Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN
Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai
di klinik di seluruh dunia, terutama di negara berkembang. Diperkirakan
lebih dari 30% jumlah penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita
anemia. Kelainan ini mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan
sosial dan ekonomi serta kesehatan fisik.
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi
merupakan gejala dari berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu
penentuan penyakit dasar juga penting dalam pengelolaan kasus
anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang mendasari, anemia
tidak dapat diberikan terapi yang tuntas.
Berdasarkan standar kompetensi dokter Indonesia yang dibuat
oleh Divisi Standar Pendidikan Kolegium Dokter Indonesia, dokter
umum diharapkan dapat menegakkan diagnosis anemia (defisiensi besi,
megaloblastik, aplastik, hemolitik) berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan laboratorium. Untuk anemia defisiensi besi, dokter umum
harus mampu melakukan penanganan. Untuk anemia megaloblastik,
aplastik, hemolitik, dokter umum hanya sampai tahap merujuk serta
mengetahui komplikasi penyakit tersebut. Oleh karena itu, dalam referat
ini akan dibahas mengenai keempat jenis anemia tersebut.

M.Septian Saad

Page 1

BAB II
ANEMIA
2.1 Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan
jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke
jaringan perifer.
2.2 Kriteria
Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan
massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan
hitung eritrosit. Harga normal hemoglobin sangat bervariasi secara
fisiologis tergantung jenis kelamin, usia, kehamilan dan ketinggian
tempat tinggal.
Kriteria anemia menurut WHO adalah:
2.3 Klasifikasi
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi.
Klasifikasi morfologi didasarkan pada ukuran dan kandungan
hemoglobin
Menurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3
macam yaitu gangguan produksi sel darah merah pada sumsum tulang
(hipoproliferasi), gangguan pematangan sel darah merah (eritropoiesis
M.Septian Saad

Page 2

yang tidak efektif), dan penurunan waktu hidup sel darah merah
(kehilangan darah atau hemolisis).
1. Hipoproliferatif
Hipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemia
hipoproliferatif ini dapat disebabkan karena:
a. Kerusakan sumsum tulang
Keadaan ini dapat disebabkan oleh obat-obatan, penyakit
infiltratif (contohnya: leukemia, limfoma), dan aplasia sumsum tulang.
b. Defisiensi besi
c. Stimulasi eritropoietin (EPO) yang inadekuat. Keadaan ini terjadi
pada gangguan fungsi ginjal
d. Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi
(misalnya: interleukin 1)
e.

Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya pada

keadaan hipotiroid)
Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom
normositer, namun dapat pula ditemukan gambaran eritrosit yang
hipokrom mikrositer, yaitu pada defisiensi besi ringan hingga sedang
dan penyakit inflamasi. Kedua keadaan tersebut dapat dibedakan
melalui pemeriksaan persediaan dan penyimpanan zat besi.

M.Septian Saad

Page 3

2. Gangguan pematangan
Pada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar
retikulosit yang rendah, gangguan morfologi sel (makrositik atau
mikrositik), dan indeks eritrosit yang abnormal. Gangguan pematangan
dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu:
a. Gangguan pematangan inti
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa
makrositik. Penyebab dari gangguan pematangan inti adalah defisiensi
asam folat, defisiensi vitamin B12, obat-obatan yang mempengaruhi
metabolisme DNA (seperti metotreksat, alkylating agent), dan
myelodisplasia.

Alkohol

juga

dapat

menyebabkan

gangguan

pematangan inti, namun keadaan ini lebih disebabkan oleh defisiensi


asam folat.
b. Gangguan pematangan sitoplasma
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa
mikrositik dan hipokromik. Penyebab dari gangguan pematangan
sitoplasma adalah defisiensi besi yang berat, gangguan sintesa globin
(misalnya pada thalasemia), dan gangguan sintesa heme (misalnya pada
anemia sideroblastik)
3. Penurunan waktu hidup sel darah merah

M.Septian Saad

Page 4

Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh kehilangan darah atau


hemolisis. Pada kedua keadan ini akan didapatkan peningkatan jumlah
retikulosit. Kehilangan darah dapat terjadi secara akut maupun kronis.
Pada fase akut, belum ditemukan peningkatan retikulosit yang
bermakna karena diperlukan waktu untuk terjadinya peningkatan
eritropoietin dan proliferasi sel dari sumsum tulang. Sedangkan pada
fase kronis gambarannya akan menyerupai anemia defisiensi besi.
Gambaran dari anemia hemolitik dapat bermacam-macam, dapat akut
maupun kronis. Pada anemia hemolisis kronis, seperti pada sferositosis
herediter, pasien datang bukan karena keadaan anemia itu sendiri,
melainkan karena komplikasi yang ditimbulkan oleh pemecahan sel
darah merah dalam jangka waktu lama, seperti splenomegali, krisis
aplastik, dan batu empedu. Pada keadaan yang disebabkan karena
autoimun, hemolisis dapat terjadi secara episodik (self limiting)

M.Septian Saad

Page 5

Gambar 1: klasifikasi anemia berdasarkan indeks eritrosit


1. Mean Cell Hemoglobin Concentration (MCHC) = hemoglobin x 10
Hematokrit (N: 33 + 2%)
- Leukosit (N : 4500 11.000/mm3)
- Trombosit (N : 150.000 450.000/mm3)
2. Sediaan Apus Darah Tepi
M.Septian Saad

Page 6

a. Ukuran sel
b. Anisositosis
c. Poikolisitosis
d. Polikromasia
3. Hitung Retikulosit ( N: 1-2%)
4. Persediaan Zat Besi
a. Kadar Fe serum ( N: 9-27mol/liter )
b. Total Iron Binding Capacity ( N: 54-64 mol/liter)
c. Feritin Serum ( N : 30 mol/liter ; : 100 mol/liter)
5. Pemeriksaan Sumsum Tulang
a. Aspirasi
- E/G ratio
- Morfologi sel
- Pewarnaan Fe
b. Biopsi
- Selularitas
- Morfologi

M.Septian Saad

Page 7

I. Pemeriksaan Complete Blood Count (CBC)


Kriteria apakah seseorang menderita anemia dapat dilihat dari
kadar hemoglobin dan hematokritnya. Selain itu, indeks eritrosit dapat
digunakan untuk menilai abnormalitas ukuran eritrosit dan defek sintesa
hemoglobin.
Bila MCV < 80, maka disebut mikrositosis dan bila > 100 dapat
disebut sebagai makrositosis. Sedangkan MCH dan MCHC dapat
menilai adanya defek dalam sintesa hemoglobin (hipokromia)
II. Sediaan Apus Darah Tepi (SADT)
SADT akan memberikan informasi yang penting apakah ada
gangguan atau defek pada produksi sel darah merah. Istilah anisositosis
menunjukkan ukuran eritrosit yang bervariasi, sedangkan poikilositosis
menunjukkan adanya bentuk dari eritrosit yang beraneka ragam.
III. Hitung Retikulosit
Pemeriksaan ini merupakan skrining awal untuk membedakan
etiologi anemia. Normalnya, retikulosit adalah sel darah merah yang
baru dilepas dari sumsum tulang. Retikulosit mengandung residual
RNA yang akan dimetabolisme dalam waktu 24-36 jam (waktu hidup
retikulosit dalam sirkulasi). Kadar normal retikulosit 1-2% yang
menunjukkan penggantian harian sekitar 0,8-1% dari jumlah sel darah
merah di sirkulasi.

M.Septian Saad

Page 8

Indeks retikulosit merupakan perhitungan dari produksi sel


darah merah. Nilai retikulosit akan disesuaikan dengan kadar
hemoglobin dan hematokrit pasien berdasarkan usia, gender, sarta
koreksi

lain

bila

ditemukan

pelepasan

retikulosit

prematur

(polikromasia). Hal ini disebabkan karena waktu hidup dari retikulosit


prematur lebih panjang sehingga dapat menghasilkan nilai retikulosit
yang seolah- olah tinggi.
Faktor koreksi untuk:
Ht 35% : 1,5
Ht 25% : 2,0
Ht 15% : 2,5
Keterangan: RI < 2-2,5% : produksi atau pematangan eritrosit yang
tidak adekuat RI > 2,5% : penghancuran eritrosit yang berlebihan.
IV. Persediaan dan Penyimpanan Zat Besi
Saturasi transferin didapatkan dari pembagian kadar Fe serum
dengan TIBC dikali 100 (N: 25-50%). Pada pengukuran kadar Fe
plasma dan persen saturasi transferin, terdapat suatu variasi diurnal
dengan puncaknya pada pukul 09.00 dan pkul 10.00.
Serum feritin digunakan untuk menilai cadangan total besi tubuh.
Namun, feritin juga merupakan suatu reaktan fase akut, dan pada
keadaan inflamasi baik akut maupun kronis, kadarnya dapat meningkat.
M.Septian Saad

Page 9

V. Pemeriksaan Sumsum Tulang


Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai apakah ada
gangguan pada sumsum tulang misalnya myelofibrosis, gangguan
pematangan, atau penyakit infiltratif. Peningkatan atau penurunan
perbandingan dari suatu kelompok sel (myeloid atau eritroid) dapat
ditemukan dari hitung jenis sel-sel berinti pada suumsum tulang (ratio
eritroid dan granuloid).

M.Septian Saad

Page 10

BAB III
ANEMIA DEFISIENSI BESI
A. Definisi
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering
ditemukan terutama di negara berkembang. Penyebabnya antara lain:
o Faktor nutrisi: rendahnya asupan besi total dalam makanan atau
bioavailabilitas besi yang dikonsumsi kurang baik (makanan
banyak serat, rendah daging, dan rendah vitamin C).
o Kebutuhan yang meningkat, seperti pada bayi prematur, anak dalam
pertumbuhan, ibu hamil dan menyusui.
o Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, colitis kronik, atau
achlorhydria.
o Kehilangan besi akibat perdarahan kronis, misalnya: perdarahan
tukak peptik, keganasan lambung/kolon, hemoroid, infeksi cacing
tambang, menometrorraghia, hematuria, atau hemaptoe.
A. Metabolisme Besi
Total besi dalam tubuh manusia dewasa sehat berkisar antara 2
gram (pada wanita) hingga 6 gram (pada pria) yang tersebar pada 3
kompartemen,

yakni

1). Besi fungsional, seperti

hemoglobin,

mioglobin, enzim sitokrom, dan katalase, merupakan 80 % dari total


besi yang terkandung jaringan tubuh. 2). Besi cadangan, merupakan 15M.Septian Saad

Page 11

20% dari total besi dalam tubuh, seperti feritin dan hemosiderin. 3).
Besi transport, yakni besi yang berikatan pada transferin.
Sumber besi dalam makanan terbagi ke dalam 2 bentuk:
1. Besi heme, terdapat dalam daging dan ikan. Tingkat absorpsinya
tinggi (25% dari kandungan besinya dapat diserap) karena tidak
terpengaruh oleh faktor penghambat.
2. Besi non-heme, berasal dari tumbuh-tumbuhan. Tingkat absorpsi
rendah (hanya 1-2% dari kandungan besinya yang dapat diserap).
Mekanisme absorpsinya sangat rumit dan belum sepenuhnya
dimengerti. Absorpsi sangat dipengaruhi oleh adanya faktor
pemacu absorpsi (meat factors, vitamin C) dan faktor
penghambat (serat, phytat, tanat).
Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase:
o Fase Luminal: besi dalam makanan diolah oleh lambung (asam
lambung menyebabkan heme terlepas dari apoproteinnya) hingga siap
untuk diserap.
o Fase Mukosal: proses penyerapan besi di mukosa usus. Bagian usus
yang berperan penting pada absorpsi besi ialah duodenum dan jejunum
proksimal. Namun sebagian kecil juga terjadi di gaster, ileum dan
kolon. Penyerapan besi dilakukan oleh sel absorptive yang terdapat
pada puncak vili usus. Besi heme yang telah dicerna oleh asam lambung
langsung diserap oleh sel absorptive, sedangkan untuk besi nonheme
M.Septian Saad

Page 12

mekanisme yang terjadi sangat kompleks. Setidaknya terdapat 3 protein


yang terlibat dalam transport besi non heme dari lumen usus ke
sitoplasma sel absorptif. Luminal mucin berperan untuk mengikat besi
nonheme agar tetap larut dan dapat diserap meskipun dalam suasana
alkalis duodenum. Agar dapat memasuki sel, pada brush border sel
terjadi perubahan besi feri menjadi fero oleh enzim feri reduktase yang
diperantarai oleh protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB).
Transpor melalui membrane difasilitasi oleh divalent metal transporter
(DMT-1 atau Nramp-2). Sesampainya di sitoplasma sel usus, protein
sitosol (mobilferrin) menangkap besi feri. Sebagian besar besi akan
disimpan dalam bentuk feritin dalam mukosa sel usus, sebagian kecil
diloloskan ke dalam kapiler usus melalui basolateral transporter
(ferroportin atau IREG 1). Besi yang diloloskan akan mengalami
reduksi dari molekul fero menjadi feri oleh enzim ferooksidase,
kemudian berikatan dengan apotransferin dalam kapiler usus.

M.Septian Saad

Page 13

o Fase corporeal: meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi,


utilisasi besi oleh sel yang membutuhkan, dan penyimpanan besi di
dalam tubuh.
Dalam sirkulasi, besi tidak pernah berada dalam bentuk logam
bebas, melainkan berikatan dengan suatu glikoprotein (-globulin)
pengikat besi yang diproduksi oleh hepar (transferin). Besi bebas
memiliki sifat seperti radikal bebas dan dapat merusak jaringan.
Transferin berperan mengangkut besi kepada sel yang membutuhkan
terutama sel progenitor eritrosit (normoblas) pada sumsum tulang.
Permukaan normoblas memiliki reseptor transferin yang afinitasnya
sangat tinggi terhadap besi pada transferin. Kemudian besi akan masuk
ke dalam sel melalui proses endositosis menuju mitokondria. Disini besi
digunakan sebagai bahan baku pembentukan hemoglobin.
Kelebihan besi di dalam darah disimpan dalam bentuk feritin
(kompleks besi- apoferitin) dan hemosiderin pada semua sel tubuh
terutama hepar, lien, sumsum tulang, dan otot skelet. Pada hepar feritin
terutama berasal dari transferin dan tersimpan pada sel parenkimnya,
sedangkan pada organ yang lain, feritin terutama terdapat pada sel
fagosit

mononuklear

(makrofag

monosit)

dan

berasal

dari

pembongkaran eritrosit. Bila jumlah total besi melebihi kemampuan


apoferitin untuk menampungnya maka besi disimpan dalam bentuk
yang tidak larut (hemosiderin). Bila jumlah besi plasma sangat rendah,
besi sangat mudah dilepaskan dari feritin, tidak demikian pada
M.Septian Saad

Page 14

hemosiderin. Feritin dalam jumlah yang sangat kecil terdapat dalam


plasma, bila kadar ini dapat terdeteksi menunjukkan cukupnya
cadangan besi dalam tubuh.

Gambar 5: distribusi besi dalam tubuh


B. Sintesis Hemoglobin
Sintesis hemoglobin dimulai sejak stadium pronormoblas,
namun hanya sedikit sekali rantai hemoglobin yang terbentuk. Begitu
pula pada stadium normoblas basofil. Baru pada stadium normoblas
polikromatofil sitoplasma sel mulai dipenuhi dengan hemoglobin (
34%). Sintesa ini terus berlangsung hingga retikulosit dilepaskan ke
peredaran darah.

M.Septian Saad

Page 15

Pada tahap pertama pembentukan hemoglobin, 2 suksinil Ko-A


yang berasal dari siklus krebs berikatan dengan 2 molekul glisin
membentuk molekul pirol. Empat pirol bergabung membentuk
protoporfin IX, yang selanjutnya akan bergabung dengan besi
membentuk senyawa heme. Akhirnya setiap senyawa heme akan
bergabung dengan rantai polipeptida panjang (globin) sehingga
terbentuk rantai hemoglobin. Rantai hemoglobin memiliki beberapa sub
unit tergantung susunan asam amino pada polipeptidanya. Bentuk
hemoglobin yang paling banyak terdapat pada orang dewasa adalah
hemoglobin A (kombinasi 2 rantai dan 2 rantai ). Tiap sub unit
mempunyai molekul heme, oleh karena itu dalam 1 rantai hemoglobin
memerlukan 4 atom besi.
Setiap atom besi akan berikatan dengan 1 molekul oksigen (2 atom O2).

M.Septian Saad

Page 16

Gambar 6: pembentukan hemoglobin

C. Klasifikasi Derajat Defisiensi Besi dan Patogenesis


Berdasarkan beratnya kekurangan besi dalam tubuh, defisiensi besi
dapat dibagi menjadi 3 tingkatan:
1. Deplesi besi (iron depleted state)
Terjadi penurunan cadangan besi tubuh, tetapi penyediaan
untuk eritropoiesis belum terganggu. Pada fase ini terjadi penurunan
M.Septian Saad

Page 17

serum feritin, peningkatan absorpsi besi dari usus, dan pengecatan besi
pada apus sumsum tulang berkurang.
2. Iron deficient Erythropoiesis
Cadangan besi dalam tubuh kosong, tetapi belum menyebabkan
anemia secara laboratorik karena untuk mencukupi kebutuhan terhadap
besi, sumsum tulang melakukan mekanisme mengurangi sitoplasmanya
sehingga normoblas yang terbentuk menjadi tercabik-cabik, bahkan
ditemukan normoblas yang tidak memiliki sitoplasma (naked nuclei).
Selain itu kelainan pertama yang dapat dijumpai adalah penigkatan
kadar free protoporfirin dalam eritrosit, saturasi transferin menurun,
total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Parameter lain yang
sangat spesifik adalah peningkatan reseptor transferin dalam serum.

Gambar 7: Gambaran apus sumsum tulang penderita anemia defisiensi


besi
M.Septian Saad

Page 18

3. Anemia defisiensi besi


Bila besi terus berkurang eritropoiesis akan semakin terganggu,
sehingga kadar hemoglobin menurun diikuti penurunan jumlah eritrosit.
Akibatnya terjadi anemia hipokrom mikrositer. Pada saat ini terjadi pula
kekurangan besi di epitel, kuku, dan beberapa enzim sehingga
menimbulkan berbagai gejala.
Beberapa dampak negatif defisiensi besi, disamping terjadi anemia,
antara lain:
1. Sistem neuromuskuler
Terjadi penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom, dan
gliserofosfat oksidase yang menyebabkan gangguan glikolisis sehingga
terjadi penumpukan asam laktat yang mempercepat kelelahan otot.
2. Gangguan perkembangan kognitif dan non kognitif pada anak
Terjadi karena gangguan enzim aldehid oksidase

dan

monoamin oksidase, sehingga mengakibatkan penumpukan serotonin


dan katekolamin dalam otak.
3. Defisiensi besi menyebabkan aktivitas enzim mieloperoksidase
netrofil berkurang sehingga menurunkan imunitas seluler. Terutama bila
mengenai ibu hamil, akan meningkatkan risiko prematuritas dan
gangguan partus.

M.Septian Saad

Page 19

D. Gejala Anemia defisiensi besi


Digolongkan menjadi 3 golongan besar :
1. Gejala Umum anemia (anemic syndrome)
Dijumpai bila kadar hemoglobin turun dibawah 7 gr/dl. Berupa
badan lemah, lesu, cepat lelah, dan mata berkunang-berkunang. Pada
anemia defisiensi besi penurunan Hb terjadi secara bertahap sehingga
sindrom ini tidak terlalu mencolok.
2. Gejala khas defisiensi besi, antaralain:
Koilonychia (kuku seperti sendok, rapuh, bergaris-garis vertikal)
Atrofi papil lidah
Cheilosis (stomatitis angularis)
Disfagia, terjadi akibat kerusakan epitel hipofaring sehingga terjadi
pembentukan web
Atrofi mukosa gaster, sehingga menyebabkan aklorhidria

Kumpulan gejala anemia hipokrom-mikrositer, disfagia, dan atrofi papil


lidah, disebut Sindroma Plummer Vinson atau Paterson Kelly.
3. Gejala akibat penyakit dasar
Misalnya gangguan BAB pada anemia karena Ca-colon

M.Septian Saad

Page 20

E. Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium yang dapat dijumpai adalah:
1. Kadar hemoglobin dan indek eritrosit:
Anemia hipokrom mikrositer (penurunan MCV dan MCH)
MCHC menurun pada anemia defisiensi besi yang lebih berat dan
berlangsung lama
Bila pada SADT terdapat anisositosis, merupakan tanda awal
terjadinya defisiensi besi
Pada anemia hipokrom mikrositer yang ekstrim terdapat
poikilositosis (sel cincin, sel pensil, sel target)
2. Konsentrasi besi serum menurun dan TIBC meningkat
TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi,
sedangkan saturasi transferin dihitung dari:

Konsentrasi besi serum memiliki siklus diurnal, yakni mencapai kadar


puncak pada pukul 8-10 pagi.
M.Septian Saad

Page 21

3. Penurunan kadar feritin serum


Feritin serum merupakan pemeriksaan laboratorium untuk
diagnosis anemia defisiensi besi yang paling kuat, cukup reliabel dan
praktis. Angka serum feritin yang normal belum dapat menyingkirkan
diagnosa defisiensi besi, namun feritin serum >100 mg/dl sudah dapat
memastikan tidak ada defisiensi.
4. Peningkatan protoporfirin eritrosit
Angka normalnya <30 mg/dl. Peningkatan protoporfirin bebas >100
mg/dl menunjukkan adanya defisiensi besi.
5. Peningkatan reseptor transferin dalam serum (normal 4-9 g/dl),
dipakai untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan anemia pada
penyakit kronis.
6. Gambaran apus sumsum tulang menunjukkan jumlah normoblas
basofil yang meningkat, disertai penurunan stadium berikutnya.
Terdapat pula mikronormoblas (sitoplasma sedikit dan bentuk
tidak teratur. Pengecatan sumsum tulang dengan Prussian blue
merupakan gold standar diagnosis defisiensi besi yang akan
memberikan hasil sideroblas negatif (normoblas yang mengandung
granula feritin pada sitoplasmanya, normal 40-60%).

M.Septian Saad

Page 22

7. Pemeriksaan mencari penyebab defisiensi, misalnya pemeriksaan


feses, barium enema, colon in loop, dll.
F. Diagnosis
Tiga tahap mendiagnosa suatu anemia defisiensi besi: 1). Menentukan
adanya anemia 2). Memastikan adanya defisiensi besi 3). Menentukan
penyebab defisiensi. Secara laboratoris dipakai kriteria modifikasi
Kerlin untuk menegakkan diagnosa:
anemia hipokrom mikrositer pada SADT ATAU MCV <80 fl dan
MCH < 31%
dengan satu atau lebih kriteria berikut:
1. Terdapat 2 dari parameter di bawah ini:
Besi serum <50 mg/dl
TIBC >350 mg/dl
Saturasi ttransferin <15%

2. Feritin serum <20 mg/dl


3.Pengecatan sumsum tulang dengan biru prussia menunjukkan
sideroblas negatif
4. Dengan pemberian sulfas ferosus 3x200mg/hari selama 4 minggu
terdapat kenaikan Hb >2 gr/dl
M.Septian Saad

Page 23

G. Terapi
1. Terapi kausal, untuk mencari penyebab kekurangan besi yang
diderita. Bila tidak dapat menyebabkan kekambuhan.
2. Pemberian preparat besi:
Oral: merupakan pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman,
terutama sulfas ferosus. Dosis anjuran 3x200mg/hari yang dapat
meningkatkan eritropoiesis hingga 2-3 kali dari normal. Pemberian
dilakukan sebaiknya saat lambung kosong (lebih sering menimbulkan
efek samping) paling sedikit selama 3-12 bulan. Bila terdapat efek
samping gastrointestinal

(mual,

muntah,

konstipasi)

pemberian

dilakukan setelah makan atau osis dikurangi menjadi 3x100mg. Untuk


meningkatkan penyerapan dapat diberikan bersama vitamin C 3x100
mg/hari.
Parenteral,misal preparat ferric gluconate atau iron sucrose (IV pelan
atau IM). Pemberian secara IM menimbulkan nyeri dan warna hitam
pada lokasi suntikan. Indikasi pemberian parenteral:
a. Intoleransi terhadap preparat oral
b. Kepatuhan berobat rendah
c. Gangguan pencernaan, seperti kolitis ulseratif (dapat kambuh
dengan pemberian besi)
d. Penyerapan besi terganggu, seperti gastrektomi
M.Septian Saad

Page 24

e. Kehilangan darah banyak


f. Kebutuhan besi besar yang harus dipenuhi dalam jangka waktu
yang pendek, misalnya ibu hamil trimester 3 atau pre operasi.
Dosis yang diberikan dihitung menurut formula:
Kebutuhan besi (mg) = {(15 Hbsekarang ) x BB x 2,4} + (500 atau
1000)

3. Diet, terutama yang tinggi protein hewani dan kaya vitamin C.


4. Transfusi diberikan bila terdapat indikasi yaitu:
Terdapat penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung
Gejala sangat berat, misalnya pusing sangat menyolok
Pasien memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat, misalnya
kehamilan trimester akhir atau pre operasi
Dalam pengobatan, pasien dinyatakan memberikan respon baik
apabila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada
hari ke 10, dan kembali normal pada hari ke 14 pengobatan. Diikuti
dengan kenaikan Hb 0,15 gr/dl/hari atau 2 gr/dl setelah 3-4 minggu
pengobatan.

M.Septian Saad

Page 25

BAB IV
ANEMIA MEGALOBLASTIK
A. Definisi
Anemia megaloblastik adalah anaemia yang disebabkan
abnormalitas hematopoesis dengan karakteristik dismaturasi nukleus
dan sitoplasma sel mieloid dan eritroid sebagai akibat gangguan sintesis
DNA.1
B. Etiologi
1. Defisiensi asam folat
a. Asupan Kurang
- Gangguan Nutrisi : Alkoholisme, bayi prematur, orang tua,
hemodialisis, anoreksia nervosa.1
- Malabsorbsi : Alkoholisme, celiac dan tropical sprue, gastrektomi
parsial, reseksi usus halus, Crohns disease, skleroderma, obat anti
konvulsan

(fenitoin,

fenobarbital,

karbamazepin),

sulfasalazine,

kolestiramin, limfoma intestinal, hipotiroidisme.


b. Peningkatan kebutuhan : Kehamilan, anemia hemolitik, keganasan,
hipertiroidisme, dermatitis eksfoliativa, eritropoesis yang tidak
efektif (anemia pernisisosa, anemia sideroblastik, leukemia, anemia
hemolitik, mielofibrosis).

M.Septian Saad

Page 26

c. Gangguan metabolisme folat : penghambat dihidrofolat reduktase


(metotreksat, pirimetamin, triamteren, pentamidin, trimetoprin),
akohol, defisiensi enzim.
d. Penurunan cadangan folat di hati : alkoholisme, sirosis non alkohol,
hepatoma.
e. Obat-obat yang mengganggu metabolisme DNA : antagonis purin (6
merkaptopurin, azatioprin, dll), antagonis pirimidin (5 flourourasil,
sitosin

arabinose,

dll),

prokarbazin,

hidroksiurea,

acyclovir,

zidovudin.
f. Gangguan metabolik (jarang) : asiduria urotik herediter, sindrom
Lesch-Nyhan.

2. Defisiensi vitamin B12 (kobalamin)


a. Asupan Kurang : vegetarian
b. Malabsorbsi
- Dewasa : Anemia pernisiosa, gastrektomi total/prsial, gastritis
atropikan, tropikal sprue, blind loop syndrome (operasi striktur,
divertikel,

reseksi

ileum),

Crohn's

disease,

parasit

(Diphyllobothrium latum), limfoma intestinal, skleroderma, obat-

M.Septian Saad

Page 27

obatan (asam para amino salisilat, kolkisin, neomisin, etanol,


KCl).
- Anak-anak: Anemi pernisiosa, ganguan sekresi faktor intrinsik
lambung, Imerslund-Grasbeck syndrome.
c. Gangguan metabolisme seluler : defisiensi enzim, abnormalitas
protein pembawa kobalamin (defisiensi transkobalamin II), paparan
NO yang berlangsung lama
C. Patofisiologi
Absorbsi kobalamin di ileum memerlukan faktor intrinsik (FI)
yaitu glikoprotein yang disekresi lambung1. Faktor intrinsik akan
mengikat 2 melekul kobalamin1. Proses Absorbsi kobalamin adalah
sebagai berikut3 :
-

Pada ileum, kobalamin berikatan dengan FI, membetuk IF-Cbl


complex

Kemudian IF-Cbl complex berikatan dengan cubilin, reseptor


lokal pada membarana apical sel epitel ileum, kemudian
berikatan dengan megalin.

Kobalamin masuk ke dalam sel ileum secara endositosis diikuti


degradasi IF

- Kobalamin berikatan dengan transkobalamin (TC II) membentuk,


TC II-Cbl complex, untuk disekresikan ke vena porta
M.Septian Saad

Page 28

- Kemudian TC II-Cbl complex diuptake oleh sel, pada sel hepatosit


dan sel epitel pada tubulus proksimal ginjal, berikatan dengan TC
II receptor dan kobalamin dilepaskan ke dalam sel
-

Dalam sel ini, kobalamin dirubah menjadi bentuk koenzim,


koenzim inilah yang berperan dalm sintesin DNA, methyl-Cbl
dan

5'-deoxyadenosyl-Cbl

berperan

dalam

mengkonversi

homosistein ke metionin, dan metilmalonil CoA ke suksinil CoA.

M.Septian Saad

Page 29

Pada orang dewasa, faktor intrinsik dapat berkurang karena


adanya atropi lambung (gastritis atropikan), gangguan imunologis
(antibodi terhadap faktor intrinsik lambung) yang mengakibatkan
M.Septian Saad

Page 30

defisiensi kobalamin. Defisiensi kobalamin menyebabkan defisiensi


metionin intraseluler, kemudian menghambat pembentukan folat
tereduksi dalam sel. Folat intrasel yang berkurang akan menurunkan
prekursor tidimilat yang selanjutnya akan menggangu sintesis DNA.
Model ini disebut methylfolate trap hypothesis karena defisiensi
kobalamin mengakibatkan penumpukan 5-metil tetrahidrofolat1.
Defisiensi kobalamin yang berlangsung lama mengganggu
perubahan propionat menjadi suksinil CoA yang mengakibatkan
gangguan

sintesis

myelin

pada

susunan

saraf

pusat.

Proses

demyelinisasi ini menyebabkan kelainan medula spinalis dan gangguan


neurologis. Sebelum diabsorbsi asam folat (pteroylglutamic acid) harus
diubah menjadi monoglutamat. Bentuk folat tereduksi (tetrahidrofolat,
FH4) merupakan koenzim aktif. Defisiensi folat mengakibatkan
penurunan FH4 intrasel yang akan mengganggu sintesis tidimilat yang
selanjutnya akan menggangu sintesis DNA.
Disamping defisiensi kobalamin dan asam folat, obat-obatan
juga dapat mengganggu sintesis DNA. Metotreksat menghambat kerja
eznim dihirofolat reduktase, yang mereduksi dihidrofilat menjadi
tetrahidrofolat, sedangkan 5- flourourasil menhambat kerja timidilat
sintetase yang berperan dalam sintesis pirimidin5.

M.Septian Saad

Page 31

Dua vitamin ini berperan sebagai koenzim, kekurangan


kobalamin maupun asam folat dapat menyebabkan kegagalan
pematangan dan pembelahan inti3. Selanjutnya sel-sel eritroblastik pada
sumsum

tulang

gagal

berproliferasi

dengan

cepat,

sehingga

menghasilkan sel darah merah yang lebih besar dari normal. Sel eritrosit
ini mempunyai membran yang tipis dan seringkali berbentuk tidak
teratur, besar, dan oval, berbeda dengan bentuk bikonkav yang biasa.

M.Septian Saad

Page 32

Penyebab terbentuknya sel abnormal ini dapat dijelaskan


sebagai berikut : ketidakmampuan sel-sel untuk mensintesis DNA
dalam jumlah yang memadai akan memperlambat reproduksi sel-sel,
tetapi tidak mengahalangi kelebihan pembentukan RNA oleh DNA
dalam sel-sel yang berhasil diproduksi. Akibatnya, jumlah RNA dalam
setiap sel akan melebihi normal, menyebabkan produksi hemoglobin
sitoplasmik dan bahan-bahan lainnya berlebihan, yang membuat sel
mejadi besar.
E. Tanda dan Gejala Klinik
Pada umumnya terjadi pada usia pertengahan dan usia tua.
a. Pada defisiensi B12 terdapat 3 manifestasi utama :
1. Anemia megalobalstik
2. Glositis
3. Neuropati
Gangguan neurologis terutama mengenai substansia alba kolumna
dorsalis dan lateralios medula spinalis, kortekserebri dan degenerasi
saraf perifer sehingga disebut subacute combine degeneration /
combined system disease. Dapat ditemukan gangguan mental, depresi,
gangguan memori, gangguyan kesadaran, delusi, halusinasi, paranoid,
skizopren. Gejala neurologis lainnya adalah : opthalmoplegia, atoni

M.Septian Saad

Page 33

kandung kemih, impotensi, hipotensi ortostatik (neuropati otonom), dan


neuritis retrobulbar.
b. Pada defisiensi asam folat, manifestasi utama :
1. Anemia megaloblastik
2. Glositis
Pada anemia megaloblastik, kadang ditemukan subikterus, petekie dan
perdarahan retina, hepatomegali, dan splenomegali.
F. Diagnosis
Guna menegakkan diagnosis anemia megalobalstik, perlu
menelusuri pemeriksaan fisik, laboratorium darah juga sumsusm
tulang2.

Bisanya

penderita

datang

berobat

karena

keluhan

neuropsikiatri, keluhan epigastrik, diare dan biukan oleh keluhan


aneminya. penyakit biasanya terjadi perlahan-lahan. Keluhan lain
berupa rambut cepat memutih, lemah badan, penurunan berat badan.
Pada defisiensi B12, diagnosis ditegakkan rata-rata setelah 15 bulan
dari onset gejala, biasanya didapatkan triad : lemah badan, sore tongue,
parestesi sampai gangguan berjalan1. Pada Anemia megaloblastik
ditemukan :
- Gejala : Anemia, ikterus ringan, glositis, stomatitis, purpura,
neuropati.

M.Septian Saad

Page 34

- SADT : eritrosit yang besar berbentuk lonjong, trombosit dan


lekosit agak menurun, hipersegmentasi netrofil, Giant stab-cell,
retikulosit menurun.
- Sumsum tulang hiperseluler dengan sel-sel eritroblast yang besar
(megaloblast), Giant steb-cell.
- Pada anemia pernisiosa, schilling test positif.
G. Diannosis Banding
-

Leukemia akut

Anemia hemolitik (pada krisi hemolitik)

Eritroleukemia

Penyakit hati yang berat

Hipotiroidisme

Nefritis kronis

H. Terapi
1. Suportif : - transfusi bila ada hipoksia
- suspensi trombosit bila trombositopenia mengancam jiwa
2. Defisiensi B12 : Pemberian sianokobalamin atau hidroksokobalamin.
3.Defisiensi asam folat : Pemberian asam folat 1mg/hari selama 2-3
minggu, kemudian dosis pemeliharaan 0,25-0,5 mg/hari
4. Terapi penyakit dasar
5. Menghentikan obat-obat penyebab anemia megaloblastik.

M.Septian Saad

Page 35

BAB V
ANEMIA APLASTIK
A. Definisi
Anemia anaplastik merupakan anemia yang ditandai dengan
pansitopenia (penurunan jumlah sel-sel darah yaitu eritrosit, leukosit,
dan trombosit) dan hiposelularitas dari sumsum tulang. Anemia aplastik
merupakan kegagalan hemopoiesis yang jarang ditemukan namun
berpotensi membahayakan jiwa
B. Epidemiologi
Insidesi anemia aplastik didapatkan bervariasi di seluruh dunia
dan berkisar antara 2 sampai 6 kasus per satu juta penduduk per tahun.
Anemia aplastik yang didapat umumnya uncul pada usia 15 sampai 25
tahun dan puncak insiden kedua yaitu setelah usia 60 tahun. Pada
umumnya resiko bagi pria dan wanita untuk menderita anemia aplastik
adalah sama.
C. Etiologi
Penyebab anemia aplastik pada umumnya adalah idiopatik
(kurang lebih pada 75% kasus), namun selain itu anemia aplastik juga
dapat disebabkan oleh:
a. Didapat
1. Radiasi
2. Bahan Kimia : benzen, arsen

M.Septian Saad

Page 36

3.

Obat-obatan

klorampenikol,

obat-obat

kemoterapi

(6-

merkaptopurin, vinkristin, busulfan), fenilbutazon, antikonvulsan,


senyawa sulfur, emas.
4. Infeksi: virus hepatitis (non-A, non-B, non-C), Epstein Barr Virus,
Parvovirus B19, HIV, sitomegalovirus
5. Kelainan Imunologis : eosinophillic fascitis
6. Kehamilan
b. Kelainan Kongenital atau Bawaan
1. Sindroma Fanconi
2. Sindroma Shwachman- Diamond
3. Kongenital Diskeratosis
D. Klasifikasi
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
E. Patofisiologi
Karakteristik dari anemia aplastik adalah hiposelular dari
sumsum tulang yang digantikan oleh jaringan lemak. Anemia aplastik
dihipotesiskan sebagai suatu penyakit autoimun terhadap sel benih
hematopoietik. Menurut penelitian, supresi dari sel-sel hemopoiesis
disebabkan oleh sel T sitotoksik yang teraktivasi. Sel T ini akan
M.Septian Saad

Page 37

menghasilkan interferon gamma (IFN-) dan tumor necrosis factor


(TNF) yang bersifat menginhibisi langsung sel- sel hemopoietik.
Supresi hematopoietik oleh IFN- dan TNF juga merangsang
reseptor Fas pada sel hemopoietik CD34 sehingga menghasilkan tiga
proses. Pertama, perangsangan reseptor Fas akan menginduksi
terjadinya apoptosis. Kedua, akan terjadi induksi produksi dari nitric
oxide synthetase dan nitrit oksida oleh sumsum tulang sehingga
terjadilah sitotoksisitas yang diperantarai oleh sistem imun. Ketiga,
perangsang reseptor Fas akan mengaktivasi jalur intraseluler yang
menyebabkan penghentian siklus sel.
Selain itu, sel T sitotoksik juga menghasilkan interleukin-2 (IL2) yang beeerfungsi mengaktifkan klon-klon sel T yang kemudian juga
akan mengeluarkan TNF dan IFN- dan menginhibisi sel-sel
hemopoietik.

M.Septian Saad

Page 38

Gambar 10: patofisiologi anemia aplastik


F. Tanda dan Gejala Klinis
Anemia aplastik mungkin muncul mendadak (dalam beberapa hari) atau
perlahan- lahan (berminggu-minggu atau berbulan-bulan)
Anamnesa:
Dapat ditemukan keluhan:
1. Trombositopenia (manifestasi awal) : perdarahan gusi, GIT,
epistaksis, menoragia, petekie, perdarahan retina
2. Anemia : lemah, pucat, dyspnea, jantung berdebar
3. Leukopenia : sering terkena infeksi

M.Septian Saad

Page 39

4. Sistemik: sakit kepala, demam, penurunan berat badan, nafsu


makan menurun
Pemeriksaan fisik :
1. Petekie, ekimosis
2. Perdarahan retina
3. Perdarahan serviks
4. Darah pada feses
5. Pucat pada kulit dan mukosa membrane
6. Cafe au lait spot dan perawakan yang pendek (Fanconi
syndrome)
G. Pemeriksaan Laboratorium
1. Sediaan apus darah tepi
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu
ditemukan. Jenis anemia adalah normokrom normositer. Kadangkadang ditemukan pula adanya makrositosis, anisositosis dan
poikilositosis. Persentase retikulosit umumnya normal atau rendah.
Granulosit dan trombosit ditemukan rendah. Limfositosis relatif
terdapat lebih dari 75% kasus.

M.Septian Saad

Page 40

2. Sumsum tulang
Diharuskan dilakukan biopsi sumsum tulang pada setiap
tersangka kasus anemia aplastik. Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan
keadaan hiposelularitas dan peningkatan jaringan lemak.

Gambar 11: Sediaan apus sumsum tulang anemia aplastik


3. Faal hemostasis
Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan memburuk karena
trombositopenia
4. Pemeriksaan etiologi virus
H. Diagnosa
Diagnosa dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria dibawah ini:
1. Jumlah granulosit < 500/ L
M.Septian Saad

Page 41

2. Jumlah platelet <20.000/ L


3. Hitung retikulosit < 40 x 109/L
4. Selularitas sumsum tulang <25%
I. Terapi
1. Menghindari kontak dengan toksin/ obat penyebab
2. Umum: menghindari kontak dengan penderita infeksi, isolasi,
menggunakan sabun antiseptik, sikat gigi lunak, obat pelunak
buang air besar, pencegahan menstruasi: obat anovulatoir
3. Transfusi:
PRC
Trombosit: profilaksis pada penderita dengan trombosit
<10.000- 20.000/mm3. Bila terdapat infeksi, perdarahan,
demam, maka diperlukan transfusi pada kadar trombosit yang
lebih tinggi.
Granulosit : tidak bermanfaat sebagai profilaksis. Dapat
dipertimbangkan pemberian 1 x 1010 neutrofil selama 4-7 hari
pada infeksi bakterial yang tidak berespon dengan pemberian
antibiotik
Penanganan infeksi
Transplantasi sumsum tulang
Merupakan terapi terpilih untuk usia muda 9-40 tahun dengan
anemi aplastik berat dan HLA cocok
M.Septian Saad

Page 42

Imunosupresif
4. ATG (Anti Thymocyte Globulin)
Dosis : 10-20 mg/kgBB/hari, diberikan selama 4-6 jam dalam
larutan NaCl dengan filter selama 8-14 hari, lakukan skin test terlebih
dahulu. Untuk mencegah serum sickness, diberikan Prednison
40mg/m2/hari selama 2 minggu, kemudian dilakukan tappering off.
Efek samping: demam, menggigil, rash, trombositopenia, serum
sickness, hipotensi.
Catatan :
Jika trombosit <50.000/mm3 sebelum dan sesudah ATG, perlu
transfusi suspensi trombosit
Jika ada serum sickness : metilprednisolon 10/mg/kgBB/hari IV
atau kortikosteroid yang setara
5. Cyclosporin A
Dosis : 3-7mg/kgBB/hari dalam 2 dosis, penyesuaian dosis
dilakukan setiap minggu untuk mempertahankan kadar dalam darah
400-800 mg/ml.
Pengobatan diberikan minimal selama 3 bulan, bila ada respon,
diteruskan sampai respon maksimal, kemudian dosis diturunkan dalam
beberapa bulan.
6. Kombinasi ATG dan Cyclosporin A
M.Septian Saad

Page 43

7. Stimulasi hematopoiesis dan regenerasi sumsum tulang


rh GM-CSF (rekombinan Human Granulocyte-Macrophage
Colony Stimulating Factor)
Androgen : testosteron/ metil testosteron ; 1-2 mg/kgBB/ hari
Kortikosteroid

prednison

1-2

mg/kgBB/hari

diberikan

maksimum 3 bulan
J. Prognosis
Tergantung pada tingkatan hipoplasia, makin berat prognosis
makin jelek. Pada umumnya penderita meninggal karena infeksi,
perdarahan atau akibat dari komplikasi transfusi.
Prognosa dari anemia aplastik akan menjadi buruk bila
ditemukan 2 dari 3 kriteria berupa jumlah neutrofil <500/uL, jumlah
platelet <20,000/uL, and corrected reticulocyte count <1% (atau
absolute reticulocyte count <60,000/uL).
Perjalanan penyakit bervariasi, 25% penderita bertahan hidup
selama 4 bulan, 25% selama 4-12 bulan, 35% selama lebih dari 1 tahun,
10-20% mengalami perbaikan spontan (parsial/komplit)

M.Septian Saad

Page 44

BAB VI
ANEMIA HEMOLITIK
A. Definisi
Anemia

hemolitik

adalah

anemia

yang

disebakan

adanya

peningkatan destruksi eritrosit yang melebihi kemampuan kompensasi


eritropoiesis sumsum tulang. Sel darah merah usianya sekitar 120 hari
tetapi pada anemia hemolitik usianya berkurang. Lisis dari sel darah
merah normal terjadi di makrofag sumsum tulang, hati dan lien.
B. Etiologi dan Klasifikasi
Pada prinsipnya anemia hemolisis dapat terjadi karena 1) Defek
molekular hemoglobinopati atau enzimopati 2) Abnormalitas struktur
dan fungsi membran- membran 3) faktor lingkungan seperti trauma
mekanik atau autoantibodi.
Berdasarkan etiologinya anemia hemolisis dapat dikelompokkan
menjadi :
1. Anemia hemolisis herediter, yang termasuk kelompok ini adalah:
a) Defek enzim / enzimopati
Defek jalur Embden Meyerhof
Defisiensi piruvat kinase
Defisiensi glukosa fosfat isomerase
Defisiensi fosfogliserat kinase
M.Septian Saad

Page 45

Defek jalur heksosa monofosfat


Defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD)
Defisiensi glutation reduktase
b) Hemoglobinopati
Thalasemia
Anemia Sickle cell
Hemoglobinopati lain
c) Defek membran (membranopati) :
Sferositosis herediter
2. Anemia hemolisis didapat, yang termasuk kelompok ini adalah:
a) Anemia hemolisis imun, misalnya ; idiopatik, keganasan, obatobatan, kelainan autoimun, transfusi.
b) Mikroangiopati, misalnya ; Trombotik Trombositopenia Purpura
(TTP), Sindroma Uremik Hemolitik (SUH), Koagulasi Intravaskular
(KID), preeklampsia, eklampsia, hipertensi maligna, katup prostetik.
c) Infeksi, misalnya ; Infeksi malaria, infeksi babesiosis, infeksi Clos
tridium
C. Patofisiologi

M.Septian Saad

Page 46

Defisiensi isozim piruvat kinase yang ditemukan dalam sel


darah merah menimbulkan anemia hemolitik. Piruvat kinase adalah
enzim kunci dalam glikolisis.
Enzim ini mengkatalisis langkah akhir dan merupakan satu dari
dua enzim yang menghasilkan ATP. Defisiensi enzim ini pada sel darah
merah menyebabkan penimbunan zat antara glikolisis, termasuk 2,3BPG. Peningkatan kadar 2,3-BPG menurunkan afinitas hemoglobin
terhadap oksigen, dan secara parsial mengkompensasi penurunan
kemampuan darah mengangkut oksigen akibat penurunan jumlah sel
darah merah. Jumlah sel darah merah menurun karena penurunan
pembentukan ATP mempengaruhi pompa kation di membran sel. Ca2+
masuk ke dalam sel, sementara K+ dan H2O keluar dari sel. Sel eritrosit
mengalami dehidrasi dan difagositosis oleh sel-sel di limpa. Umur
eritrosit jadi lebih memendek. Seiring dengan penurunan jumlah
eritrosit, jumlah retikulosit meningkat. Retikulosit berkembang menjadi
sel darah merah baru.5
Defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase dapat mengakibatkan
anemia hemolitik, hemolisis disebabkan oleh spesies oksigen reaktif.
Selengkapnya dapat dijelaskan pada gambar berikut :

M.Septian Saad

Page 47

Gambar 9 : Glikolisis
1. Pemeliharaan integritas integritas membran eritrosit bergantung pada
kemampuan eritrosit menghasilkan ATP dan NADPH dari glikolisis.
2. NADPH dihasilkan dari jalur pentosa fosfat
3.NADPH digunakan untuk mereduksi glutation teroksidasi menjadi
glutation tereduksi, glutation penting untuk menyingkirkan H2O2
dan peroksida lemak yang terbentuk oleh spesies oksigen reaktif
(ROS)
4. Pada eritrosit individu yang sehat, pembentukan ion superoksida
yang terjadi terus menerus dari oksidasi nonenzimatik hemoglobin

M.Septian Saad

Page 48

merupakan sumber spesies oksigen reaktif. Sistem pertahan glutation


terganggu akibat defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase, infeksi,
obat-obatan tertentu, dan glikosida purin pada buncis fava.
5. Akibatnya terbentuk badan Heinz (kumpulan hemoglobin yang
mengalami pengikatan silang) pada membran sel dan menyebabkan
sel mengalami stres mekanis sewaktu sel mencoba untuk mengalir
melalui kapiler yang sempit. Kerja ROS pada membran sel serta
sters mekanis akibat berkurangnya daya lentur (deformabilitas)
menimbulkan hemolisis.
Pendeknya usia sel darah merah tidak selalu menyebabkan
anemia karena adanya kompensasi dengan peningkatan sel darah merah
oleh sumsum tulang. Jika destruksi sel darah masih dalam kapasitas
sumsum tulang untuk meningkatkan output, maka akan terjadi suatu
keadaan hemolitik tanpa anemia. Ini disebut sebagai compensated
haemolytic disease. Sumsum tulang bisa meningkatkan outputnya
sebanyak 6 hingga 8 kali lipat dengan meningkatkan proposi sel untuk
eritropoiesis (erythroid hyperplasia) dan dengan menambah volume
untuk aktivitas sumsum tulang. Ditambah dengan pelepasan prematur
sel darah merah immatur (retikulosit). Sel tersebut lebih besar dari sel
yang matur dan mewarnai dengan biru muda pada apus darah tepi. Hasil
tersebut disebut sebagaipolychromasia. Retikulosit dapat dihitung
secara akurat sebagai persentase dari semua sel darah merah pada apus

M.Septian Saad

Page 49

darah dengan menggunakan pewarnaan supravital untuk RNA residual.


(cth; methylene biru) .
D. Lokasi Hemolisis
1. Hemolisis Ekstravaskular
Pada kebanyakan kondisi hemolitik, destruksi sel darah merah
adalah di ekstravaskular. Sel darah merah disingkirkan dari sirkulasi
oleh makrofag di RES, khususnya lien.
2. Hemolisis Intravaskular
Apabila

sel darah

merah

terdestruksi dalam sirkulasi,

hemoglobin terlepas dan akan terikat pada haptoglobin plasma tetapi


mengalami saturasi. Hb plasma bebas yang banyak ini akan difiltrasi
oleh glomerulus ginjal dan masuk ke urin, walaupun sebagian kecil
direabsorbsi oleh tubulus renal. Dalam sel tubular renal, Hb pecah dan
terdeposit di sel sebagai haemosiderin. Sebagian Hb plasma yang bebas
dioksidasi menjadi methemoglobin, yang berpecah lagi menjadi globin
dan ferrihaem.
Hemopexin plasma

mengikat

ferrihaem namun jika

kapasitas

pengikatannya melebihi maka ferrihaem bersatu dengan albumin


membentuk

methaemalbumin.

Hati

berperan

penting

dalam

mengeliminasi Hb yang terikat dengan haptoglobin dan haemopexin


dan sisa Hb bebas.
M.Septian Saad

Page 50

E. Bukti Hemolisis
Peningkatan destruksi sel darah merah menyebabkan:
1. Peningkatan bilirubin serum (unconjugated)
2. Kelebihan urobilinogen urin ( akibat pemecahan bilirubin di
intestinal)
3. Penurunan haptoglobin plasma
4. Kenaikan LDH serum
Peningkatan produksi sel darah merah menyebabkan ;
1. retikulositosis
2. hiperplasia eritroid dari sumsum tulang
Pada beberapa anemia hemolitik terdapat sel darah merah abnormal
seperti ;
1. sferosit
2. sickle sel
3. fragmen sel darah merah
F. Tanda dan Gejala Klinis
Dapat asimptomatik maupun akut dan berat. Pada bentuk berat dan
akut, pada umumnya berupa :

M.Septian Saad

Page 51

1. Mendadak mual, panas badan, muntah, menggigil, nyeri perut,


pinggang dan ekstrimitas, lemah badan, sesak nafas, pucat
2. Gangguan kardiovaskuler
3. BAK warna merah/gelap
Bentuk kronis, keluhan lemah badan berlangsung dalm periode
beberapa minggu sampai bulan. Bentuk asimptomatik biasanya tanpa
gejala. Bentuk sedang berat : pucat, subikterik, splenomegali, petekhie,
purpura (Sindrom Evans), hemolisis kongenital. Dapat terjadi
komplikasi berupa kolelitihiasis/kolesistitis, hepatitis pasca transfusi,
hemokromatosis.
G. Diagnosis Banding
Anemia pernisiosa
Anemia defisiensi Fe stadium awal
Anemia pasca perdarahan massif
Eritroleukemi
Anemia aplastik
Myelofibrosis
G. Terapi
1. Tergantung etiologi
a) Anemia Hemolitik autoimun :

M.Septian Saad

Page 52

Glukokortikoid : Prednison 40 mg/m2 luas permukaan tubub


(LPT)/hari. Respon biasanya terlihat setelah 7 hari, retikulosit
meningkat, Hb meningkat 2-3 gr %/minggu. Bila Hb sudah
mencapai 10 gr%, dosis steroid dapat diturunkan dalam 4-6
minggu sampi 20 mg/m2 LPT/bari; kemudian diturunkan salam 34

bulan.

Beberapa

kasus

memerlukan

prednison

dosis

pemeliharaan 5-10 mg selang sehari


Splenoktomi : pada kasus yang tidak berespon dengan pemberian
glukokortikoid
Imunosupresif : pada kasus gagal steroid dan tidak memungkinkan
splenoktomi
Azatioprin : 80 mg/m2/hari, atau Siklofosfamid : 60-75
mg/m2/hari
Obat imunosupresif diberikan selama 6 bulan. kemudian tappering
off, biasanya dikombinasikan dengan Prednison 40 mg/m2
LPT/hari. Dosis prednison diturunkan bertahap dalam waktu 3
bulan
Obat imunosupresif intravena : 0,4 gr/kgBB/hari sampai 1
gr/kgBB/hari selama 5 hari
Danazol : 600-800 mg/hari, bila ada respon, dosis diturunkan
menjadi 200-400 mg/hari. Diberikan bersama dengan Prednison.
Plasmaferess
b) Obati penyakit dasar : SLE, infeksi, malaria, keganasan
c) Stop obat-obat yang diduga menjadi penyebab
M.Septian Saad

Page 53

d) Kelainan congenital, misalnya:Talasemia


Transfusi berkala, pertahankan Hb 10 gr %
Desferal untuk mencegah penumpukan besi
Diberikan bila serum Feritin mencapai 1000 g/dL biasanya
setelah transfusi labu ke 12
Dosis inisial 20 mg/kgBB, diberikan 8-12 jam infus SC di
dinding

anterior abdomen, selama 5 hari/minggu.

Diberikan bersama dengan 100-200 mg vitamin C per oral


untuk meningkatkan ekskresi Fe
Pada keadaan pemunpukan Fe bcrat, terutama disertai
komplikasi jantung dan endokrin, deferoxamine diberikan 50
mg/kgBB secara infus continue IV.
Sferositosis herediter.
Splenektomi,

umur

optimal

6-7

thn,

Kl

limfopeni,

hipogamaglobulinemi

2. Bila perlu transfusi darah : washed red cell (pada hemolitik


autoimun) atau packed red cell
3. Pada hemolisis kronik diberikan Asam Folat 0,15-0,3 mg/hari untuk
mencegah krisis megaloblastik
4. HUS (Hemolytic Uremic Syndrome) :
Adanya Triad : Hemolitik mikroangiopati, trombositopeni, GGA

M.Septian Saad

Page 54

Terapi suportif, perhatikan kesimbangan cairan, transfusi


(pertahankan Hb 9 gr %), jangan beri suspensi trombosit
Dialisis
5. TTP (Thrombotic Thrombocytopenic Purpura)
Adanya pentad : gangguan neurologik, anemia hemolitik,
trombositopenia. gangguan fungsi ginjal, demam.
Terapi : Kortikosteroid, prednison 200 mg/hari atau metil prednisolon
0,75 mg/kg IV tiap 12 jam, bila tidak ada respon, dilakukan
plasmaferesis denuan FFP 3-4 L/hari

M.Septian Saad

Page 55

M.Septian Saad

Page 56

Anda mungkin juga menyukai