpsi dan
distribusi masih berlangsung. Secara praktis, nilai ini kemudian diterjemahkan
kedalam parameter lain, yakni T 1/2. Tetapan ini dapat ditentukan dengan
rumus: Kel= 0,693/T

e)

Waktu paro eliminasi (T1/2)


Secara definitif, waktu paro eliminasi adalah waktu yang diperlukan
agar kadar obat dalam sirkulasi sistemik berkurang menjadi separonya. Nilai
parameter ini merupakan terjemahan praktis dari nilai Kel. Nilai T 1/2 ini
banyak digunakan untuk memperkirakan berbagai kondisi kinetik, misalnya
kapan obat akan habis dari dalam tubuh, kapan sebaiknya dilakukan

pemberian ulang (interval pemberian), kapan kadar obat dalam sirkulasi


sistemik mencapai keadaan tunak (steady state) pada pemberian berulang, dsb.
Nilai T 1/2 ini dapat dihitung dengan rumus 0,693/Kel.
f)

Luas daerah di bawah kurva kadar obat berbanding waktu (AUC)


Kadar obat dalam sirkulasi sistemik (darah/serum/ plasma) vs. waktu
(AUC) Nilai AUC (Area Under Curve) dapat dihitung pada berbagai periode
pengamatan, sesuai kebutuhan, misalnya AUC0-12, AUC0-24 atau AUC0-~.
Nilai ini menggambarkan derajat absorpsi, yakni berapa banyak obat
diabsorpsi dari sejumlah dosis yang diberikan. Dengan membandingkan nilai
AUC pemberian ekstravaskuler terhadap AUC intravena suatu obat dengan
dosis yang sama, akan didapatkan nilai ketersediaan hayati absolut (= F),
yakni fraksi obat yang dapat diabsorpsi dari pemberian ekstravaskuler.
lamanya kadar obat berada di atas kadar efektif minimal (KEM), dan intensitas
efek dapat digambarkan kadar obat terhadap KEM.

g)

Klirens (Clearance)
Di atas telah diuraikan, bahwa parameter-parameter yang lazim
digunakan untuk menggambarkan proses eliminasi adalah nilai T1/2 atau Kel
(T 1/2 lebih disukai). Namun, sebenarnya nilai-nilai tersebut hanya merupakan
apa yang terlihat saja (penampakan luar), dan didapatkan dari perhitungan
matematis yang diturunkan dari perubahan kadar obat dalam darah dari waktu
ke waktu. Sebenarnya Kel dan T1/2 tersebut merupakan hasil dari suatu proses
yang dinamakan klirens (CL = Clearance), yakni kemampuan tubuh untuk
membersihkan darah dari obat yang termuat di dalam tubuh (= Vd). Bila
diformulasikan hubungan antara CL dengan Kel atau T1/2, akan didapatkan
persamaan berikut:
CL = Vd x Kel
Klirens, yang secara definitif diartikan sebagai kemampuan tubuh
untuk membersihkan darah dari obat per satuan waktu, dapat dibedakan
menjadi 3 hal, yakni 1) klirens yang berasal dari kerja hepar sebagai organ
metabolisme utama, 2) klirens yang berasal dari kerja ginjal sebagai organ
ekskresi utama dan 3) klirens yang berasal dari organ-organ lain.
CL(tubuh total) = CLhepar + Cginjal + CLlain-lain

Pada kebanyakan obat, hepar dan ginjal memegang peran paling


penting dalam proses eliminasi obat, sehingga klirens yang disebabkan organorgan lain dapat diabaikan, maka didapat persamaan:
CL(tubuh total) = CLhepar + CLginjal
Pada obat-obat yang eliminasi utamanya melalui metabolisme hepatal
(misalnya metronidazol, teofilin, dll.), maka klirens oleh organ-organ lain
dapat diabaikan sehingga
CL(tubuh total) = CL(hepar)

Sedangkan obat-obat yang eliminasi utamanya melalui ekskresi ginjal,


maka:
CL(tubuh total) = CL(ginjal)
CL(tubuh total) juga dapat dihitung dari persamaan

Secara ringkas, kemampuan hepar untuk membersihkan darah dari


obat persatuan waktu ditentukan oleh kemampuan metabolisme obat oleh
hepar dalam sesaat (rasio ektraksi = extraction ratio) dan oleh kecepatan aliran
darah yang melalui hepar. Rasio ekstraksi adalah suatu nilai yang
menggambarkan fraksi obat yang dapat dimetabolisme oleh hepar pada saat
sejumlah obat melalui hepar. Dengan demikian, makin besar rasio ekstraksi,
makin besar kemampuan hepar untuk membersihkan darah, sehingga makin
sedikit fraksi obat yang masih tertinggal di sirkulasi sistemik. Demikian juga,
makin cepat aliran darah yang melalui hepar, makin tinggi kemampuan hepar
membersihkan darah dari obat.

