Anda di halaman 1dari 14

Laporan Pendahuluan

Skizofrenia

A. Konsep Dasar
1. Pengertian Skizofrenia
Menurut Isaac (2005) schizophrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi
berbagai area fungsi individu termasuk berfikir dan berkomunikasi, menerima,
menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi serta perilaku dengan sikap
yang dapat diterima secara sosial. Schizophrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius
yang melibatkan perilaku psikotik, pemikiran kongkret, kesulitan dalam memperoleh informasi
dan hubungan interpersonal serta kesulitan dalam memecahkan masalah (Stuart, 2007).
Gangguan schizophrenia merupakan gangguan jiwa yang berlanngsung menahun, sering kambuh
dan kondisi kejiwaa penderita semakin lama semakin merosot, gangguan ini terdiri dari:
a) Schizophrenia paranoid
Schizophrenia paranoid merupakan schizophrenia yang dikarakteristikkan dengan kecurigaan
yang ekstrim terhadap orang lain dengan halusinasi dan waham kejar atau waham kebesaran
(Towsend, 1998).
b) Schizophrenia catatonic
Schizophrenia catatonic merupakan salah satu jeniss schizophrenia yang ditandai dengan
rigiditas otot, negativism, kegembiraan berlebih atau posturing (mematung), kadang-kadang
pasien juga menunjukkan perubahan yang cepat antara kegembiraan dan stupor. Cirri penyerta
yang lain adalah gerakan stereotypic, manerisme dan fleksibilitas lilin (waxy flexibility) dan
yang sering dijumpai adalah mutisme (Kusuma, 1997).
c) Schizophrenia hebephrenic
Schizophrenia hebephrenic (Disorganized schizophrenia) merupakan jenis schizophrenia yang
ditandai dengan adanya percakapan dan perilaku yang kacau, serta afek yang datar atau tidak
tepat, gangguan asosiasi, pasien mempunyai sikap yang aneh, menunjukkan perilaku menarik
diri secara sosial yang ekstrim, mengabaikan hygiene dan penampilan diri, biasanya terjadi
sebelum usia 25 tahun (Isaac, 2005)

d) Schizophrenia tak tergolongkan


Schizophrenia tak tergolongkan dikarakteristikkan dengan perilaku yang disorganisasi dan
gejala-gejala psikosis (mis: waham, halusinasi, inkoherensia atau perilaku kacau yang sangat
jelas) yang mungkin memenuhi lebh dari satu tipe/kelompok criteria schizophrenia (Towsend,
1998).
e) Schizoaffective
Kelainan schizoaffective merujuk kepada perilaku yang berkarakteristik schizophrenia, ada
tambahan indikasi kelainan alam perasaan seperti depresi atau mania (Towsend, 1998).
f) Schizophrenia residual
Schizophrenia residual adalah eksentrik, tetapi gejala-gejala psikosis saat diperiksa/dirawat tidak
menonjol. Menarik diri atau afek yang serasi merupakan karakteristik dari kelainan, pasien
memiliki riwayat paling sedikit satu episode schizophrenia dengan gejala-gejala yang menonjol
2. Penyebab (Faktor predisposisi dan presipitasi)
Menurut Ingram dkk (1995) penyebab skizofrenia tidak diketahui akan tetapi hal-hal yang dapat
diketahui sebagai factor presipitasi dan predisposisi terjadinya skizofrenia antara lain:
a. Herediter
Pentingnya faktor genetik telah dibuktikan secara meyakinkan. Risiko bagi masyarakat umum
1% pada orang tua risiko skizofrenia 5% pada saudara kandung 8% dan pada anak 10%.
Gambaran terakhir ini menetap walaupun anak telah dipisahkan orang tua sejak lahir, dan pada
kembar monozigot 30-40%.
b. Lingkungan
Gambaran pada penderita kembar seperti di atas menunjukkan bahwa faktor lingkungan cukup
berperan dalam menampilkan penyakit pada individu yang memiliki faktor predisposisi,
beberapa penelitian mengatakan skizofrenia bukan suatu penyakit, tetapi suatu respon terhadap
tekanan emosi yang dapat ditoleransi dalam keluarga dan masyarakat, tetapi pandangan ekstrim
demikian walaupun sesuai dengan masyarakat kurang didukung oleh penelitiaan. Banyak
penelitian terhadap pengaruh masa kanak-kanak, khususnya atas personalitas orang tua, tetapi
belum ada yang berhasil
c. Emosi yang diekspresikan
Jika keluarga skizofrenia memperlihatkan emosi yang diekspresikan secara berlebihan, misalnya
pasien diomeli atau terlalu banyak dikekang denagn aturan-aturan yang berlebihan, maka

