Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA
Konsep Dasar Teori Pneumonia
A. Pengertian
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Menurut anatomis, pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia
lobaris, pneumonia interstiasialis dan bronkopneumonia (Arif mansjoer, 2001, Hal 446 ).
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh
agen infeksius. Pneumonia adalah penyakit infeksius yang sering mengakibatkan kematian.
Pneumonia disebabkan terapi radiasi, bahan kimia dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapat
menyartai terapi radiasi untuk kanker payudara dan paru, biasanya enam minggu atau lebih
setelah pengobatan sesesai. Pneoumalitiis kimiawi atau pneumonia terjadi setelah menjadi
kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi. Jika suatu bagian substasial dari suatu lobus atau
yang terkenal dengan penyakit ini disebut pneumonia lobaris (Jeremy, dkk, 2007, Hal 76-78).
Pneumonia adalah peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu
infeksi. ( S. A. Frice. 2005, Hal 804)
B. Klasifikasi
Tiga klasifikasi pneumonia.
1.

Berdasarkan klinis dan epidemiologis:


Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia).
Pneumonia aspirasi.
Pneumonia pada penderita immunocompromised.
(Jeremy, dkk, 2007, Hal 76-78)
2.
Berdasarkan bakteri penyebab:
a.
Pneumonia Bakteri/Tipikal.
a.
b.
c.
d.

Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan
pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga
mereka yang telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien yang terkebelakang mental,
pasien pascaoperasi, orang yang menderita penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah
yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit
itu.
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan
malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-paru.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, atau pun seluruh lobus, bahkan
sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri)
menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh
melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai
penyebab pneumonia bakteri tersebut. Gejalanya Biasanya pneumonia bakteri itu didahului
dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi
virus (flu). Infeksi virus pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia disebabkan
mukus (cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam paruparu (Soeparman, dkk, 1998, Hal 697).

Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya


klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
Pneumonia Atipikal. Disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia (Soeparman, dkk,
1998, Hal 697).
b.

Pneumonia Akibat virus.


Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri

hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bisa menyebabkan
pneumonia juga). Gejalanya Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala
influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga
36 jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi
disertai membirunya bibir. Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia
karena bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah satu tanda terjadi
superinfeksi bakterial adalah keluarnya lendir yang kental dan berwarna hijau atau merah tua
(S. A. Price, 2005, Hal 804-814)
4. Berdasarkan predileksi infeksi:
a. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari
pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
b. Pneumonia bronkopneumonia
Pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa
kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang
tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-paru penuh dengan nanah dan cairan
yang lain. Dengan demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan
mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen
dengan segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain
(super

infeksi)

dan

sebagainya.

Jika

demikian

keadaannya,

tentu

tambah

sukar

penyembuhannya. Penyebab penyakit pada kondisi demikian sudah beraneka macam dan bisa
terjadi infeksi yang seluruh tubuh. (S. A. Price, 2005, Hal 804-814)

C. Etiologi
Penyebab Pneumonia adalah streptococus pneumonia dan haemophillus influenzae.
Pada bayi dan anak kecil ditemukan staphylococcus aureus sebagai penyebab pneumonia
yang berat, dan sangat profesif dengan mortalitas tinggi. (Arif mansjoer, dkk, Hal 466)
1.
2.
3.

Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter


Virus: virus influenza, adenovirus
Micoplasma pneumonia

D. Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa
mekanisme yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi
di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas.
Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan

makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulanbulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat
melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah mengalami
pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun didapat atau
kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan
perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor
predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada
pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada
saluran napas bagian atas.
Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan
pneumonia virus. Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme
pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian
bawah.
Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di
saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui
penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus ( contoh:
varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui
penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi
eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti
infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada
foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat
mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel
epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis (S. A. Price, 2005, Hal 804814).
E. Manifestasi Klinik
Secara umum dapat di bagi menjadi:
a.

Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas berupa demam (39,5 C sampai 40,5
C). , sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang keluhan

b.

gastrointestinal.
Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnuea (25 45
kali/menit), ekspektorasi sputum, nafas cuping hidung, sesak napas, air hinger,
merintih, sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka

c.

berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bawah kedalam saat
bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus

d.

melemah, suara napas melemah, dan ronki.


Tanda efusi pleura atau empiema, berupa gerak ekskusi dada tertinggal di daerah
efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler
tepat di atas batas cairan, friction rup, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri bekurang
bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku duduk / meningimus

(iritasi menigen tanpa inflamasi) bila terdaat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen
e.
f.

(kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah).
Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada
bayi akan menimbulkan pekak perkusi.
Tanda infeksi ekstrapulmonal.
( Arif mansjoer, dkk, 2001, Hal 466)

F. Pemeriksaan Penunjang
1.

Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga


menyatakan abses) luas /infiltrasi, empiema (stapilococcos), infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial), atau penyebaran/perluasan infiltrasi nodul (lebih sering virus).

2.

Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada mungkin bersih.


GDA/nadi oksimetris : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang

3.

terlibat dan penyakit paru yang ada.


Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat diambil biosi jarum,
aspirasi transtrakea, bronkoskofi fiberobtik atau biosi pembukaan paru untuk
mengatasi organisme penyebeb. Lebih dari satu organise ada : bekteri yang umum
meliputi diplococcos pneumonia, stapilococcos, aures A.-hemolik strepcoccos,
hemophlus influenza : CMV. Catatan : keluar sekutum tak dapat di identifikasikan

4.

semua organisme yang ada. Kultur darah dapat menunjukan bakteremia semtara
JDL : leokositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi
virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan berkembangnya pneumonia

5.

bakterial.
Pemeriksaan serologi: mis, titer virus atau legionella,aglutinin dingin. membantu

6.

dalam membedakan diagnosis organisme khusus.


Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar);
tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain. Mungkin terjadi perembesan

7.
8.
9.

(hipoksemia)
Elektrolit : Natrium dan Klorida mungkin rendah
Bilirubin : Mungkin meningkat.
Aspirasi perkutan / biopsi jaringan paru terbuka : dapat menyatakan jaringan intra
nuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMP ; kareteristik sel rekayasa(rubela))
(Marlyn E. Dongoes, 1999, ASKEP, Hal 164-174)

2.1.8. Penatalaksanaan
1.
2.

Oksigen 1-2 L / menit


IVFD (Intra Venous Fluid Drug)/ (pemberian obat melalui intra vena) dekstrose 10 % :
NaCl 0,9 % = 3 : 1, + KCL 10 mEq / 500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai dengan

3.

berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.


Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan entral bertahap melalui

4.

selang nasogastrik dengan feding drip.


Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta

5.
6.

agonis untuk memperbaiki transpormukosilier.


Koreksi gangguan keseimbangan asam - basa dan elektrolit.
Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :

Untuk kasus pneumonia komuniti base:


-

Ampicilin 100 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian

Kloramfenicol 75 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian

Untuk kasus pneumonia hospital base :


-

Sevotaksim 100 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian

Amikasim 10 - 15 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian.

( Arif mansjoer, dkk, 2001, Hal 468)


G. Komplikasi Pneumonia
Abses kulit, abses jaringan lunak, otitis media, sinus sitis, meningitis pururental,
perikarditis dan epiglotis kaang ditemukan pada infeksi H. Influenzae tipe B. (Arif mansjoer,
2001, Hal 467)
H. Pencegahan dan faktor resiko
Dengan mempunyai pengetahuan tentang faktor-faktor dan setuasi yang umumnya
menjadi redispredisposisi individu terhadap pnumonia akan membantu untuk mengidentifikasi
psien-pasien yang beresiko terhadap pneumonia. Tindakan preventif memberikan perawatan
antisipatif dan preventif adalah tindakan perawatan yang penting(Suzanne C. Smeltzer,dkk , Hal
573).

Setiap kondisi yang menghasilkan lendir atau obstruksi bronkial dan mengganggu
draniase normal paru menahun (PPOM) meningkat kerentanan pasien terhadap

pneumonia. Tindakan preventif :tingkankan batuk dan pengaluaran sekresi.


Pasien imunosupresif dan mereka dengan jumlah neutrofi rendah (neutropeni) adalah
mereka yang berisik. Tindakan preventif : lakukan tindak kewaspadaan khusus terhadap

infeksi.
IndIvidu yang merokok berisik, kerena asap rokok mengganggu baik aktifitas mukosiliari

dan makrofag. Tindaka preventif : ajurkan individu untuk berhenti merokok.


Setiap pasien yang diperbolehakan berbaring secara pasif di tempat tidur dalam waktu
yang lama yang secara relatif imobil dan bernafas dangkal berisiko terhadap

bronkopneumonia. Tinadakan preventif : sering mengubah posisi.


Setiap individu yang mengalami depresi reflek batuk (karna medikasi, keadaan yang
melemahkan atau otot-otot pernafasan lemah), telah mengaspirasi benda asing ke
dalam paru-paru selama periode tidak sadar (cedera kepala,anestesia), atau
mempunyai mekanisme menelan abnormal adalah mereka

yang hampir pasti

mengalami bronkopneumonia. Tindakan preventif : penghisan trakeobronkial, sering


mengubah posisi, bijakan dalam memberikan obat-obat yang meningkatkan resiko

aspirasi dan terafi fisik dada.


Setiap pasien yang dirawat dengan regimen NPO (dipuasakan) atau mereka yang
mendapat antibiotik mengalami peningkatan kolonisasi organisme faring dan berisiko.

Tindakan preventif : tingakan higiene oral yang teratur.


Individu yang sering mengalami intoksikasi terutama rentan terhadap pneumonia, karna
alkohol menekan reflek-reflek tubuh, mobolisasi sel darah putih dan gerakan siliaris
trakeaobronkial. Tindakan preventif : bikan dorong kepada individu untuk mengurangi

masukan alkohol.
Setiap individu yang menerima sedatif atau opioid dapat mengalami pernafasan, ynga
mencetuskan pengumpulan sekresi bronkial dan selanjutnya mengalami pneumonia.
Tindakan preventif : observasi fekuensi pernapasan dan ke dalam pernafasan sebelum
memberikan. Jika tampak depresi pernapasan, tunds pemberian obat dan laporkan

masalah ini.
Pasien yang tidak sadar atau mempunyai reflek batuk dan menelan buruk adlah mereka
yang berisiko terhadap pneumonoia akibat penumpukan seksesi atau aspirasi. Tindakan
preventif : sering melakukan .

Individu lansia terutama mereka yang rentan pneumonia karna refleksi batuk.
Pneumonia paskaoperatif seharusnyadapat diperkirakan terjadi pada lansia. Tndakan

prepentif : sering mobolisasi, dan batuk efekif dan latihan pernapasan


Setiap orang meneriama pengobatan terapi pernasapan dapat mengalami pneumonia
jika peralatan tersebit tidak dibersikan dengan tepat. Tindakan preventif : pastiakn
bahwa peralatan pernapasan telah di bersikan dengan tepat. (Suzanne C. Smeltzer,dkk ,
Hal 573)

Konsep Dasar ASKEP


A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Lakukan pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya, yang meliputi: nama,
jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal pengkajian.
2. Keluhan Utama
Sering menjadi alasaan klein untuk meminta pertolongan kesehatan adalah Sesak
napas, batuk berdahak, demam, sakit kepala, ny dan kelemahan
3. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Penderita pneumonia menampakkan gejala nyeri, sesak napas, batuk dengan dahak
yang kental dan sulit dikeluarkan, badan lemah, ujung jari terasa dingin.
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu (RKD)
Penyakit yang pernah dialami oleh pasien sebelum masuk rumah sakit, kemungkinan
pasien pernah menderita penyakit sebelumnya seperti : asthma, alergi terhadap makanan,
debu, TB dan riwayat merokok.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Riwayat adanya penyakit pneumonia pada anggota keluarga yang lain seperti : TB,
Asthma, ISPA dan lain-lain.
6. Data Dasar pengkajian pasien
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya /GJK kronis
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
c. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia
(malnutrisi), hiperaktif bunyi usus.
d. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perubahan mental (bingung, somnolen)

e. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia, nyeri dada
substernal (influenza).
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan).
f. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea
Takipnue, dispnenia progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran
nasal.
Tanda :
o Sputum: merah muda, berkarat atau purulen.
o Perkusi: pekak datar area yang konsolidasi.
o Premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
o Gesekan friksi pleural.
o Bunyi nafas menurun tidak ada lagi area yang terlibat, atau napas bronkial.
o Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku.
g. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun, misal SLE,AIDS, penggunaan steroid, kemoterapi,
institusionalitasi, ketidak mampuan umum, demam. Tanda : berkeringat, menggigil berulang,
gemetar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola, atau varisela.
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis Pertimbangan DRG
menunjukkan rerata lama - lama dirawat 6 8 hari Rencana pemulangan: bantuan dengan
perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah. Oksigen mungkin diperlukan, bila ada kondisi
pencetus.
i. Pemeriksaan Penunjang
1.

Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga


menyatakan abses) luas /infiltrasi, empiema (stapilococcos), infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial), atau penyebaran/perluasan infiltrasi nodul (lebih sering virus).

2.

Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada mungkin bersih.


GDA/nadi oksimetris : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang

3.

terlibat dan penyakit paru yang ada.


Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat diambil biosi jarum,
aspirasi transtrakea,bronkoskofi fiberobtik atau biosi pembukaan paru untuk
mengatasi organisme penyebeb. Lebih dari satu organise ada : bekteri yang umum
meliputi diplococcos pneumonia, stapilococcos, aures A.-hemolik strepcoccos,
hemophlus influenza : CMV. Catatan : keluar sekutum tak dapat di identifikasikan

4.

semua organisme yang ada. Kultur darah dapat menunjukan bakteremia semtara
JDL : leokositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi
virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan berkembangnya pneumonia
bakterial.

5.

Pemeriksaan serologi: mis, titer virus atau legionella,aglutinin dingin. membantu

6.

dalam membedakan diagnosis organisme khusus.


Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar);
tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain. Mungkin terjadi perembesan

7.
8.
9.

(hipoksemia)
Elektrolit : Natrium dan Klorida mungkin rendah
Bilirubin : Mungkin meningkat.
Aspirasi perkutan / biopsi jaringan paru terbuka : dapat menyatakan jaringan intra
nuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMP ; kareteristik sel rekayasa (rubela)

j. Proritas Keperawatan
1.
2.
3.
4.

Mempertahankan/memperbaiki fungsi pernafasan


Mencegah komplikasi
Mendukung proses penyembuhan
Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan pengobatan.

B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa oksigen
darah.
3. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk menetap.
4. Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.

