oleh:
RETNO UTAMI, S.Kep.
NIM 102311101045
LAPORAN PENDAHULUAN
SECTIO CAESAREA
Oleh:
RETNO UTAMI, S.Kep.
1. Tinjauan Penyakit
a. Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai
persalinan dan di tunggu satu jam sebelum terjadi in partu. Sebagian besar
ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu,
sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2008).
b. Etiologi
1. serviks inkompeten
2. overdistensi uterus
3. faktor keturunan
4. pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban (infeksi genitalia,
meningkatnya enzim proteolitik)
5. masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut
fase laten
makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi
makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya
dan tidak adanya his dalam satu jam. Keadaan lain seperti nyeri uterus,
denyut jantung janin yang semakin cepat serta perdarahan pervaginam sedikit
tidak selalu dialami ibu dengan kasus ketuban pecah dini. Namun, harus tetap
diwaspadai untuk mengurangi terjadinya komplikasi pada ibu maupun janin.
d. Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya
regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi
komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban. Pada ketuban pecah
dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah jaringan kolagen
dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas kolagenolitik.
Degradasi
kolagen
tersebut
terutama
disebabkan
oleh
matriks
komponen-komponen
matriks
ektraseluler. Enzim
tersebut
hari).
Jika umur kehamilan < 32 34 minggu, dirawat selama air ketuban
minggu.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada
infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi
sesudah 24 jam.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi.
Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin).
Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar
lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg
sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg setiap 6
jam sebanyak 4 kali.7
2. Aktif
5,
induksi
persalinan,
partus
pervaginam.9
f. Pemerikasaan Penunjang
1. dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus
merah menjadi biru
2. pemeriksaan leukosit
darah,
bila
meningkat
>
15000/mm3
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu
terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara
umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten.
3. Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.
4. Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan
janin, serta hipoplasia pulmonal.
2. Tinjauan Tindakan
a. Pengertian
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan
sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Sarwono, 2009). Sectio caesarea adalah tindakan untuk melahirkan janin
dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang
utuh (Gulardi&Wiknjosastro, 2006). Sectio caesarea adalah pembedahan
untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim
(Mansjoer, 2002). Sectio caesarea dibedakan menjadi tiga tipe berdasarkan
tekniknya, yaitu :
1. Sectio
caesarea
segmen
bawah
(SCSB)
atau
sectio
caesarea
transperitonealis profunda
sectio caesarea transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Insisi melintang dilakukan pada segmen bawah uterus.
atonia uteri
plasenta accrete
mioma uteri
infeksi intra uteri berat
b. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetak distres dan janin besar melebihi 4000 gram. Dari beberapa
faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio
caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul
merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul
yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir
secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami
sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuranukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
Kelainan pada letak kepala
Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya
kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil
bokong
kaki
tidak
sempurna
dan
presentasi
c. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, preeklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea
(SC). Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien.
Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi
pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas
jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini
akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan
menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak
dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
d. Komplikasi
Komplikasi dari tindakan sectio caesarea bisa terjadi pada ibu dan bayi. Pada
ibu dapat terjadi infeksi puerperal, perdarahan, luka pada kandung kencing,
embolisme paru-paru, ruptura uteri. Sedangkan pada bayi dapat terjadi
kematian perinatal.
Infeksi puerpuralis (nifas)
Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
Sedang: Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai
dehidrasi
3. Teknik Operasi
1. bedah sectio caesarea klasik atau korporal
buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis
tengah korpus uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi
dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm saat
Lapisan III
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit
samping.
buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim
kurang lebih 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan
kemudian diperlebar dengan gunting sampai kurang lebih
sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari
operator.
setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin
dilahirkan dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan
tersebut.
badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
setelah janin dilahirkan seluruh tali pusat diklem (dua tempat) dan
vesika urinaria.
segmen bawah rahim diiris melintang seperti pada bedah sectio
caesarea
transperitonealis
profunda
demikian
juga
cara
menutupnya.
4. Sectio caesarea histerektomi
irisan uterus dilakukan seperti pada bedah sectio caesarea klasik
no.2
tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan (menggunakan
chromic catgut no.1 atau 2) dengan sebelumnya diberi cairan
antiseptic.
kedua adneksa dan ligamentum rotunda dijahitkan pada tunggul
serviks uteri.
dilakukan reperitonelisasiserta eksplorasi daerah panggul dan
visera abdominis.
dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
4. Peralatan yang Dibutuhkan
5. Tinjauan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas pasien
2) Keluhan utama
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Riwayat penyakit dahulu
5) Riwayat penyakit keluarga
6) Penggunaan obat-obatan
7) Pola kognitif-konseptual
8) Pemeriksaan fisik
b. Diagnosis keperawatan
1) Pre operasi
a) Ansietas berhubungan dengan informasi yang diterima tidak jelas
dan krisis situasi
2) Intra operasi
a) Kekurangan volume cairan intravaskuler berhubungan dengan
perdarahan
3) Post operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder
b) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif bedah
c) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan
c. Intervensi
Diagnosis
keperawatan
Nyeri akut
Intervensi
NOC:
Pain level
Pain control
Comfort level
KH:
Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab, mampu
menggunakan teknik non
farmakologi
untuk
mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri
berkurang menggunakan
manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri
(skala,
intensitas,
frekuensi, tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
Pain management
1. Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif (lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,,
kualitas,
presipitasi)
2. Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik dalam asuhan
keperawatan
4. Evaluasi pengalaman nyeri
masa lampau
5. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
(ruang, cahaya, kebisingan,
suhu)
6. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
7. Ajarkan
teknik
non
farmakologi
8. Barikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
9. Kaji keefektifan kontrol
Risiko infeksi
NOC:
Immunie status
Knowledge:
infection
control
Risk control
KH:
Klien bebas dari tanda dan
gejala infekis
Mendeskripsikan proses
penularan penyakit dan
faktor yang mempengaruhi
Jumlah leukosit dalam
batas normal
nyeri
Analgetic administration
1. Tentukan
lokasi,
karakteristik,
kualitas,
derajat
nyeri
sebelum
pemberian obat
2. Cek
instruksi
tentang
pemberian obat
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih
analgetik
yang
diperlukan atau kombinasi
dari lebih dari satu analgetik
5. Tentukan tipe anaelgetik dari
berat ringan nyeri
6. Tentukan pilihan, rute, dan
dosis optimal analgetik
7. Menotir TTV
8. Evaluasi efektivitas analgetik
Infection control
1. Bersihkan
lingkungan
setelah dipakai pasien lain
2. Pertahankan teknik isolasi
3. Batasi pengunjung
4. Gunakan sabun antimikroba
untuk cuci tangan
5. Cuci tnagan sebelum dan
setelah melakukan tindakan
6. Gunakan baju dan sarung
tangan
sebagai
APD
pertahankan
lingkungan
aspetik selama pemasangan
alat
7. Gunakan kateter intermitten
untuk menurunkan infeksi
kandung kemih
8. Berikan antibiotik bbila
perlu
Infection protection
1. Monitor tanda dan gejala
sistemik infeksi
2. Monitor granulosit, WBC
3. Pertahankan teknik asepsis
Ansietas
NOC:
Anxiety self control
Anxiety level
Coping
KH:
Klien
mampu
mengidentifikasi
dan
mengungkapkan
gejala
cemas
Mengidentifikasi,
mengungkapkan
dan
menunjukkan
teknik
mengontrol cemas
TTV dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh dan
tingkat
aktivitas
menunjukkan
berkurangnya kecemasa
pada tindakan
4. Inspeksi mukosa, kulit, luka
insisi/bedah dari kemerahan,
panas, drainase
5. Dorong intake nutrisi cukup
6. Dorong pasien istirahat
7. Ajarkan cara menghindari
infeksi
Anxiety reduction
1. Gunakan pendekatan yang
menenangkan
2. Jelaskan semua prosedur
dnegan jelas kepada pasien
3. Pahami perspektif pasien
terhadap situasi stres
4. Dorong keluarga untuk
menemani klien
5. Dorong
klien
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
6. Lakukan back-neck rub
7. Berikan
obat
untuk
mengurangi kecemasan
6. Daftar Pustaka
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba
Medika
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan,
dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC
Saifuddin, AB. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Penerbit Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Sarwono, Prawirohardjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka