Anda di halaman 1dari 4

1.

Intoksikasi
Rasio terapi digitalis sangat sempit sehingga 5-20%
penderita

umumnya

memperlihatkan

gejala

toksik

dengan

manifestasi yang sukar dibedakan dengan tanda-tanda gagal


jantung. Keracunan ini biasanya terjadi karena (1) pemberian
dosis beban yang terlalu cepat; (2) akumulasi akibat dosis
penunjang yang terlalu besar; (3) adanya predisposisi untuk
keracunan; atau (4) takar lajak.
Efek toksik digitalis sering dijumpai dan dapat sedemikian
berat sehingga menyebabkan kematian. Sebab yang paling
sering ialah pemberian bersama diuretik yang menyebabkan
deplesi kalium. Gejalanya beda-beda, dapat mengenai hampir
semua sistem organ dalam tubuh, dan umumnya merupakan
kelanjutan dari efek farmakodinamik-nya. Efek toksik utama ialah
terhadap jantung ynag bila luput dari perhatian atau tidak
ditangani dengan baik, sering kali berakhir dengan kematian.
Karena itu para dokter harus mengetahui tanda-tanda awal
keracunan, mengenal kondisi penderita, mengenal obat-obat
yang meningkatkan resiko keracunan, dan menguasai cara
mengatasi keracunan. Penderita pun harus diberitahukan tentang
hal-hal yang mungkin mereka alami selama pengobatan.
1.1.

Efek toksik terhadap jantung

Gejala umum intoksikasi digitalis tampak pada saluran


cerna dan susunan saraf pusat tetapi gejala yang paling
berbahaya adalah gangguan irama denyut dan konduksi jantung
(perlambatan dari blok AV total). Dalam kadar yang sangat tinggi
obat dapat mengganggu konduksi di atrium yang pada gambaran
EKG tampak sebagai perpanjangan gelombang P.

Penting disadari bahwa tidak semua gangguan ritme yang


menyertai kadar digitalis plasma yang tinggi merupakan tanda
keracunan digitalis. Sedangkan kadar obat yang rendah dalam
plasma, tidak dapat menyingkirkan kemungkinan terjadinya
keracunan dan aritmia akibat obat. Pengukuran kadar obat dalam
pplasma hanya merupakan petunjuk kasar dalam penentuan
efektivitas dan keracunan, karena penyakit jantungnya sendiri
dapat menimbulkan aritmia dan gangguan konduksi jantung.
Diagnosa aritmia karena digitalis ditentukan berdasarkan respons
yang terlihat setelah obat dihentikan.
Walaupun

manifestasi

keracunan

digitalis

dapat

menyerupai setiap bentuk aritmia atau kelainan konduksi, ada


beberapa kelainan yang khas. Digitalis dapat menyebabkan sinus
bradikardis dan dapat menimbulkan blokade SA total, terutama
pada penderita dengan penyakit pada sinus SA. Keracunan dapat
pula bermanifestasi dalam bentuk gangguan ritme atrium,
termasuk

depolarisasi

prematur,

takikardia

supraventrikel

paroksismal dan nonparoksismal. Aritmia ini sangat mungkin


disebabkan oleh depolarisasi ikutan atau rangsang reentry akibat
depresi konduksi nodus AV dan nondus SA; mungkin pula karena
peningkatan

automatisitas

oleh

digitalis.

Belum

ada

cara

pemeriksaan yang dapat membedakan berbagai mekanisme


aritmia ini.
Efek digitalis pada taut AV (AV junction) penting untuk efek
terapi maupun efek toksiknya. Keracunan ditandai oleh adanya
blokade AV berat dan munculnya ritme taut AV yang dipercepat
(accelerated AV junctional rhythm). Kelainan yang khas dapat
berupa denyut lepas (escape beat) atau berupa takikardia taut
AV nonparoksismal. Jenis aritmia ini hampir selalu karena

digitalis, tetapi sesekali dapat disebabkan oleh infark miokard


inferior atau miokarditis akut.
Gangguan irama ventrikel yang paling sering menyertai
keracunan digitalis adalah depolarisasi prematur, yang muncul
sebagai pulsus bigeminus atau trigeminus, tetapi aritmia ini tidak
spesifik

untuk

menimbulkan

digitalis.
takikardia

Keracunan
ventrikel

digitalis

atau

dapat

fibrilasi

pula

ventrikel.

Takikardia ventrikel mungkin berasal dari automatisitas serabut


Purkinje yang menigkat.
1.1.1. Efek samping lain
Gejala

saluran

cerna.

Anoreksia,

mula,

dan

muntah

merupakan gejala keracunan digitalis paling dini. Dan hilang


dalam beberapa hari bila pemberian obat dihentikan. Mual dan
muntah terutama berdasarkan atas efek langsung digitalis pada
pusat munyah di batang otak; selain itu juga akibat efek iritasi
langsung terhadap saluran cerna yaitu pulvus folia digitalis.
Gejala anoresia seringkali tidak terdeteksi pada pasien lanjut usia
dan depresi.
Gejala neurologik. Sakit kepala, letih, lesu, dan pusing ialah
gejala umum yang dapat dijumpai pada awal keracunan digitalis,
kelemahan otot, mudah letih merupakan gejala yang menonjol.
Neuralgia,

biasanya

mengenai

1/3

bahagian

bawah

muka

sehingga menyerupai neuralgia trigemini, dapat merupakan


gejala paling awal, paling berat, dan bahkan dapat merupakan
satu-satunya

gejala

intoksikasi

digitalis;

ekstermitas

dan

punggung dapat pula terkena; sesekali dapat terjadi kejang.


Gejala mental dapat berupa disorientasi, pikiran kacau, afasia,
bahkan delirium atau halusinasi. Efek neuropsikiatri terutama
cenderung timbul pada penderita usia lanjut yang disertai

penyakit aterosklerotik walaupun peran digitalis di sini tidak


jelas.
Penglihatan. Pelnglihatam sering kabur. Sering terlihat tepi
yang berwarna outih sekitar bayangan objek yang gelap, dan
objek seperti berembun. Penglihatan warna dapat terganggu
(chromatopsia) terutama terhadap warna kuning dan hijau.
Penderita dengan intoksikasi digitalis sering mengeluh segalanya
tampak kuning. Ambliopia, diplopia dan skotoma selintas dapat
pula timbul. Pernah pula dilaporkan bahwa digitalis dapat
menimbulkan

neuriti

retrobulber

dan

kerusakan

saraf

penglihatan.
Efek samping lain berupa ginekomastia pada pria dapat
ditimbulkan oleh digitalis. Diduga karena digitalis mempunyai
efek estrogenik karena struktur kimianya mirip hormon kelamin.
1.2.

Faktor yang mempermudah intoksikasi

Penyebab intoksikasi digitalis yang paling sering ialah


pemberian dosis pemeliharaan yang terlalu besar. Berbagai
faktor berperan dalam mengubah kepekaan jantung terhadap
digitalis. Kadar K+ plasma yang rendah barangkali merupakan
sebab keracunan yang paling penting karena kebanyakan
penderita gagal jantung menerima diuretik. Dialisis dapat pula
menimbulkan deplesi kalium. Kadar Ca++ yang terlalu tinggi pada
plasma dapat pula berperan dalam menimbulkan keracunan. Hal
ini terjadi karena istirahat di tempat tidur yang lama, mieloma,
dan penyakit paratiroid. Kadar magnesium yang rendah dalam
plasma memberikan efek yang sama seperti kadar kalsium yang
tinggi.

Hipotiroid

meningkatkan

kecenderungan

terjadinya

keracunan karena eliminasi digitalis ditekan, dan dalam keadaan

Anda mungkin juga menyukai