C. Diagnosa
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas
b. Gangguan petukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan akumulasi
eksudat
c. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, proses inflamasi
d. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya intake dan
tachipnea
e. Risiko tinggi terjadi cedera berhubungan dengan kejang
3. Intervensi
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan
nafas.
Definisi :
Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau sumbatan dari saluran pernapasan untuk
mempertahankan kebersihan jalan napas.
Batasan Karakteristik :
1. Batuk tidak ada
2. Bunyi napas tambahan
3. Perubahan dalam frekuensi napas
4. Perubahan dalam irama pernapasan
5. Sianosi
6. Dyspnea
7. Sputum terlalu banyak
8. Batuk tidak efektif
9. Mata terbelalak ( Melihat ) Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x24 jam
jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil :
NOC : Kepatenan jalan napas
1. Demam tidak ada
2. Ansietas tidak ada
3. Sesak tidak ada
4. Frekuensi napas dalam batas normal
5. Keluaran sputum dari jalan napas
6. Tidak ada suara napas tambahan
Manajemen Jalan Napas
Aktivitas :
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Identifikasi kebutuhan pasien akan insersi jalan napas actual/potensial
3. Lakukan fisioterapi dada, sesuai dengan kebutuhan
4. Bersihkan secret dengan menggunakan penghisapan
5. Dukung untuk bernapas pelan, dalam, berbalik dan batuk
6. Instruksikan bagaimana cara batuk efektif

Penghisapan jalan napas

Aktivitas :
1. Tentukan kebutuhan untuk penghisapan oral atau trakeal
2. Auskultasi bunyi napas sebelum dan sesudah penghisapan
3. Informasikan pada keluarga tentang proses penghisapan
4. Ubah teknik penghisapan berdasarkan respon tubuh pasien
5. Catat jenis dan jumlah sekresi yang dihasilkan
2 Kerusakan petukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan akumulasi
eksudat.
Definisi :
Penurunan jalanya gas oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan system vaskuler.
Batasan Karakteristik :
1. Abnormalnya gas darah arteri
2. Abnormalnya pH arteri
3. Abnormalnya pernapasan
4. Abnormalnya warna kulit
5. Hipoksemia
6. Takikardi
7. Diphoresis
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x24 jam ventilasi dan pertukaran
gasefektifi dengan kriteria hasil :
NOC : Keseimbangan elektrolit dan asam basa
1. Nadi dalam batas yang diharapkan
2. Irama jantung dalam batas yang diharapkan
3. Frekuensi pernafasan dalam batas yang diharapkan
4. Natrium serum dalam batas normal
5. Kalium serum dalam batas normal
6. Klorida serum dalam batas normal
7. Kalsium serum dalam batas normal
8. Magnesium serum dalam batas normal
NIC
Aktivitas
Manajemen asam basa
Aktivitas :
1. Pertahankan kepatenan akses IV
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
3. Pantau kadar eletrolit
4. Pantau pola nafas
5. Sediakan terapi oksigen

Terapi Oksigen

Aktivitas :
1. Bersihkan secret mulut dan trakea
2. Jaga kepatenan jalan napas
3. Sediakan peralatan oksigen, sistim humadifikasi
4. Pantau aliran oksigen
5. Pantau posisi peralatan yang menyalurkan oksigen pada pasien
6. Monitor aliran oksigen dalam liter
7. Monitor posisi pemasangan alat oksigen
3 Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, proses inflamasi.
Definisi :
Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak menyediakan ventilasi yang adekuat.
Batasan Karakteristik :
1. Napas dalam
2. Perubahan gerakan dada
3. Bradipnea
4. Penurunan tekanan ekspirasi
5. Penurunan tekanan inspirasi
6. Dispnea
7. Napas cuping hidung
8. Ortopnea Setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam x 24 jam pola napas efektif
dengan criteria hasil :
NOC : Status Pernapasan : kepatenan jalan napas
1. Demam tidak ada
2. Sesak tidak ada
3. Frekuensi napas dalam batas normal
4. Irama napas teratur
5. Keluaran sputum dari jalan napas
6. Tidak adanya suara napas tamabahan
NIC :
Manajemen Jalan Napas
Aktivitas :
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Identifikasi kebutuhan pasien akan insersi jalan napas actual/potensial
3. Lakukan fisioterapi dada, sesuai dengan kebutuhan
4. Bersihkan secret dengan menggunakan penghisapan
5. Dukung untuk bernapas pelan, dalam, berbalik dan batuk
6. Instruksikan bagaimana cara batuk efektif
Bantuan Ventilasi
Aktivitas :
1. Jaga kepatenan jalan napas
2. Berikan posisi yang mengurangi dyspnea

3. Bantu perubahan posisi dengan sering


4. Pantau kelemahan oto pernapasan
5. Mulai dan jaga oksigen tambahan
6. Pantau status respirasi dan respirasi.
4 Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya intake
dan tachipnea.
Definisi :
Suatu keadaan yang berisiko mengalami dehidrasi vascular, selular, atau intra selular.
Faktor resiko :
1. Penyimpanan yang mempengaruhi akses cairan
2. Penyimpangan yang memperngaruhi pemasukan cairan
3. Penyimpangan yang mempengaruhi absorbs cairan Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama x 24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan dengan criteria hasil :
NOC: Hidrasi
1. Dehidrasi kulit
2. Membran mucus yang basah
3. Edema perifer
4. Nafas pendek tidak ditemukan
5. Mata cekung tidak ditemukan
6. Bunyi napas tambahan tidak ditemukan
Manajemen cairan
Aktivitas :
1. Timbang BB tiap hari
2. Hitung haluaran
3. Pertahankan intake yang adekuat
4. Monitor status hidrasi
5. Monitor TTV
6. Berikan terapi IV
Terapi Intra vena
Aktifitas :
1. Atur pemberian IV sesuai resp dan pantau hasilnya
2. Pantau jumlah tetes dan tempat infuse IV
3. Periksa IV secara teratur
4. Pantau TTV
5. Catat intake dan output
6. Pantau tanda dan gejala yang berhungan dengan infusion flebitis
5 Resiko cidera berhubungan dengan aktivitas kejang
Definisi :

Suatu kondisi individu yang berisiko untuk mengalami cidera sebagai akibat dari kondisi
lingkungan yang berhubungan dengan sumber sumber adaptif dan pertahanan.
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan resiko cidera dapat di
hindari, dengan kriteria hasil :
NOC :
a. Monitor factor resiko lingkungan
b. Monitor factor resiko individu
c. Melakukan strategi control resiko
d. Monitor perubahan status kesehatan
1 NIC:
Manajemen kejang
Aktivitas :
1. Tunjukkan gerakan yang dapat mencegah injury / cidera.
2. Monitor hubungan antara kepala dan mata selama kejang.
3. Longgarkan pakaian klien
4. Temani klien selama kejang
Mengatur airway
Aktivitas :
1. Berikan oksigen bila perlu
2. Berikan terapi iv line bila perlu
3. Monitor status neurology
4. Monitor vital sign
5. Orientasikan kembali klien setelah kejang
6. Laporkan lamanya kejang
7. Laporkan karakteristik kejang: bagian tubuh yang terlibat, aktivitas motorik, dan pening-katan
kejang.
8. Dokumentasikan informasi tentang kejang
9. Kelola medikasi (kolaborasi)
10. Kelola anti kejang (kolaborasi) bila diperlukan.
Manajemen Lingkungan
Aktivitas:
1. Diskusikan tentang upaya-upaya mencegah cedera, seperti lingkungan yang aman untuk
klien, menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
2. Memasang pengaman tempat tidur
3. Memberikan penerangan yang cukup
4. Menganjurkan keluarga untuk menemani klien
5. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
6. Bersama tim kesehatan lain, berikan penjelasan pada klien dan keluarga adanya perubahan
status kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan & Manajemen Edisi 2.
Jakarta : EGC
Herdman, T. Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosa Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC
Indriasari, Devi. 2009. 100% Sembuh Tanpa Dokter A-Z Deteksi, Obati dan Cegah Penyakit.
Yogyakarta : Pustaka Grhatama
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Balita, Orang
Dewasa, Usia Lanjut. Pustaka Obor Populer : Jakarta
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Media
Action Publishing
Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai