Pembimbing :
dr. Evalina Asnawi, Sp.KJ
Disusun oleh :
Bernardus Mario Vito
2013.061.144
KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA DAN PERILAKU
1 Desember 2014 10 Januari 2015
BAB I
PENDAHULUAN
Gambar 1
1
Salah satu jenis obat yang sering disalahgunakan adalah sedativa, hipnotika, atau
ansiolitika. Obat-obat ini biasa diberikan sebagai antiepilepsi, muscle relaxant, insomnia,
dan anestesi. Sekitar 6% penduduk di US menyalahgunakan sedativa, termasuk 0,3% yang
menggunakan selama tahunan dan 0,1% yang menggunakan dalam hitungan bulan. Ratarata pengguna sedativa berusia 26-34 tahun dan pengguna berusia 18-25 tahun lebih
cenderung menggunakan sedativa dalam hitungan tahun. Lebih banyak wanita yang
menggunakan sedativa dibandingkan pria (3:1) dan kulit putih dibandingkan kulit hitam
(2:1). Obat ini mudah didapat oleh karena itu obat ini sering digunakan bersamaan dengan
zat lainnya seperti penggunaannya dengan kokain untuk mengurangi gejala putus zat akibat
kokain dan pengguna opioid untuk meningkatkan efek euforia dari opioid.2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola gejala gangguan mental dan perilaku pada penggunaan sedatifhipnotik?
2. Bagaimana cara mendiagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
sedatif-hipnotik?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami berbagai pola gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan sedatif-hipnotik.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami alur diagnosis dari gangguan mental dan
perilaku akibat penggunaan sedatif-hipnotik.
2. Mengetahui patofisiologi gangguan mental
dan
perilaku
akibat
penggunaan sedatif-hipnotik.
1.4 Manfaat
Refrat ini diharapakan dapat menambah pengetahuan pembaca tentang gangguan mental
dan perilaku akibat penggunaan sedatif-hipnotika.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat merupakan suatu kelainan
yang bervariasi luas dan berbeda tingkat keparahannya tatapi semua itu diakibatkan oleh
karena penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif dengan atau tanpa resep dokter 3.
Definisi dependence (ketergantungan) merupakan suatu penggunaan zat kimiawi
berulang dengan atau tanpa ketergantungan fisik. Adanya ketergantungan fisik ditandai
dengan adanya perubahan pada fisiologis yang diakibatkan karena adanya penggunaan
berulang suatu zat psikoaktid, dan reduksi dari penggunaan zat ini akan menyebabkan
munculnya suatu gejala spesifik. Terdapat dua konsep mengenai ketergantungan
terhadap suatu zat, yaitu perilaku dan fisik. Pada konsep ketergantungan perilaku,
adanya aktivitas seperti mencari zat psikoaktif disertai dengan adanya penggunaan zat
yang tidak sesuai dengan sebagaimana mustinya. Sementara ketergantungan fisik
menjurus kepada efek fisiologis yang diakibatkan karena adanya penggunaan berulang
dari zat psikoaktif.2
Toleransi dan sindroma putus zat (withdrawal) merupakan bagian dari definisi
ketergantungan fisik yang bersifat berat sementara intoksikasi merupakan suatu efek
reversible dari penggunaan suatu zat namun tidak terdapat ketergantungan dalam
kelainan ini.
Habituasi
merupakan
dampak
dari
adanya
ketergantungan
psikis
yang
dengan adanya gejala yang menjurus pada efek fisiologis disamping dengan adanya
perubahan psikis seperti gangguan pada proses berpikir dan perilaku.
Toleransi merupakan suatu fenomena di mana setelah adanya penggunaan berulang,
suatu zat yang diberikan dalam dosis yang sama memiliki efek yang menurun/berkurang
dibandingkan dengan biasanya sehingga diperlukan dosis yang lebih besar untuk
memperoleh efek yang diinginkan.2
Sedatif-hipnotik atau ansiolitik merupakan central nervous system (CNS) depressant.
Terminologi sedatif-hipnotik atau ansiolitik digunakan karena :
1. Sedativa adalah obat yang membuat tenang dan efeknya sama seperti ansiolitika.
2. Hipnotika diberikan untuk menginduksi tidur, tetapi sedativa dan ansiolitika
dapat menginduksi tidur bila diberikan dalam dosis tinggi
3. Hipnotika jika diberikan dalam dosis rendah mempunyai efek yang sama seperti
sedativa dan ansiolitika yaitu dapat membuat tenang.
Obat sedatif-hipnotik dibagi menjadi 3 golongan yaitu benzodiazepin, barbiturat, dan
zat seperti barbiturat.2
2.1.1
Benzodiazepin3
Macam-macam obat yang termasuk golongan ini seperti diazepam, flurazepam,
alprazolam, chlordiazepoxide. Benzodiazepin dapat dikonsumsi dengan cara oral,
intravena (IV), atau melalui rektal (suppositoria). Benzodiazepin diresepkan untuk
penggunaan jangka pendek kepada penderita cemas, serangan stress akut, dan
gangguan tidur, juga gangguan mental lainnya seperti skizofrenia, dan gangguan
bipolar. Penggunaan benzodiazepin dengan zat lainnya seperti alkohol dan opioid
dapat menyebabkan kerusakan pada fungsi otak dan sistem respirasi. Dewasa muda
(18-29 tahun) sering menggunakan benzodiazepin sebagai awal sebelum minum
alkohol di klub, sedangkan pada usia yang lebih tua sering menggunakan benzo
untuk mengurangi efek putus zat dari kokain dan ekstasi. Benzodiazepin
dimetabolisme di hepar menjadi bentuk aktif dan inaktif yang menyebabkan waktu
paruh tiap jenis benzodiazepin berbeda-beda (gambar 2). Pada pasien dengan
4
Alprazolam
1215
Intermediate
Chlordiazepoxide
1030
Intermediate
Clonazepam
1850
Slow
Diazepam
2080
Fast
Lorazepam
1020
Intermediate
Oxazepam
510
Slow
Prazepam
50200
Slow
Gambar 2
2.1.2
Barbiturat
Dahulu barbiturat sering diresepkan dokter sebelum benzodiazepin. Tetapi karena
kecenderungan yang tinggi untuk menyebabkan penyalahgunaan maka sekarang
barbiturat jarang digunakan. Berdasarkan onset dan lama kerjanya barbiturat dibagi
menjadi empat golongan :
- Ultra short acting : heksobarbital, metoheksital, tiamital, dan tiopenal.
Efek anestesinya mulai dalam waktu satu menit sejak pemberian secara
IV. Oleh karena onset dan cara kerja pendek maka golongan ini jarang
disalahgunakan.
heptabarbital.
Intermediate acting : metabarbital, probarbital, apobarbital, pentobarbital
Long acting : barbital, fenobarbital, dan mefobarbital. Waktu onsetnya
2.2
Neurofarmakologi4
Benzodiazepin, barbiturat, dan zat seperti barbiturat memiliki efek utama yang sama
pada kompleks reseptor -aminobutyric acid (GABA) tipe A (GABA A), yang memiliki
chloride (Cl) ion channel, tempat berikatan dengan neurotransmitter GABA. Saat
benzodiazepine berikatan dengan reseptor GABAA, menyebabkan peningkatan afinitas
reseptor terhadap GABA endogen dan meningkatkan jumlah aliran Cl melalui reseptor
tersebut memasuki neuron. Influks Cl ke neuron menyebabkan inhibisi dan
hiperpolarisasi sel. Setelah penggunaan benzodiazepine dalam waktu lama terjadi
perubahan pada reseptor GABAA. Stimulasi GABA pada reseptor GABAA
menyebabkan jumlah influks Cl berkurang karena GABA sudah terstimulasi sebelum
benzodiazepin diberikan, terjadi downregulasi pada reseptor GABAA.
Efek sedatif benzodiazepine merefleksikan aktivasi reseptor GABAA subunit -1,
sedangkan aktivitas anxiolitik terjadi karena aktivasi reseptor -2. Reseptor
GABAA yang mengandung -1 merupakan subtipe reseptor yang paling banyak
Diagnosis
Kriteria diagnosis dari ketergantungan zat psikoaktif adalah adanya penggunaan dari zat
psikoaktif yang maldaptif yang menyebabkan gangguan yang signifikan dengan minimal
terdapat 3 di antara criteria berikut yang terjadi dalam 12 bulan :5
1.Toleransi, yang ditandai dengan hal sebagai berikut :
a. Adanya kebutuhan untuk meningkatkan dosis dari zat psikoaktif yang dipakai
untuk mencapai efek yang diinginkan
b. Hilangnya efek dari zat psikoaktif tersebut pada saat digunakan dengan dosis
yang sama seperti biasanya.
2. Adanya gejala putus zat dengan criteria sindroma putus zat
3. Zat psikoaktif tersebut seringkali digunakan dalam dosis yang besar selama
periode waktu yang panjang dibandingkan dengan yang semestinya.
4. Terdapat suatu keinginan yang persisten atau usaha yang selalu gagal dalam
menurunkan atau mengontrol pemakaian zat psikoaktif tersebut.
5. Adanya waktu yang sangat besar yang telah digunakan dalam kegiatan untuk
memperoleh ataupun menggunakan zat psikoaktif tersebut atau sembuh dari efek
zat tersebut.
6. Adanya penurunan dalam aktivitas social, pekerjeaan, atau rekreasional karena
adanya penggunaan zat psikoaktif tersebut.
7. Adanya penggunaan zat tersebut secara terus menerus walaupun telah diketehaui
bahwa terdapat gejala fisik maupun psikologis yang diakibatkan karena efek dari
zat psikoaktif tersebut.
pengguna harus sadar bahwa itu hanya halusinasi atau ilusi belaka yang disebabkan
oleh penggunaan zat, jika tidak diagnosis substance induced psychotic disorder
dengan halusinasi harus dipertimbangkan. Kritetria gejala putus zat akibat sedatif
hipnotik5 :
1.Pemberhentian atau pengurangan sedatif-hipnotik setelah penggunaan yang
lama dan berat
2. Dua atau lebih gejala yang timbul dalam beberapa jam hingga hari setelah
kriteria 1 :
100)
Tremor
Insomnia
Mual atau muntah
Halusinasi atau ilusi taktil, auditori, visual sesaat
Agitasi psikomotor
Cemas
Kejang grand mal
2. Gejala pada kriteria 2 menyebabkan gangguan pada fungsi sosial dan
pekerjaan
3. Gejala yang timbul tidak diakibatkan kelainan medis atau jiwa yang
2.4.1
lainnya
Gangguan mental dan perilaku akibat sedatif-hipnotik
Benzodiazepine sering diresepkan untuk mengatasi gangguan cemas dan
insomnia. Pada dewasa muda sering obat ini disalahgunakan untuk relaksasi,
aktivitas seksual, dan euforia ringan. Euforia yang disebabkan oleh benzodiazepin
lebih ringan dibandingkan golongan lain. Intoksikasi benzodiazepin dapat
menyebabkan seseorang menjadi agresif. Gejala putus zat timbul pada dosis tinggi
misalkan 40 mg pada penggunaan diazepam. Gejala putus zat muncul 2-3 hari
setelah berhenti menggunakan obat. Gejala intoksikasi barbiturat mirip dengan
intoksikasi alkohol seperti koordinasi buruk, sulit berkonsentrasi dan berpikir, sexual
impuls meningkat, dan mood labil. Gejala ini biasa hilang dalam beberapa jam,
namun tergantung waktu paruh obat yang dikonsumsi dapat menimbulkan gejala
hingga 12-24 jam.2,3
2.4.2
muncul
Dementia dan Penggunaan Sedatif-Hipnotik5
Berdasarkan criteria diagnosis DSM IV, gejala dementia yang diakibatkan
oleh sedatif-hipnotik adalah sebagai berikut :
A. Munculnya gejala defisit kognitif yang multipel sebagai berikut :
a. Gangguan memori (kemampuan mempelajari informasi baru atau
mengingat yang sudah dipelajari)
b. 1 atau lebih gangguan yang menyertai:
i. Afasia
ii. Afraksia
iii. Agnosia
iv. Gangguan pada fungsi eksekutif
B. Gangguan ini menyebabkan gangguan pada fungsi sosial dan
pekerjaannya
C. Defisit tidak terjadi saat delirium dan menetap selama durasi intoksikasi
atau gejala putus zat
D. Adanya bukti dari anamnesa, PF, dan pemeriksaan lab yang menunjukkan
bahwa defisit disebabkan penggunaan zat
10
2.4.4
2.4.5
2.4.6
campuran dengan iritabilitas, dan depresi. Kriteria diagnosis untuk gangguan mood
yang disebabkan oleh penggunaan zat psikoaktif adalah sebagai berikut :
A. Adanya gangguan yang menonjol dan persisten yang mendominasi
dengan karakteristik satu atau kedua dari berikut ini :
a. Mood depresi atau hilangnya minat dan kenikmatan pada hamper
semua aktivitas
b. Mood yang meninggi, luas, atau iritabel
B. Adanya bukti yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau
pemeriksaan laboratorium berupa 1 atau kedua tanda berikut :
a. Gejala pada criteria A muncul pada saat atau dalam satu bulan dari
terjadinya intoksikasi atau gejala putus zat
b. Adanya pemakaian obat yang menjadi etiologi dari kelainan yang
muncul
C. Kelainan ini bukan merupakan gangguan mood yang bukan diinduksi
oleh penggunaan zat psikoaktif
D. Gangguan ini tidak muncul pada saat keadaan delirium
E. Gejala ini menyebabkan suatu hendaya yang signifikan dalam social,
okupasi, dan bagian fungsional lainnya.
2.4.7
12
2.4.8
13
C. Kelainan ini tidak dapat digolongkan sebagai gangguan tidur yang bukan karena
penggunaan zat psikoaktif
Kriteria ini lebih dispesifikasi apabila terdapat gangguan pada dorongan untuk
berhubungan seksual, gangguan pada orgasme, atau disertai adanya nyeri saat
berhubungan, atau apabila terjadi bersamaan dengan intoksikasi.
14
BAB III
KESIMPULAN
Sedatif-hipnotik merupakan zat psikoaktif yang digunakan dalam bidang medis
sebagai obat insomnia, cemas, antikejang, dan anestesi. Termasuk dalam golongan ini adalah
benzodiazepin, barbiturat, dan zat mirip barbiturat. Dalam penggunaan di bidang medis,
pemberian sedatif-hipnotik harus diperhatikan dosisnya karena dapat menyebabkan
ketergantungan
pada
penggunanya.
Yang
termasuk
dalam
golongan
ini
adalah
benzodiazepine, barbiturat, dan zat seperti barbiturat. Namun sekarang barbiturat jarang
diresepkan karena mudah disalahgunakan.
Reseptor yang berperan pada ketergantungan obat sedatif-hipnotik adalah GABAA.
Reseptor ini berinteraksi dengan neurotransmitter GABA yang sifatnya menginhibisi.
Penggunaan obat sedatif-hipnotik dengan dosis tinggi dapat menyebabkan penyalahgunaan
yang ditandai dengan toleransi dan gejala putus zat. Gejala putus zat timbul bervariasi
berdasarkan obat yang dikonsumsi. Pada penggunaan berlebih juga dapat terjadi intoksikasi
obat sedatif-hipnotik.
Gangguan perilaku akibat penggunaan sedatif-hipnotik mempunyai variasi yang luas
mulai dari delirium, dementia, gejala psikosis, gangguan mood, gangguan tidur sampai
dengan adanya disfungsi seksual. Gangguan perilaku akibat penggunaan sedatif-hipnotik
dapat terjadi pada saat intoksikasi dan putus zat. Untuk dapat mendiagnosis pasien dengan
penyalahgunaan sedatif-hipnotik dapat ditanyakan riwayat penggunaan obat, pemeriksaan
fisik, dan hasil laboratorium.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. US Departement of Health and Human Services. Result from the 2013 the National
Survey on Drug Use and Health: Summary of National Findings. 2014.
2. Sadock BJ dan Virginia AS. Kaplan Synopsis of Psychiatry. Edisi 10. 2007. Lipincott
William and Willkins.
3. Joewana S. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif. Edisi
2. 2005. EGC.
4. Sills GJ. Mechanism of Action of Antiepileptic Drug. University of Liverpool.2011;
25: 1-8
5. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder. Edisi 4. 2005. American Psychiatric Association.
6. Devlin JW, Fraser GL, dan Riker RR. Drug Induced Coma and Delirium. Drug
Induced Complication in the Critically Ill Patient. 2011; 8: 107-16
16