PENDAHULUAN
Latar Belakang
Preeklamsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante,
intra, dan post partum. Dari gejala-gejala klinik pre eklamsia dapat dibagi menjadi
preeklamsia ringan dan preklamsia berat. Pembagian preeklamsia menjadi beratdan
ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali
ditemukan penderita dengan preeklamsia ringan dapat mendadak mengalami kejang dan
jatuh dalam koma. (Sarwono, 2010)
Preeklampsia (dahulu disebut gestosis) merupakan hipertensi yang dipicu
olehkehamilan dan terjadi pada 5-20% perempuan khususnya primigravida, ibu
hamildengan kehamilan kembar, ibu yang menderita diabetes mellitus, dan
hipertensiessensial. Bahaya dari preeklampsia meliputi solutio placenta, kegagalan
ginjal dan jantung, hemorargi serebral, insupisiensi placenta, dan gangguan
pertumbuhan janin(Denis Tiran, 2006)
Di negara berkembang, AKI sebesar 585/100.000 kelahiran hidup. Di Asia
AKIterjadi 323/100.000 kelahiran hidup setiap tahunnya. Berdasarkan Survey
DemografiKesehatan Indonesia (SDKI), AKI di Indonesia pada tahun 2007 adalah
228/100.000kelahiran hidup. Penyebab AKI diantaranya Pendarahan (28%), eklampsia
(24%),infeksi (11%), komplikasi masa puerperium (8%), abortus (5%), partus lama
(5%),emboli obstetri (3%), dan lain-lain (11%) (Depkes RI, 2006).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria (Angsar MD, 2009). Preeklampsia ringan
adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat
vasospasme dan aktivasi endotel. Preeklampsia berat adalah preeklampsia
dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110
mmHg disertai proteinuria lebih dari 5 gr/24 jam (Angsar MD, 2009;
Cunningham et al. 2005). Preeklampsia jarang timbul sebelum 20 minggu
kehamilan kecuali jika terdapat penyakit ginjal ataupun penyakit trofoblastik
(Queenan, Hobbins & Spong 2010; Soefoewan 2003).
2. Klasifikasi preeklamsi
Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat.
1. Kriteria preeklampsia ringan : ~ Hipertensi dengan sistolik/diastolik > 140/90
mmHg, sedikitnya enam jam pada dua kali pemeriksaan tanpa kerusakan organ.
~ Proteinuria > 300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik. ~ Edema lokal
2. Kriteria preeklampsia berat : ~ Tekanan darah sistolik/diastolik > 160/110
mmHg sedikitnya enam jam pada dua kali pemeriksaan. Tekanan darah ini tidak
menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan telah menjalani
tirah baring. ~ Proteinuria > 5 gram/24 jam atau > 3 + dipstik pada sampel urin
sewaktu yang dikumpulkan paling sedikit empat jam sekali. ~ Oliguria < 400 ml
/ 24 jam. ~ Kenaikan kadar kreatinin plasma > 1,2 mg/dl.
3. Epidemiologi
Di negara berkembang, AKI sebesar 585/100.000 kelahiran hidup. Di
Asia AKI terjadi 323/100.000 kelahiran hidup setiap tahunnya. Berdasarkan
Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI di Indonesia pada tahun
2007
adalah
228/100.000kelahiran
hidup.
Penyebab
AKI
diantaranya
Primigravida.
Obesitas.
Hingga saat ini Etiologi dan patogenesis dari preeklampsia masi h belum
diketahui dengan pasti. Telah banyak hipotesis yang diajukan untuk mencar i
etiologi dan patogenesis dari preeklampsia namun hingga kini belum memuaska
n sehingga Zweifel menyebut preeklampsia sebagai the diseases of theories 24 .
Adapun hipotesis yang diajukan diantaranya adalah :
a. Genetik dan vaskularisasi plasenta
Terdapat suatu kecenderungan bahwa faktor keturunan turut berpera nan
dalam patogenesis preeklampsi. Telah dilaporkan adanya peningkatan
angka kejadian preeklampsia pada wanita yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita preeklampsia. Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik
pada kejadian preeklampsia adalah peningkatan Human leukocyte antigene
(HLA) pada penderita preeklampsia. Beberapa peneliti melaporkan
hubungan antara histokompatibilitas antigen HLA-DR4 dan proteinuri
hipertensi . Diduga ibu-ibu dengan HLA haplotipe A 23/29, B 44 dan DR 7
memiliki resiko lebih tinggi terhadap perkembangan preeklamsi dan IUGR
daripada ibu-ibu tanpa haplotipe tersebut. Peneliti lain menyatakan
kemungkinan preeklampsia berhubu ngan dengan gen resesif tunggal.
Meningkatnya prevalensi preeklampsia pada anak perempuan yang lahir
dari ibu yang menderita preeklampsia mengindikasikan adanya pengaruh
genotip fetus terhadap kejadian preeklampsia. Walaupun faktor genetik
nampaknya berperan pada preeklampsia tetapi manife stasinya pada
penyakit ini secara jelas belum dapat diterangkan .
dilatasi secara pasif untuk menye suaikan dengan kebutuhan aliran darah
yang meningkat pada kehamilan.
Gambar 2.
Pada preeklampsia, proses plasentasi tersebut tidak berjalan sebagaimana
mestinya oleh karena disebabkan 2 hal yaitu :
1. Tidak semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel -sel trofoblas.
2. Pada arteri spiralis yang mengalami invasi, terjadi t ahap pertama invasi
sel trofoblas secara normal tetapi invasi tahap ke dua tidak berlangsung
sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam miometri um tetap
mempunyai dinding muskulo-elastik yang reaktif yang berarti masih
terdapat resistensi vaskuler.
Disamping itu juga terjadi arterosis akut (lesi seperti atherosklerosis) pada
arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteri bertambah ke cil atau
bahkan mengalami obliterasi. Hal ini akan menyebabkan penurunan al iran
darah ke plasenta dan berhubungan dengan luasnya daerah infark pada
plasenta. Pada preeklampsia, adanya daerah pada arteri spiralis yang
memiliki resistensi vaskular disebabkan oleh karena kegagalan invasi tr
ofoblas ke arteri spiralis pada tahap ke dua. Akibatnya, terjadi gangguan
aliran darah di daerah intervilli yang menyebabkan penurunan perfusi darah
ke plas enta 7,12,32 . Hal ini dapat menimbulkan iskemik dan hipoksia di
plasenta yang beraki bat terganggunya pertumbuhan bayi intra uterin
(IUGR) hingga kematian bayi.
c. Disfungsi endotel
Saat ini salah satu teori tentang preeklampsia yang sedan g berkembang
adalah teori disfungsi endotel. Endotel menghasilkan zat-zat pe nting yang
bersifat relaksasi pembuluh darah, seperti nitric oxide (NO) dan prostasiklin
(PGE 2 ). Disfungsi endotel adalah suatu keadaan dimana didapatkan
adanya ketidakseimbangan antara faktor vasodilatasi dan vasokonstri ksi.
Prostasiklin merupakan suatu prostaglandin yang dihasilkan di s el endotel.
yang berasal dari asam arakidonat dimana dalam pembuatannya dik atalisir
oleh enzim siklooksigenase. Prostasiklin akan meningkatkan cAMP intrase
lular pada sel otot polos dan trombosit dan memiliki efek vasodilator dan
anti agregasi t rombosit. Tromboksan A 2 dihasilkan oleh trombosit ,
berasal dari asam arakidonat dengan bantuan enzim siklooksigenase.
Tromboksan memiliki efek v asikonstriktor dan agregasi trombosit.
Prostasiklin dan tromboksan A 2 mempunyai efek yang berlawanan dalam
invasi yang dangkal d ari arteri spiralis oleh sel sitotrofoblast endovaskuler
da n disfungsi sel endotel yang dimediasi oleh peningkatan pelepasan
sitokin (TNF- dan IL-1) , enzim proteolitik dan radikal bebas oleh desidua.
Sitokin TNF- dan IL-1 berperanan dalam stress oksidatif yang berhubungan
dengan preeklampsia . Didalam mitokondria,TNF- akan merubah sebagian
aliran elektron untuk melepaskan radikal bebas-oks igen yang selanjutnya
akan membentuk lipid peroksida dimana hal ini dihambat oleh an tioksidan.
Radikal bebas yang dilepaskan oleh sel desidua akan menye babkan
kerusakan sel endotel. Radikal bebas-oksigen dapat menyebabkan
pembentukan lipid perioksida yang akan membuat radikal bebas lebih
toksik dal am merusak sel endotel. Hal ini akan menyebabkan gangguan
produksi nitrit oksida oleh endotel vaskuler yang akan mempengaruhi
keseimbangan prostasikin dan tromboksan dimana terjadi peningkatan
produksi tromboksan A2 plasenta dan inhibisi produksi prostasiklin dari
endotel vaskuler. Akibat dari stress oksidatif akan meningkatkan produksi
sel makrofa g lipid laden, aktivasi dari faktor koagulasi mikrovaskuler
(trombositopenia) serta peningkatan permeabilitas mikrovaskuler (oedem
dan proteinuria). Antioksidan merupakan kelompok besar zat yang
ditujukan untuk mencegah terjadinya over produksi dan kerusakan yang
disebabkan oleh radikal bebas. Telah dikenal beberapa antioksidan yang
poten terhadap efek buruk dari radikal bebas diantaranya vitamin E( tocopherol) , vitami n C dan B-caroten. Zat antioksidan ini dapat digunakan
untuk melawan kerusakan sel akibat pengaruh radikal bebas pada
preeklampsia.
e. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
10
6. Patofisiologi
a. System Kardiovaskular
Gangguan berat fungsi kardiovaskular yang normal umum terjadi
padapreeklamsia atau eklamsia. Ini terkait dengan:1. Afterload jantung
meningkat yang disebabkan oleh hipertensi2. Preload jantung, yang secara
substansial dipengaruhi oleh hipervolemiapada kehamilan3. Aktivasi endotel
dengan ekstravasasi cairan intravaskular ke ruangekstraseluler, dan yang
terpenting,
ke
dalam
paru-paru.Selama
kehamilan
normal,
11
kardiovaskular
yang berhubungan
dengan
gangguan
12
eklampsia.
pengamatansebelumnya
Zeeman
dan
rekan
(2009)
memperluas
Trombositopenia
Hemolisis
Koagulasi
13
e. Ginjal
Selama
kehamilan
normal,
aliran
darah
ginjal
dan
laju
filtrasi
terjadi
kebocoran
dan
mengakibatkan
Terjadi
glomerular
capillary
endotheliosis
akibat
sle
endotel
14
4. Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian
besar kedua korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi nekrosis
korteksginjal yang bersifat ireversibel.
5.
Dapat
terjadi
kerusakan
instrinsik
jaringan
ginjal
akibat
15
Edema
Edema pada kehamilan normal dapat ditemukan edema dependen, tetapi
jika terdapat edema independen yang djumpai di tangan dan wajah yang
meningkat saat bangun pagi merupakan edema yang patologis. Kriteria
edema lain dari pemeriksaan fisik yaitu: penambahan berat badan > 2
pon/minggu
dan
penumpukan
cairan
didalam
jaringan
secara
generalisata yang disebut pitting edema > +1 setelah tirah baring 1 jam.
8. Akibat Preeklamsia pada ibu
Akibat gejala preeklampsia, proses kehamilan maternal terganggu karena terjadi
perubahan patologis pada sistem organ, yaitu :
a. Jantung
Perubahan pada jantung disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload
akibat hipertensi dan akt ivasi endotel sehingga terjadi ekstravasasi cairan
intravaskular ke ekstraselular terutama paru. Terjadi penurunan cardiac
preload akibat hipovolemia.
b. Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi.
Jika autoregulasi tidak berfungsi, penghubung penguat endotel akan terbuka
menyebabkan plasma dan sel- sel darah merah keluar ke ruang
ekstravaskular.
c. Mata
16
Pada pre eklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada satu
atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri
retina yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi
bukan berarti spasmus yang ringan adalah pre eklampsia yang ringan.
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan
gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan
oleh perubahan aliran darah pada pusat penglihatan di korteks serebri
maupun didala m retina (Wiknjosastro, 2006).
d. Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang
mengalami kelainan pulmonal maupun non - pulmonal setelah proses
persalinan. Hal ini terjadi karena peningkatan cairan yang sangat banyak, pe
nurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan
kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumin yang
diproduksi oleh hati.
e. Hati
Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas hepa r,
perlambatan ekskresi bromosulfoftalein, dan peningkatan kadar aspartat
aminotransferase serum . Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum
disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta. Pada
penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk, dengan menggunakan sonografi
Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri hepatika.
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar menyebabkan
terjadinya peningkatan enzim hati didalam serum. Perdarahan pa da lesi ini
17
18
19
preeklampsia pada janin, antara lain: Intrauterine growth restriction (IUGR) atau
pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion, prematur, bayi lahir rendah, dan
solusio plasenta.
9. Penegakan Diagnosis dan Klasifikasi
Dalam pengelolaan klinis, PE dibagi sebagai berikut :
1) Diagnosis PE ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu (Angsar MD, 2009).
Hipertensi : tekanan darah 140/90 mmHg, tetapi kurang dari 160/110 mmHg.
Proteinuria : 300 mg/24 jam dengan menggunakan cara Esbach, atau 1 +
dipstik. Edema : edema lokal tidka dimasukkan dalam kriteria PE, kecuali
edema generalisata.
2) Ditegakkan diagnosa PE berat jika ditemukan satu atau lebih tanda dan
gejala sebagai berikut (Angsar MD, 2009). Tekanan darah sistolik 160 mmHg
dan diastolik 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu
hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
Proteinuria 5 gr/24 jam atau 4 + dipstik. Oligouri, yaitu produksi urin < 500
ml/24 jam. Serum kreatinin meningkat. Gangguan visus dan serebral :
penurunan kesadaran, nyeri kepala, dan pandangan kabur. Nyeri epigastrium
atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula
Glisson).
Edema
paru
atau
sianosis.
Hemolisis
mikroangiopatik.
20
Perdarahan subkapsular
Edema dan perdarahan pada batang otak dan retina. Dapat terjadi
herniasi batang otak yang menekan pusat vital medula oblongata.
21
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita PE/E. Komplikasi dibawah
ini yang biasa terjadi pada PE berat dan eklampsia (Artikasari 2009) :
1)
22
enzim-enzimnya. 8)
enzymes dan low platelet Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa
gangguan fungsi hati, hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT],
gejala subjektif [cepat lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]), hemolisis
akibat kerusakan membran eritrosit oleh radikal bebas asam lemak jenuh dan
tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit di
dinding vaskuler), kerusakan tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom.
9) Kelainan ginjal Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan
struktur yang lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai
gagal ginjal. 10) Komplikasi lain Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena
jatuh akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi dan DIC (disseminated
intravascular cogulation).
11) Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.
11. Penatalaksanaan
Pada dasarnya penanganan penderita PE/E yang definitif adalah segera
melahirkan bayi dan seluruh hasil konsepsi, tetapi dalam penatalaksanaannya
kita harus mempertimbangkan keadaan ibu dan janinnya, antara lain umur
kehamilan, proses perjalanan penyakit, dan seberapa jauh keterlibatan organ.
Tujuan penatalaksanaan PE/E adalah (Roeshadi 2007): Melahirkan bayi yang
cukup bulan dan dapat hidup di luar, di samping itu mencegah komplikasi yang
dapat terjadi pada ibu.
Preeklamsi Ringan
23
Diet biasa
24
Preeklamsi Berat
1) Sikap tehadap penyakit: pengobatan medikamentosa
Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan.
Pemberian obat antikejang.
Obat anti kejang yang digunakan MgSO4, diazepam, fenitoin.
Pemberian MgSO4 sebagai antikejang lebih efektif dibanding
fenitoin. Obat antikejang yang banyak dipakai di Indonesia
adalah magnesium sulfat.
Tujuan utama pemberian magnesium sulfat adalah untuk
mencegah dan mengurangi terjadinya kejang (Suparman &
Sembiring 2004). Di samping itu juga untuk mengurangi
komplikasi yang terjadi pada ibu dan janin. Cara kerja
magnesium sulfat sampai saat ini tidak seluruhnya diketahui,
diduga ia bekerja sebagai N-methyl D Aspartate (NDMA)
25
12. Pencegahan
26
pencegahan dengan tidak memberikan obat. Cara yang paling sederhana ialah
melakukan tirah baring. Restriksi garam tidak terbukti dapat mencegah
terjadinya PE. Diet suplemen yang mengandung (a) minyak ikan yang kaya
dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3 PUFA, (b) antioksidan:
vitamin C, vitamin E, -karoten, N-Asetilsistein, asam lipoik, dan (c) elemen
logam berat: zinc, magnesium, kalsium. 2)
kalsium: 1.500 - 2.000 mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen pada risiko
tinggi terjadinya PE. Selain itu dapat pula diberikan zinc 200 mg/hari,
magnesium 365 mg/hari. Obat antitrombotik yang dianggap dapat mencegah PE
ialah aspirin dosis rendah rata-rata di bawah 100 mg/hari, atau dipiridamole.
Dapat juga diberika antioksidan: vitamin C, vitamin E, -karoten, NAsetilsistein, asam lipoik
27
28