Anda di halaman 1dari 20

Askep Batu Ginjal (Urolithiasis)

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Urolithiasis adalah batu atau kalkuli dibentuk dalam saluran kemih mulai dari ginjal ke
kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi ekskresi dalam urine (Nursalam, 2007, hal :
65).
Urolithiasis adalah suatu keadaan terbentuknya batu (calculus) pada ginjal dan saluran kemih.
(Toto Suharyanto, 2009, hal : 150).
Urolithiasis atau nefrolithiasis adalah suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli) di ginjal. (Arif
Muttaqin, 2011, hal : 108).

B. Etiologi
1. Idiopatik (tidak diketahui)
2. Infeksi saluran kemih (ISK)
Infeksi oleh bakteri yang memecah ureum dan membentuk amonium akan mengubah pH
urine menjadi alkali dan mengendapkan garam garam fosfat. Batu struvite secara khas
mengendap

karena

infeksi,

khususnya

oleh

spesies Pseudomonas atau Proteusmikroorganisme pemecah ureum ini lebih di jumpai pada
wanita.
3. Imobilisasi
Imobilisasi menyebabkan kalsium terlepas kedalam darah dan tersaring oleh ginjal.

4. Penyakit Gout
Produksi asam urat meningkat dalam urine yang merubah pH urine menjadi asam sehingga
kristal - kristal asam urat mengendap.
5. Kurangnya asupan air putih
Dapat menurunkan konsentrasi substansi dalam urine dan mengendapkan kristal yang dapat
membentuk batu.
6. Obstruksi
Obstruksi pada aliran urin yang menimbulkan statis di dalam traktus urinarius
7. Faktor eksogen
Lingkungan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral
8. Faktor endogen
Genetik misal, hiperkalsiuria, hipersistinuria

C. Patofisiologi
1. Proses Perjalanan Penyakit
Tipe batu ginjal yang utama adalah kalsium oksalat dan kalsium fosfat yang menempati 75%
hingga 80% dari semua kasus batu ginjal; batu struvite (magnesium, amonium, dan fosfat)
15%, dan asam urat 7%. Batu sistin relatif jarang terjadi dan mewakili 1% dari semua batu
ginjal. (Kowalak, 2003).
Menurut Suharyanto dan Madjid (2009), sebagian besar batu saluran kemih adalah idiopatik.
Teori terbentuknya batu antara lain :
a.

Teori Inti Matriks


Terbentuknya batu saluran kemih memerlukan substansi organik sebagai inti. Substansi
organik ini terutama terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein yang akan
mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu.

b. Teori Supersaturasi
Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam urat,
kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c.

Teori Presipitasi Kristalisasi


Perubahan pH urine mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Pada urine yang
bersifat asam akan mengendap sistin, santin, asam dan garam urat. Sedangkan pada urine
yang bersifat alkali akan mengendap garam garam oksalat.

d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat


Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat,
magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah pembentukan batu saluran kemih.
Urolithiasis atau kalkulus renal dapat terbentuk di mana saja di dalam traktus urinarius
kendati paling sering ditemukan pada piala ginjal (pelvis renal) atau kalises. Urolithiasis
memiliki ukuran yang beragam dan bisa soliter atau multiple.
Meskipun penyebab pastinya tidak diketahui (idiopatik), namun secara garis besar faktor
predisposisinya adalah Infeksi saluran kemih (ISK), imobilisasi, penyakit Gout, kurangnya
asupan air putih, dan adanya obstruksi di saluran kemih.
Infeksi saluran kemih (ISK) disebabkan adanya bakteri pseudomonas yang dapat memecah
ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH urine menjadi alkali dan
mengendapkan garam garam fosfat.
Imobilisasi membuat aktivitas otot menurun sehingga terjadi demineralisasi tulang. Kalsium
terlepas kedalam darah dan tersaring oleh ginjal menimbulkan keadaan hiperkalsiuria.
Hiperkalsuria dapat mengendapkan kristal kristal kalsium dan membentuk batu.
Penyakit gout yaitu penyakit dengan peningkatan produksi asam urat. Produksi asam urat
dalam urine pun meningkat dan pH urine berubah menjadi asam. pH yang asam
mengakibatkan kristal kristal asam urat mengendap dan membentuk batu.
Kurangnya asupan air putih dapat meningkatkan konsentrasi substansi dalam urine dan
mengendapkan kristal yang dapat membentuk batu.
Obstruksi pada aliran urin yang menimbulkan statis di dalam traktus urinarius dan
mempermudah timbulnya bakteri penyebab infeksi.
Terbentuknya batu di ginjal menyebabkan obstrusi pada ginjal yang akan menekan parenkim
ginjal. Kolik renal biasanya timbul karena ginjal yang tertekan.
Ginjal yang mengalami penekanan akan mengakibatkan distensi pada abdomen. Di sisi lain
penekanan ginjal dapat merusak renal yang menyebabkan nekrosis.
Jika batu turun ke ureter maka terjadi obstruksi pada ureter yang menyumbat lubang
sambungan utero pelvis yang menimbulkan nyeri atau biasa disebut kolik ureter. Sumbatan
menyebabkan peningkatan frekuensi kontraksi peristaltik yang mengakibatkan trauma dan
menimbulkan hematuria.
Obstruksi ureter juga menyebabkan keadaan stasis urine sehingga mikroorganisme
berkembang dan terjadi infeksi.

Stasis urine menimbulkan rasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan
mengandung darah akibat aksi abrasif batu.
Stasis urine dapat mengalirkan aliran balik urine ke ginjal sehingga terjadi hidronefrosis yang
dapat merusak renal dan menyebabkan nekrosis renal.
Penurunan GFR (Glomerulus Filtration Rate) juga terjadi akibat keadaan stasis urine yang
bisa berakibat lanjut menyebabkan kegagalan ginjal (GGK).
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi dengan infeksi
traktus urinarius. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih, akan terjadi
retensi urine.
Pathway
2. Manifestasi Klinis
a.

Kolik renal atau ureter, tergantung dimana letak adanya batu. Apabila batu ada didalam
pelvis ginjal, penyebab nyerinya aadalah hidronefrosis dan nyeri ini tidak tajam, tetap
dirasakan di area sudut kostovertebra. Apabila batu turun kedalam ureter, pasien akan
mengalami nyeri yang hebat, kolik, dan rasa seperti ditikam. Nyeri ini bersifat intermitten dan
disebabkan oleh spasme (kejang) ureter dan anoksia dinding ureter yang ditekan batu. Nyeri
ini menyebar ke area suprapubik, genitalia eksterna dan femur

b. Nausea dan vomitus akibat adanya distesnsi abdomen karena penekanan ginjal
c.

Demam dan menggigil karena infeksi

d. Hematuria, karena adanya abrasi pada ureter karena batu.


e. Oliguria dan anuria, akibat adanya stasis urine.
3. Komplikasi
a.

Nekrosis tekanan

b. Obstruksi oleh batu


c.

Hidronefrosis

d. Perdarahan
e.

Infeksi

f.

Kerusakan fungsi ginjal

g. GGK

D. Penatalaksanaan Medis
1. Tujuan dasar penatalaksanaan adalah :

a. Menghilangkan batu.
b. Menentukan jenis batu.
c. Mencegah kerusakan nefron
d. Mengendalikan infeksi.
e. Mengurangi obstruksi yang terjadi.
2. Penatalaksanaan medis yang diberikan pada pasien Urolithiasis, berupa :
a. Terapi Farmakologis
1) Morfin dan meperiden yang dapat mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa.
2) Amonium klorida atau asam asetohidroksamik (Lithostat), dapat mengubah urin menjadi
asam pada kasus urolithiasis karena batu kalsium.
3) Allopurinol (Zyloprim) untuk mengurangi kadar asam urat serum dan ekskresi asam urat ke
dalam urine, sehingga urine menjadi basa.
b. Terapi Nutrisi
1) Makanan yang harus dihindari adalah :
a) Makanan yang kaya akan vitamin D, karena vitamin D meningkatkan reabsorbsi kalsium.
Contoh makanan:
(1) Produk susu : semua keju, susu ( > dari cangkir sehari ), krim asam (yoghurt).
(2) Daging, ikan, unggas : otak, jantung, hati, ginjal, sardin, sweetbread, telur ikan, kelinci, rusa.
(3) Sayuran : lobak, bayam, buncis, seledri, kedelai.
(4) Buah : kismis, semua jenis beri, anggur.
(5) Roti, sereal : roti murni, roti gandum, catmeal, beras merah, jagung giling, sereal.
2) Makanan yang harus dibatasi
a) Garam meja dan makanan tinggi natrium, karena Na bersaing dengan Ca dalam
reabsorbsinya di ginjal.
b) Minuman : teh, coklat, minuman berkarbonat, bir.
c) Lain lain : kacang, sup yang dicampur susu, makanan pencuci mulut yang dicampur susu,
seperti kue basah, kue kering dan pie.
3. Terapi Penghancuran dan Pengangkatan Batu
a.