Kompartemen satu intravena

Suatu model dalam farmakokinetik adalah struktur hipotesis yang dapat


digunakan untuk karakteristik suatu obat dengan meniru suatu perilaku dan nasib obat
dalam sistem biologik jika diberikan dengan suatu pemberin rute utama dan bentuk
dosis tertentu.
Kompartemen adalah suatu kesatuan yang dapat digambakan dengan suatu
volume tertentu dan suatu konsentrasi. Perilaku obat dalam sistem biologi dapat
digambarkan dengan kompartemen satu atau kompartemen dua. Kadang-kadang perlu

untuk menggunakan multi kompartemen, dimulai dengan determinasi apakah data


eksperimen cocok atau pas untuk model kompartemen satu dan jika tidak
pas coba dapat mencoba model yang memuaskan. Sebenarnya tubuh manusia adalah
model kompartemen multimilion, mengingat konsentrasi obat dalam organel yang
berbeda, sel atau jaringan. Dalam tubuh kita memiliki jalan masuk untuk dua jenis
cairan tubuh, darah dan urin.
Persamaan kinetika obat dalam darah pada pemberian bolus intravena dengan
satu dosis D yang mengikuti model satu kompartemen diberikan dengan persamaan :
C1 = C0 e-k.t
Dimana C1 adalah kadar obat dalam waktu t, C0 adalah kadar obat pada waktu
0,k atau ke adalah konstanta kecepatan eliminasi obat. Dengan menggunakan kadar
obat pada berbagai waktu, harga C0 dan k dapat dihitung dengan cara regresi linier
setelah persamaan ditransformasikan ke dalam nilai logaritmik :
InC1 = InC0 k.t

Setelah ditentukan nilai C0 dan k, berbagai parameter farmakokinetik obat


berkaitan dengan cara pemberian obat secara bolus intravena dapat dihitung, seperti
nilai volume distribusi (Vd), klirens, (Cl), dan waktu paro eliminasi (t1/2).
Vd = D/C0
Cl = Vd.k
T1/2 = 0,693/K

BAB II
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat

Beker glass
Pipet tetes
Vial
Spuit
Batang pengaduk
Spektrofotometer

3.1.2 Bahan
Larutan induk parasetamol
Aquadest
Parasetamol

3.2 Prosedur Kerja


1. Larutan induk parasetamol dibuat sejumlah volume tertentu dan kadar tertentu
2. Aquadest 250 ml dimasukkan ke dalam beker glass, kemudian ditambahkan larutan induk
parasetamol sebanyak 2 ml.
3. Cuplikan diambil sebanyak 2 ml setiap interval 5 menit untuk dibuang. Setiap kali
pengambilan cuplikan ditambahkan sejumlah aquadest dengan volume yang sama dengan
volume cuplikan ( 2 ml)
4. Cuplikan diambil sebanyak 5 ml pada waktu 15, 30, 45, dan 60 menit untuk dianalisis.
Setiap kali pengambilan cuplikan ditambahkan sejumlah aquadest dengan volume yang
sama dengan volume cuplikan (5 ml)
5. Tentukan kadar obat dalam cuplikan 5 ml pada waktu 15, 30, 45, dan 60 menit
menggunakan spektrofotometri
6. Plot data kadar obat terhadap waktu

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL
SIMULASI MODEL IN VITRO FARMAKOKINETIKA
Table pengukuran spektrofotomete UV Vis paracetamol
konsentrasi
(ppm)
4.572
4.283
4.044
4.065

waktu (menit)
15
30
45
60

absorbansi(243)
0.304
0.285
0.269
0.271

log
konsentrasi
0.6601
0.6317
0.6068
0.609

Persamaan regresi linier


waktu
(menit)
15
30
45
60

log konsentrasi
0.6601
0.6317
0.6068
0.609

Kurva hubungan konsentrasi- waktu


Kurva hubungan konsentrasi - waktu

log C

3.1

0,67
0,66
0,65
0,64
0,63
0,62
0,61
0,6

Series1

20

40

Waktu (menit)

a = 0.6715
b = - 0.0012

60

80

r = 0.8584
Jadi persamaan kurva regresi linier y = a + bx
Y = 0.6715 0.0012 x
=

Jadi, =
log =
log = 0.6715
= , /

b=

2,303

0,0012 =

2,303

Ke = 0.0012 x 2.303
= , /

t1/2 =

0, 693

t1/2 =

0, 693
0.0027

/ = .

