PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien
: Tn. H. W.
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 61 tahun
Pendidikan
: Tamat SLTA
Pekerjaan
: Supir
Alamat
: Paniki I Lingkungan II
Bangsa
: Indonesia
Suku
: Minahasa
Agama
: Kristen Protestan
Tanggal Lahir
Status Perkawinan
: Menikah
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Batuk darah
Riwayat Penyakit Sekarang
Batuk darah dialami penderita sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Volume
darah yang keluar gelas aqua (60 cc). Batuk darah disertai dengan sesak dan nyeri
dada. Penderita ada riwayat batuk sejak 3 tahun terakhir, batuk berdahak. Sesak
dirasakan sejak 2 tahun terakhir, dirasakan hilang timbul. Sesak tidak dipengaruhi
oleh aktivitas pasien. Nyeri dada dirasakan penderita terutama saat pasien batuk.
Penderita juga ada berkeringat malam. Penurunan nafsu makan dialami oleh penderita,
diikuti dengan penurunan berat badan. Mual dan muntah tidak ada. Buang air besar dan
buang air kecil seperti biasa.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesens
-
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 74 x/menit
Pernapasan
: 24 x/menit
Suhu badan
: 36,5C
TB/BB
: 165 cm / 45 kg
IMT
: 16,5 kg/m2
Kepala
: Simetris
Mata
Telinga
: Sekret -/-
Hidung
: Sekret -/-
Tenggorokan
Leher
Thoraks
: Bentuk normal
Jantung
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
- Paru-paru
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Suara pernapasan vesikuler, Wheezing -/Rhonki +/+ hampir seluruh lapangan paru,
Suara pernapasan vesikuler.
Abdomen
: Inspeksi
Datar
Palpasi
Perkusi
Tympani, WD (-)
Auskultasi
BU (+) N
- Ekstremitas
- Refleks
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit : 7900/mm3
Eritrosit
: 3,74 x 106/mm3
Hb
Ht
: 31,3 %
: 10,9 gr/dL
Trombosit : 327.000/mm3
Kesan: TB Paru
4
DIAGNOSIS
-
TERAPI
-
FOLLOW UP
Hari Perawatan I - II, 30 - 31 Maret 2013
Keluhan batuk darah, sesak.
Keadaan umumsakit sedang, kesadaran compos mentis. Tekanan darah 140/80
mmHg, nadi 60 x/m, respirasi 28 x/menit, suhu 36.5oC. Pada pemeriksaan paru ronkhi +/+.
Penderita didiagnosis dengan Hemoptisis e.c susp. TB Paru putus obat.
Penderita diterapi dengan O2 2-4 l/m, IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit, Asam
Traneksamat 3x1 amp IV, Codein 3 x 15 mg tab. Penderita direncanakan untuk diperiksa
sputum BTA 3x.
: 0,37 mg/dL
Bilirubin direct
: 0,09 mg/dL
: 117 mg/dL
5
Creatinin darah
: 0,7 mg/dL
Ureum darah
: 18 mg/dL
: 3,9 mg/dL
SGOT
: 16 U/L
SGPT
: 8 U/L
Natrium darah
: 146 mmol/L
Kalium darah
: 2,97 mmol/L
Chlorida darah
: 109,6 mmol/L
BAB III
PEMBAHASAN
Kambuh (relaps)
Penderita Kambuh mendapat pengobatan tuberkulosa dan telah dinyatakan sembuh,
kemudian kembali lagi berobat dengan pemeriksaan dahak BTA positif.
c.
d.
e.
Gagal
Gagal adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan kelima (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau pada
7
akhir pengobatan. Atau penderita dengan hasil BTA negatif rontgen positif pada
akhir bulan kedua pengobatan.
f.
Kasus kronis
Kasus kronis adalah pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori II dengan pengawasan yang baik.
g.
TB paru putus obat. Dasar klasifikasi ini adalah berdasarkan anamnesis dimana ditemukan
riwayat pengobatan OAT 3 tahun lalu tidak sampai tuntas. Saat itu penderita merasakan
sudah tidak batuk, sehingga penderita memutuskan untuk berhenti minum obat. Selama 3
tahun itu gejala batuk tidak pernah membaik, sehingga pada akhirnya penderita masuk
rumah sakit dengan gejala bartuk berdarah.2,3
Sumber penularan adalah melalui pasien tuberkulosis paru BTA (+). Pada waktu
batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak). Kuman yang berada di dalam droplet dapat bertahan di udara pada suhu kamar
selama beberapa jam dan dapat menginfeksi individu lain bila terhirup ke dalam saluran
nafas. Kuman tuberkulosis yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
limfe, saluran pernafasan, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya
(Depkes RI, 2006). 2,3
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
tuberkulosis. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati
sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai ke alveolus dan menetap
di sana. Infeksi dimulai saat kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara
membelah diri di paru yang mengakibatkan radang dalam paru. Saluran limfe akan
membawa kuman ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut kompleks primer.
Waktu terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadi perubahan reaksi tuberkulin dari negatif
menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan
besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya respon daya tahan
tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis. Meskipun
demikian, ada beberapa kuman menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur).
8
berupa ronchi basah di kedua bagian paru terutama daerah apeks. Pada pemeriksaan klinis
penderita ini datang dengan batuk darah, sesak dan berat badan yang menurun serta
ditemukan ronki.3,4,5
Tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA
positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif
apabila sedikitnya dua dari tiga pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA
hasilnya positif (Depkes RI, 2006).2,3
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu
foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. 1). Kalau hasil rontgen
mendukung tuberkulosis, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
2). Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi. Bila
ketiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas
(misalnya,
Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun
gejala klinis mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS. 1). Kalau hasil SPS positif,
didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis BTA positif. 2). Kalau hasil SPS tetap negatif,
lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.3,4
a.
Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis sebagai penderita TB BTA negatif
rontgen positif
b.
Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.
Berdasarkan diagnosis di atas WHO pada tahun 1991 memberikan kriteria pada
pasien TB paru menjadi : a). Pasien dengan sputum BTA positif adalah pasien yang pada
pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pada 2
kali pemeriksaan/1 sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai
dengan gambaran TB aktif atau 1 sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif.
b). Pasien dengan sputum BTA negatif adalah pasien yang pada pemeriksaan sputumnya
secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif
(Bahar, 2007).3,4 Pada penderita ini hasil pemeriksaan sputum BTA didapati hasil 3 positif
yang memberikan arti pasien ini menderita tuberkulosis.
Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan pergeseran hitung jenis ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal.
Laju endap darah (LED) mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
kembali ke normal dan jumlah limfosit masih tinggi, LED mulai turun ke arah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain juga didapatkan: anemia ringan dengan gambaran
10
normokrom normositer, gama globulin meningkat, dan kadar natrium darah menurun
(Depkes RI, 2006).2,3,4
Pada saat ini pemeriksaan penunjang radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi TB. Dalam beberapa hal pemeriksaan ini lebih memberikan
keuntungan, seperti pada kasus TB anak-anak dan TB milier yang pada pemeriksaan
sputumnya hampir selalu negatif. Lokasi lesi TB umumnya di daerah apeks paru tetapi
dapat juga mengenai lobus bawah atau daerah hilus menyerupai tumor paru. Pada awal
penyakit saat lesi masih menyerupai sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologinya
berupa bercak- bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi
sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas
dan disebut tuberkuloma (Depkes RI, 2006). Pemeriksaan penunjang pada penderita ini
adalah foto toraks yang menunjukkan adanya gambaran TB paru.3,4 Pada penderita ini
ditemukan infiltrat di daerah apex kanan sehingga memberikan kesan Tuberkulosis paru.
Pengobatan Tuberkulosis terdiri atas pengobatan umum dan pengobatan khusus.
Pengobatan umum adalah pengobatan terhadap gejala-gejala sistemik yang muncul.
Sementara pengobatan khusus adalah dengan pemberian obat-obatan yang bergolongan
bakterisid dan bakteriostatik (Obat Anti Tuberkulosis = OAT). Pengobatan umum seperti
pemberian antipiretik, perbaikan gizi, pengobatan komplikasi seperti batuk darah. Ada dua
jenis sediaan obat tuberkulosis yaitu obat lepas dan Kombinasi Obat Tetap (KDT).
Terdapat 2 macam aktifitas/sifat obat terhadap TB yaitu aktivitas bakterisid di mana obat
bersifat membunuh kumankuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif) dan
aktivitas sterilisasi, obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat
(metabolismenya kurang aktif). Aktivitas bakterisid biasanya diukur dari kecepatan obat
tersebut membunuh/melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil
yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka
kekambuhan setelah pengobatan dihentikan. Hampir semua OAT mempunyai sifat
bakterisid kecuali Etambutol dan Tiasetazon yang hanya bersifat bakteriostatik dan masih
berperan untuk mencegah resistensi kuman terhadap obat. Rifampisin dan Pirazinamid
mempunyai aktivitas sterilisasi yang baik, sedangkan INH dan Streptomisin menempati
urutan lebih bawah (Bahar & Amin, 2007).3,4,5
Obat-obat TB dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis regimen, yaitu obat lapis
pertama dan obat lapis kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke penghentian
pertumbuhan basil, pengurangan basil dormant dan pencegahan resistensi. Obat-obatan
lapis pertama terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol dan Streptomisin.
11
Sifat
Keterangan
Isoniazid (H)
Bakterisid
terkuat
Mekanisme
kerjanya
adalah
Bakterisid
ribonucleic
acid
(RNA)
M.
Tuberculosis
Pirazinamid (Z)
Bakterisid
Streptomisin (S)
Bakterisid
Etambutol (E)
Bakteriostatik
Kategoripen
gobatan
Fase awal
Pasien TB
(setiap hari / 3 x
TB
I
Fase Lanjutan
seminggu)
Kasus baru TB paru
2 EHRZ(SHRZ)
6 HE
2 EHRZ(SHRZ)
4 HR
2 EHRZ(SHRZ)
4 H3 R3
12
2 SHRZE / 1HRZE
5 H3R3E3
2 SHRZE / 1HRZE
5 HRE
2 HRZ atau2H3R3Z3
6 HE
2 HRZ atau2H3R3Z3
2 HR/4H
2 HRZ atau2H3R3Z3
2 H3R3/4H
setelah terputus
III
Dosis
harian : 5mg/kg BB
intermiten : 10 mg/kg BB 3x seminggu
harian = intermiten : 10 mg/kgBB
harian : 25mg/kg BB
intermiten : 35 mg/kg BB 3x seminggu
harian = intermiten : 15 mg/kgBB
Streptomisin (S)
Etambutol (E)
harian : 15mg/kg BB
intermiten : 30 mg/kg BB 3x seminggu
13
Pada penderita ini OAT yang dipilih adalah Kombinasi Dosis TetapObat Anti Tuberkulosis
Kategori II, yaitu 2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Zulkifli Amin, Asril Bahar. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Imu Penyakit Dalam FK
UI; 2006. h. 2211-2215
2. Tuberkulosis - Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia 2006.
3. Global tuberculosis control. WHO Report, 2003.
4. WHO
Tuberculosis
Fact
Sheet
no.
104.
Available
at:
15