Lithotripsi

gelombang

kejut

ekstrakorporeal

/ Extracorporeal

Shock

Wave

Lithotripsi (ESWL)
Prosedur noninvasif yang digunakan untuk menghancurkan urolithiasis dengan cara
amplitudo tekanan berenergi tinggi dari gelombang kejut sekitar 1000 3000 gelombang

kejut, dan dibangkitkan melalui suatu pelepasan energi yang kemudian disalurkan ke air
dan jaringan lunak, tekanan gelombang mengakibatkan permukaan batu pecah, dan akhirnya
menyebabkan batu tersebut menjadi bagian bagian yang lebih kecil.
b. Nefrostomi perkutan dan nefrostop dimasukkan kedalam traktus perkutan yang sudah
dilebarkan kedalam parenkim ginjal batu dapat diangkat dengan forcep atau jaring tergantung
ukurannya, alat ultrasound dimasukkan melalui selang nefrostomi disertai pemakaian
gelombang ultrasonik untuk mengjancurkan batu serpihan diigrasi dan dihisap keluar dari
duktus kolektivus. Batu yang besar selanjutnya dapat dikurangi dengan disentegrasi
ultrasonik dan diangkat dengan forcep atau jaring. Selang nefrostomi perkutan dibiarkan
ditempatnya untuk menjamin bahwa ureter tidak mengalami obstruksi oleh edema dan
bekuan darah. Komplikasi perdarahan, infeksi, dan ekstravasasi urine.
c.

Ureteroskopi, mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan suatu alat
ureteroskop dengan menggunakan laser, lithotripsihidraulik, atau ultrason kemudian
diangkat. Suatu stent dapat dimasukkan dan dibiarkan selama 48 jam/lebih setelah prosedur
untuk menjaga kepatenan ureter.

d. Infus cairan kemolitik, misalnya agen pembuat basa (ankylating) dan pembuat asam
(acidifyng) untuk melarutkan batu dapat dilakukan sebagai alternatif penanganan untuk
pasien kurang beresiko terhadap terapi lain dan menolak metode lain.
e.

Pembedahan
Jika batu terletak di dalam ginjal, pembedahan dilakukan dengan nefrolitotomi (insisi pada
ginjal untuk mengangkat batu) atau nefrektomi , jika ginjal tidak berfungsi akibat infeksi atau
hidronefrosis. Batu di dalam piala ginjal diangkat dengan pielolitotomi, sedangkan batu pada
ureter diangkat dengan ureterolitotomi, dan batu pada kandung kemih diangkat dengan
sistotomi.

E. Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala gejala terakhir juga
manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan
sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit.
1. Pengkajian pada pasien Urolithiasis, meliputi :
a. Aktivitas/istirahat
Gejala :

1) Riwayat pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada lingkungan bersuhu
tinggi
2) Keterbatasan aktifitas atau imobilisasi berhubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh :
penyakit tak sembuh, cedera medulla spinalis)
b. Sirkulasi
Tanda :
1) Peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal)
2) Kulit hangat dan kemerahan atau pucat
c. Eliminasi
Gejala :
1) Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus)
2) Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh
3) Rasa terbakar, dorongan berkemih
4) Diare
Tanda :
1) Oliguria, hematuria, piuria
2) Perubahan pola berkemih
d. Makanan dan cairan
Gejala :
1) Mual/muntah, nyeri tekan abdomen
2) Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat
3) Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup
Tanda :
1) Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus
2) Muntah
e. Nyeri dan kenyamanan
Gejala :
1) Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu (urolithiasis
menimbulkan nyeri dangkal konstan)
Tanda :
1) Perilaku berhati hati, perilaku distraksi
2) Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit

f.