Do =
Do = 250 4, 693 /
= . , = ,
Cl =

dan

Cl =

0.00276
250 mL
menit

= ,

kurva hubungan konsentrasi waktu kelompok 1 B


0,63
0,62
log C

0,61
0,6
0,59

Series1

0,58
0,57
0

20

40

60

80

waktu (menit)

kurva hubungan konsentrasi waktu kelompok 3B


0,82
log C

0,815
0,81
0,805
Series1

0,8
0,795
0

20

40

60

80

waktu (menit)

kurva hubungan konsentrasi waktu kelompok 4B


0,83
log C

0,82
0,81
0,8

Series1

0,79
0

20

40
waktu (menit)

60

80

kurva hubungan konsentrasi waktu kelompok 5B


0,35
0,3

log C

0,25
0,2
0,15
Series1

0,1
0,05
0
0

20

40

60

80

waktu (menit)

3.2

PEMBAHASAN
Pada praktikum ini akan dilakukan pengamatan perubahan konsentrasi obat
parasetamol terhadap waktu yang dilakukan secara in-vitro untuk melihat profil
farmakokinetik dari suatu obat. Percobaan disimulasikan dengan keadaan yang ada di
dalam tubuh dimana obat diberikan dalam bentuk injeksi intravena. Parasetamol
dimasukkan ke dalam beaker glass (dianggap sistem tubuh) yang telah diisikan
aquades sebanyak 250 mL, kemudian setiap 5 menit sampai menit ke-60 diambil
cuplikannya sebanyak 2 mL dengan menggunakan spluit dan cairan yang diambil
akan diganti dengan aquades sesuai dengan volume yang diambil. Pada menit ke-5,
10, 20, 25, 35, 40, dan 55 cuplikan yang diambil sebanyak 2 mL dan akan digantikan
dengan aquades sebanyak 2 mL. Namun, pada menit ke-15, 45, 30, dan 60 cuplikan
yang diambil sebanyak 5 mL dan digantikan dengan aquades 5 mL juga. Cuplikan
yang diambil pada menit ke 15, 45, 30, dan 60 menit akan ditentukan

kadar

parasetamolnya dengan spektrofotometri.


Diharapkan konsentrasi obat di dalam tubuh semakin berkurang seiring
berjalannya waktu. Karena berdasarkan model farmakokinetika yang paling sederhana
pelarutan obat dalam suatu volume tubuh digambarkan sebagai model kompartemen
satu terbuka dimana konsentrasi obat dari waktu nol (awal) akan semakin berkurang
secara konstan hingga waktu tertentu sampai konsentrasi obat didalam tubuh habis.
Dalam kompartemen ini tidak ada proses absorbsi obat tapi langsung pada fase
eliminasi jadi obat dapat terabsorbsi 100 % didalam tubuh.

Jika obat diberikan secara intravena, maka obat masuk ke dalam darah dan
secara cepat terdistribusi ke jaringan. Penurunan konsentrasi obat dalam plasma dari
waktu ke waktu (yaitu kecepatan eliminasi obat) dapat diukur dengan mengambil
sampel darah berulang. Pada awalnya seringkali konsentrasi menurun secara cepat,
namun kemudian kecepatan penurunan berkurang secara progresif. Kurva tersebut
disebut eksponensial, dan hal ini berarti pada waktu tertentu terdapat eliminasi fraksi
konstans obat dalam satu satuan waktu. Banyak obat menunjukan suatu penurunan
eksponensial dalam konsentrasi plasma karena kecepatan kerja proses eliminasi obat
biasanya proporsional terhadap konsentrasi obat dalam plasma (M. J. Neal. 2006).
Obat yang diberikan secara intravena langsung masuk ke dalam sirkulasi dan
tidak diabsorbsi terlebih dahulu. Cara ini digunakan saat dibutuhkan efek obat yang
cepat, untuk pemberian obat yang kontinu, untuk volume yang besar, untuk obat-obat
yang menyebabkan kerusakan jaringan lokal bila diberikan melalui cara lain (M. J.
Neal. 2006).
Pada percobaan yang normal, data absorbansi di tiap perubahan waktu
mengalami penurunan secara konstan. Hal ini menunjukan konsentrasi obat di dalam
tubuh semakin berkurang secara konstan karena obat dieliminasi oleh tubuh dengan
kecepatan konstan 2 mL setiap 5 menit, dan cairan diganti 2 ml hingga volume cairan
tetap, kecuali pada menit ke-15, 45, 30, dan 60 cuplikan yang diambil sebanyak 5 mL
dan digantikan sebanyak 5 mL.
Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan konsentasi di tiap perubahan waktu
mengalami penurunan namun pada menit ke-60, nilai konsentrasinya naik. Hal ini
dikarenakan pada saat pengambilan cuplikan yang terakhir tidak ditambahkan lagi
aquades sebanyak yang diambil yaitu 5 mL yang meyebabkan volume cairan tidak
tetap. Faktor lain yang mungkin menyebabkan kesalahan-kesalahan dalam percobaan
meliputi ketidakcampuran obat, pengambilan cuplikan yang tidak benar, atau
kesalahan metode pada saat penentuan kadar obat dengan menggunakan
spektofotometri.
Beberapa parameter farmakokinetik dengan cara pemberian obat secara bolus
intravena yang didapatkan dari hasil percobaan yaitu, laju eliminasi (ke atau k ),
volume distribusi (VD), waktu paruh (t ), klirens (Cl) dan konsentrasi awal (Co).

Parameter yang pertama adalah Co (konsentrasi awal) dan didapatkan hasil


4.6935 g/mL. Parameter lainnya yang digunakan untuk mengukur kadar obat dalam
tubuh adalah Vd (volume distribusi) yaitu volume dalam tubuh dimana obat terlarut.
Vd merupakan suatu factor yang harus diperhitungkan dalam memperkirakan jumlah
obat dalam tubuh dari konsentrasi obat yang ditemukan dalam kompartemen cuplikan.
Tubuh dapat dianggap sebagai suatu system dengan volume yang konstan. Oleh
karena itu, volume distribusi untuk suatu obat umumnya konstan. Pada praktikum ini
volume yang digunakan 250ml karena diaggap sudah mewakili kondisi didalam tubuh
selama kondisinya dijaga sink kondition dengan menambahkan kembali cairan sesuai
dengan jumlah cuplikan yang diambil.
Selain itu parameter yang digunakan adalah kecepatan eliminasi dimana
berdasarkan hasil percobaan, kecepatan eliminasinya adalah 0.00276 /menit. Klirens
juga merupakan salah satu parameter farmakokinetik dimana klirens menggambarkan
proses eliminasi obat dari tubuh atau suatu organ tunggal tanpa mengidentifikasi
proses individual yang terlibat. Klirens didefinisikan sebagai volume cairan yang
dibersihkan dari tubuh per satuan waktu. Nilai klirens dari hasil percobaan adalah
0.69 mL/menit. Parameter farmakokinetika lainnya adalah t1/2 yaitu waktu dimana
konsentrasi obat berada separuhnya didalam tubuh. Berdasarkan hasil percobaan nilai
t1/2 dari parasetamol adalah 256.667 menit atau setara dengan 4.27 jam.

BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

Suatu obat diberikan dalam bentuk injeksi intravena cepat (IV bolus), seluruh dosis
obat masuk ke dalam tubuh dengan segera.

Simulasi in vitro mengikuti kinetika orde 1 model kompartemen 1.

Seiring dengan penambahan waktu, konsentrasi paracetamol mengalami penurunan,


kecuali pada menit ke-60. Hal ini dikarenakan pada saat pengambilan cuplikan yang
terakhir tidak ditambahkan lagi aquades sebanyak yang diambil yaitu 5 mL yang
meyebabkan volume cairan tidak tetap. Faktor lain yang mungkin menyebabkan
kesalahan-kesalahan dalam percobaan meliputi ketidakcampuran obat, pengambilan
cuplikan yang tidak benar, atau kesalahan metode pada saat penentuan kadar obat
dengan menggunakan spektofotometri.

Beberapa parameter farmakokinetik dengan cara pemberian obat secara bolus


intravena yang didapatkan dari hasil percobaan yaitu, laju eliminasi (ke atau k ),
volume distribusi (VD), waktu paruh (t ), klirens (Cl) dan konsentrasi awal (Co).

Ke paracetamol adalah : 0.00276 /menit

Klirens paracetamol adalah : 0.69 mL/menit

T1/2 paracetamol adalah 4,27 jam

DAFTAR PUSTAKA

M. J. Neal. 2006. At a Glance Farmakologi Medis edisi kelima. Penerbit Erlangga : Jakarta
Gunawan, Gan Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

LAMPIRAN

Gambar

Keterangan
Larutan induk parasetamol 2 ml dimasukkan ke dalam
beker glass yang berisi aquadest

Campuran larutan diaduk dengan batang pengaduk

Pengambilan cuplikan tiap 5 menit sebanyak 2 ml

Pembuangan cuplikan 2 ml

Penggantian volume cuplikan 2 ml dengan aquadest

Pengambilan volume cuplikan pada menit ke 15, 30,


45 dan 60 sebanyak 5 ml

Memasukkan cuplikan 5 ml ke dalam vial

Cuplikan dianalisis dengan spekrofotometer

Anda mungkin juga menyukai