PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik. Sebagai
negara republik indonesia dipimpin oleh seorang presiden yang di bantu olaepara mentri dan
lembaga-lembaga yang lain. Ada tiga lembaga yang dikenal dalam pemerintahan Indonesia
yaitu : eksekutif . legislatif dan yudikatif. Ketiga lembaga ini memiliki hak dan kewajiban
masing masing. Lembaga eksekutif bertugas untuk mebuat peraturan-peraturan, legislatif
menjalankan aturan-aturan yang telah dibuat dan yudikatif sebagai pengawas peraturanperaturan. Semua tugas dari setiap lembaga untuk menacapai tujuan negara yaitu
mensejahterakan kehidupan rakyat dan mewujudkan negara yang adil, aman dan tentram
sesuai dengan isi pembukaan UUD45.
Indonesia sebagai negara demokrasi yang berarti semua kekuasaan ada ditangan rakyat.
Rakyatlah yang menentukan dan memilih pejabat negara melalui pemilihan umum.
Pemerintah-pemerintah yang dipilih melalui forum yang disebut partai. Setiap partai berhak
mempromosikan dirinya agar dapat menyita perhatian rakyat dan memilihnya sebagai pejabat
negara yang dipercaya oleh rakyat. Pejabat negarayang terpilih diharapkan dapat mengayomi
dan memberika kesejahteraan rakyat, namun fenimena yang berbeda telah terjadi sejak
pemerintahan setelah presiden Soeharto memertintah sebagai presiden. Para pejabat negara
menyalahgunakan tugas mereka untuk memperkaya diri sendiri, melupakan kesejahteraan
rakyat dan lebih mementingkan kepentingan pribadi mereka. Fenomena ini menimbulkan
suatu masalah sosial pada negara Indonesia.
Negara indonesia sangat kental dengan budaya timur yang dianut yaitu menjunjung tinggi
harmonisme hubungan antar sesama, toleransi dan saling menghargai antar masyrakatnya.
Hal ini sangat bertentangan dengan fenomena yang terjadi pada para pejabat negara yang
lebih cenderung mementingkan kepentingan pribadi mereka dan melupakan tujuan umum
dari negara Indonesia sehingga terjadi kesenjangan antara perekonomian antar rakyat kecil
dan para petinggi negara. Masyarakat yang miskin semakin miskin dan yang kaya semakin
kaya, maka dari itu kami mengambil tema ini sebagai bahan untuk makalah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Patologi sosial didefinisikan sebagai semua tingkah laku yang bertentangan dengan
norma kebaikan, stabilitas lokal, pola keserhanaan, moral, hak milik, solidaritas
kekeluargaan, hidup rukun bertetngga, disiplin,kebaikan, dan hukum formal. Sebagai hal
yang bertentangan dengan norma patologi sosial diartikan sebagai masalah-masalh sosial
yang terjadi dimasyarakat baik itu dilakukan oleh perseorangan atau kelompok tertentu.
Fenomena ini melahirkan kesenjangan yang terjadi pada suatu wilayah negara.
Korupsi merupakan benalu sosial yang merusak sendi-sendi struktur pemerintahan dan
menjadi hambtan paling utama bagi pembanginan. Ada orangyang mengatakan korupsi
merupakan seni kehidupan dan menjadi salah satu aspek kebudayaan kita. Lanjutan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Patologi Sosial
para sosiologi mendefinisikan patologi social sebagai : Semua tigkah laku yang
bertentangan dengan norma kebaikan ,staboilitas local, pola kesederhanaan ,moral,hak milik,
solidaritas kekeluargaan ,hiup rukun bertetangga ,disiplin ,kebaikan ,dan hukum formal.
Menurut etimologi patologi sosial berasal dari dua kata patologi dan sosial. Patologi
(pathos= penderitaan,penyakit ): Ilmu tentang gejala gejala sosial yang dianggap sakit,
disebabkan oleh faktor faktor sosial
3.2. Perbuatan patologi sosial
Perbuatan patologi sosial meliputi :
1. Semua bentuk tingkah laku yang melanggar atau memperkosa adat istiadat masyarkat
2. Situasi social yang dianggap oleh sebagian besar warga masyarkat sebagai
mengganggu ,tidak dikehendaki ,berbahaya dan merugikan banyak orang.
Contoh contoh perbuatannya :
1. Perjudian
Perjudian itu merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat satu bentuk
patologi sosial.Sejarah perjudian sudah sejak beribu ribu tahun yang
lalu,sejak dikenalkan sejarah manusia.
2. Korupsi
Merupakan benalu sosial yang merusak sendi sendi struktur pemerintah dan
menjadi hambatan paling utama bagi pembangunan.
3. Kriminalitas
Merupakan peristiwa herediter (bawaan sejak lahir,warisan) juga bukan
merupakan warisan biologis .Tingkahlaku kriminal itu bisa dilakukan oleh
siapapun juga ,baik wanita maupun pria; dapat berlangsung pada usia anak
,dewasa maupun lanjut umur.
4. Pelacuran
kriterium dari tidak adanya institusional politik yang efektif, dan dari kurang yang
berfungsinya sistem kontrol dan yudikatif. Banyak pegawai negri dan pejabat tidak lagi
mempunyai otonam dan tidak punya pertalian dengan rakyat yang harus diberi pelayanan
sosial .Sebab mereka justru mengaitkan pernanan kelembaannya dengan tuntutan tuntutan
eksternal
yaitu pihak
pihak
3.4. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi terjadinya tindakan korupsi
a. Korupsi dalam pandangan Sosial budaya
Mohammad Hatta mengatakan bahwa korupsi adalah masalah budaya,
artinya bahwa korupsi di Indonesia tidak mungkin diberantas kalau masyarakat
secara keseluruhan tidak bertekad untuk memberantasnya. Secara historical sisa -sisa
budaya dalam sistem feodal yang menganggaap, menerima sesuatu dari rakyat,
walaupun untuk itu rakyat sendiri harus berkorban dan menderita, tidaklah
merupakan perbuatan tercela dan penerimaan itu jelas tidak dapat dimasukkan
sebagai perbuatan korupsi karna dianggap wajar . Artinya, kebudayaan bangsa
Indonesia dewasa ini masih belum berubah ke arah menolak sama sekali system.
b. Korupsi dalam pandangan Politik
Pada umumnya korupsi dimasukkan orang sebagai masalah politik karena
menyangkut penyalahgunaan (misuse) kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi.
Pemerintah telah merumuskan UU Anti Korupsi yang terdiri dari empat unsur
penting, yaitu unsur penyalahgunaan wewenang, unsur memperkaya diri sendiri atau
korporasi, unsur merugikan keuangan negara dan unsur pelanggaran hukum. Kalau
terjadi tindak korupsi, pelakunya langsung bisa dijerat dengan tuduhan atas empat
unsur tersebut.
c. Korupsi dalam pandangan Psikologi
Secara umum munculnya perilaku dalam teori psikologi adalah hasil
fungsional antara faktor personal yang bersifat internal dengan faktor enveronmental
yang bersifat ekternal, dengan rumus B=f ( P x E). Faktor personal sebagai atribut
individual terdiri dari; kognitif, affektif, personality, sikap, belif, motivasi, sosial
skill dan lain-lain, sedangkan faktor eksternal, adalah lingkungan sosial, budaya,
agama, pendidikan, gaya hidup dan yang lainnya.
Teori ini bisa dipakai dalam memahami perilaku korupsi, salah satu atribut
individualnya adalah masalah motivasi. (Djamaludin ancok, 2004), merujuk pada teori
motivasi berprestasi dari Mc Clelland, motivasi berprestasi adalah dorongan pada individu
untuk meningkatkan prestasi kerjanya karna individu yang memiliki motivasi berprestasi
yan tinggi akan selalu ingin mengerjakan sesuatu dengan sebaik-baiknya dengan
meletakkan standar yang tinggi pada kualitas hasil pekerjaannya.
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi suka dengan tantangan dan
tidak puas dengan hasil kerjanya yang setengah-setengah atau mutu yang rendah,
disamping itu mereka mengunakan cara-cara yang a-moral atau jalan pintas dalam
mencapai tujuannya. Penelitian yang menghubungakan antara motivasi berprilaku a-moral
(mencuri, menipu, dll) dengan motivasi berprestasi, melihatkan hubungan negatif. Artinya
individu yang motivasi berprestasinya tinggi tidak menyukai perbutan yang a-moral
(Djamaludinancok,2004). Sebaliknya individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah,
akan bekerja asal jadi, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan yang
besar dengan bekerja santai, malas-malasan tetapi tetap menerima gaji yang besar,
kalaupun gajinya kecil mereka menjadiikannya alasan untuk malas bekerja dan melakukan
pembenaran untuk menggunakan wewenangnya dalam mendapatkan uang tambahan,
pelicin
suapdansebagainya.
Penyebab dari faktor eksternal salah satunya adalah berdasarkan perhitungan pendekatan
rasional-analitis, tindakan korupsi tersebut adalah hasil dari realisasi keputusan yang telah
diambil berdasarkan pada faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pengambilan
keputusan tersebut seperti rumus tindakan kejahantan yang telah di paparkan sebelumnya
yaitu,
SU=
Dalam rumus ini SU (Subjective Utility), yaitu pertimbangan pelaksanaan pelaku korupsi
dilakukan atau tidak tergantung dari p(S) (Probability of Success) sejauh mana
kemungkinan akan keberhasilannya ditambah faktor G (Gain) yaitu besar atau kecilnya
keuntungan yang akan diperoleh kemudian pertimbangan p(F) (Probability of Fail) yaitu
besar atau kecilnya kemungkinan akan kegagalan dan factor L (Loss) yaitu besar atau
kecilnya kerugian yang akan di terima jika tertangkap atau diketahui.
Jika kemungkin besar berhasil lebih tinggi dari kemungkinan gagal, karena kekuasaan
dan wewenangnya, kemudian di tambah dengan kemungkinan mendapatkan keuntungan yang
besar dari kerugian, karena korupsinya milyaran, hukumamnya hanya, 2 sampai 7 tahun dan
akan banyak lagi potongan remisi segala macam serta fasilitasnya berbeda dengan napi lain
kalau ketangkap, maka kemungkinan untuk korupsi akan semakin besar pada diri individu.
Selain faktor di atas banyak lagi aspek psikologis yang menyebabkan seseorang untuk
melakukan korupsi, personality yang tidak sehat, tidak mandiri, lokus of control terhadap
prilaku yang rendah, ketidak matangan emotional, proses berfikir jangka pendek, pengaruh
kelompok sosial, gaya hidup yang hedonism dan lain sebagainya mendorong seseorang untuk
berprilaku menyimpang dan menghalakan segala cara.
3.5. upaya pemerintah untuk menanggulangi masalah korupsi di Indonesia
1. Aparat Kepolisian
Polisi merupakan salah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Tugas dan wewenang kepolisian
diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Dalam
kaitannya dengan kasus korupsi polisi memiliki hak dalam penyelidikan, yaitu
serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang
diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undan dan penyidikan. Selain itu
polisi juga memiliki hak penyidikan, yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal
dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana
yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Hal ini sebagimana yang dijelaskan
dalam pasal 14 UU No 2 Tahun 2002 yang berbunyi melakukan penyelidikan dan
penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan
peraturan perundang-undangan lainnya. Selain itu kepolisian juga berwenang untuk
menghentikan penyidikan sebagaiman yang di ungkapkan dalam pasal 16 bahwa :
Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan
14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk
: h. Mengadakan penghentian penyidikan.
2. Kejaksaan
Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan Negara
di bidang penuntutan serta kewenagan lain berdasarkan undang-undang. Kejaksaan
dipimpin oleh Jaksa Agung yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Dalam kaitanya dengan upaya pemberantasan korupsi kejaksaan memiliki wewenang
untuk melakukan penyelidikan dan penuntutan sebagaimana yang tertuang dalam
pasal UU No 16 Tahun 2004. Wewenang yang dimiliki kejaksaan menjadi lebih
sempit sejak ditetapkan UU No 16 2004 yang pada undang-undang sebelumnya
(Kepres No 55 Tahun 1991) selain memiliki wewenang penyelidikan dan penuntutan
juga memiliki wewenang dalam penyidikan. Meskipun begitu, kejaksaan masih
memilki kewenagan secara yuridis dalam penyidikan sebagaimana dalam pasal (27)
PP No. 27 Tahun 1983 (tentang pelaksanaan KUHP Bab VII PenyidikanTerhadap
Tindak PidanaTertentu) bahwa penyidikan menurut ketentuan khusus acara pidana
sebagaimana tersebut pada UU tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 284
KUHAP dilaksanakan oleh penyidik, Jaksa dan pejabat penyidik yang berwenang
lainnya berdasarkan peraturan perundang- undangan. Dalam pelaksanaan tugas
dan wewenang, kejaksaan memiliki wewenang untuk membina hubungan kerja sama
dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainya.
Dalam UU yang terakhir ini (UU No 16 Tahun 2004) juga mengurangi wewenang
kejaksaan
dalam
pemberhentian
penyelidikan,
penyidikan
dan
penuntutan
sebagaimana yang diatur dalam Kepres No 55 Tahun 1991. Meskipun begitu dalam
pasal 32 kejaksaan diserahi tugas dan wewenang lain dalam undang-undang sehingga
kejaksaan juga memilki wewenang untuk mengelurtkan suarat pemberhentian
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan (SP3) berdasarkan pasal 109 Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHP).
3. KPK ( Komisi Pemberantas Korupsi)
Pembentukan KPK merupakkan pola baru dalam menindak lajuti kasus
korupsi yang sebelumnya ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan diniliai belum
maksimal dalam menjalankan tugas sebagai lembaga pemberantas korupsi sehinga
diperlukan suatu lembaga yang independen, profesional, dan akuntabel[7]. Hal ini
sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 30 Tahun 2002 huruf b, yaitu bahwa
Lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum
berfungsi secara efektif dan efisien dalam dalam memberantas tidak pidana korupsi.
KPK dalam menjalaskan tugasnya sebagai pemeberantas korupsi tidak bertanggung
jawab terhadap presiden sebagaimana lembaga seniornya yaitu kepolisian dan
kejaksaan tetapi bertanggung jawab langsung terhadap publik atau masyarakat.
Adapun tugas, kewajiban dan wewenang KPK juga diatur dalam UU N0. 30
Tahun 2002. Dalam pasal 6 dijelaskan bahwa KPK memiliki tugas dan wewengan :
(1) koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi, (2)
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Korupsi merupakan benalu social yang merusak sendi-sendi struktur
pemerintah dan menjadi hambatan paling utama bagi pembangunan. Fakator-faktor yang
mempengaruhi tindakan korupsi adalah korupsi dalam pandangan Sosial budaya, dalam
pandangan Politik, dalam pandangan Psikologi. Perbuatan-perbuatan yang bisa dimasukkan
ke dalamperbuatan korup adalah Penggelapan, penyogokan, penyuapan, kecerobohan
administrasi dengan intensi mencuri kekayaan Negara, pemerasan dll.
DAFTAR PUSTAKA
http://santrikeren.wordpress.com/sosial-politik/relasi-antar-lembaga-institusi-pemerintahdalam-pengelolaan-korupsi/