kemungkinan, maka kemungkinan kambuh lebih besar. Juga jika pasien tidak mendapatkan obat
neuroleptik. Angka kekambuhan di rumah dengan ekspresi emosi rendah dan pasien minum obat
teratur sebesar 12% dengan ekspresi emosi rendah dan tanpa obat 42%, ekspresi emosi tinggi
dengan tanpa obat, angka kekambuhan 92%.
3. Tanda dan gejala
Menurut Hawari (2004, p.43-46), gejala gejala positif yang yang diperlihatkan pada penderita
skizofrenia adalah sebagai berikut:
a. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun
telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rational, namun penderita tetap
meyakini keberanannya.
b. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya pederita
mendenga suara suara / bisikan bisikan di telinganya padahal tdak ada sumber dari suara /
bisikan itu.
c. Kekacauan alam piker, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau,
sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
d. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar mandir, agresif, bicara dengan semangat dan
gembira berlebihan.
e. Merasa dirinya orang besar, merasa serba mampu, serba hebat, dan sejenisnya.
f. Pekirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan akan ada ancaman terhadap dirinya.
g. Menyimpan rasa permusuhan.
Gejala gejala positif skizofrenia sebagaimana diuraikan diatas amat mengganggu lingkungan
(keluarga) dan merupakan salah satu motivasi keluarga untuk membawa penderita berobat.
Gejala negative yang diperlihatkan pada penderita skizofrenia adalah sebagai berikut:
a. Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat
dari wajahnya yang tidak menunjukan ekspresi.
b. Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawl) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang
lain, suka melamun (day dreaming).
c. Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.
d. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
e. Sulit dalam berpikir abstrak.
f. Pola piker stereotype.

g. Tidak ada / kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada inisiatif, tidak ada upaya
dan usaha, tidak ada spontanitas, menonton, serta tidak ingin apa apa, dan serba malas
(kehilangan nafsu)
4. Penatalaksanaan
Menurut Tomb (2004), pengobatan untuk penderita skizofrenia dapat menggunakan beberapa
metode antara lain:
a. Metode biologic
Obat psikosis akut dengan obat anti psikotik, lebih disukai dengan anti psikotik atypical baru
(kisaran dosis ekuivalen = chlorpromaxine 300-600 mg/hari). Ketidak patuhan minum obat
sering terjadi, oleh karena itu perlu diberikan depo flufenazine atau haloperidol kerja lama
merupakan obat terpilih. Penambahan litium, benzodiazepine, atau diazepam 15-30 mg/ hari atau
klonazepam 5-15 mg/hari sangat membantu menangani skizofrenia yang disertai dengan
kecemasan atau depresi. Terapi kejang listrik dapat bermanfaat untuk mengontrol dengan cepat
beberapa psikosis akut. Sangat sedikit pasien skizofrenia yang tidak berespon dengan obatobatan dapat membaik dengan ECT.
b. Metode psikosis
Menurut Hawari (2006, p.105-108) jenis psikoterapi yang dilakukan untuk menangani penyakit
skizofrenia antara lain;
1. Psikoterapi suportif
Bentuk terapi yang bertujuan memberikan dorongan semangat dan motivasi agar penderita tidak
merasa putus asadan semangat juangnya (fighting spirit) dalam menghadapi hidup.
2. Psikoterapi re edukatif
Bentuk terapi yang dimaksudkan member pendidikan ulang untuk merubah pola pendidikan
lama dengan yang baru sehingga penderita lebih adaptif terhadap dunia luar.
3. Psikoterapi rekonstruksi
Terapi yang dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang mengalami keresahan.
4. Terapi tingkah laku
Adalah terapi yang bersumber dari teori psikologi tingkah laku (behavior psichology) yang
mempergunakan stimulasi dan respon modus operandi dengan pemberian stimulasi yang positif
akan timbul proses positif.

5. Terapi keluarga
Bentuk terapi yang menggunakan media sebagai titik tolak terapi karena keluarga selain sebagai
sumber terjadinya gangguan tingkah laku juga sekaligus sarana terapi yang dapat
mengembalikan fungsi psikis dan sosial melalui komunikasi timbal balik.
6. Psikoterapi kognitif
Memulihkan kembali fungsi kognitif sehingga mampu membedakan nilai nilai sosial dan etika.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada saat pengkajian focus pada penderita skizofrenia sering didapatkan adanya data data
sebagai berikut (Carpenito, L.J, 1998; 328 329);
a. Perubahan persepsi sensori ; halusinasi
1) Data subyektif: tidak mampu mengenal waktu, orang, tempat, tidak mampu memecahkan
masalah, mengungkapkan adanya halusinasi (misalnya mendengar suara suara atau bayangan
bayangan), mengeluh cemas dan khawatir.
2) Data obyektif ; mudah tersinggung, apatis, dan cenderung menarik diri, tampak gelisah,
perubahan perilaku dan pola komunikasi, kadang berhenti berbicara seolah olah mendengar
sesuatu, menggerakkkan bibirnya tanpa mengeluarkan suara, menyeringai dan tertawa yang tidak
sesuai, gerakan mata yang cepat, pikiran yang berubah ubah dan konsentrasi rendah, kadang
tampak ketakutan, respon respon yang tidak sesuai (tidak mampu berespon terhadap petunjuk
yang kompleks).
b. Perilaku kekerasan/ resiko perilaku kekerasan
1. Data subyektif: klien mengeluh perasaan terancam, marah, dendam, klien mengungkapkan
perasaan tidak berguna, klien mengungkapkan perasaan jengkel, klien mengungkapkan keluhan
adanya fisik seprti dada berdebar debar, rasa tercekik, dada terasa sesak, bingung, klien
mengatakan mendengar suara suara yang menyuruh melukai diri sendiri. Orang lain dan
lingkungan, klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya
2. Data obyektif ; muka merah, mata melotot, rahang dan bibir mengatup tangan dan kaki tegang,
tangan mengepal, tampak mondar mandir, tampak berbicara sendiri dan ketakutan, tampak
bicara dengan suara tinggi, tekanan darah meningkat, frekuensi denyut jantung meningkat,
banyak keluar keringat, napas pendek.

