Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

disusun oleh :
Raden Adityo HPP 0818011087

Perceptoran:
dr. Hadjiman YT, Sp.THT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN


TENGGOROKAN
RUMAH SAKIT UMUM AHMAD YANI METRO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2014

BAB I
PENDAHULUAN

Otitis media supuratif kronik ( OMSK ) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau
hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media
supuratif kronis merusak jaringan lunak pada telinga tengah dapat juga merusak tulang
dikarenakan terbentuknya jaringan patologik sehingga sedikit sekali atau tidak pernah terjadi
resolusi spontan.
Otitis media supuratif kronis terbagi antara benigna dan maligna, maligna karena
terbentuknya kolesteatom yaitu epitel skuamosa yang bersifat osteolitik. Penyakit OMSK ini
biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang dengan gejala-gejala penyakit yang
sudah lengkap dan morbiditas penyakit telinga tengah kronis ini dapat berganda, gangguan
pertama berhubungan dengan infeksi telinga tengah yang terus dan gangguan kedua adalah
kehilangan fungsi pendengaran yang disebabkan kerusakan mekanisme hantaran suara dan
kerusakan konka karena toksisitas atau perluasan infeksi langsung.
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi
penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK
melibatkan 65330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39200 juta)
menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di
Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat
di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Penatalaksanaan OMSK didasarkan pada tipe
klinik penyakit. Tujuan penting dalam penatalaksanaan OMSK adalah untuk mengusahakan
telinga yang aman dan pertimbangan fungsional merupakan tujuan yang sekunder. Terapi
medikamentosa ditujukan pada OMSK tipe jinak dan tindakan operasi dikerjakan pada
OMSK tipe ganas .

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Telinga Tengah


Anatomi Telinga

Gambar 1. Anatomi telinga


Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ keseimbangan. Telinga terdiri
atas 3 bagian yaitu:
1. Telinga luar
2. Telinga tengah dan
3. Telinga dalam
Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah atau rongga telinga adalah suatu ruang yang terisi udara yang terletak di
bagian petrosum tulang pendengaran. Telinga tengah berbentuk kubus dengan2
Batas luar: membran timpani
Batas depan: Tuba Eustachius
Batas bawah: Vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Batas atas: tegmen timpani (meningen/ otak)

Batas dalam: Berturut- turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal,

kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan promontorium.

1. Membran timpani. Epitel yang melapisi rongga timpani dan setiap bangunan di
dalamnya merupakan epitel selapis gepeng atau kuboid rendah, tetapi di bagian
anterior pada pada celah tuba auditiva (tuba Eustachius) epitelnya selapis silindris
bersilia. Lamina propria tipis dan menyatu dengan periosteum
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran
Sharpnell) sedangkan bagian bawah disebut pars tensa (membran propria). Pars flaksida
hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian
dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran pernafasan. Pars
tensa memiliki satu lapisan lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen
dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian
dalam.2
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai
umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah, yaitu pada
pukul 5 untuk membran timpani kanan, sementara membran timpani kiri pada arah jam
7. Refleks cahaya adalah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di
membran timpani terdapat dua serabut yaitu sirkuler dan radier sehingga menyebabkan
timbulnya refleks cahaya.2

Pembuluh darah yang mensuplai daerah pars flacida dan bagian manubrial cincin
fibrokartilaginosa terdapat dibawah lapisan epitel squamosa, dekat dengan sel mast dan
bundel saraf. Pembuluh darah yang berasal dari rongga timpani yang juga berasal dari
arteri karotis eksterna mensuplai daerah perifer dari pars tensa dengan cabang-cabang
kecil, terlokalisasi tepat dibawah epitel membran timpani. Jika dibandingkan dengan
bagian manubrial, pars tensa memiliki vaskularisasi yang lebih sedikit. Sehingga bagian
sentral dan sebagian besar dari pars tensa mendapatkan nutrisi secara difusi intra sel.
Keadaan kurangnya pembuluh darah ini juga menyebabkan imunitas pada pars tensa ini
lebih sedikit dari bagian lainnya. Sehingga kecenderungan terjadinya perforasi akibat
infeksi sering berada pada bagian ini.
Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan
prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga
didapatkan bagian/kuadran:
Atas-depan
Atas-belakang
Bawah depan
Bawah belakang

2. Tulang pendengaran yaitu tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini
merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang. Tulang maleus melekat pada
membran timpani. Tulang maleus dan inkus tergantung pada ligamen tipis di atap ruang
timpani. Lempeng dasar stapes melekat pada tingkap celah oval (fenestra ovalis) pada
dinding dalam.

3. Terdapat 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot-otot ini
berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.
a. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonnya berjalan
mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil
untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke
dalam gagang maleus.
b. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding
posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes.
4. Dua buah tingkap.
Tingkap oval pada dinding medial ditutupi oleh lempeng dasar stapes, memisahkan
rongga timpani dari perilimfe dalam skala vestibuli koklea. Oleh karenanya getarangetaran membrana timpani diteruskan oleh rangkaian tulang-tulang pendengaran ke
perilimf telinga dalam. Untuk menjaga keseimbangan tekanan di rongga-rongga perilimf
terdapat suatu katup pengaman yang terletak dalam dinding medial rongga timpani di
bawah dan belakang tingkap oval dan diliputi oleh suatu membran elastis yang dikenal
sebagai tingkap bulat (fenestra rotundum). Membran ini memisahkan rongga timpani
dari perilimf dalam skala timpani koklea .14
5. Tuba auditiva (Eustachius) menghubungkan rongga timpani dengan nasofaring,
lumennya gepeng, dengan dinding medial dan lateral bagian tulang rawan biasanya
saling berhadapan menutup lumen. Epitelnya bervariasi dari epitel bertingkat, selapis
silindris bersilia dengan sel goblet dekat farings. Dengan menelan dinding tuba saling
terpisah sehingga lumen terbuka dan udara dapat masuk ke rongga telinga tengah.
Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi membran timpani menjadi seimbang.14

II. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK


DEFINISI
Para ahli otologi beberapa tahun ini membuat kesepakatan untuk penerapan istilah
dalam gambaran klinik dan patologi dari OMSK. Gambaran dasar yang sering pada semua
kasus OMSK adalah dijumpai membrana timpani yang tidak intak. OMSK adalah stadium
dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid
dan membran timpani tidak intak ( perforasi ) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang
hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung
lebih dari 2 bulan. Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran
timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus. Lokasi perforasi sentral ditandai oleh
hubungannya dengan manubrium mallei. Defek dapat ditemukan seperti pada anterior,
posterior, inferior atau subtotal. Perforasi subtotal adalah suatu defek yang besar
disekelilingnya dengan annulus yang masih intak. Otitis media kronis terjadi dalam beberapa
bentuk melibatkan mukosa dan merusak tulang (kolesteatom). Menurut Ramalingam bahwa
OMSK adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang ireversibel. Dari definisi diatas
terlihat bahwa adanya perforasi membran timpani merupakan syarat yang harus dipenuhi
untuk diagnosa OMSK, sedangkan secret yang keluar bisa ada dan bisa pula tidak.
KLASIFIKASI
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik
yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi
keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa
terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu
campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi
sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet
sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
1.1. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi
saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk
melalui lia ng telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran

perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang
ditemukan polip yang besar pada liang telinga luas. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid
mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila
tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum
dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yang
berpulsasi diatas kuadran posterosuperior.
1.2. Penyakit tidak aktif
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah
yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai
seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.
Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :
1. Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis.
2. Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis.
3. Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang terkontaminasi.
4. Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia.
5. Otitis media supuratif akut yang berulang.
2.2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebih sering
mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana
bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa
amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna put ih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang
telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
a. Kongenital
b. Didapat.
ad a. Kolesteatom kongenital.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan Clemis (1965)
adalah :
1. Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential
yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.Kongenital kolesteatom lebih
sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa.
Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.

Ad b. Kolesteatom didapat.
1. Primary acquired cholesteatoma: Koelsteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars
flasida
2. Secondary acquired cholesteatoma: Berkembang dari suatu kantong retraksi yang
disebabkan peradangan kronis biasanya bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya
perforasi marginal pada bagian posterosuperior. Terbentuknya dari epitel kanal aurikula
eksterna yang masuk ke kavum timpani melalui perforasi membran timpani atau kantong
retraksi membran timpani pars tensa. Banyak teori yang diajukan sebagai penyebab
kolesteatom didapat primer, tetapi sampai sekarang belum ada yang bisa menunjukan
penyebab yang sebenarnya.
Teori-teori itu antara lain :
1. Tekanan negatif dalam atik, menyebabkan invaginasi pars flasida danpembentukan kista.
2. Metaplasia mukosa telinga tengah dan atik akibat infeksi
3. Hiperplasia invasif diikuti terbentuknya kista dilapisan basal epidermis pars flasida akibat
iritasi oleh infeksi.
4. Sisa-sisa epidermis kongenital yang terdapat di daerah atik.
5. Hiperkeratosis invasif dari kulit liang telinga bagian dalam
Ada beberapa teori yang mengatakan bagaimana epitel dapat masuk kedalam kavum timpani.
Pada umumnya kolesteatom terdapat pada otitis media kronik dengan perforasi marginal.
teori itu adalah :
1. Epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi kedalam kavum timpani dan disini ia
membentuk kolesteatom ( migration teori menurut Hartmann); epitel yang masuk menjadi
nekrotis, terangkat keatas. Dibawahnya timbul epitel baru. Inipun terangkat hingga timbul
epitel-epitel mati, merupakan lamellamel. Kolesteatom yang terjadi ini dinamakan
secondary acquired cholesteatoma.
2. Embrional sudah ada pulau-pulau kecil dan ini yang akan menjadi kolesteatom.
3. Mukosa dari kavum timpani mengadakan metaplasia oleh karena infeksi (metaplasia teori
menurut Wendt).
4. Ada pula kolesteatom yang letaknya pada pars plasida ( attic retraction cholesteatom). Oleh
karena tuba tertutup terjadi retraksi dari membrane plasida, akibat pada tempat ini terjadi
deskuamasi epitel yang tidak lepas, akan tetapi bertumpuk disini. Lambat laun epitel ini
hancur dan menjadi kista. Kista ini tambah lama tambah besar dan tumbuh terus kedalam
kavum timpani dan membentuk kolesteatom. Ini dinamakan primary acquired cholesteatom
atau genuines cholesteatom. Mula- mula belum timbul peradangan, lambat laun dapat terjadi

peradangan. Primary dan secondary acquired cholesteatom ini dinamakan juga pseudo
cholesteatoma, oleh karena ada pula congenital kolesteatom. Ini juga merupakan suatu lubang
dalam tenggorok terutama pada os temporal. Dalam lubang ini terdapat lamel konsentris
terdiri dari epitel yang dapat juga menekan tulang sekitarnya. Beda kongenital kolesteatom,
ini tidak berhubungan dengan telinga dan tidak akan menimbulkan infeksi.
Bentuk perforasi membran timpani adalah :
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadangkadang sub total.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi
marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir
postero-superior berhubungan dengan kolesteatom
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain disebabkan, kondisi sosial, ekonomi,
suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek. Kebanyakan melaporkan
prevalensi OMSK pada anak termasuk anak yang mempunyai kolesteatom, tetapi tidak
mempunyai data yang tepat, apalagi insiden OMSK saja, tidak ada data yang tersedia.
ETIOLOGI
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai
setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring(adenoiditis, tonsilitis, rinitis,
sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang
abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan
Downs syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan
faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor Host yang berkaitan dengan
insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Kelainan humoral
(seperti hipogammaglobulinemia) dan cell- mediated ( seperti infeksi HIV, sindrom
kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.
Penyebab OMSK antara lain:

1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok
sosioekonomi rendah memi liki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal
ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem selsel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini
primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan /
atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui factor apa yang menyebabkan satu
telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mu kosa telinga tengah hamper tidak bervariasi
pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang digunakan adalah
tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora tipe-usus, dan beberapa
organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi
virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan
tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besarterhadap otitis media
kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang
bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap
antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.

8. Gangguan fungsi tuba eustachius.


Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal
ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang
inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan
umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi
normal. Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani
menetap pada OMSK :
Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret
telinga purulen berlanjut.
Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi.
Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi
epitel.
Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari
perforasi.
- Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif
menjadi kronis majemuk, antara lain :
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada telinga
tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan
oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau timpanosklerosis.
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme
pertahanan tubuh.
PATOGENESIS
Banyak penelitian pada preparat tulang temporal menemukan bahwa adanya disfungsi tuba
Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring)
dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang
telinga tengah ini (otitis media, OM). Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada

dalam keadaan tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi
untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan
udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif
besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas
atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering
menimbulkan OM daripada dewasa. Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri
menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan
terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah.
Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti
netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses
infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran
sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik
yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya
akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah. Mukosa telinga tengah mengalami
hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana,
menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel
tambahan
tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma
yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel
tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana. Terjadinya OMSK
disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang tidak normal atau tidak kembali normal
setelah proses peradangan akut telinga tengah, keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan
adanya penyakit telinga pada waktu bayi.

PATOLOGI
Otitis media supuratif kronis lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap.
Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada keseragaman
gambaran patologi. Ketidakseragaman ini disebabkan karena proses peradangan yang
menetap atau kekambuhan ini ditambah dengan efek kerusakan jaringan, penyembuhan dan
pembentukan jaringan parut. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah :
1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral. Ukurannya dapat bervariasi mulai
kurang dari 20% luas membrana timpani sampai seluruh membrana dan terkenanya bagianbagian dari anulus. Dalam proses penyembuhannya dapat terjadi penumbuhan epitel

skuamosa kedalam ketelinga tengah. Pertumbuhan kedalam ini dapat menutupi tempat
perforasi saja atau dapat mengisi seluruh rongga telinga tengah. Kadang-kadang perluasan
lapisan tengah ini kedaerah atik mengakibatan pembentukan kantong dan kolesteatom didapat
sekunder. Kadang-kadang terjadi pembentukan membrana timpani atrifik dua lapis tanpa
unsur jaringan ikat. Membrana ini cepat rusak pada periode infeksi aktif.
2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit. Dalam periode tenang, akan tampak normal
kecuali bila infeksi telah menyebabkan penebalan atau metaplasia mukosa menjadi epitel
transisional. Selama infeksi aktif, mukosa menjadi tebal dan hiperemis serta menghasilkan
sekret mukoid atau mukopurulen. Setelah pengobatan, penebalan mukosa dan sekret mukoid
menetap akibat disfungsi kronik tuba Eustachius. Faktor alergi dapat juga merupakan
penyebab terjadinya perubahan mukosa menetap. Dalam berjalannya waktu, kristal-kristal
kolesterin terkumpul dalam kantong mukus, membentuk granuloma kolesterol. Proses ini
bersifat iritatif, menghasilkan granulasi pada membran mukosa dan infiltrasi sel datia pada
cairan mucus kolesterin.
3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi
sebelumnya. Biasanya prosesus longus inkus telah mengalami nekrosis karena penyakit
trombotik pada pembuluh darah mukosa yang mendarahi inkus ini. Nekrosis lebih jarang
mengenai maleus dan stapes, kecuali kalau terjadi pertumbuhan skuamosa secara sekunder
kearah ke dalam, sehingga arkus stapes dan lengan maleus dapat rusak. Proses ini bukan
disebabkan oleh osteomielitis tetapi disebabkan oleh terbentuknnya enzim osteolitik atau
kolagenase dalam jaringa ikat subepitel.
4. Mastoid
OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir terjadi antara
5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh otitis media yang terjadi
paa usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terus berlanjut, mastoid mengalami
proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid berkurang. Antrum menjadi lebih kecil
dan pneumatisasi terbatas, hanya ada sedikit sel udara saja sekitar antrum.
GEJALA KLINIS
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer) tergantung
stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga
tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran

timpani dan infeksi. Keluarnya sekretbiasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret
dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah
mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga.
Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan
produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada
OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena
rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan
adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang
mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan
tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanyadijumpai tuli
konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan
sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli
konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik.
Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran
lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe
maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran,
tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea
biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui
jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila
terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat
menggambarkan sisa fungsi kohlea.
3. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang
serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat
berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga
mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda

berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhanvertigo
seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak
atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar
membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan
suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo
juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena
infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga
timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu
dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan
positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga
telinga tengah.
TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
PEMERIKSAAN KLINIK
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagaiberikut :
Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat
pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga
tengah. Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli
sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui
membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang
secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi

dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian
ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan
( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata
kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang
ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut
ISO 1964 dan ANSI 1969.
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea. Dengan
menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur,
biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan
manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan
evaluasi ini, observasi berikut bias membantu :
1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif30-50 dB
apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh
menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran
tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengarandengan
menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan,
terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.
Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilaidiagnostiknya
terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi
biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi
leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama

pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa
digunakan adalah :
1. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dariarah lateral
dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli
bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.
2. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akantampak
gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan
tulang telah mengenai struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosusdan yang lebih
jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis.
Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan
adanya pembesaran akibatkolesteatom.
4. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat
menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang
pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal.
Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada
keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan
adanya penyakit mastoid.
PENATALAKSANAAN
Penyebab

penyakit

telinga

kronis

yang

efektif

harus

didasarkan

pada

faktorfaktorpenyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada waktu


pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis,
perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan
proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus
dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum
operasi. prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas :
1. Konservatif
2. Operasi

OMSK BENIGNA TENANG


Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga,
air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila
menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan
operasi rekonstruksi (miringoplasti,timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta
gangguan pendengaran.
OMSK BENIGNA AKTIF
Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1.Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.
2.Pemberian antibiotika : - topikal antibiotik ( antimikroba) - sistemik.
ad 1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan ( toilet telinga)
tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan
mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan
mikroorganisme ( Fairbank, 1981).
Cara pembersihan liang telinga ( toilet telinga) :
1. Toilet telinga secara kering ( dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik
berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan diklinik atau dapat juga dilakukan oleh
anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga
kering.
2. Toilet telinga secara basah ( syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dengan kapas
lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan
telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan kemastoid (
Beasles, 1979). Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi
sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam
boric dengan Iodine.
3. Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi adalah metode
yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi
dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik
dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi
tetapi pada anakanak diperlukan anastesi.

Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan
displacement methode seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
OMSK MALIGNA
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila
terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum
kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi
yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna,
antara lain :
1.Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)
2.Mastoidektomi radikal
3.Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4.Miringoplasti
5.Timpanoplasti
6.Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang
lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Pedoman umum pengobatan penderita OMSK adalah Algoritma berikut :

KOMPLIKASI
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang
sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Tendensi otitis media
mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore.
pemberian antibiotika telah menurunkan insiden komplikasi. Walaupun demikian organisme
yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya
komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau
suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat
menyebabkan komplikasi. Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada
eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom. Adam dkk mengemukakan
klasifikasi sebagai berikut :
A. Komplikasi ditelinga tengah :

1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
B. Komplikasi telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf ( sensorineural)
C. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hindrosefalus otitis
Paparella dan Shumrick (1980) membagi dalam :
A. Komplikasi otologik
1. Mastoiditis koalesen
2. Petrositis
3. Paresis fasialis
4. Labirinitis
B. Komplikasi Intrakranial
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Abses subdural
4. Meningitis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis
Shambough (1980) membagi atas komplikasi meninggal dan non meninggal :
A. Komplikasi meninggal
1. Abses ekstradural dan abses perisinus
2. Meningitis.
3. Trombofle bitis sinus lateral
4. Hidrosefalus otitis

5. Otore likuor serebrospinal


B. Komplikasi non meningeal.
1. Abses otak.
2. Labirinitis.
3. Petrositis.
4. Paresis fasial.
Cara penyebaran infeksi :
1. Penyebaran Hemotogen
2. Penyebaran melalui erosi tulang
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam
lintasan :
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak.
3. Masuk kejaringan otak.
Ad. 1 . Penyebaran ke selaput otak dapat terjadi akibat dari beberapa faktor;
- Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian tulang yang
lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan masuknya infeksi. Labirin juga
dapat dianggap sebagai jalan penyebaran yang sudah ada begitu telah terinfeksi,
menyebabkan mudahnya infeksi ke fosa kranii media. Jalan lain penyebaran ialah melalui
tromboflebitis vena emisaria menembus dinding mastoid ke dura dan sinus durameter.
Tromboflebitis pada susunan kanal haversian merupakan osteitis atau osteomielitis dan
merupakan faktor utama penyebaran menembus sawar tulang daerah mastoid dan telinga
tengah.
Ad 2. Penyebaran menembus selaput otak.
Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan pakimeningitis. Dura sangat resisten
terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebih melekat ketulang. Jaringan
granulasi terbentuk pada dura yang terbuka, dan ruang subdura yang berdekatan terobliterasi.
Ad 3. Penyebaran ke jaringan otak.
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan permukaan korteks
atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi ke jaringan otak ini dapat terjadi baik
akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi ke ruang Virchow Robin yang berakhir didaerah
vaskular subkortek.

BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny.S

Umur

: 70 tahun

Agama

: Islam

Jenis kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

: Metro

Tanggal datang

: 19 Agustus 2014

II. ANAMNESIS
Anamnesis

: Autoanamnesis & Alloanamnesis (anak pasien)

Keluhan Utama

: Keluar cairan dari telinga kiri.

Riwayat Penyakit Sekarang


Os mengeluh keluar cairan pada telinga kiri sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Cairan tersebut berwarna putih kekuningan dan berbau. Keluhan
ini beberapa kali dirasakan. Os juga mengeluh adanya nyeri telinga bagian dalam dan adanya
penurunan fungsi pendengaran sejak 2 tahun yang lalu. Keluhan berupa telinga berdenging,
berdengung ataupun rasa penuh di telinga disangkal.. Nyeri telinga dan panas badan
dirasakan berkurang setelah keluar cairan dari telinga. Tidak ada keluhan pada telinga kanan
Os. Keluhan sakit tenggorokan, nyeri menelan, suara sengau, benjolan di leher disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat trauma, keluar darah dari hidung, suka mengorek telinga, dan sering
berenang disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Os mengaku tidak ada keluarga yang pernah sakit seperti ini. Riwayat alergi dan asma
pada keluarga disangkal penderita.
Riwayat Alergi
Riwayat alergi seperti bersin-bersin dan gatal-gatal ketika terkena debu, atau setelah
memakan makanan tertentu disangkal. Riwayat asma juga disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status generalis

Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis

Vital Sign

:
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Suhu

: Afebris

Nafas

: 24 x/ menit

Nadi

: 88 x/ menit

Status lokalis
Telinga
Bagian

Kelainan

Dextra
-

Sinistra
-

Radang dan tumor

Trauma
Kelainan kongenital

Radang dan tumor

Trauma

Kelainan kongenital
Preaurikula

Aurikula

Auris

Retroaurikula

Palpasi

Edema

Hiperemis

Nyeri tekan

Sikatriks

Fistula

Fluktuasi
Nyeri
pergerakan

Kulit

Tenang

Tenang

Sekret

putih

Serumen

Edema

Jaringan granulasi

Massa

putih keabu- abuan

Hiperemis

Intak

(-)

(-)

Retraksi

(-)

(-)

Refleks cahaya

(-)

(-)

Perforasi

(+)

(+)

aurikula
Nyeri tekan tragus
Kelainan kongenital

Canalis Acustikus
Externa

Cholesteatoma
Warna

Membrana
Timpani

Hidung
Rhinoskopi

Cavum nasi kanan

Cavum nasi kiri

anterior
Mukosa hidung

Septum nasi
Konka

Hiperemis (-), sekret (-), Hiperemis (-), sekret (-), massa


massa (-)

(-)

Deviasi (-), dislokasi (-)

Deviasi (-), dislokasi (-)

inferior Edema (-), hiperemis Edema (-), hiperemis (+)

dan media
Meatus

(+)
inferior Polip (-)

Polip (-)

dan media
Mulut Dan Orofaring
Bagian

Kelainan
Mukosa mulut
Lidah

Keterangan
Tenang
Bersih, basah,gerakan normal kesegala
arah

Mulut

Tonsil

Palatum molle
Gigi geligi

Caries (+)

Uvula

Simetris

Halitosis
Mukosa

(-)
Tenang

Besar

T1 T1

Kripta :

Normal - Normal

Detritus :

(-/-)

Perlengketan
Mukosa
Faring

Tenang, simetris

(-/-)
Tenang

Granula

(-)

Post nasal drip

(-)

Maksilofasial
Bentuk

: Simetris

Nyeri tekan

:-

Leher
Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran KGB
Massa
: Tidak ada

IV. DIAGNOSIS BANDING

Otitis Media Supuratif Kronik tipe beingna( OMSK )


Otitis Media Supuratif Kronik tipe maligna( OMSK )

V. DIAGNOSIS
Otitis media supuratif kronis suspek tipe benigna
VI. PENGELOLAAN DAN TERAPI
Non Medikamentosa :
- jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi,
dilarang berenang.
Medikamentosa :
- Mencuci telinga dengan laturan H2O2 3% selama 3-5 hari.
- Eritromisin 250 mg 4x1 tablet/hari sebelum makan.
Operatif:
- mastoidektomi
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam

dubia ad bonam

Quo ad functionam

dubia ad bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

Kenapa pasien ini didiagnosa otitis media supuratif kronis?


Anamnesis

Keluar cairan dari telinga kirinya sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit
Cairan berwarna putih kekuningan dan berbau
Keluhan bukan pertama kali dirasakan
Nyeri telinga bagian dalam dan adanya penurunan fungsi pendengaran
Nyeri telinga dirasakan berkurang setelah keluar cairan dari telinga

Pemeriksaan Fisik
Untuk menegakkan diagnosis otitis media, perlu dilakukan pemeriksaan otoskopi.
Ditemukan adanya adanya pengeluaran cairan berwarna putih pada canalis auditorius
eksterna disertai perforasi sentral pada membran timpani telinga kiri dan kanan serta reflex
cahaya (cone of light) telinga negatif. Kemungkinan stadium otitis medianya ialah stadium
perforasi.
Bagaimana penatalaksanaan pada kasus diatas?
Pada kasus diatas penatalaksanaan adalah: Pembersihan liang telinga dengan suction ,
Pemberian obat cuci telinga H2O2, Pemberian obat oral: Eritromisin 250 mg 4x1 tablet/hari
sebelum makan. Dan bila memungkinkan dilakukan mastoidektomi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Boeis.et al. 1997. BIOES Buku Ajar Penyakit THT Edisi Keenam. Jakarta: EGC.
2. Djafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. Buku Ajar Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorokan kepala dan Leher. Balai penerbit FKUI, Jakarta; 2007.
3. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed.
Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima.
Jakarta: FKUI, 2001.
4. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam:
Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001.
5. Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.I., Setiowulan, W. Kapita
Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius. 2000.
6. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid.
Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6.
Jakarta: EGC, 1997.
7. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical
Journal of Australia. 2004. Available from URL: http://www.mja.com.au/
8. Thapa N, Shirastav RP. Intracranial complication of chronic suppuratif otitis
media, attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-39
Available from URL: http://www.jneuro.org/
9. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intracranial complication of chronic
suppuratif otitis media in children. Brazillian Journal of Otorhinolaringology.
2005. Available from URL: http://www.rborl.org.br/
10. Vesterager V. Fortnightly review: tinnitusinvestigation and management.
BMJ. 1997. available from URL: http://www.bmj.org/
11. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006.
Available from URL: http://www.pediatrics.org/

Anda mungkin juga menyukai