Anda di halaman 1dari 23

Pembahasan Karakter, Filsafat, Logika dan Etika sebagai Modal

Pengembangan Diri
Oleh Nadya Ayu Anindita, 1406533144
Judul

: Dasar-dasar Logika

Pengarang

: Bagus Takwin

Data Publikasi :
-

Judul buku

: Buku Ajar I: Kekuatan dan Keutamaan Karakter,

Filsafat, Logika, dan Etika.


Pengarang
:
1. Bagus Takwin
2. Fristian Hadinata
3. Saraswati Putri
Kota terbit
: Depok
Penerbit
: Universitas Indonesia
Tebal buku: 173 halaman

Dalam mendidik manusia agar menjadi manusia yang memadai,


diperlukan konsep pendidikan yang memadai. Penyelenggaraan pendidikan
tersebut juga diperlukan dengan mengutamakan pendidikan karakter. Untuk
memenuhi kebutuhan konsep penyelenggaraan pendidikan yang memadai bagi
pendidikan karakter, Bagus Takwin, Fristian Hadinata dan Saraswati Putri bekerja
sama untuk menyajikan bahasan tentang kekuatan dan keutamaan karakter, dasardasar filsafat, logika dan etika sebagai usaha pengembangan kapabilitas
mahasiswa Universitas Indonesia.
1. Kekuatan dan Keutamaan Karakter
Pembentukan karakter memang menjadi salah satu kunci dari kemajuan
dan pembangunan bangsa. Jauh-jauh hari Bung Hatta (1932/1988) sudah
menekankan pentingnya pembentukan karakter bersama dengan pembangunan
rasa kebangsaan dan peningkatan pengetahuan serta keterampilan (Hatta, 1988).
Dengan kekuatan dan keutamaan karakter, orang dapat menghasilkan perasaanperasaan positif dalam situasi apa pun. Pendidikan karakter juga merupakan usaha
untuk membantu peserta didik mencapai kebahagiaan. Spiritualitas manusia
merupakan

dasar

dari

kekuatan

karakter. Kemampuan

manusia

untuk

memperbaiki diri dan dunianya dari waktu ke waktu bersumber pada daya-daya
spiritualnya.
Karakter

bukan

kepribadian

meskipun

keduanya

berkaitan

erat.

Kepribadian manusia tampil dalam perilaku yang melibatkan aspek psikis


(berpikir, mempercayai dan merasakan sesuatu) dan aspek fisik manusia (berjalan,
berbicara dan melakukan tindakan-tindakan motorik). Manusia memiliki otonomi
dalam dirinya tetapi, di sisi lain, ia juga menyesuaikan diri dengan lingkungannya
secara unik. Dengan keunikan itu, seorang manusia berbeda dari manusia lainnya.
Dalam memahami kepribadian seseorang perlu diketahui sejarah hidup, latar
belakang budaya, ambisi, cita-cita, karakter, motif, dan sifatnya serta keterkaitan
semua itu dalam pembentukan kepribadiannya. Sedangkan karakter adalah
kumpulan sifat mental dan etis yang menandai seseorang yang menentukan orang
seperti apa pemiliknya.. Karakter diperoleh melalui pengasuhan dan pendidikan
meskipun potensialitasnya ada pada setiap orang. Untuk membentuk karakter
yang kuat, orang perlu menjalani serangkaian proses pemelajaran, pelatihan dan
peneladanan.
Peterson dan Seligman (2004) mengatakan bahwa karakter yang kuat
adalah karakter yang bercirikan keutamaan-keutamaan yang merupakan
keunggulan manusia. Penggalian, pengenalan, dan pengukuran keutamaan dapat
dilakukan melalui teknik inventori, skala sikap, wawancara mendalam, diskusi
kelompok terarah (focus-group discussion) dan simulasi. Pada prinsipnya, semua
teknik membutuhkan ahli yang memahami konstruk karakter dan keutamaan.
Tetapi, dalam pelaksanaannya, beberapa teknik dapat digunakan oleh lebih banyak
orang yang terlebih dahulu dilatih dalam waktu singkat.
Peterson dan Seligman (2004) mengemukaan tiga level konseptual dari
karakter, yaitu keutamaan, kekuatan dan tema situasional dari karakter.
Pembedaan ini berguna untuk kepentingan pengenalan, pengukuran dan
pendidikan karakter. Hubungan antara keutamaan, kekuatan dan tema situasional
karakter bersifat hierarkis. Keutamaan berada di level atas, lalu kekuatan di level
tengah, dan tema situasional di level bawah. Kita dapat mengenali tema
situasional tertentu dari karakter, tetapi kita belum dapat menyimpulkan bahwa
orang itu memiliki kekuatan tertentu. Kita dapat lebih memastikan kekuatan apa
yang dimiliki orang itu jika kita dapat mengenali bahwa orang itu juga

menampilkan perilaku-perilaku sesuai tema situasional tertentu dalam beberapa


situasi. Kemudian, jika dalam berbagai situasi dan dalam rentang waktu yang
relatif lama, seseorang menunjukkan berbagai kekuatan tertentu secara konsisten,
baru kita dapat mengenali keutamaan orang itu. Keutamaan merupakan
karakteristik utama dari karakter (Peterson & Seligman, 2004). Para filsuf dan
agamawan menjadikan keutamaan sebagai nilai moral oleh karena itu keutamaan
dianggap sebagai dasar dari tindakan yang baik. Kekuatan karakter merupakan
unsur psikologi, merupakan proses atau mekanisme, yang mendefinisikan
keutamaan. Dengan kata lain, keutamaan dapat dicapai melalui pencapaian
kekuatan karakter. Tema situasional dari karakter adalah kebiasaan khusus yang
mengarahkan orang untuk mewujudkan kekuatan karakter dalam situasi tertentu.
Lingkungan juga berperanan penting dalam memfasilitasi munculnya kekuatan
karakter melalui pemunculan tema situasional. Semakin banyak dan sering tema
situasional ditampilkan semakin terbentuk kekuatan karakter.
Berikut ini 24 kekuatan karakter yang tercakup dalam 6 kategori
keutamaan yang sejauh ini sudah dikembangkan oleh manusia.
Kebijaksanaan dan Pengetahuan, merupakan keutamaan yang berkaitan
dengan fungsi kognitif, yaitu tentang bagaimana mendapatkan dan menggunakan
pengetahuan. Ada lima kekuatan yang tercakup dalam keutamaan ini, yaitu
kreativitas (memberikan kemampuan untuk berpikir dengan cara baru dan
produktif), keingintahuan mencakup minat (menjadikan orang memiliki minat
dalam

pengalaman

yang

sedang

berlangsung),

keterbukaan

pikiran

(memampukan orang yang memilikinya untuk berpikir mendalam dan


menyeluruh tentang berbagai hal), cinta pembelajaran (orang mau terus belajar
dan terus menerus mengembangkan dirinya menjadi lebih), dan kekuatan
perspektif (memiliki cara untuk melihat dunia yang masuk akal bagi diri sendiri
dan orang lain).
Kemanusiaan dan cinta, merupakan keutamaan yang mencakup
kemampuan interpersonal dan bagaimana menjalin pertemanan dengan orang lain.
Keutamaan ini terdiri atas kekuatan cinta (membuat orang mampu menjalin
hubungan dekat dengan orang lain, khususnya yang bercirikan kegiatan berbagi
dan peduli yang saling membalas), kebaikan hati (berbuat baik sebagai bagian dari

pengembangan dirinya), dan kecerdasan sosial (memahami motif dan perasaan


orang lain, serta memahami motif dan perasaan diri sendiri).
Kesatriaan (courage) merupakan kekuatan emosional yang melibatkan
kemauan kuat untuk mencapai suatu tujuan. Mencakup empat kekuatan, yaitu
kekuatan keberanian (bertindak atas keyakinan meskipun tidak populer),
ketabahan atau kegigihan (mampu menyesuaikan kata-kata dan perbuatan, serta
berpegang pada prinsip dalam berbagai situasi), integritas, kejujuran, dan
penampilan diri dengan wajar (mampu menampilkan diri secara tulus), dan
vitalitas mencakup semangat, antusiasme, semangat, dan penuh energi (menjalani
kehidupan penuh dengan kegembiraan, semangat dan energi).
Keadilan (justice) mendasari kehidupan yang sehat dalam suatu
masyarakat. Ada tiga kekuatan, yakni Kewarganegaraan mencakup tanggung
jawab sosial, loyalitas dan kesiapan kerja dalam tim (dapat bekerja dengan baik
sebagai anggota kelompok yang setia kepada kelompok), kesetaraan (orang
memperlakukan semua orang sama di hadapan keadilan), kepemimpinan
(menyelesaikan tugas dan pada saat yang sama menjaga hubungan yang baik
dengan orang lain dalam kelompok).
Pengelolaan diri (temperance) adalah keutamaan untuk melindungi diri
dari segala akibat buruk. Di dalamnya tercakup kekuatan pengampunan
(menghindarkan diri dari pesimisme terhadap kebaikan manusia), pengendalian
diri (dapat menentukan tindakan-tindakan yang tepat bagi dirinya sehingga tidak
merugikan diri sendiri dan orang lain), kerendahan hati (tidak melakukan
kebaikan hanya untuk diri mereka sendiri), dan kehati-hatian (selalu berhati-hati
dalam memilih atau melakukan hal-hal yang nantinya mungkin akan disesali).
Transendensi merupakan keutamaan yang menghubungkan kehidupan
manusia dengan seluruh alam semesta tercakup kekuatan penghargaan terhadap
keindahan dan keunggulan (terdorong juga untuk menghasilkan keindahan,
keunggulan, keterampilan dan kinerja yang baik), syukur (menerima apa yang ada
dalam kehidupan sebagai anugrah dan berkah), harapan mencakup optimisme
(selalu optimistik menjalan hidup, berusaha, dan bekerja untuk mencapainya),
spiritualitas (perilaku yang konsisten dan koheren sebagai bagian dari usaha), dan
kekuatan menikmati hidup dan humor (menjalani hidup secara ringan meski
dalam situasi-situasi yang sulit dan berat).

Dalam salah satu pengertiannya, spiritualitas merujuk kepada sesuatu yang


teramat religius, sesuatu yang berkaitan dengan roh (spirit) dan hal-hal yang
sakral misalnya Tuhan dan makhluk-makhluk di luar manusia yang memiliki sifat
dan kekuatan gaib. Dengan menghayati kehidupan sehari-hari, seseorang dapat
merasakan pengalaman spiritual yang mendalam. Spiritualitas dapat dipahami
sebagai dasar kekuatan dan keutamaan karakter manusia. dalam kekuatan
transendensi

ada

penghargaan

terhadap

keindahan

dan

kesempurnaan.

Penghargaan ini juga menyebabkan kekuatan karakter yang lain menjadi penting
dalam rangka memperjuangkan kehidupan yang indah dan sempurna.
Karakter selalu didasari oleh spirtualitas. Daya-daya spiritual menjadi
kekuatan kita untuk bertahan dan setia menuju satu tujuan. Dengan daya-daya
spiritual, manusia dapat melampaui dirinya, berkembang terus sebagai makhluk
yang self-trancendence (selalu mampu berkembang melampaui dirinya). Dengan
demikian, ketika kita berbicara tentang karakter maka kita juga berbicara tentang
spiritualitas, tentang daya-daya yang menguatkan dan mengembangkan manusia
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Pembentukan karakter erat sekali hubungannya dengan pencapaian
kebahagiaan. Pada akhirnya, orang dengan watak atau karakter yang kuat adalah
orang yang berbahagia, mandiri, dan memberi sumbangan positif kepada
masyarakatnya. Setiap orang memiliki potensi untuk mencapai kebahagiaan, dan
potensi

untuk

menjalani

hidup

yang

baik;

tinggal

bagaimana

mengaktualisasikannya. Seligman (2004) menyebutkan tiga kebahagiaan, yaitu


memiliki makna dari semua tindakan yang dilakukan, mengetahui kekuatan
tertinggi, dan menggunakan kekuatan tertinggi untuk melayani sesuatu yang
dipercayai sebagai hal yang lebih besar dari diri sendiri. Pendidikan harus
diarahkan kepada ketiga kebahagiaan itu. Peserta didik difasilitasi dan dilatih
untuk selalu memaknai setiap tindakan yang dilakukannya. Perpaduan dari tiga
kebahagiaan dan keutamaan-keutamaan karakter merupakan bahan dari
pendidikan karakter. Jika dipahami bahwa inti pendidikan adalah pembentukan
karakter maka seharusnyalah dicamkan pula bahwa setiap pendidikan adalah
pembentukan karakter. Tetapi belakangan kita menyaksikan pendidikan secara
umum seperti dipisahkan dari pembentukan karakter sehingga diperlukan usaha

khusus

untuk

menyelenggarakan

pendidikan

karakter

sebelum

nanti

pembentukan karakter kembali menjadi inti dari pendidikan.


2. Dasar-dasar Filsafat
Penjelasan tentang hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan dapat
kita temui dalam literatur filsafat ilmu. Filsafat ilmu berkaitan dengan asumsi,
fondasi, metode, dan implikasi dari ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu juga
mempertimbangkan masalah yang berlaku untuk ilmu tertentu (misalnya filsafat
biologi atau filsafat fisika). Di sisi lain, filsafat ilmu berurusan dengan
pertanyaan-pertanyaan yang tak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan. Tanpa
logika, filsafat dan ilmu pengetahuan tidak dapat memastikan langkah-langkah
perolehan pengetahuan yang benar. Karakter dan filsafat memiliki hubungan yang
saling menguatkan. Filsafat memang mengandalkan pikiran karena untuk
mencapai kebenaran diperlukan pikiran. Tetapi berfilsafat tidak hanya
menggunakan pikiran. Berfilsafat berarti juga melibatkan keseluruhan diri untuk
terlibat dalam pencarian kebenaran.
Kata filsafat pertama kali ditemukan dalam tulisan sejarawan Yunani
Kuno, Herodotus (484-424 SM). Kata berfilsafat di situ mengindikasikan
bahwa Solon mencari pengetahuan untuk pengetahuan semata. Kata filosof atau
filsuf berasal dari kata philosophos yang berati pencinta kebijaksanaan; philos
berarti kebijaksanaan, dan sophos berarti pecinta dari kata dasar sophia yang
berarti cinta. Orang-orang yang gagasan dan pemikirannya didasari oleh
pengetahuan

tentang

kebenaran

dan

dapat

mempertahankannya

dengan

argumentasi yang kuat patut disebut filsuf. Mereka adalah pencinta kebijaksanaan
dan apa yang dilakukan oleh filsuf kemudian disebut filsafat. Jika kita pelajari
lebih lanjut pemikiran-pemikiran filosofis sejak Yunani Kuno hingga abad ke-21,
filsafat dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memahami segala
perwujudan kenyataan secara kritis, radikal dan sistematis. Dari definisi itu dapat
disimpulkan bahwa filsafat adalah usaha. Sebuah usaha adalah sebuah proses,
bukan semata produk. Proses itu berisi aktivitas-aktivitas untuk memahami segala
perwujudan kenyataan atau apa yang ada (being). Apa yang hendak diketahui

filsafat tak terbatas, oleh karena itu proses pemahaman itu berlangsung terus
menerus.
Filsafat yang memiliki sifat kritis tidak mungkin merupakan barang yang
jadi. Setidaknya, sebagai produk filsafat adalah pemikiran yang perlu dikaji,
direfleksikan dan dikritik lagi. Istilah kritis dalam pengertian filsafat berasal dari
istilah latin kritein yang berarti memilah-milah dan kritikos yang berarti
kemampuan menilai. Lebih khusus lagi, yang dimaksud berpikir kritis di sini
adalah usaha yang dilakukan secara aktif untuk memahami dan mengevaluasi
informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima, ditolak atau
belum dapat diputuskan penerimaannya karena belum jelas.
Sifat utama filsafat yang lain adalah radikal. Istilah radikal berasal dari
kata radix yang berarti akar. Berpikir kritis memungkinkan orang untuk dapat
berpikir radikal. Sifat radikal pada filsafat memungkinkannya memahami
persoalan sampai ke akar-akarnya dan mengajukan penjelasan yang mendasar.
Berfilsafat dilakukan secara sistematis. Asal kata sistematis adalah
systema yang berarti keteraturan, tatanan dan saling keterkaitan. Sistematis di sini
memiliki pengertian bahwa upaya memahami segala sesuatu itu dilakukan
menurut suatu aturan tertentu, runut dan bertahap, serta hasilnya dituliskan
mengikuti suatu aturan tertentu pula. Dengan kata lain, sifat sistematis dalam
filsafat sekaligus mencakup sifat logis. Dari sini dapat dipahami bahwa filsafat
mencakup logika. Artinya, filsafat selalu memegang keyakinan akan daya
argumen dan penalaran. Logika yang digunakan dalam filsafat merupakan logika
baru untuk jamannya.
Seorang filsuf bernama Jacques Maritain mengatakan, Filsafat ialah suatu
kebijaksanaan dan sifatnya pada hakikatnya berupa usaha mengetahui.
Mengetahui dalam arti paling penuh serta paling tegas, yaitu mengetahui dengan
kepastian berdasarkan sebab-sebabnya mengapa barang sesuatu itu seperti
keadaannya, tidak bisa lain dari itu (Kattsoff, 2004:65).

Kita dapat menemukan pembagian filsafat berdasarkan sistematika


permasalahan (Gazalba, 1979) atau area kajian filsafat yang secara garis besar
terdiri dari ontologi, epistemologi dan axiologi.
Ontologi, istilah ontologi berasal dari dua kata bahasa Latin, yaitu onta
yang berarti ada dan logia yang berarti ilmu, kajian, prinsip atau aturan.
Ontologi secara umum didefinisikan sebagai studi filosofis tentang hakikat ada
(being), eksistensi, atau realitas, serta kategori dasar keberadaan dan hubungan
mereka.
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mengkaji teori-teori tentang
sumber-sumber, hakikat, dan batas-batas pengetahuan. Pertanyaan epistemologis
yang hendak dijawab di sini adalah bagaimana proses perolehan pengetahuan
pada diri manusia dan sejauh mana ia dapat mengetahui. Dalam epistemologi
terdapat empat cabang yang lebih kecil (1) epistemologi dalam arti sempit; (2)
filsafat ilmu; (3) metodologi; dan (4) logika. Epistemologi dalam arti sempit
merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat pengetahuan yang ditelusuri
melalui 4 pokok, yaitu 1) sumber pengetahuan, 2) struktur pengetahuan, 3)
keabsahan pengetahuan, dan 4) batas-batas pengetahuan. Pengetahuan di sini
adalah pengetahuan umum atau pengetahuan sehari-hari (knowledge) atau
pengetahuan yang berguna bagi manusia secara praktis (eksistensial pragmatis).
Axiologi adalah bidang filsafat yang mencoba menjawab pertanyaan Apa
yang dilakukan manusia dan apa yang seharusnya dilakukan manusia? Axiologi
mengkaji pengalaman dan penghayatan dari perilaku-perilaku manusia. Cabang
filsafat yang termasuk dalam axiologi adalah etika dan estetika. Etika adalah
cabang filsafat yang mengkaji nilai apa yang berkaitan dengan kebaikan dan
apakah itu perilaku baik. Kata etika menunjuk dua hal. Pertama: disiplin ilmu
yang mempelajari nilai-nilai dan pembenarannya. Kedua: pokok permasalahan
disiplin ilmu itu sendiri yaitu nilai-nilai hidup manusia yang sesungguhnya dan
hukum-hukum tingkah laku manusia. Estetika mengkaji pengalaman dan
penghayatan manusia dalam menanggapi apakah sesuatu itu indah atau tidak. Jadi
estetika membahas soal-soal keindahan yang dipersepsi oleh manusia.

Aliran Filsafat, hanya Immanuel Kant yang menjelajahi ketiga wilayah


sistematika filsafat secara lengkap lewat tiga bukunya: Critic of Pure Reason,
Critic of Practical Reason, dan Critic of Judgement. F.W. Nietzsche, seorang
filsuf Jerman, hanya menelaah wilayah epistemologi, metafisika, estetika dan
etika. Filsuf-filsuf lain yang cukup terkenal dan berpengaruh di antaranya Rene
Descartes, David Hume, F.G.W. Hegel, Edmund Husserl, Karl Marx dan Bertrand
Russell.
Dalam

perkembangan

filsafat,

berbagai

aliran,

berbagai

isme

bermunculan. Berikut adalah beberapa aliran yang cukup berpengaruh dalam


sejarah perkembangan filsafat:
a. Rasionalisme: aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa semua
pengetahuan bersumber dari akal (rasio), ditegaskan di sini bahwa akal yang
mampu mendapatkan pengetahuan secara jernih (clear) dan lugas/terpilah
(distinct) tentang realitas.
b. Empirisme: aliran dalam filsafat yang menekankan pengalaman sebagai
sumber pengetahuan.
c. Kritisisme: aliran filsafat yang dibangun oleh filsuf besar: Imanuel Kant.
Aliran ini pada dasarnya adalah kritik terhadap rasionalisme dan empirisme
yang dianggap terlalu ekstrem dalam mengkaji pengetahuan manusia. Akal
menerima bahan-bahan yang belum tertata dari pengalaman empirik, lalu
mengatur dan menertibkannya dalam kategori-kategori.
d. Idealisme: aliran filsafat yang berpendirian bahwa pengetahuan adalah prosesproses mental ataupun proses-proses psikologis yang sifatnya subyektif.
Materi tidak memiki kedudukan yang independen melainkan hanya
merupakan materialisasi dari pikiran manusia.
e. Vitalisme: aliran filsafat yang memandang hidup tidak dapat sepenuhnya
dijelaskan secara mekanis karena pada hakikatnya manusia berbeda dengan
benda mati. Manusia memiliki kehendak yang mampu mengubah keadaannya
yang statis menjadi lebih dinamis.

f. Fenomenologi: aliran filsafat yang mengkaji penampakan (gejala-gejala) dan


memandang gejala dan kesadaran selalu saling terkait.
Analisis terhadap istilah merupakan langkah penting yang harus dilakukan
untuk mendapatkan makna yang tepat dan memadai. Secara ringkas, Kattsoff
(2004:34-38) mengemukakan langkah-langkah umum yang disarankan dalam
menganalisis dan sintesis.
1. Memastikan adanya masalah yang diragukan kesempurnaan atau
kelengkapannya.
2. Masalah umumnya terpecahkan dengan mengikuti dua langkah, yakni
menguji prinsip-prinsip kesahihannya dan menentukan sesuatu yang tak
dapat diragukan kebenarannya (untuk menyimpulkan kebenaran yang
lain).
3. Meragukan dan menguji secara rasional segala hal yang ada sangkut
pautnya dengan kebenaran.
4. Mengenali apa yang dikatakan orang lain mengenai masalah yang
bersangkutan dan menguji penyelesaian-penyelesaian mereka.
5. Menyarankan suatu hipotesis yang kiranya memberikan jawaban atas
masalah yang diajukan.
6. Menguji konsekuensi-konsekuensi dengan melakukan verifikasi terhadap
hasil-hasil penjabaran yang telah dilakukan.
7. Menarik simpulan mengenai masalah yang mengawali penyelidikan.
Dengan demikian, berpikir filosofis merupakan satu cara untuk membangun
keutamaan pengetahuan dan kebijaksanaan dengan kekuatan-kekuatan yang
dikandungnya.
3. Dasar-dasar Logika
Secara umum, logika dikenal sebagai cabang filsafat, tetapi ada juga ahli
yang menempatkannya sebagai cabang matematika. Kedua bidang kajian ini
menempatkan logika sebagai dasar berpikir dalam memperoleh, mencermati dan

10

menguji pengetahuan. Logika dapat diartikan sebagai kajian tentang prinsip,


hukum, metode, dan cara berpikir yang benar untuk memperoleh pengetahuan
yang benar. Terlepas dari latar belakang kajian dan penemuannya serta
klasifikasinya dalam penggolongan ilmu, logika merupakan alat yang dibutuhkan
dalam kajian berbagai ilmu pegetahuan dan juga dalam kehidupan sehari-hari.
Logika memungkinkan manusia memahami seluk-beluk dan dinamika alam
beserta isinya, menerangkan, meramal dan menata alam.
Secara filosofis, logika adalah kajian tentang berpikir atau penalaran yang
benar. Penalaran merupakan proses penarikan kesimpulan berdasarkan alasan
yang relevan. Untuk dapat menjelaskan karakteristik penaralan yang benar serta
mengapa dan bagaimana itu dapat dihasilkan, logika menggunakan pemahaman
tentang standar kebenaran yang diperoleh dari epistemologi yang merupakan
cabang ilmu filsafat yang mengkaji hakikat pengetahuan. Selain dari itu, logika
juga berkaitan erat dengan matematika sehingga beberapa simbol matematika
digunakan dalam logika.
Manusia berpikir dengan menggunakan kategori. Para filsuf membantu
kita untuk mengenali benda-benda secara lebih sistematis dan koheren dengan
mengajukan kategori-kategori dasar dari semua yang ada dan mungkin ada di
dunia. Pada dasarnya, pemikiran mengenai kategori dari berbagai filsuf memberi
pelajaran kepada kita bahwa dalam mengenali dan memahami benda-benda kita
perlu cermat dan berhati-hati. Kita juga harus menggunakan aturan dan disiplin
dalam menggunakan kategori.
Setiap hal yang diinderai dan dipersepsi dibentuk oleh pikiran menjadi ide.
Hasil dari pembentukan ini adalah konsep. Setiap konsep ditandakan dalam
bentuk term. Rangkaian term yang bermakna adalah penyataan. Term biasanya
didasarkan pada kelaziman, bukan tanda alamiah. Suatu term sering kali
mempunyai bermacam-macam arti. Jika dikelompokkan, setidaknya ada tiga jenis
makna term dan penggabungannya dalam kalimat, yakni makna denotif (merujuk
kepada satu arti yang tertera dalam kamus), makna kesan(sense) (makna term
berdasarkan penggabungannya dengan kata lain), dan makna emotif (makan term

11

yang didasarkan pada perasaan atau emosi, dan sikap-- baik secara tersurat
maupun secara tersirat).
Untuk menyamakan pengertian dan menghindari kesalahan penafsiran
terhadap term diperlukan definisi. Menurut kesesuaiannya dengan hal atau
kenyataan yang diwakilinya ada dua jenis definisi, yakni definisi nominal(definisi
sinonim) dan definisi real(definisi analitik). Definisi nominal ialah definisi yang
menerangkan makna kata seperti yang dimuat dalam kamus, misalnya introspeksi
berarti menilai diri sendiri, inspeksi memeriksa, dan kursi tempat duduk.
Definisi real adalah definisi yang menerangkan arti hal itu sendiri. Pembuatannya
menuntut dilakukannya analisis terhadap hal yang akan didefinisikan terlebih
dahulu.
Selain dapat dijelaskan apa artinya, term juga dapat diuraikan dengan
kriteria tertentu menjadi bagian-bagian. Penguraian term itu biasa disebut divisi.
Divisi adalah uraian suatu keseluruhan ke dalam bagian-bagian berdasarkan satu
kesamaan karakteristik tertentu. Pembagian dalam bentuk divisi merupakan upaya
lain untuk menjelaskan term.
Dalam kehidupan sehari-hari untuk berkomunikasi kita menggunakan
bahasa terutama didalamnya ada kalimat maupun pernyataan. Kalimat merupakan
serangkaian kata yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa dalam suatu
bahasa, dan dapat digunakan untuk tujuan menyatakan, menanyakan, atau
memerintahkan suatu hal, sedangkan penyataan adalah kalimat yang digunakan
untuk membuat suatu klaim atau menyampaikan sesuatu yang bisa benar atau
salah. Dalam literatur logika dan ilmu pengetahuan, kita juga menemukan term
proposisi(dari kata bahasa Inggris proposition). Proposisi ialah makna yang
diungkapkan melalui pernyataan, atau dengan kata lain arti atau interpretasi dari
suatu pernyataan. Secara umum, berdasarkan proposisi yang dikandung, ada dua
jenis pernyataan, yaitu pernyataan sederhana dan pernyataan kompleks.
Pernyataan sederhana adalah pernyataan yang hanya mengandung satu proposisi .
Pernyataan kompleks adalah pernyataan yang mengandung lebih dari satu
proposisi. Proposisi yang dikandung oleh suatu pernyataan juga disebut

12

komponen logika dari pernyataan. Komponen logika adalah komponen yang turut
menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan.
Berdasarkan hubungan di antara proposisi-proposisi yang terkandung
dalam pernyataan kompleks, ada empat jenis pernyataan kompleks, yaitu:
1. Negasi (bukan P)
Negasi dari suatu pernyataan sederhana adalah pengingkaran atas
pernyataan.
2. Konjungsi (P dan Q)
Suatu pernyataan

kompleks

yang

komponen

logikanya

dihubungkan dengan kata dan disebut konjungsi atau kalimat konjungtif.


3. Disjungsi (Patau Q)
Pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan
dengan kata atau disebut disjungsi atau pernyataan disjungtif.
4. Kondisional (Jika P maka Q)
Pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan
dengan jika, maka disebut pernyataan kondisional atau hipotetisis.
Ada dua kondisi yang merupakan bentuk khusus dari hubungan
kondisional, yaitu yang mencukupi dan kondisi niscaya. Jenis hubungan
yang dapat dibentuknya dapat berupa kausal, konseptual, definisional,
regulatori dan logis.
Ada pengetahuan tertentu yang dapat langsung disimpulkan dari suatu
pernyataan. Oleh para ahli logika, hal ini disebut hubungan langsung. Ada
beberapa jenis hubungan seperti itu yang masing-masing diterapkan berikut ini.
Pernyataan kategorikal adalah pernyataan yang terdiri dari subjek dan predikat
yang membenarkan atau menidakkan bahwa individu adalah anggota suatu
kelompok. Ada empat jenis pernyataan kategorikal, yaitu:
A:

Semua S adalah P.

(Universal-afirmatif)

E:

Tidak ada S yang P.

(Universal-negatif)

I:

Beberapa S adalah P. (Partikular-afirmatif)

O:

Beberapa S bukan P. (Partikular-negatif)

Dua pernyataan disebut inkonsisten jika, dan hanya jika keduanya tidak
mungking benar pada saat yang bersamaan. Pada kondisi sebaliknya, dua

13

pernyataan itu disebut konsisten; artinya, kedua pernyataan itu mungkin samasama benar pada saat bersamaan.
Tiga jenis hubungan antar-pernyataan adalah implikasi, ekuivalensi dan
independensi logis. Ketiga jenis hubungan ini sering muncul dalam keseharian
kita dan sering pula dipertukarkan pengertiannya; tidak jarang orang
memperlakukan hubungan yang satu sebagai hubungan yang lain.
Penalaran adalah penarikan kesimpulan berdasarkan alasan-alasan yang
relevan. Alasan-alasan itu dapat berupa bukti, data, informasi akurat, atau
penjelasan tentang hubungan antara beberapa hal. Ungkapan verbal dari penalaran
adalah argumentasi.
Fungsi akal manusia adalah mencapai kebenaran. Proses pencapaian
kebenaran dimulai dari pengenalan terhadap gejala dan pembentukan ide itu
sendiri. Tetapi kebenaran tidak terdapat dalam Ide. Kebenaran terdapat dalam
putusan (judgement). Kalau putusan kita sesuai dengan kenyataan, maka kita
mencapai kebenaran objektif. Atas dasar kebenaran-kebenaran semacam inilah
pengetahuan mengalami kemajuan.
Untuk dapat memperoleh pengetahuan yang benar tentang hal-hal yang
tidak dapat dibuktikan dengan penyimpulan langsung atau indera, kita perlu
membandingkan ide-ide. Penyimpulan melalui perbandingan ide-ide adalah
penyimpulan tak langsung. Putusan yang dihasilkan bukan hasil dari pengenalan
langsung terhadap gejala, melainkan hasil dari mempertemukan dua ide yang
diperbandingkan dengan perantaraan ide ketiga yang sudah diketahui sebelumnya.
Proses membandingkan dua ide dengan melibatkan ide ketiga untuk
menghubungkan dua ide itulah yang disebut penalaran. Ada dua jenis penalaran,
yaitu deduksi atau penalaran deduktif dan induksi atau penalaran induktif.
Deduksi adalah proses penalaran yang dengannya kita membuat suatu kesimpulan
dari suatu hukum, dalil, atau prinsip yang umum kepada suatu keadaan yang
khusus yang tercakup dalam hukum, dalil, atau prinsip yang umum itu. Induksi
adalah proses penalaran yang dengannya kita menyimpulkan hukum, dalil, atau
prinsip umum dari kasus-kasus khusus (individual).
Manusia tidak jarang memperoleh pengetahuan yang tidak benar karena
adanya

kesalahan

dalam

proses

penyimpulan.

Kesalahan

penyimpulan

14

digolongkan atas dua, yakni kesalahan material dan kesalahan formal. Kesalahan
material adalah kesalahan putusan yang digunakan sebagai pertimbangan yang
seharusnya memberikan fakta atau kebenaran. Kesalahan formal ialah kesalahan
yang berasal dari urutan penyimpulan yang tidak konsisten.
Deduksi adalah bentuk argumen yang kesimpulannya niscaya mengikuti
premis-premisnya. Lazimnya deduksi juga dipahami sebagai pembuatan
pernyataan khusus berdasarkan pernyataan-pernyataan yang lebih umum.
Pernyataan khusus itu disebut kesimpulan dan pernyataan-pernyataan yang lebih
umum disebut premis. Dalam deduksi kesimpulan diturunkan dari premispremisnya. Menerima premis tetapi menolak kesimpulan adalah tidak konsisten.
Bentuk deduksi yang paling umum digunakan adalah silogisme yang terdiri atas
premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
Silogisme adalah jenis argumen logis yang kesimpulannya diturunkan dari
dua proposisi umum (premis) yang berbentuk prosisi kategoris. Dilihat dari
bentuknya, penilaian terhadap silogisme adalah sahih (valid) atau tidak sahih
(invalid). Silogisme sahih jika kesimpulannya dibuat berdasarkan premispremisnya dengan bentuk-bentuk yang tepat. Sedangkan penilaian benar (true)
diberikan jika silogisme valid dan klaimnya akurat (informasinya sesuai dengan
fakta). Bentuk dasar silogisme kategoris ialah: Jika A adalah bagian dari C maka
B adalah bagian dari C (Adan B adalah anggota dari C).
Silogisme tunduk kepada delapan hukum yang masing-masing diterapkan
berikut ini.
1. Hukum 1
: Silogisme hanya mengandung tiga term.
2. Hukum 2

: Term mayor atau term minor tidak boleh menjadi

universal dalam kesimpulan jika dalam premis hanya bersifat pertikular.


3. Hukum 3

: Term tengah tidak boleh muncul dalam kesimpulan.

4. Hukum 4

: Term tengah harus digunakan sebagai proposisi universal

dalam premis-premis, setidak-tidaknya satu kali.


5. Hukum 5

: Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan juga

afirmatif.
6. Hukum 6

: Tidak boleh kedua premis negatif, setidaknya salah satu

harus afirmatif.

15

7. Hukum 7

: Kalau salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif.

Kalau salah satu premis partikular, kesimpulan harus partikular.


8. Hukum 8

: Tidak boleh kedua premis partikular, setidaknya salah satu

harus universal.
Istilah argumen induktif atau induksi biasanya mencakup proses-proses
inferensial dalam mendukung atau memperluas keyakinan kita pada kondisi yang
mengandung risiko atau ketidakpastian. Argumen induktif dapat dipahami sebagai
hipotesis yang mengandung risiko dan ketidakpastian. Dalam semua argumen
induktif, ada premis atau asumsi inferensial yang lemah yang mencerminkan
ketidakpastian karena informasi ada yang kurang lengkap. Jadi, karakteristik
semua argumen induktif adalah bahwa dalam kondisi ketidakpastian atau
kurangnya informasi, kita langsung mengambil kesimpulan dengan risiko bahwa
kita mengambil kesimpulan yang salah. Penalaran induktif yang baik berusaha
meminimalkan risiko sehingga kita lebih sering mengambil kesimpulan yang
benar daripada yang salah, dan berusaha memperhitungkan risiko itu dengan
akurat.
Induksi enumeratif, atau generalisasi induktif, adalah proses yang
menggunakan premis-premis yang menggambarkan karakteristik sampel untuk
mengambil kesimpulan umum mengenai kelompok asal sampel itu. Induksi jenis
argumen ini merupakan argumen induktif yang paling terkenal. Silogisme
statistikaljenis spesifikasi induktif yang paling umum digunakan sehari-hari
merupakan kebalikan dari proses generalisasi induktif. Dalam konteks profesional
atau

ilmiahyang

menggunakan

teori-teori

matematika

untuk

menarik

kesimpulan mengenai sampel dari informasi mengenai populasi yang lebih besar
spesifikasi statistik jauh lebih kompleks. Argumen induktif eliminatif atau
diagnostik mempunyai premis-premis yang menggambarkan suatu konfigurasi
fakta atau data yang berbeda-beda, yang merupakan bukti dari kesimpulannya.
Kesimpulan ini didukung oleh bukti-bukti diagnostik yang ada, yang menghapus
adanya kemungkinan kesimpulan lain sebagai penjelasan terbaik atas bukti-bukti
itu. Induksi jenis ini menghasilkan kesimpulan yang merupakan penjelasan
terbaik, tetapi tidak statistikal.

16

Sesat pikir menurut logika tradisional adalah kekeliruan dalam penalaran


berupa penarikan kesimpulan-kesimpulan dengan langkah-langkah yang tidak sah,
yang disebabkan oleh dilanggarnya kaidah-kaidah logika. Dalam deduksi,
penalaran ditentukan oleh bentuknya. Jika sebuah penalaran bentuknya tidak
sesuai dengan bentuk deduksi yang baku, maka penalaran itu tidak sahih dan
tergolong sesat pikir.
Kesalahan umum dalam penalaran induktif , kesalahan itu sering disebut
dengan nama yang cukup umum dalam percakapan sehari-hari mengenai argumen
induktif dan statistik. Dari semua pengetahuan yang kita miliki, sebagian besar
kita peroleh dari pengalaman dan dokumentasi mengenai pengalaman orang lain.
Tanpa pengetahuan empiris, kita tidak mungkin bertahan hidup. Pada akhirnya,
kita mendasarkan pengetahuan empiris kita pada penalaran induktif. Deduksi
memungkinkan kita memastikan kebenaran pengetahuan kita hanya jika kita yakin
akan kebenaran premis-premisnya.
Kesalahan Generalisasi yang Terburu-buru merupakan kesalahan yang
sering

dilakukan.

Kita

seringkali

senang

merapikan

dunia

dengan

memasukkannya dalam kategori-kategori dan menggeneralisasi pengalaman kita.


Kesalahan Kecelakaan, kesalahan ini muncul ketika suatu prinsip umum salah
diterapkan pada contoh atau situasi yang sebenarnya tidak termasuk dalam prinsip
umum tersebut. Si pembicara menerapkan generalisasi atau aturan secara salah
supaya kesimpulannya yang kurang tepat dapat diterima, atau untuk memaksakan
kepatuhan pada aturan itu. Kesimpulan Yang Tidak Relevan muncul ketika orang
menarik kesimpulan yang salah dari bukti yang ada. Biasanya bukti yang ada itu
dapat digunakan untuk mendukung kesimpulan yang berhubungan atau mirip,
sehingga kesalahan ini sulit dilacak. Kesalahan Bukti yang Ditahan, terjadi ketika
pembicara menarik kesimpulan yang tidak tepat dengan mengabaikan, menahan,
atau meminimalkan derajat pentingnya suatu bukti yang bertentangan dengan
kesimpulan. Kesalahan ini tidak hanya mencakup disembunyikannya suatu bukti
secara sengaja supaya kesimpulannya diterima, tetapi juga yang tidak disengaja.
Kesalahan statistikal, sering muncul dalam argumen sehari-hari, yaitu yang
mengambil kesimpulan secara terburu-buru dari pengalaman pribadi saja. Dalam
usaha kita untuk memahami dunia, kita sering kali kurang teliti. Dua kesalahan

17

pertama dari tiga yang akan kita bahas sering disebut kesalahan pemercontohan
(sampling error). Kesalahan Kausal terjadi jika terdapat hubungan kausal di
antara dua kejadian X dan Y, ada tiga kasus yang mungkin, yaitu (1) X
menyebabkan Y; (2) Y menyebabkan X; dan (3) X dan Y sama-sama disebabkan
oleh Z. Kesalahan analogi terjadi ketika orang menggunakan analogi yang tidak
tepat atau yang menyesatkan dalam argumennya. Dari sudut pandang logika,
argumen analogi bukanlah argumen yang paling baik. Analogi dapat merupakan
cara pandang yang original, kreatif, dan menohok pikiran. Namun analogi tidak
dapat menggantikan argumentasi langsung mengenai suatu sudut pandang.
4. Dasar-Dasar Etika
Etika dan moralitas memang dua kata berhubungan erat dan
seringkali orang mengunakan dua kata tersebut secara bergantian, tetapi tidak
tepat (Graham, 2010, 1). Etika merupakan refleksi filosofis atas moral, sedangkan
moralistas merupakan kepercayaan atau perilaku tentang baik dan buruk.
Dalam pengertian yang terakhir ini, etika adalah cabang ilmu filsafat yang
menyelidiki suatu sistem prinsip moral. Tidak heran jika etika disebut juga filsafat
atas moral. Etika punya fokus tentang bagaimana kita mendefinisikan sesuatu itu
baik atau tidak. Lain halnya dengan moralitas berasal dari kata Latin "moralis"
yang berarti "tata cara", "karakter", atau "perilaku yang tepat" (Pritchard, 2012,
1). Secara terminologis moralitas sering kali dirujuk sebagai diferensiasi dari
keputusan dan tindakan antara yang baik atau yang tidak baik. Moralitas lebih
dipahami sebagai suatu keyakinan untuk menjalani hidup yang baik. Karena itu
sistem moralitas seringkali sangat bergantung dengan komutitasnya.
Moralitas sangat berhubungan dengan etika karena hal itu adalah objek
kajiannya. Etika adalah suatu abstraksi dalam memahami atau mendefinisikan
moral dengan melakukan refleksi atasnya. Etika membahas persoalan moral pada
situasi tertentu dengan pendekatan tertentu pula. Sedang moralitas tergantung
pada pilihan individu, keyakinan atau agama dalam menentukan hal yang benar
atau salah, baik atau buruk.
Etika bisa dibagi menjadi berberapa bidang sebagai berikut :

18

Etika normatif adalah sebuah studi tindakan atau keputusan etis yang
berfokus pada prinsip-prinsip yang seharusnya dari tindakan yang baik. Dalam
etika normatif ini muncul teori-teori etika, misalnya etika utilitarianisme, etika
deontologis, etika kebajikan dan lain-lain. Dalam pengajukan kriteria norma
tersebut, teori etika akan memberikan semacam pernyataan yang secara normatif
mengandung makna seperti "Fulan seharusnya melakukan X" atau "Fulan
seharusnya tidak melakukan X".
Etika terapan merupakan sebuah penerapan teori-teori etika secara lebih
spesifik kepada topik-topik kontroversial baik pada domain privat atau publik
seperti perang, hak-hak binatang, hukuman mati dan lain-lain. Etika terapan ini
bisa dibagi menjadi etika profesi, etika bisnis dan etika lingkungan. Dapat
dimengerti bahwa istilah etika terapan digunakan untuk menggambarkan upaya
untuk menggunakan metode filosofis mengidentifikasi apa saja yang benar secara
moral terkait dengan tindakan dalam berbagai bidang kehidupan manusia.
Etika deskriptif merupakan sebuah studi tentang apa yang dianggap 'etis'
oleh individu atau masyarakat. Etika deskriptif hanya melakukan observasi
terhadap apa yang dianggap baik oleh individu atau masyarakat. Tujuan dari etika
deskriptif adalah untuk menggambarkan tentang apa yang dianggap oleh
seseorang atau masyarakat sebagai bernilai etis

serta apa kriteria etis yang

digunakan untuk menyebut seseorang itu etis atau tidak (Kitchener, 2000, 3).
Metaetika berhubungan dengan sifat penilaian moral. Fokus dari
metaetika adala arti atau makna dari pernyataan-pernyataan yang ada di dalam
etika. Dengan kata lain, metaetika merupakan kajian tingkat kedua dari etika.
Metaetika juga bisa dimengerti sebagai sebuah cara untuk melihat fungsi-fungsi
pernyataan-pernyataan etika, dalam arti bagaimana kita mengerti apa yang dirujuk
dari

pernyataan-pernyataan

tersebut

dan

bagaimana

pernyataan

itu

didemonstrasikan sebagai sesuatu yang bermakna.


Ada satu persoalan penting di dalam etika, ayitu pernyataan etika itu
objektif atau hal itu bergantung kepada subjek etika itu sendiri. Persoalan ini
menghasilkan dua aliran besar terkait dengan cara melihat pernyataan etika atau
kualitas kualitas etis tersebut, yaitu realisme etis dan nonrealisme etis(Callcut,
2009, 46).

19

Gagasan realisme etis berpusat pada manusia menemukan kebenaran etis


yang memiliki eksistensi independen di luar dirinya. Konsekuensinya, realisme
etis ini mengajarkan bahwa kualitas etis atau tidak ada secara independen dari
manusia dan pernyataan etis memberikan pengetahuan tentang dunia objektif.
Dengan kata lain, properti etis terlepas dari apa yang orang pikirkan atau rasakan.
Artinya, jika seseorang mengatakan bahwa tindakan tertentu salah, maka hal itu
adalah kualitasnya yang salah dan itu harus ada di sana dan bersifat independen.
Gagasan utama dari nonrealisme etis adalah manusia yang menciptakan
kebenaran etis (Callcut, 2009, 46). Nonrealisme etis ini sangat terkait dengan
relativisme etis. Relativisme menghormati keragaman budaya dan tindakan
manusia yang berbeda pula dalam cara merespon situasi yang berbeda. Akan
tetapi, ada persoalan juga di dalam relativisme etis. Diantaranya adalah kita
merasa bahwa aturan etis memiliki nilai kualitas yang lebih tinggi daripada
sekedar kesepekatan umum dari sekelompok orang. Dengan kata lain, relativisme
menghormati keragaman budaya dan tindakan manusia yang berbeda pula dalam
cara merespon situasi yang berbeda.
Pengkajian terhadap permasalahan etis pada dasarnya bisa dilakukan
dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut: Ketika seseorang mengatakan
"pembunuhan itu tidak baik" apa yang dimaksudkannya sesungguhnya? Kita
dapat menunjukkan beberapa hal yang berbeda ketika Anda mengatakan
'pembunuhan adalah tidak baik' dengan menulis ulang pernyataan tersebut untuk
menunjukkan apa yang benar-benar dimaksud. Pernyataan "pembunuhan itu
adalah salah" adalah realisme moral yang didasarkan pada gagasan bahwa ada
fakta-fakta nyata dan objektif terkait masalah etis di alam semesta. Pernyataan
"saya tidak menyetujui pembunuhan" adalah subjektivisme yang mengajarkan
bahwa penilaian etis tidak lebih dari pernyataan perasaan atau sikap seseorang.
Pernyataan "tidak ada kompromi dengan pembunuhan" adalah emotivisme yang
merupakan pandangan bahwa klaim moral adalah tidak lebih dari ekspresi
persetujuan atau ketidaksetujuan. Pernyataan "jangan melakukan pembunuhan
adalah preskriptivisme yang berfokus pada pernyataan etis adalah petunjuk atau
rekomendasi.

20

Etika menyediakan alat-alat analisis untuk berpikir tentang isu-isu moral.


Dalam konteks ini etika dapat menyediakan sebuah gambaran utuh dan lebih
mengedepankan rasionalitas ketika berhadapan dengan isu-isu tersebut. Di sinilah
peran etika, yaitu menawarkan suatu prinsip-prinsip yang memungkinkan kita
untuk mengambil pandangan yang lebih jernih dalam melihat isu-isu moral.
Dengan kata lain, etika memberikan sebuah peta moral atau kerangka berpikir
yang bisa digunakan untuk menemukan jalan keluar dari masalah-masalah moral
yang sulit. Dengan kata lain etika sangat memperhitungkan bukan hanya diri
sendiri, tetapi juga orang lain. Dalam konteks ini, etika berkaitan dengan
kepentingan orang lain secara lebih luas.
Prinsip moral dapat muncul dari berbagai sumber, diserap dari nilai-nilai
agama, kaidah norma masyarakat, maupun dari hukum yang dibuat oleh negara.
Hal-hal ini dapat menjadi referensi bagaimana seseorang bertingkah laku dan
membedakan manakah baik dan buruk. Kant mempopulerkan filsafatnya, ia selalu
berkata Sapere Aude! (beranilah berpikir secara mandiri), semangat ini tercermin
juga didalam filsafatnya. Sapere Aude dalam pengertian Kant mendorong individu
bahkan dalam urusan bersikap etis, individu harus dapat memikirkan dan
bertindak atas kehendaknya sendiri. Dimana pemahamannya ini mewajibkannya
untuk bersikap etis, dan melakukan tindakan etis tanpa melibatkan perasaan atau
memikirkan tentang hasilnya saja, tetapi tegas untuk mematuhi suatu prinsip
moral.
Teori moral dalam filsafat dapat dipahami menjadi dua aliran besar, yang
pertama adalah deontologis, seperti yang telah dibahas pada bagian Immanuel
Kant, yang kedua adalah kaum konsekuensialis. Pandangan konsekuensialis
menyatakan bahwa segala tindakan dianggap bernilai secara moral bila
mempertimbangkan hasil akhir dari tindakan tersebut. Adapula tokoh yang
mengembangkan paham etis utilitarian adalah John Stuart Mill. Utilitarianisme,
dari akar kata utility, yang berarti kegunaan, menganggap bahwa dorongan utama
bagi seseorang untuk bersikap etis adalah untuk mencapai kebahagiaan, Kredo
yang menerima prinsip moral utility, atau kebahagiaan sebagai fondasi moral
meyakini bahwa tindakan dianggap sebagai suatu kebenaran sejauh tindakan itu
memproduksi serta mempromosikan kebahagiaan, akan menjadi kesalahan bila

21

berlaku terbalik dari kebahagiaan itu. Tetapi seringkali pernyataan kaum


utilitarian

disalahartikan

menjadi

pandangan

yang

secara

general

memperbolehkan apapun untuk mencapai kebahagian, inilah kritik terutama bagi


kaum utilitarian.
Telah dibahas dua aliran besar dalam filsafat moral, yakni pandangan
deontologi dengan pandangan konsekuensialis. Dalam bagian ini akan dibahas
tentang bagaimana pandangan moral intuitif dari seorang etikus bernama W.D
Ross. Bila Kant menegaskan bahwa rasio praktis memungkinkan kita memisahkan
mana kebaikan dan keburukan, atau maxim kewajiban yang harus kita lakukan,
dalam pandangan Ross, ia menggunakan penjelasan intuisi. Ross berargumen
bahwa seseorang mengetahui secara intuitif perbuatan apa yang bernilai baik
maupun buruk. Ia mengkritik pandangan utilitarian yang terlalu menekankan pada
konsep kebahagiaan, bahkan mensejajarkan kebahagiaan sebagai kebaikan. Bagi
Ross, kebahagiaan tidak dapat secara mudah disamakan dengan kebaikan, justru
kebaikan adalah bentuk nilai moral yang lebih tinggi. Jadi tujuan moral adalah
mencapai kebaikan bukan kebahagiaan. Senada dengan Kant, Ross adalah seorang
filosof moral yang menekankan bahwa tindakan etis haruslah terlepas dari
kepentingan individual. Bila dalam argumen utilitarian ditekankan bahwa motif
merupakan hal yang mendasar, bagi Ross, motif menunjukan bahwa seseorang
bertindak etis bukan karena tindakan itu benar secara prinsipil, tapi tindakan itu
menguntungkan baginya. Ross menyebutkan tentang berbagai macam kewajiban
yang membutuhkan pertimbangan individu dalam kejadian-kejadian aktual, ia
menyusunya sebagai berikut; 1) Fidelitas atau yang menyangkut perihal
bagaimana seseorang memegang janji atau komitmennya, 2) Kewajiban atas rasa
terimakasih, ketika kita berkewajiban atas jasa yang sudah ditunjukan oleh orang
lain, 3) Kewajiban berdasarkan keadilan, hal ini menyangkut perihal pembagian
yang merata yang berhubungan dengan kebaikan orang banyak, 4) Kewajiban
beneficence, atau bersikap dermawan, dan menolong orang lain sebagai tanggung
jawab sosial, 5) Kewajiban untuk merawat dan menjaga diri sendiri, 6) Kewajiban
untuk tidak menyakiti orang lain.
Enam tipe dari Prima Facie yang dijelaskan oleh Ross menunjukan bahwa
dalam kondisi-kondisi tertentu kita kerap terbentur untuk memutuskan diantara

22

pilihan-pilihan moral. Pertimbangan intuitif ini bagi Ross sangat vital, karena
intuisi bukanlah pertimbangan yang serampangan, tetapi pertimbangan yang
menggunakan segala aspek kecerdasan dan sensibilitas individu tersebut. Dengan
demikian maka ia dapat menghindarkan dirinya dari pilihan yang menyebabkan
keburukan untuk dirinya maupun terhadap orang disekitarnya.
Meninjau seluruh pembahasan dari buku tersebut, dapat kita ambil banyak
ilmu yang berkaitan tentang karakter, filsafat, logika dan etika yang dapat
dikorelasikan dan diterapkan pada kehidupan sehari-hari serta untuk masa depan
kita. Ilmu-ilmu tersebut menyusun pengetahuan dasar akan berbagai pengetahuan
rumit lainnya sehingga sangat penting untuk dikuasai konsepnya. Korelasi yang
ada antar pembahasannya dapat sangat berguna bagi pengembangan kapabilitas
seseorang dan secara efektif dapat mendukung pembangunan bangsa dan negara.

23

Anda mungkin juga menyukai