c. Gangguan konsep diri ; harga diri rendah


1. Data subyektif; mengkritik diri sendiri dan orang lain, perasaan dirinya sangat penting yang
berlebih lebihan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah. Sikap negative pada diri sendiri, sikap
pesimis pada kehidupan.
2. Data obyektif; produktivitas menurun, perilaku destruktif pada diri sendiri, perilaku destruktif
pada orang lain, penyalahgunaan zat, menarik diri dari hubungan sosial, ekspresi wajah malu dan
rasa bersalah, menunjukkkan tanda depresi (sukar makan dan sukar tidur), tampak mudah
tersinggung, mudah marah.
d. Isolasi sosial : menarik diri
1. Data subyektif; mengungkapkan perasaan tidak berguna, penolakan oleh lingkungan,
mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki.
2. Data obyektif; tampak menyendiri dalam ruangan, tidak berkomunikasi dan tidak bisa
memulai pembicaraan, menarik diri, tidak melakukan kontak mata, tampak sedih, afek datar,
posisi meringkuk di tempat tidur dengan punggung menghadap ke pintu. Kegagalan berinteraksi
dengan orang lain didekatnya, kurang aktifitas fisik dan verbal, tidak mampu membuat
keputusan dan berkonsentrasi, mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya.
e. Waham
1. Data subyektif : merasa curiga, merasa cemburu, merasa diancam/ diguna guna, merasa
sebagai orang hebat, merasa memiliki kekuatan luar biasa, merasa sakit/ rusak organ tubuh,
merasa sudah mati, merasa perilakunya dikontrol orang lain, merasa pikiran orang lain masuk ke
dalam alam pikirnya, merasa orang lain mengetahui isi pikirannya, merasa orang lain menjauh,
merasa tidak ada orang yang mau mengerti.
2. Data obyekstif : marah marah tanpa sebab, banyak berbicara (logorrhoe), menyendiri,
sirkumtansial, inkoheren, flight of idea, hipermotorik, euphoria (gembira berlebihan), disforia
(sedih berlebihan), marah marah karena alasan sepele, menyendiri.
f. Defisit perawatan diri
1. Data subyektif; menyatakan malas mandi, tidak tahu cara makan yang baik, tidak tahu cara
dandan yang baik, tidak tahueliminasi yang baik, tidak tahu cara berpakaian yang baik, merasa
tak berguna, merasa tak perlu mengubah penampilan, merasa tidak ada yang peduli.
2. Data obyeksif ; badan kotor, dandanan tidak rapi, makan berantakan, BAB/ BAK sembarang
tempat, rambut dan kuku panjang, badan bau, gigi kotor, pakaian kotor, dan tidak terkancing

dengan benar, menolak ketika disarankan untuk makan, mandi dan berpakaian. Menolak buang
air kecil dan buang air besar di tempat yang disediakan.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Townsend (1998) dan Stuart (1998) diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari
pohon masalah tersebut adalah;
a. Perilaku kekerasan
1) Pengertian diagnosa keperawatan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri, orang lain dan lingkungan yang merupakan
respon dari kecemasan dan kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagi ancaman
(Stuart & Sundeen, 1995).
2) Faktor yang berhubungan
Perilaku kekerasan sering disebabkan oleh karena kurangnya rasa percaya pada orang lain,
perasaan panic, reaksi kemarahan, waham, sukar berinteraksi di masa lampau, perkembangan
ego yang lemah serta represi rasa takut (Towsend, 1998 p 150). Menurut Stuart & Sundeen,
(1998; 345) perilaku kekerasan disebabkan oleh gangguan konsep diri harga diri rendah.
3) Kriteria
Klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukkan adanya (Boyd & Nihart (1998)) antara
lain:
Data subyektif;
a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah, dendam
b. Klien mengungkapkan perasaan tidak berguna
c. Klien mengungkapkan perasaan jengkel
d. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar debar, rasa tercekik, dada
terasa sesak, bingung.
e. Klien mengatakan mendengar suara suara yang menyuruh melukai diri sendiri, orang lai dan
lingkungan.
f. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya

Data obyektif;
a. Muka merah
b. Mata melotot
c. Rahang dan bibir mengatup
d. Tangan dan kaki tegang, tangan mengepal
e. Tampak mondar mandir
f. Tampak berbicara sendiri dan ketakutan
g. Tampak bicara dengan suara tinggi
h. Tekanan darah meningkat
i. Frekuensi denyut jantung meningkat,
j. Banyak keluar keringat
k. Nafas pendek
b. Perubahan sensori persepsi; halusinasi
1). Pengertian diagnose keperawatan
Menurut maramis (1998; 119) halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari
panca indera, dimana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan
oleh psikotik, gangguan fungsional, organic atau histerik. Sedangkan menurut pendapat lain
halusinasi merupakan suatu keadaaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan
pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal atau eksternal) disertai
dengan suatu pengurangan, berlebih lebihan, distorsi, atau kelainan berespon terhadap setiap
stimulus (Townsend, 1998; 156).
2). Faktor yang berhubungan
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panic, stress berat yang
mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial dan menarik diri.(Townsend, 1998 ; 156)
3). Kriteria
Klien dengan halusinasi sering menunjukkan adanya (Carpenito, 1998:363; Townsend,
1998:156; Stuart, & Sundeen, 1998; 328 329):
Data subyektif:
a. Tidak mampu mengenal waktu, orang dan tempat.
b. Tidak mampu memecahkan masalah
c. Mengungkapkan adanya halusinasi (misalnya mendengar suara suara atau melihat bayangan)

d. Mengeluh cemas dan khawatir


Data obyektif:
a. Mudah tersinggung
b. Apatis dan cenderung menarik diri
c. Tampak gelisah, perubahan perilaku, dan pola komunikasi, kadang berhenti berbicara seolah
olah mendenganrkan sesuatu.
d. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
e. Menyeringai dan tertawa yang tidak sesuai
f. Gerakan mata yang cepat.
g. Pikiran yang berubah ubah dan konsentrasi rendah
h. Kadang tampak ketakutan
i. Respon respon yang tidak sesuai (tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks).
c. Isolasi sosial (menarik diri)
1) Pengertian diagnosa keperawatan
Menurut towsaend (1998:152), isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negative yang mengancam bagi dirinya.
Sedangkan menurut Carpenito (1998:381), isolasi sosial merupakan keadaan dimana individu
atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan
keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak.
2) Faktor yang berhubungan
Isolasi sosial menarik diri sering disebabkan oleh karena kurangnya rasa percaya pada orang lain,
perasaan panic, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, waham, sukar berinteraksi di masa
lampau, perkembangan ego yang lemah serta serta represi rasa takut (Towsend, 1998:152).
Menurut Stuart & Sundeen (1998:345) Isolasi sosial disebabkan oleh gangguan konsep diri
rendah.
3) Kriteria
Menurut Towsend (1998:152-153) & Carpenito (1998:382) isolasi menarik diri sering ditemukan
adanya tanda dan gejala sbb:
Data subjektif:
a Mengungkapkan perasaan tidak berguna, penolakan oleh lingkungan
b Menungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki

Data objektif:
a. Tampak menyendiri dalam ruangan
b. Tidak berkomunikasi, menarik diri
c. Tidak melakukan kontak mata
d. Tidak bisa memulai pembicaraan
e. Tampak sedih, afek datar
f. Posisi meringkuk di tempat tidur dengan punggung menghadap ke pintu
g. Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau immature dengan perkembangan
usianya
h. Kegagalan untuk berinteraksi dengan orang lain di dekatnya
i. Kurang aktifitas fisik dan verbal
j. Tidak mampu membuat keputusan dan konsentrasi
k. Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya
d. Gangguan konsep diri; harga diri rendah
1. Pengertian diagnosa keperawatan
Harga diri rendah adalah penilaian kepribadian terhadap hasil yang dicapai dengan meganalisa
seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart & Sundeen, 1998:227). Menurut Towsend
(1998:189) harga diri rendah merupakan evaluasi diri dari perasaan tentang diri atau kemampuan
diri yang negatif baik langsung maupun tidak langsung.
2. Faktor yang berhubungan
Harga diri rendah sering disebabkan karena adaya koping individu yang tidak efektif akibat
adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system pendukung, kemunduran perkembangan
ego, pengulangan umpan balik yang negative, disfungsi system keluarga serta terfiksasi pada
tahap perkembangan awal (Towsend, 1998:366)
3. Kriteria
Menurut Carpenito (1998:352), Keliat (1994:20) perilaku yang berhubungan dengan harga diri
rendah antara lain:
Data subjektif:
a) Mengkritik diri sendiri atau orang lain
b) Perasaan dirinya sangat penting yang berlebihan
c) Perasaan tidak mampu

d) Rasa bersalah
e) Sikap negatif pada diri sendiri
f) Sikap pesimis pada kehidupan
g) Keluhan sakit fisik
h) Pandangan hidup yang terpolarisasi
i) Menolak kemampuan diri sendiri
j) Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
k) Perasaan cemas dan takut
l) Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif
m) Mengungkapkan kegagalan pribadi
n) Ketidakmampuan menentukan tujuan
Data objektif:
a) Produktifitas menurun
b) Perilaku destruktif pada diri sendiri
c) Perilaku destruktif pada orang lain
d) Penyalahgunaan zat
e) Menarik diri dari hubungan sosial
f) Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
g) Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)
h) Tampak mudah tersinggung/mudah marah
e. Gangguan proses pikir : waham
1) Pengertian diagnosa keperawatan
Menurut Towsend (1998:158) proses waham merupakan suatu keadaan dimana seseorang
mengalami kelainan dalam mengoperasionalkan kognitif dan aktifitas.
2) Faktor yang berhubungan
Menurut Towsend (1998:158) kemungkinan etiologi dari waham ini adalah ketidakmampuan
untuk mempercayai orang lain, panik, menekan rasa takut, stress yang cukup berat yang
mengancam ego yang lemah dan kemungkinan karena faktor herediter.

3) Kriteria
Menurut Towsend (1998:158) waham seringkali ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut:
a Ide-ide yang salah (waham)
b Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi
c Kewaspadaan yang berlebihan
d Kelainan rending perhatian-distraktibilitas
e Ketidaktepatan interpretasi lingkungan
f Kelainan kemampuan mengambil atau membuat keputusan, menyelesaikan masalah, alasan,
pemikiran abstrak atau konseptualisasi dan berhitung
g Perilaku sosial yang tidak sesuai (merefleksikan ketidaksiapan pemikiran).
f. Defisit perawatan diri
1) Pengertian diagnosa keperawatan
Menurut Towsend (1998:161) defisit perawatan diri atau kurang perawatan diri adalah suatu
keadaan dimana seseorang mengalami kerusakan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan kegiatan hidup sendiri.
2) Faktor yang berhubungan
Menurut Towsend (1998:161-162) kemungkinan etiologi yang berhubungan dengan defisit
perawatan diri adalah mekanik diri, regresi, panic, ketidakmampuan mempercayai orang lain.
3) Kriteria
Menurut Townsend (1998: 161-162) batasan karakteristik dari perawatan diri ini adalah:
a) Mengalami kesukaran dalam mengambil atau ketidakmampuan untuk membawa makanan dari
piring atau wadah ke dalam mulut.
b) Ketidakmampuan (menolak) untuk membersihkan tubuh atau bagian tubuh.
c) Kelainan kemampuan atau kurangnya minat dalam memilih pakaian yang sesuai untuk
dikenakan, berpakaian, merawat atau mempertahankan penampilan pada tahap yang memuaskan.
d) Ketidakmampuan atau ketidakadanya keinginan untuk melakukan defekasi dan berkemih
tanpa bantuan.

3. Intervensi keperawatan
a. Perilaku kekerasan atau Resiko perilaku kekerasan
1) Tujuan: Setelah tindakan keperawatan ..x. hari pasien dapat mengontrol perilaku
kekerasan dengan criteria :
a) Wajah cerah, tersenyum.
b) Mau berkenalan dan ada kontak mata.
c) Bersedia menceritakan perasaan.

C. Daftar Pustaka
Ingram, dkk. (1995). Catatan Kuliah Psikiatri (terjemahan). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Isaac, (2005). Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa & Psikiatrik. Ed 3. EGC: Jakarta.
Keliat, dkk. (1999). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Cetakan I. EGC: Jakarta.
Keliat. (1992). Seri Keperawatan Gangguan Konsep Diri. Cetakan I. EGC: Jakarta.
Kusuma. (1999). Dari A sampai Z Kedaruratan Psikiatrik Dalam Praktik. Cetakan I. Profesional
Books : Jakarta.
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga Untuk Perawat Dan Mahasiswa Keperawatan. Cetakan I. CV Sagung Seto:Jakarta.
Stuart & Sundeen, (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Ed 3, ECG: Jakarta.
Stuart, (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Ed 5, EGC: Jakarta.
Tomb, (2004). Buku Saku Psikiatrik. Ed 6, EGC: Jakarta.
Townsend, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatrik Pedoman
untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Ed 3 , EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai