Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


Mycobacterium Tuberculosis(M-TB). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.1
Gambaran adanya TB telah terekam sejak zaman dahulu kira-kira 150 juta yang lalu
bahkan adanya TB dapat ditelusuri dari peninggalan Mesir Kuno. Dunia medis baru
mengenal kuman TB paru setelah Robert Koch berhasil mengidentifikasinya pada abad ke19, tepatnya pada 24 Maret 1882 yang kemudian diperingati sebagai hari TB Dunia.1,2
Hingga saat ini TB masih tetap merupakan masalah kesehatan dan justru semakin
berbahaya, kurang lebih 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh M-TB. Pada bulan Maret 1992
WHO(World Health Organization) mendeklarasikan TB sebagai Global Health
Emergency.Perkiraan kasus TB secara global pada tahun 2009 insidens kasus 9,4 juta dan
prevalens kasus 14 juta dengan jumlah kasus terbanyak adalah regio Asia Tenggara (35%),
Afrika (30%), dan regio Pasifik Barat (20%). Dari hasil data WHO tahun 2009, Indonesia
menempati urutan kelima setelah India, China, Afrika Selatan, Nigeriadalam jumlah pasien
TB di dunia. Data penderita TB yang kambuh di dunia adalah sebanyak 282.839 kasus per
tahun dan data di Indonesia sebanyak 5.348 penderita.1,2,3
Penyakit ini tergolong penyakit rakyat yang banyak menyerang masyarakat yang
kurang mampu (yang hidupnya berdesak-desakan, rumah yang kurang ventilasi udara dan
matahari). Tetapi tidak tertutup kemungkinan dapat juga terjadi pada orang yang mampu.
Penularan TB paru dapat terjadi antara anggota keluarga, antar tetangga, lingkungan
sekolah, lingkugan kerja dan semua orang yang keadaan tubunhya lemah.1,2,3
Cara penularan TB yaitu terjadi pada saat penderita batuk atau bersin, maka pasien
menyabarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk
dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak yang dengan sinar matahari langsung
dapat membunuh kuman TB dan dapat bertahan beberapa jam dalam keadaan gelap dan
lembab.2,3
Berikut akan dilaporkan sebuah kasus tentang seorang pasien dengan Tuberkulosis
Paru putus obat.

BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien

: Tn. H. W.

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 61 tahun

Pendidikan

: Tamat SLTA

Pekerjaan

: Supir

Alamat

: Paniki I Lingkungan II

Bangsa

: Indonesia

Suku

: Minahasa

Agama

: Kristen Protestan

Tanggal Lahir

: Rumengkor, 4 September 1951

Status Perkawinan

: Menikah

Masuk Rumah Sakit : 29 Maret 2013

ANAMNESIS
Keluhan Utama
Batuk darah
Riwayat Penyakit Sekarang
Batuk darah dialami penderita sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Volume
darah yang keluar gelas aqua (60 cc). Batuk darah disertai dengan sesak dan nyeri
dada. Penderita ada riwayat batuk sejak 3 tahun terakhir, batuk berdahak. Sesak
dirasakan sejak 2 tahun terakhir, dirasakan hilang timbul. Sesak tidak dipengaruhi
oleh aktivitas pasien. Nyeri dada dirasakan penderita terutama saat pasien batuk.
Penderita juga ada berkeringat malam. Penurunan nafsu makan dialami oleh penderita,
diikuti dengan penurunan berat badan. Mual dan muntah tidak ada. Buang air besar dan
buang air kecil seperti biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu


Penderita memiliki riwayat penggunaan OAT 3 tahun yang lalu, namun putus obat.
Penggunaan OAT selama 3bulan, OAT di ambil di puskesmas. Tidak ada riwayat
diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol, penyakit jantung, ginjal, paru, hati, asam urat.
Riwayat Penyakit Keluarga
Hanya penderita yang sakit seperti ini di keluarga.
Riwayat Sosial
Penderita ada riwayat merokok dan konsumsi alkohol, namun sekarang tidak lagi.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesens
-

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 74 x/menit

Pernapasan

: 24 x/menit

Suhu badan

: 36,5C

TB/BB

: 165 cm / 45 kg

IMT

: 16,5 kg/m2

Kepala

: Simetris

Mata

: Konjungtiva anemis -/-, Skelra ikterik -/-

Telinga

: Sekret -/-

Hidung

: Sekret -/-

Tenggorokan

: T1-T1, Hiperemis (-)

Leher

: Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-),


Pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP 5+0 mmH2O

Thoraks

: Bentuk normal

Jantung

: Inspeksi

Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi

Ictus Cordis teraba

Perkusi

Batas kanan jantung ICS IV linea sternalis dextra


Batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra
3

Auskultasi

Bunyi jantung I dan II normal,bising (-)


M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1, A2>P2

- Paru-paru

: Inspeksi

simetris kiri = kanan

Palpasi

Stem Fremitus kiri = kanan

Perkusi

sonor kiri = kanan

Auskultasi

Suara pernapasan vesikuler, Wheezing -/Rhonki +/+ hampir seluruh lapangan paru,
Suara pernapasan vesikuler.

Abdomen

: Inspeksi

Datar

Palpasi

Lemas, NT (-), Hati dan Limpa tidak teraba.

Perkusi

Tympani, WD (-)

Auskultasi

BU (+) N

- Ekstremitas

: Akral hangat, edema -/-

- Refleks

: Refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit : 7900/mm3

Eritrosit

: 3,74 x 106/mm3

Hb

Ht

: 31,3 %

: 10,9 gr/dL

Trombosit : 327.000/mm3

2. Radiologi (X-foto thoraks)

Kesan: TB Paru
4

DIAGNOSIS
-

Hemoptisis e.c TB Paru putus obat

TERAPI
-

IVFD NaCl 0.9% 20 gtt/m

Asam Traneksamat 3x1 amp IV

Codein 3x15 mg tab

RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN


Sputum BTA 3x, Kultur sputum dan Uji kepekaan
Hematologi lengkap, SGOT, SGPT, Bilirubin total, direk, indirek, asam urat
Ureum, Kreatinin,LED, Na, K, Cl
EKG

FOLLOW UP
Hari Perawatan I - II, 30 - 31 Maret 2013
Keluhan batuk darah, sesak.
Keadaan umumsakit sedang, kesadaran compos mentis. Tekanan darah 140/80
mmHg, nadi 60 x/m, respirasi 28 x/menit, suhu 36.5oC. Pada pemeriksaan paru ronkhi +/+.
Penderita didiagnosis dengan Hemoptisis e.c susp. TB Paru putus obat.
Penderita diterapi dengan O2 2-4 l/m, IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit, Asam
Traneksamat 3x1 amp IV, Codein 3 x 15 mg tab. Penderita direncanakan untuk diperiksa
sputum BTA 3x.

Hari Perawatan III - IV, 1 - 2 April 2013


Keluhan batuk darah berkurang, sesak berkurang
Keadaan umumsakit sedang, kesadaran compos mentis. Tekanan darah 140/80
mmHg, nadi 82 x/m, respirasi 22 x/menit, suhu 36.3oC. Pada pemeriksaan paru didapatkan
simetris, stem fremitus kiri=kanan, sonor kiri=kanan, suara pernapasan vesikuler, ronkhi
+/+.
Hasil laboratorium:
Bilirubin total

: 0,37 mg/dL

Bilirubin direct

: 0,09 mg/dL

Glukosa darah sewaktu

: 117 mg/dL
5

Creatinin darah

: 0,7 mg/dL

Ureum darah

: 18 mg/dL

Uric acid darah

: 3,9 mg/dL

SGOT

: 16 U/L

SGPT

: 8 U/L

Natrium darah

: 146 mmol/L

Kalium darah

: 2,97 mmol/L

Chlorida darah

: 109,6 mmol/L

Penderita didiagnosis dengan Hemoptisis e.c susp. TB Paru putus obat +


Hipokalemia (2,97 mmol/L).
Penderita diterapi dengan IVFD NaCl 0,9% + KCl 25 mEq 14 gtt/m, Asam
Traneksamat 3x1 amp IV, Codein 3 x 15 mg tab. Hasil sputum BTA 3x menunggu hasil

Hari Perawatan V, 2 April 2013


Keluhan batuk darah tidak ada.
Keadaan umumsakit sedang, kesadaran compos mentis. Tekanan darah 120/70
mmHg, nadi 72 x/m, respirasi 22 x/menit, suhu 36.2oC. Pada pemeriksaan paru didapatkan
simetris, stem fremitus kiri=kanan, sonor kiri=kanan, suara pernapasan vesikuler, ronkhi
+/+. Hasil sputum BTA 3x: (+++). Penderita didiagnosis dengan TB Paru putus obat +
Hipokalemia. Penderita diterapi dengan IVFD NaCl 0,9% + KCl 25 mEq 14 gtt/m, Asam
Traneksamat 3x1 amp IV, Codein 3 x 15 mg tab, Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi
Dosisi Tetap (OAT-KDT) kategori II. Direncanakan untuk cek DL, Na, K, Cl.

Hari Perawatan VI, 3 April 2013


Keluhan batuk darah tidak ada.
Keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos mentis. Tekanan darah 120/70
mmHg, nadi 76 x/m, respirasi 22 x/menit, suhu 36.0oC. Pada pemeriksaan paru didapatkan
simetris, stem fremitus kiri=kanan, sonor kiri=kanan, suara pernapasan vesikuler, ronkhi
+/+. Penderita di diagnosis dengan TB putus obat. Penderita di terapi Codein 3x15mg tab.
OAT KDT kategori II: 1x3 tab 4KDT (Rifampisin150mg/Isoniazid 75mg/Pirazinamid
400mg/Etambutol 275mg) + Streptomisin inj. 750mg (2RHEZS/1RHEZ/5RHE artinya 2
bulan pemberian Rif,INH,Etambutol, PZA dan injeksi Strepto/1 bulan pemberian
Rif,INH,Etambutol, PZA tanpa strepto/5 bulan pemberian Rif,INH,Etambutol) Pasien
diperbolehkan untuk rawat jalan.
6

BAB III
PEMBAHASAN

Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis yang bisa menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya.
Penyakit ini merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh pembentukan
hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell mediated hypersensitivity). Penyakit
tuberkulosis yang aktif bisa menjadi kronis dan berakhir dengan kematian apabila tidak
dilakukan pengobatan yang efektif (Daniel, 1999).1,2Klasifikasi penyakit tuberkulosis
berdasarkan organ tubuh yang diserang kumanMycobacterium tuberculosis terdiri dari
tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Sedangkan tuberkulosis
ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru misalnya,
pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain (Depkes RI, 2006).2,3
Pembagian tipe penderita Tuberkulosis yaitu:
a. Kasus baru
Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
mengkonsumsi OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b.

Kambuh (relaps)
Penderita Kambuh mendapat pengobatan tuberkulosa dan telah dinyatakan sembuh,
kemudian kembali lagi berobat dengan pemeriksaan dahak BTA positif.

c.

Pindahan (transfer in)


Pindahan (transfer in) adalah pasien yang sedang mendapat pengobatan di suatu
kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan
tersebut harus membawa surat rujukan / pindah (formulir TB).

d.

Setelah lalai/putus obat (pengobatan setelah default / drop out)


Setelah lalai (pengobatan setelah default / drop out) adalah pasien yang sudah
berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang
kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif.

e.

Gagal
Gagal adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan kelima (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau pada
7

akhir pengobatan. Atau penderita dengan hasil BTA negatif rontgen positif pada
akhir bulan kedua pengobatan.
f.

Kasus kronis
Kasus kronis adalah pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori II dengan pengawasan yang baik.

g.

Tuberkulosis resistensi ganda


Tuberkulosis resistensi ganda adalah tuberkulosis yang menunjukkan resistensi
terhadap Rifampisin dan INH dengan/tanpa OAT lainnya (Depkes RI, 2006).
Pada pasien ini berdasarkan pembagian penderita Tuberkulosis adalah pasien dengan

TB paru putus obat. Dasar klasifikasi ini adalah berdasarkan anamnesis dimana ditemukan
riwayat pengobatan OAT 3 tahun lalu tidak sampai tuntas. Saat itu penderita merasakan
sudah tidak batuk, sehingga penderita memutuskan untuk berhenti minum obat. Selama 3
tahun itu gejala batuk tidak pernah membaik, sehingga pada akhirnya penderita masuk
rumah sakit dengan gejala bartuk berdarah.2,3
Sumber penularan adalah melalui pasien tuberkulosis paru BTA (+). Pada waktu
batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak). Kuman yang berada di dalam droplet dapat bertahan di udara pada suhu kamar
selama beberapa jam dan dapat menginfeksi individu lain bila terhirup ke dalam saluran
nafas. Kuman tuberkulosis yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
limfe, saluran pernafasan, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya
(Depkes RI, 2006). 2,3
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
tuberkulosis. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati
sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai ke alveolus dan menetap
di sana. Infeksi dimulai saat kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara
membelah diri di paru yang mengakibatkan radang dalam paru. Saluran limfe akan
membawa kuman ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut kompleks primer.
Waktu terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadi perubahan reaksi tuberkulin dari negatif
menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan
besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya respon daya tahan
tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis. Meskipun
demikian, ada beberapa kuman menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur).
8

Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman.


Akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi pasien tuberkulosis.
Masa inkubasi mulai dari seseorang terinfeksi sampai menjadi sakit, membutuhkan waktu
sekitar 6 bulan (Depkes RI, 2006) 3,4
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV
atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru
yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura (Depkes RI, 2006).2,3,4
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis.
Pada pasien TB paru gejala klinis utama adalah batuk terus menerus dan berdahak
selama 3 minggu atau lebih. Gejala tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk darah,
sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun,
rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan dan
demam/meriang lebih dari sebulan (Depkes RI, 2006).Pada penderita ini ditemukan
riwayat batuk berdarah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan batuk berlendir sejak 3
tahun yang lalu. Selain itu didapati gejala sistemik berupa panas, lemah badan, nafsu
makan menurun, berat badan menurun dan berkeringat malam. Pada penderita ini tidak
ditemukan adanya gejala paru lain seperti sesak napas dan nyeri dada. 3,4
Pemeriksaan pertama pada keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva
mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat
badan menurun. Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan
terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Pada TB
paru lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot
interkostal. Bila TB mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura sehingga paru yang
sakit akan terlihat tertinggal dalam pernapasan, perkusi memberikan suara pekak,
auskultasi memberikan suara yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali. Dalam
penampilan klinis TB sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai dengan
didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang
positif (Bahar, 2007). Pemeriksaan fisik pada penderita ini adalah suhu demam (subfebris),
badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak
menunjukkan suatu kelainan terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi
secara asimtomatik. Pada penderita ini tanda-tanda TB paru lanjut dengan fibrosis yang
luas belum ditemukan Pada pemeriksaan auskultasi paru, memberikan napas tambahan
9

berupa ronchi basah di kedua bagian paru terutama daerah apeks. Pada pemeriksaan klinis
penderita ini datang dengan batuk darah, sesak dan berat badan yang menurun serta
ditemukan ronki.3,4,5
Tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA
positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif
apabila sedikitnya dua dari tiga pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA
hasilnya positif (Depkes RI, 2006).2,3
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu
foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. 1). Kalau hasil rontgen
mendukung tuberkulosis, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
2). Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi. Bila
ketiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas

(misalnya,

Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun
gejala klinis mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS. 1). Kalau hasil SPS positif,
didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis BTA positif. 2). Kalau hasil SPS tetap negatif,
lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.3,4
a.

Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis sebagai penderita TB BTA negatif
rontgen positif

b.

Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.
Berdasarkan diagnosis di atas WHO pada tahun 1991 memberikan kriteria pada

pasien TB paru menjadi : a). Pasien dengan sputum BTA positif adalah pasien yang pada
pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pada 2
kali pemeriksaan/1 sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai
dengan gambaran TB aktif atau 1 sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif.
b). Pasien dengan sputum BTA negatif adalah pasien yang pada pemeriksaan sputumnya
secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif
(Bahar, 2007).3,4 Pada penderita ini hasil pemeriksaan sputum BTA didapati hasil 3 positif
yang memberikan arti pasien ini menderita tuberkulosis.
Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan pergeseran hitung jenis ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal.
Laju endap darah (LED) mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
kembali ke normal dan jumlah limfosit masih tinggi, LED mulai turun ke arah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain juga didapatkan: anemia ringan dengan gambaran

10

normokrom normositer, gama globulin meningkat, dan kadar natrium darah menurun
(Depkes RI, 2006).2,3,4
Pada saat ini pemeriksaan penunjang radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi TB. Dalam beberapa hal pemeriksaan ini lebih memberikan
keuntungan, seperti pada kasus TB anak-anak dan TB milier yang pada pemeriksaan
sputumnya hampir selalu negatif. Lokasi lesi TB umumnya di daerah apeks paru tetapi
dapat juga mengenai lobus bawah atau daerah hilus menyerupai tumor paru. Pada awal
penyakit saat lesi masih menyerupai sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologinya
berupa bercak- bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi
sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas
dan disebut tuberkuloma (Depkes RI, 2006). Pemeriksaan penunjang pada penderita ini
adalah foto toraks yang menunjukkan adanya gambaran TB paru.3,4 Pada penderita ini
ditemukan infiltrat di daerah apex kanan sehingga memberikan kesan Tuberkulosis paru.
Pengobatan Tuberkulosis terdiri atas pengobatan umum dan pengobatan khusus.
Pengobatan umum adalah pengobatan terhadap gejala-gejala sistemik yang muncul.
Sementara pengobatan khusus adalah dengan pemberian obat-obatan yang bergolongan
bakterisid dan bakteriostatik (Obat Anti Tuberkulosis = OAT). Pengobatan umum seperti
pemberian antipiretik, perbaikan gizi, pengobatan komplikasi seperti batuk darah. Ada dua
jenis sediaan obat tuberkulosis yaitu obat lepas dan Kombinasi Obat Tetap (KDT).
Terdapat 2 macam aktifitas/sifat obat terhadap TB yaitu aktivitas bakterisid di mana obat
bersifat membunuh kumankuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif) dan
aktivitas sterilisasi, obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat
(metabolismenya kurang aktif). Aktivitas bakterisid biasanya diukur dari kecepatan obat
tersebut membunuh/melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil
yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka
kekambuhan setelah pengobatan dihentikan. Hampir semua OAT mempunyai sifat
bakterisid kecuali Etambutol dan Tiasetazon yang hanya bersifat bakteriostatik dan masih
berperan untuk mencegah resistensi kuman terhadap obat. Rifampisin dan Pirazinamid
mempunyai aktivitas sterilisasi yang baik, sedangkan INH dan Streptomisin menempati
urutan lebih bawah (Bahar & Amin, 2007).3,4,5
Obat-obat TB dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis regimen, yaitu obat lapis
pertama dan obat lapis kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke penghentian
pertumbuhan basil, pengurangan basil dormant dan pencegahan resistensi. Obat-obatan
lapis pertama terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol dan Streptomisin.
11

Obat-obatan lapis dua mencakup Rifabutin, Ethionamid, Cycloserine, Para-Amino


Salicylic acid, Clofazimine, Aminoglycosides di luar Streptomycin dan Quinolones. Obat
lapis kedua ini dicadangkan untuk pengobatan kasus-kasus multi drug resistance. Obat
tuberkulosis yang aman diberikan pada perempuan hamil adalah Isoniazid, Rifampisin, dan
Etambutol (Bahar & Amin, 2007). Jenis OAT lapis pertama dan sifatnya dapat dilihat pada
tabel di bawah.3,4,5,6
Tabel 1. Jenis dan Sifat OAT
Jenis OAT

Sifat

Keterangan

Isoniazid (H)

Bakterisid

Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam

terkuat

keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang


berkembang.

Mekanisme

kerjanya

adalah

menghambat cell-wall biosynthesispathway


Rifampicin (R)

Bakterisid

Rifampisin dapat membunuh kuman semidormant


(persistent) yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniazid.
Mekanisme kerjanya adalah menghambat polimerase
DNA-dependent

ribonucleic

acid

(RNA)

M.

Tuberculosis
Pirazinamid (Z)

Bakterisid

Pirazinamid dapat membunuh kuman yang berada


dalam sel dengan suasana asam. Obat ini hanya
diberikan dalam 2 bulan pertama pengobatan.

Streptomisin (S)

Bakterisid

Obat ini adalah suatu


antibiotik golongan aminoglikosida dan bekerja
mencegah pertumbuhan organisme ekstraselular.

Etambutol (E)

Bakteriostatik

Tabel 2. Berbagai Panduan Alternatif Untuk setiap Kategori Pengobatan


Paduan pengobatan TBalternatif

Kategoripen
gobatan

Fase awal

Pasien TB

(setiap hari / 3 x

TB
I

Fase Lanjutan

seminggu)
Kasus baru TB paru

2 EHRZ(SHRZ)

6 HE

dahak positif; kasus baru TB

2 EHRZ(SHRZ)

4 HR

paru dahak negatif dengan

2 EHRZ(SHRZ)

4 H3 R3

12

kelainan luas diparu; kasus baru


TB ekstra-pulmonal berat
II

Kambuh, dahak positif;

2 SHRZE / 1HRZE

5 H3R3E3

pengobatan gagal; pengobatan

2 SHRZE / 1HRZE

5 HRE

Kasus baru TB paru

2 HRZ atau2H3R3Z3

6 HE

dahak negatif (selain

2 HRZ atau2H3R3Z3

2 HR/4H

dari kategori I); kasus baru TB

2 HRZ atau2H3R3Z3

2 H3R3/4H

setelah terputus
III

ekstrapulmonal yang tidak berat


IV

Kasus kronis (dahak

TIDAK DIPERGUNAKAN (merujuk ke

masih positif setelah

penuntun WHO guna pemakaian obat lini

menjalankan pengobatan ulang)

kedua yang diawasi pada pusat-pusat


spesialis)

Tabel 3. Dosis Obat yang Dipakai di Indonesia


Jenis
Isoniazid (H)
Rifampicin (R)
Pirazinamid (Z)

Dosis
harian : 5mg/kg BB
intermiten : 10 mg/kg BB 3x seminggu
harian = intermiten : 10 mg/kgBB
harian : 25mg/kg BB
intermiten : 35 mg/kg BB 3x seminggu
harian = intermiten : 15 mg/kgBB

Streptomisin (S)

usia sampai 60 th : 0,75 gr/hari


usia > 60 th : 0,50 gr/hari

Etambutol (E)

harian : 15mg/kg BB
intermiten : 30 mg/kg BB 3x seminggu

13

Dosis panduan OAT KDT kategori II

Pada penderita ini OAT yang dipilih adalah Kombinasi Dosis TetapObat Anti Tuberkulosis
Kategori II, yaitu 2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3.

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Zulkifli Amin, Asril Bahar. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Imu Penyakit Dalam FK
UI; 2006. h. 2211-2215
2. Tuberkulosis - Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia 2006.
3. Global tuberculosis control. WHO Report, 2003.
4. WHO

Tuberculosis

Fact

Sheet

no.

104.

Available

at:

http//www.who.tuberculosis.htm. Accesed on March 3, 2013.


5. Rasjid R. Patofisiologi dan diagnostik tuberkulosis paru. Dalam: Yusuf A,
Tjokronegoro A. Tuberkulosis paru pedoman penataan diagnostik dan terapi.
Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 1985:1-11
6. Winariani. Pedoman penanganan tuberkulosis paru dengan resistensi multi obat
(MDR-TB). Kumpulan naskah ilmiah tuberkulosis. Pertemuan Ilmiah Nasional
Tuberkulosis PDPI, Palembang 1997

15

Anda mungkin juga menyukai