Keamanan
Gejala :

1) Penggunaan alkohol
2) Demam/menggigil
g. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala :
1) Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis.
2) Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme.
3) Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid,
pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto rontgen BNO untuk memperlihatkan sebagian besar urolithiasis.
b. Urografi ekskretori untuk membantu memastikan diagnosis dan menentukan ukuran dan
lokasi batu.
c. USG ginjal untuk mendeteksi perubahan obstruksi seperti : hidronefrosis unilateral atau
bilateral dan melihat batu radiolusen yang tidak tampak pada foto BNO.
d. Kultur urine yang memperlihatkan piuria, yaitu tanda infeksi saluran kemih.
e. Koleksi urine 24 jam untuk menentukan tingkat ekskresi kalsium oksalat, fosfor, dan asam
dalam urine.
f.

Analisis batu untuk mengetahui kandungan mineral mineralnya

g. Pemeriksaan serial kadar kalsium dan fosfor untuk mendiagnosis hiperparatiroidisme dan
peningkatan kalsium terhadap protein serum normal.
h. Pemeriksaan kadar protein darah untuk menentukan kadar kalsium bebas yang tidak terikat
dengan protein.

F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang dijelaskan respon manusia dan status
kesehatan atau resiko perubahan pola dari individu atau kelompok dimana perawat secara
akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah.
Adapun diagnosa keperawatan pada pasien Urolithiasis meliputi :
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi ureteral, trauma
jaringan sekunder terhadap urolithiasis.
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan iritasi ginjal/ureteral, obstruksi mekanik dan
inflamasi.
3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual/muntah dan
diuresis pasca obstruksi.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi, dan tidak mengenal sumber
informasi.
Diagnosa Post OP Pyelolitotomi Urolithiasis meliputi:
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi pembedahan
2. Resiko infeksi berhubungan dengan Invasi kuman pada luka operasi
3. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan Interupsi mekanis pada kulit /
jaringan. Perubahan sirkulasi, efek efek yang ditimbulkan oleh medikasi; akumulasi drain;
perubahan status metabolis.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi, dan tidak mengenal sumber
informasi.

G. Intervensi Keperawatan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, atau
mengoreksi masalah masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Secara
tradisional, rencana keperawatan merupakan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan
pada pasien.
Berikut intervensi keperawatan pada Urolithiasis :
1. Pre OP

a.

Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi ureteral, trauma


jaringan sekunder terhadap urolithiasis.
Data Subyektif

: Adanya nyeri

Data Obyektif

: Rasa tidak enak di perut, ekspresi wajah

meringis, posisi menahan sakit, sulit tidur dan istirahat, dan berusaha mencari posisi untuk
menghilangkan nyeri.
Tujuan

: Nyeri berkurang atau hilang dan spasme

terkontrol
Kriteria hasil

: Tampak rileks, mampu tidur/istirahat

dengan tepat
Intervensi :
1) Catat lokasi, lamanya intensitas (skala 0 - 10) dan penyebaran. Peningkatan TD dan nadi,
gelisah dan merintih.
R/ : Mengevaluasi tempat obstruksi, kemajuan gerakan kalkulus.
Nyeri tiba tiba dapat mencetuskan ketakutan, gelisah dan ansietas berat.
2) Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke perawat terhadap perubahan nyeri.
R/ : Memberikan kesempatan untuk pemberian analgesik sesuai
waktu. Penghentian nyeri secara tiba tiba biasanya menunjukkan lewatnya batu
3) Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung, lingkungan untuk istirahat
R/ : Meningkatkan relaksasi, dan meningkatkan koping
4) Bantu/dorong bernafas secara fokus
R/ : Mengarahkan kembali dan membantu relaksasi otot
5) Bantu dengan ambulasi sering sesuai indikasi dan tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3
4 L/hari.
R/ : Hidrasi kuat, memungkinkan lewatnya batu, mencegah statis
urine, dan membantu mencegah pembentukkan batu selanjutnya
6) Pertahankan keluhan peningkatan/ menetapnya nyeri abdomen
R/ : Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan
ekstravasasi urine kedalam area perirenal.
7) Berikan obat sesuai indikasi
R/ : Menurunkan kolik uretral, meningkatkan relaksasi otot dan
menurunkan edema jaringan untuk membantu gerakan batu

8) Berikan kompres hangat pada punggung


R/ : menghilangkan tegangan otot dan dapat menurunkan refleks
spasme.
9) Pertahankan patensi kateter bila digunakan
R/ : Mencegah stasis urine, menurunkan resiko tekanan ginjal
meningkat dan infeksi.
b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan iritasi ginjal/ureteral, obstruksi mekanik dan
inflamasi.
Data Subyektif
Data

: Adanya kesulitan untuk berkemih

Obyektif

sakit

saat

brkemih,

urine

tidak

Tujuan

: Pola eliminasi urine normal

Kriteria Hasil

: Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya,

lancar,

hematuria

tidak mengalami tanda obstruksi


Intervensi :
1) Kaji pola berkemih, frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna urine pasien
R/ : Mengetahui pengaruh iritasi kandung kemih dengan frekuensi
miksi
2)

Anjurkan pasien untuk minum sebanyak 2000 cc per hari


R/ : Membantu mempertahnkan fungsi ginjal, pemmberian air secara orberian air secara oral
adalah pilihan terbaik untuk mendukung aliran darah renal dan untuk membilas bakterii dari
traktus urinarius

3) Anjurkan menghindari konsumsi minuman kopi, teh, soda, dan alcohol; awasi adanya
distensi kandung kemih
R/ : Menurunkan iritasi dengan menghindari minuman yang bersifat
mengiritasi saluran kemih.
4)

Awasi adanya distensi kandung kemih


R/ : Retensi urin dapat menyebabkan distensi jaringan kandung
kemih/ginjal, potensial resiko infeksi, gagal ginjal

5) Awasi pemeriksaan laboratorium seperti kultur urine, elektrolit, BUN, kreatinin.


R/ : Peningkatan BUN, kreatinin, dan elektrolit mengindikasikan
disfungsi ginjal.
6) Berikan obat sesuai indikasi

R/ : terapi yang digunakan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine, dan
membebaskan obstruksi.
c.

Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual/muntah dan
diuresis pasca obstruksi.
Data Subyektif

: Mual, muntah, haus.

Data Obyektif

: Demam, BB turun, membran mukosa kering, turgor

kulit kering.
Tujuan

: Mempertahankan kesimbangan cairan adekuat

Kriteria Hasil

: Tanda vital stabil dan BB dalam rentang normal, nadi

perifer normal, membran mukosa lembab, dan turgor kulit baik.


Intervensi:
1) Awasi pemasukan dan pengeluaran
R/ : Membandingkan keluaran aktual dan mengevaluasi derajat
kerusakan ginjal
2) Catat frekuensi dan karakteristik muntah/diare, juga pencetus dan kejadian yang menyertai
atau mencetuskan
R/ : Mual/muntah dan diare berhubungan dengan kolik ginjal karena
saraf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung
3) Awasi tanda vital, evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
R/ : Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi
4) Timbang BB tiap hari
R/ : Peningkatan BB yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi
5) Tingkatkan pemasukan cairan 3 4 L/hari dalam toleransi jantung
R/ : Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostatis juga
tindakan mencuci yang dapat membilas batu keluar, dehidrasi dan ketidakseimbangan
elektrolit dapat terjadi sekunder terhadap kehilangan cairan berlebihan (muntah dan diare)
6) Pemeriksaan lab seperti Hb/Ht, dan elektrolit
R/ : Mengkaji hidrasi dan keefektifan/kebutuhan intervensi
7) Berikan cairan intravena
R/ : Mempertahankan volume sirkulasi, meningkatkan fungsi ginjal
8) Berikan diet tepat, cairan jernih, makanan lembut sesuai toleransi.
R/ : Makanan mudah dicerna, menurunkan aktivitas GI atau iritasi dan

membantu untuk keseimbangan nutrisi


9) Berikan obat sesuai indikasi, misalnya obat anti muntah6.
R/ : Menurunkan mual muntah
d. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis urine
Data Subyektif

: Melaporkan demam dan keadaan tubuh menggigil

Data Obyektif

: Demam, menggigil, sakit saat berkemih, mendadak,

dan frekuensinya sering


Tujuan

: Tanda tanda infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil

: Kultur dan sensitivitas urine untuk bakteri negatif

Intervensi

1) Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu di atas 38,5C.
R/ : Mengidentifikasikan adanya infeksi
2) Pantau karakteristik urine.
R/ : Mengindikasikan bahwa pengobatan saat ini tidak efektif
3) Anjurkan pasien untuk minum 2 3 liter jika tidak ada kontra indikasi.
R/ : untuk meningkatkan pembilasan sistemik terhadap beberapa
bakteri (kecuali dianjurkan/diperintahkan untuk membatasi cairan)
4) Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas
R/ : Untuk menentukan respon terapi.
5) Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.
R/ : Mencegah distensi yang berlebihan dan menurunkan suplai darah
pada kandung kemih serta menghambat kesempatan bakteri untuk berkembang biak
6) Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering
R/ : Untuk menghambat pertumbuhan bakteri
e.

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan


dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi, dan tidak mengenal sumber
informasi.
Data Subyektif

: laporan akan ketidaktahuan mengenai cara

pencegahan batu ginjal


Data Obyektif

: Bertanya tentang cara mencegah penyakit

Tujuan

: Proses penyakit/prognosis dan program terapi

dipahami

Kriteria Hasil

: Menyatakan pemahaman proses penyakit,

menghubungkan gejala dengan faktor penyebab, melakukan perubahan prilaku yang perlu
dan berpartisipasi dalam program pengobatan. Intervensi :
1) Kaji ulang proses penyakit dan harapan masa datang.
R/ : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat
pilihan berdasarkan informasi.
2) Tekankan pentingnya peningkatan pemasukan cairan, contoh 3 4 L/hari. Dorong pasien
untuk melaporkan mulut kering, diuresis, untuk meningkatkan pemasukan cairan baik bila
haus atau tidak.
R/ : Pembilasan sistem ginjal menurunkan kesempatan stasis ginjal
dan pembentukan batu. Peningkatan kehilangan cairan atau dehidrasi memerlukan
pemasukan tambahan dalam kebutuhan sehari hari.
3) Diet rendah purin, contoh daging berlemak, kalkun, tumbuhan polong, gandum, alkohol.
R/ : Menurunkan pemasukan oral terhadap prekusor asam urat.
4) Diet rendah kalsium, contoh membatasi susu, keju, sayur, yoghurt.
R/ : Menurunkan resiko pembentukan kalsium.
5) Diet rendah oksalat intake pembatasan coklat, minuman mengandung kafein, beat, bayam.
R/ : Menurunkan pembentukan batu kalsium oksalat.
6) Diskusikan program obat obatan, hindari obat yang dijual bebas dan membaca semua lebel
produk/kandungan.
R/ : Obat obatan diberikan untuk mengasamkan urine, tergantung
pada penyebab dasar pembentukkan batu.
7) Mendengar dengan aktif tentang program terapi atau perubahan pola hidup.
R/ : Membantu pasien bekerja melalui perasaan dan meningkatkan
rasa kontrol terhadap apa yang terjadi.
8) Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik. Contohnya nyeri berulang,
hematuria, oliguria.
R/ : Dengan peningkatan kemungkinan berulangnya batu, intervensi
segera dapat mencegah komplikasi serius.
2.

a.

Post OP

Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi pembedahan


Data Subyektif

: Laporan adanya nyeri pada luka operasi

Data Obyektif

: adanya luka operasi serta ekspresi wajah meringis dan

menahan sakit
Tujuan

: nyeri berkurang/hilang atau teratasi

Kriteria hasil

: Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau

dapat diatasi dengan skala nyeri 0-4, Pasien tidak gelisah.


Intervensi :
1) Catat lokasi, lamanya intensitas (skala 0 - 10) dan penyebaran. Peningkatan TD dan nadi,
gelisah dan merintih.
R/ : Mengevaluasi tempat obstruksi, kemajuan gerakan kalkulus.
Nyeri tiba tiba dapat mencetuskan ketakutan, gelisah dan ansietas berat.
2) Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke perawat terhadap perubahan nyeri.
R/ : Memberikan kesempatan untuk pemberian analgesik sesuai
waktu. Penghentian nyeri secara tiba tiba biasanya menunjukkan lewatnya batu
3) Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasif
R/ : Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi
lainnya telah menunjukan keefektifan dalam mengurangi nyeri
4) Atur posisi fisiologi dan imobilisasi ekstrimitas yang mengalami insisi
R/ : Posisi fiologis akan meningkatkan asupan O2 ke jaringan yang
mengalami peradangan subkutan
5) Istirahatkan pasien
R/ : Istirahat diperlukan selama fase akut. Disini akan meningkatkan
suplai darah pada jaringan yang mengalami peradangan.
6) Manajemen lingkungan: lingkungan tenang dan batasi pengunjung
R/ : Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal
dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan
berkurang apabila banyak pengunjung yang berada diruangan.
7) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi pernafasan dalam
R/ : Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurukan nyeri
sekunder dari peradangan. Distraksi ( pengalihan perhatian ) dapat menurunkan stimulus
internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorphin dan enkefalin yang dapat
memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimka ke korteks serebri sehingga menurunkan
persepsi nyeri.

8) Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik


R/ : Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri kan berkurang
b. Resiko infeksi berhubungan dengan Invasi kuman pada luka operasi
Data Subyektif

: status pembedahan

Data Obyektif

: imobilitas, terpasang drain/kateter, dan terdapat luka operasi

Tujuan

: Tidak adanya tanda-tanda dan gejala-gejala infeksi

Kriteria Hasil

: Meningkatkan waktu penyembuhan dengan tepat,

bebas dari drainase purulen atau eritema, dan tidak demam


Intervensi :
1) Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi, dan pernapasan cepat, gelisah,
peka, disorientasi.
R/: Pasien beresiko untuk syok bedah/septik sehubungan dengan
manipulasi/instrumentasi
2) Observasi drainase dari luka
R/ : Adanya drain meningkatkan resiko infeksi, yang diindikasikan
dengan adanya eritema, drainase purulen
3) Ganti balutan dengan sering dengan teknik aseptik
R/ : Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media
untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka.
4) Berikan antibiotik sesuai indikasi
R/ : Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan
peningkatan resiko infeksi
c.

Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan Interupsi mekanis pada kulit /
jaringan. Perubahan sirkulasi, efek efek yang ditimbulkan oleh medikasi; akumulasi drain;
perubahan status metabolis
Data Subyektif

: Status pembedahan

Data Obyektif

: adanya luka operasi

Tujuan

: Gangguan pada permukaan / lapisan kulit dan

jaringan tidak ditemukan


Kriteria Hasil
Intervensi :

: Mencapai penyembuhan luka.

1) Beri penguatan pada balutan awal / penggantian sesuai indikasi. Gunakan teknik aseptik
yang ketat.
R/: Lindungi luka dan perlukaan mekanis dan kontaminasi. Mencegah
akumulasi cairan yang dapat menyebabkan ekskoriasi.
2) Secara hati hati lepaskan perekat (sesuai arah pertumbuhan rambut) dan pembalut pada
waktu mengganti.
R/: Mengurangi risiko trauma kulit dan gangguan pada luka.
3) Gunakan sealant / barrier kulit sebelum perekat jika diperlukan. Gunakan perekat yang halus
/ silk (hipoalergik atau perekat Montgoumery / elastic untuk membalut luka yang
membutuhkan pergantian balutan yang sering.
R/: Menurunkan risiko terjadinya trauma kulit atau abrasi dan
memberikan perlindungan tambahan untuk kulit atau jaringan yang halus.
4) Periksa tegangan balutan. Beri perekat pada pusat insisi menuju ke tepi luar dari balutan
luka. Hindari menutup pada seluruh ekstremitas.
R/: Dapat mengganggu atau membendung sirkulasi pada luka
sekaligus bagian distal dari ekstermitas.
5) Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit.
R/: Pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka
berkembangnya komplikasi secara dini dapat mencegah terjadinya kondisi yang lebih serius.
6) Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.
R/: Menurunnya cairan menandakan adanya evolusi dari proses
penyembuhan, apabila pengeluaran cairan terus menerus atau adanya eksudat yang bau
menunjukkan terjadinya komplikasi (misalnya pembentukan fistula, perdarahan, infeksi)
7) Ingatkan pasien untuk tidak menyentuh daerah luka.
R/: Mencegah kontaminasi luka.
8) Biarkan terjadi kontak antara luka dengan udara sesegera mungkin atau tutup dengan kain
kasa tipis / bantalan Telfa sesuai kebutuhan.
R/: Membantu mengeringkan luka dan memfasilitasi proses
penyembuhan luka. Pemberian cahaya mungkin diperlukan untuk mencegah iritasi bila tepi
luka / sutura bergesekkan dengan pakaian linen.
9) Bersihkan permukaan kulit dengan menggunakan hidrogen peroksida atau dengan air yang
mengalir dan sabun lunak setelah daerah insisi ditutup.

R/: Menurunkan kontaminasi kulit; membantu dalam membersihkan


eksudat.
d. Kurang pengetahuan (kebutuhuan belajar) tentang kondisi / situasi, prognosis, kebutuhan
pengobatan
Data Subyektif

: laporan akan ketidaktahuan mengenai cara perawatan

pasca operasi
Data Obyektif

: Bertanya tentang cara perawatan pasca operasi

Tujuan

: Menuturkan pemahaman kondisi, efek prosedur dan

pengobatan.
Kriteria Hasil

: menunjukkan prosedur yang diperlukan dan

menjelaskan alasan suatu tindakan. Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut
serta dalam program perawatan.
Intervensi:
1) Tinjau ulang pembedahan / prosedur khusus yang dilakukan dan harapan masa datang.
R/: Sediakan pengetahuan dasar di mana pasien dapat membuat
pilihan.
2) Tinjau ulang dan minta pasien / orang terdekat untuk menunjukkan perawatan luka / balutan
jika diindikasikan. Identifikasi sumber sumber untuk persediaan.
R/: Meningkatkan kompetensi perawatan diri dan menigkatkan
kemandirian.
3) Tinjau ulang penghindaran faktor faktor risiko, misalnya pemajanan paa lingkungan /
orang yang terinfeksi.
R/: Mengurangi potensial untuk infeksi yang diperoleh
4) Diskusikan terapi obat obatan, meliputi penggunaan resep dan analgesik yang dijual bebas.
R/: Meningkatkan kerja sama dengan regimen; mengurangi risiko
reaksi merugikan / efek efek yang tidak menguntungkan.
5) Identifikasi keterbatasan aktifitas khusus.
R/: Mencegah regangan yang tidak diinginkan di lokasi operasi.
6) Rekomendasikan rencana / latihan progresif.
R/: Meningkatkan pengembalian ke fungsi normal dan meningkatkan
perasaan sehat.
7) Jadwalkan periode istirahat adekuat.

R/: Mencegah kepenatan dan mengumpulkan energi untuk


kesembuhan.
8) Ulangi pentingnya diet nutrisi dan pemasukan cairan adekuat.
R/: Sediakan elemen yang dibutuhkan untuk regenerasi
penyembuhan jaringan dan mendukung perfusi jaringan dan fungsi organ.
9) Dorong penghentian merokok.
R/: Meningkatkan risiko infeksi pulmonal. Menyebabkan
vasokonstriksi dan mengurangi kapasitas penjepitan oksigen olah darah, yang mengakibatkan
perfusi selular dan potensional penyimpangan penyembuhan.
10) Tekankan pentingnya kunjungan lanjutan.
R/: Memantau perkembangan penyembuhan dan mengevaluasi
keefektifan regimen.

H. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan
klien.
Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping.
Pendekatan tindakan keperawatan meliputi :
1.

Independen
Adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau
tenaga kesehatan lainnya.

2.

Interdependen
Adalah tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan kerjasama
dengan tenaga kesehatan lainnya misalnya tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi dan dokter.

3.

Dependen
Adalah tindakan yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis.

I.

Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai. Ada dua komponen untuk mengevaluasi tindakan keperawatan yaitu :

1.

Evaluasi formatif (Proses)


Fokus tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan,
tindakan keperawatan. Evaluasi proses kasus dilaksanakan segera setelah perencanaan
keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan. Evaluasi ini
berupa respon klien setelah pelaksanaan tindakan keperawatan.

2.

Evaluasi sumatif (Hasil)


Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir
tindakan perawatan klien. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan.
Sistem penulisan ada tahap evaluasi ini bisa menggunakan sistem SOAP atau model
komponen lainnya.

Anda mungkin juga menyukai