Anda di halaman 1dari 18

Hidung, Sinus Paranasalis, dan Mekanisme Pernapasan

Nevy Olianovi (102013101)


Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Telephone: (021) 5694-2061, fax: (021) 563-1731
nevy.olianovi@yahoo.com

Abstrak
Hidung merupakan organ penting pada tubuh, yaitu sebagai alat pernafasan terluar,
pelindung tubuh terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan, sebagai indera penciuman,
dan juga menjadi tempat bermuara sinus paranasalis dan saluran air mata. Beberapa tulang di
sekitar rongga hidung berlubang. Lubang di dalam tulang disebut sinus paranasalis. Manusia
mempunyai beberapa rongga di sepanjang atap dan bagian lateral rongga hidung. Ronggarongga ini diberi nama sinus yang kemudian diberi nama sesuai dengan letaknya: sinus
maxillaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis, dan sinus ethmoidalis. Seluruh sinus ini dilapisi
oleh epitel saluran pernafasan yang mengalami modifikasi dan mampu menghasilkan mukus
dan bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga hidung. Sinus paranasalis mempunyai fungsi
untuk memperlunak tulang, berfungsi sebagai ruang bunyi suara dan menjadikan suara
beresonansi. Fungsi-fungsi ini tidak lepas dari struktur anatomi kedua organ tersebut untuk
melakukan mekanisme pernapasan yang maksudnya adalah untuk membekalkan tubuh
dengan oksigen dan menyingkirkan karbon dioksida.
Kata kunci: hidung, sinus paranasal, mekanisme pernapasan
Abstract
The nose is an important organ in the body, namely the outer breathing apparatus,
protective body against an unfavorable environment, as the sense of smell, and also a place
geared paranasalis sinus and tear duct. Some of the bones around the nasal cavity hollow.
The hole in the bone is called sinus paranasalis. Humans have a few cavities along the roof
and the lateral part of the nasal cavity. These cavities are named sinuses which later was
named according to its location: maxillaris sinus, frontal sinus, sinus sphenoidalis, and sinus
ethmoidalis. The entire sinus is lined by respiratory epithelium undergoes modification and
capable of producing and ciliated mucus, secretions channeled into the nasal cavity. Sinus
paranasalis has the function to soften the bones, serves as a voice and make the room sound
resonating sound. These functions can not be separated from both the anatomical structure of
the organ to perform the breathing mechanism membekalkan intention is to get rid of the
body with oxygen and carbon dioxide.
Keywords: nose, paranasal sinuses, respiratory mechanism

PBL Blok 7 Universitas Kristen Krida Wacana

Pendahuluan
Pada kehidupan manusia hal terpenting adalah bernafas, tanpa nafas manusia tidak akan
bisa bertahan. Pada pernafasan yang dilakukan manusia sangat membutuhkan oksigen
sebagai zat yang dibutuhkan agar dapat bernafas dengan baik. Pernapasan (respirasi) adalah
pengangkutan gas-gas ke dan dari sel-sel serta proses oksidasi biologi yang terjadi di dalam
sel-sel dengan bantuan oksigen. Pengangkutan gas antara paru-paru, sel-sel serta jaringanjaringan tubuh dicapai melalui aliran darah. Selama proses oksidasi biologi intraseluler,
molekul-molekul nutrisi yang besar akan dipecah menjadi metabolit-metabolit yang lebih
kecil dan terjadi pelepasan energi.
Struktur makro hidung dan sinus paranasalis
Rongga hidung luar
Penyangga hidung terdiri atas tulang dan tulang-tulang rawan hialin. Rangka bagian
tulang terdiri atas os nasale, processus frontalis maxillae dan bagian nasal ossis frontalis.
Rangka tulang rawannya terdiri atas cartilago septi nasi, cartilago nasi lateralis dan cartilago
ala nasi major dan minor, yang bersama-sama dengan tulang di dekatnya saling berhubungan.
Keterbukaan bagian atas hidung dipertahankan oleh os nasale dan processus frontalis
maxillae dan di bagian bawah oleh tulang-tulang rawannya. Otot yang melapisi hidung
merupakan bagian dari otot wajah. Otot hidung tersusun dari m. nasalis dan m. depressor
septi nasi.1

Gambar 1. Rangka hidung2


Rongga hidung
Secara sagital rongga hidung dibagi oleh sekat hidung. Kedua belah rongga ini
terbuka ke arah wajah melalui nares dan ke arah posterior berkesinambungan dengan
PBL Blok 7 Universitas Kristen Krida Wacana

nasopharynx melalui apertura nasi posterior (choana). Masing-masing belahan rongga hidung
mempunyai dasar, atap, dinding lateral dan dinding medial (sekat hidung).1
Rongga hidung terdiri atas tiga regio, yakni vestibulum, penghidu, dan pernapasan.
Vestibulum hidung merupakan sebuah pelebaran yang letaknya tepat di sebelah dalam nares.
Vestibulum ini menahan aliran partikel yang terkandung di dalam udara yang dihisap. Ke
arah atas dan dorsal vestibulum dibatasi oleh limen nasi, yang sesuai dengan tepi atas
cartilago ala nasi major. Dimulai sepanjang limen nasi ini kulit yang melapisi vestibulum
dilanjutkan dengan mukosa hidung. Regio penghidu berada di sebelah cranial; dimulai dari
atap rongga hidung daerah ini meluas sampai setinggi concha nasalis superior dan bagian
septum nasi yang ada dihadapan concha tersebut. Regio pernapasan adalah bagian rongga
hidung selebihnya.1
Dinding lateral hidung memperlihatkan tiga elevasi, yakni concha nasalis superior,
medius, dan inferior. Inferolateral terhadap masing-masing concha nasalis ini terdapat meatus
nasi yang sesuai. Di sebelah cranial dan dorsal terhadap concha nasalis superior terdapat
recessus spheno-ethmoidalis yang mengandung muara sinus sphenoidalis. Meatus nasi
superior yang letak inferior terhadap concha nasalis superior, memperlihatkan sebuah lubang
sebagai muara sinus ethmoidalis posterior. Meatus nasi medius berada inferolateral terhadap
concha nasalis medius dan ke arah anterior berkesinambungan dengan fossa dangkal di
sebelah cranial vestibulum dan limen nasi, yakni atrium meatus nasi medius. Setinggi meatus
medius ini dinding lateral rongga hidung memperlihatkan sebuah elevasi bulat, yakni bulla
ethmoidalis. Di sebelah bawah bulla ethmoidalis ini terdapat celah berbentuk lengkung yang
meluas ke atas sampai di sebelah depan bulla, yakni hiatus semilunaris. Ke arah depan dan
atas, hiatus ini menjadi sebuah saluran lengkung, yakni infundibulum ethmoidale. Ke dalam
infundibulum ethmoidale ini bermuara sinus ethmoidalis anterior dan umumnya
infundibulum ethmoidale tersebut berkesinambungan dengan duktus nasofrontalis. Meatus
nasi inferior, di caudal dan lateral terhadap concha nasalis inferior, berisi muara duktus
nasolakrimalis.1

PBL Blok 7 Universitas Kristen Krida Wacana

Gambar 2. Concha nasalis superior, medius, dan inferior3


Dinding medial atau septum nasi dibentuk oleh lamina perpendicularis ossis
ethmoidalis, os vomer, dan cartilago septi nasi.1

Gambar 3. Septum nasi4


Dari belakang ke arah depan, atap cavum nasi terdiri atas 3 daerah, yang sesuai dengan
tulang yang membentuk atap tersebut, yakni regio sphenoidalis, ethmoidalis, dan
frontonasal.1
Dasar rongga hidung dibentuk oleh processus palatinus ossis maxilla dan lamina
horizontalis ossis palatini. Dasar ini memisahkan rongga hidung dari rongga mulut, namun
mempunyai hubungan dengan rongga mulut lewat canalis incisivus.1
Sinus paranasalis
Beberapa tulang di sekitar rongga nasal berlubang. Lubang di dalam tulang disebut
sinus paranasalis, yang memperlunak tulang dan berfungsi sebagai ruang bunyi suara,
menjadikan suara beresonansi. Sinus maksilaris terletak di bawah orbit dan terbuka melalui
dinding lateral hidung. Sinus frontalis terletak di atas orbit kea rah garis tengah tulang
frontalis. Sinus frontalis cukup banyak dan merupakan bagian tulang ethmoidales yang
PBL Blok 7 Universitas Kristen Krida Wacana

memisahkan lingkaran hidung dan sinus sfenoidalis berada di dalam tulang sfenoidalei.
Semua sinus paranasalis dilapisi oleh membrane bermukosa dan semua terbuka ke dalam
rongga nasal, dimana mereka dapat terinfeksi.5
Fungsi sinus-sinus ini tidak diketahui dengan pasti; sinus meringankan tulang
tengkorak dan menambah resonansi suara. Sebagian besar sinus rudimenter atau tidak ada
sejak kelahiran. Sinus membesar semenjak erupsi gigi permanen dan sesudah pubertas, yang
secara nyata mengubah ukuran dan bentuk wajah.1
Sinus maksilaris dalam korpus os maksila, membuka ke meatus media. Karena
orifisium terletak di bagian atas sinus, pengosongannya tidak mudah. Sinus frontalis pada
kedua sisi garis tengah, tepat di atas bagian medial orbita. Mengalir ke meatus media. Sinus
ethmoidalis dalam korpus os ethmoid sehingga terletak dalam dinding medial orbita.
Mengalir ke meatus media dan superior. Sinus sphenoidalis dalam korpus os sphenoid.
Mengalir ke recessus spheno-ethmoidalis.6

Gambar 4. Bagian sagital mulut, hidung, faring, dan laring.7


Struktur Mikroskopis Saluran Pernapasan
Bagian superior atau atap ronga hidung mengandung epitel yang sangat khusus untuk
mendeteksi dan meneruskan bebauan. Epitel ini adalah epitel olfaktoris yang terdiri atas tiga
jenis sel: sel penyokong, sel basal, dan sel olfaktoris. Epitel olfaktorius terdapat di atap
rongga hidung, pada kedua sisi septum, dan di dalam konka nasal superior.1
Sel olfaktoris memiliki inti bulat atau lonjong yang menempati daerah di epitel kirakira di antara inti-inti sel-sel penyokong dan sel basal. Apex sel olfaktoris langsing dan
mencapai permukaan epitel. Dari dasar sel yang langsing, terjulur akson ke dalam jaringan
ikat di bawahnya atau lamina propria tempat akson-akson tersebut bergabung menjadi berkas
kecil saraf olfaktoris tanpa mielin, yaitu fila olfaktoria. Saraf ini akhirnya meningalkan
PBL Blok 7 Universitas Kristen Krida Wacana

rongga hidung dan masuk ke dalam bulbus olfaktorius pada dasar otak. Sel basal adalah sel
pendek, kecil, pada dasar epitel di antara basis sel penyokong dan sel olfaktorius.1

Gambar 5. Epitel olfaktoris.8


Bukan BP 14
Mekanisme pernapasan
Pernapasan digunakan mencakup dua proses yaitu pernapasan luar (eksterna) yang
merupakan penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 dari tubuh secara keseluruhan serta dalam
pernafasan dalam (interna) yang merupakan penggunaan O2 dan pembentukan CO2 oleh selsel. Fungsi utama sistem respirasi ialah untuk membekalkan tubuh dengan oksigen dan
menyingkirkan karbon dioksida. Untuk menyempurnakan fungsi ini, sekurang-kurangnya
diperlukan 4 proses untuk berlaku yang secara kolektif disebut sebagai respirasi yaitu:9
1.

Ventilasi pulmonal

2.

Respirasi eksternal

3.

Transport gas

4.

Respirasi internal

: pergerakan udara masuk dan keluar dari paru-paru sehingga


tersedia gas yang terus menerus ditukar dan segar. Biasanya
disebut bernafas.
: pergerakan oksigen dari paru ke darah dan karbon dioksida
dari darah ke paru-paru.
: pengangkutan oksigen dari paru ke jaringan tubuh dan
pengangkutan karbon dioksida dari jaringan tubuh ke paru
paru. Ia dilakukan dengan sistem kardiovaskular
menggunakan darah sebagai cairan transportasi.
: pergerakan oksigen dari darah ke jaringan tubuh dan karbon
dioksida dari jaringan tubuh ke darah.

Ventilasi pulmonal
Ventilasi pulmonal ialah suatu proses mekanik yang mengandalkan pada perubahan
volume pada rongga thoraks atau rongga dada. Perubahan volume membawa kepada
PBL Blok 7 Universitas Kristen Krida Wacana

perubahan tekanan yang selanjutnya membawa kepada aliran gas untuk menyeimbangkan
tekanan tersebut. Dalam kata lain, ventilasi pulmonal ialah pertukaran udara antara atmosfer
dengan alveoli di paru-paru atau lebih dikenal sebagai bernapas.9
Ventilasi pulmonal terbagi menjadi dua yaitu inspirasi dan ekspirasi. Kedua-duanya
terjadi hasil dari perubahan dari volume thoraks yang menyebabkan udara untuk bergerak
dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Hal ini adalah dimungkinkan karena hukum Boyle
dimana pada suhu yang konstan, tekanan yang diberikan oleh gas berbanding terbalik dengan
volume gas.9
Inspirasi
Proses inspirasi merupakan suatu proses aktif di mana otot-otot inspirasi berkontraksi.
Otot utama yang berkontraksi untuk menghasilkan inspirasi sewaktu pernafasan tenang
termasuklah diafragma dan otot interkostal eksternus. Inspirasi berlaku secara umum
mengikut urutan peristiwa seperti berikut:9
1.

Pada permulaan inspirasi, otot-otot inspirasi utama berkontraksi di mana diafragma


(dirangsang oleh nervus phrenicus) menurun. Apabila difragma berkontraksi, ia akan
menurun dan menyebabkan volume thoraks bertambah secara vertikal. Manakala
apabila otot interkostal externus berkontraksi ia akan menyebabkan penambahan

2.

volume thoraks pada dimensi lateral dan anteroposterior.


Hal ini menyebabkan volume rongga thoraks diperbesar secara keseluruhannya.

3.

Tulang-tulang iga terangkat dan sternum bergerak ke anterior atas.


Paru-paru dipaksa meregang dan menjadi luas untuk mengisi rongga thoraks yang

4.

membesar. Volume intrapulmonal meningkat akibat dari regangan paru.


Apabila paru membesar, tekanan intra alveoli menurun dari 760 mmHg menjadi 759
mmHg (-1 mmHg) dan mengakibatkan ia lebih rendah dari tekanan atmosfer (760

5.

mmHg).
Udara (gas) mengalir ke dalam paru-paru menuruni gradien tekanan sehingga tekanan
intra alveol menjadi 0 atau menyamai tekanan atmosfer.

PBL Blok 7 Universitas Kristen Krida Wacana

Gambar 6. Inspirasi pernapasan10


Inspirasi kuat melibatkan kontraksi diafragma dan otot interkostal externus dengan
lebih kuat dengan membawa otot-otot inspirasi tambahan sama-sama berperan dalam
membesarkan lagi rongga thoraks. Otot-otot inspirasi tambahan antaranya termasuklah otot
sternocleidomastoideus, pectolaris major dan scalenus. Kontraksi otot-otot inspirasi tambahan
ini menyebabkan kenaikan sternum dan dua tulang iga pertama sehingga menyebabkan
rongga thoraks bagian atas diperbesar. Perluasan yang lebih ini menyebabkan penurunan
tekanan intra alveol yang lebih dan mengakibatkan pengaliran udara ke dalam paru dengan
lebih banyak.9

Gambar 7. Otot-otot yang berperan dalam pernapasan11

PBL Blok 7 Universitas Kristen Krida Wacana

Ekspirasi

Gambar 8. Ekspirasi pernapasan11


Proses ekspirasi secara umumnya di mana udara dibawa keluar dari paru. Ekspirasi
tenang merupakan suatu proses pasif dan melibatkan relaksasi otot-otot inspirasi yaitu
diafragma dan otot interkostal externus. Peristiwa yang berlaku dalam menyebabkan
ekspirasi termasuk:9
1.

Otot-otot inspirasi berelaksasi di mana diafragma menaik. Penaikan diafragma ini


mengakibatkan volume rongga thoraks berkurang dalam dimesi vertikal. Selain itu,
relaksasi otot interkostal externus menyebabkan mengurangan volume rongga thoraks

2.

dalam dimensi lateral dan anteroposterior.


Relaksasi otot-otot inspirasi membawa kepada pengurangan volume rongga thoraks
secara keseluruhan. Hal ini akan menyebabkan tulang-tulang iga untuk turut menurun

3.

ke bawah.
Jaringan paru yang elastis kembali ke kedudukan semula sesudah teregang. Ini
merupakan daya recoil pasif jaringan paru. Recoilnya paru membawa kepada

4.

berkurangnya volume intrapulmonal.


Volume paru yang berkurang mengakibatkan tekanan intra alveol meningkat dari 760

5.

mmHg menjadi 761 mmHg (+1 mmHg) dan menjadi lebih tinggi dari tekanan atmosfer.
Udara mengalir keluar dari paru menuruni gradient tekanan sehingga tekanan intra
alveol menjadi 0 atau menyamai tekanan atmosfer (760 mmHg).

PBL Blok 7 Universitas Kristen Krida Wacana

Ekspirasi kuat atau ekspirasi aktif membutuhkan kontraksi dari otot-otot ekspirasi yaitu
otot dinding perut dan otot interkostal internus. Kontraksi otot dinding perut (abdominal
muscles) meningkatkan tekanan intra-abdominal menyebabkan diafragma terdorong ke atas
dan mengurangkan dimensi vertikal rongga thoraks. Kontraksi otot interkostal internus pula
menurunkan volume rongga thoraks dalam dimensi lateral dan anteroposterior dengan
meratakan sternum dan tulang-tulang iga.9
Tekanan
Udara cenderung mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan
rendah, yaitu menuruni gradien tekanan.9
Udara mengalir masuk dan keluar paru selama tindakan bernapas karena berpindah
mengikuti gradien tekanan antara alveolus dan atmosfer yang berbalik arah bergantian dan
ditimbulkan oleh aktivitas siklik otot pernapasan. Terdapat tiga tekanan penting dalam
ventilasi:9
1. Tekanan atmosfer
Tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer pada benda di permukaan
bumi. Pada ketinggian permukaan laut tekanan ini sama dengan 760 mmHg. Tekanan
atmosfer berkurang seiring dengan penambahan ketinggian di atas permukaan bumi
juga semakin menipis.
2. Tekanan intra-alveolus
Tekanan di dalam alveolus. Karena alveolus berhubungan dengan atmosfer
melalui saluran napas penghantar, udara cepat mengalir menuruni gradien tekanannya
setiap tekanan intra-alveolus berbeda dari tekanan atmosfer; udara terus mengalir
sampai kedua tekanan seimbang.
3. Tekanan intrapleura
Tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini adalah tekanan yang ditimbulkan
di luar paru di dalam rongga thorax. Tekanan intrapleura biasanya lebih rendah
daripada tekanan atmosfer, rerata 756 mmHg saat istirahat.

PBL Blok 7 Universitas Kristen Krida Wacana

10

Gambar 9. Berbagai tekanan yang penting pada ventilasi.12


Tekanan intra-alveolus, yang menyeimbangkan diri dengan tekanan atmosfer pada 760
mmHg, lebih besar daripada tekanan intrapleura yang 756 mmHg, sehingga tekanan yang
menekan keluar dinding paru lebih besar daripda tekanan yang mendorong ke dalam.
Perbedaan netto tekanan ke arah luar ini, gradien tekanan transmural, mendorong paru keluar,
meregangkan, atau menyebabkan distensi paru. Karena gradien tekanan ini maka paru selalu
dipaksa mengembang untuk mengisi rongga thorax.9
Volume dan kapasitas paru
Jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap inspirasi (atau jumlah udara yang keluar
dari paru setiap ekspirasi) dinamakan volume alun napas (tidal volume/TV). Jumlah udara
yang masih dapat masuk ke dalam paru pada inspirasi maksimal, setelah inspirasi biasa
disebut volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume/IRV). Jumlah udara yang
dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi, setelah
ekspirasi biasa disebut volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume/ERV), dan
udara yang masih tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi maksimal disebut volume residu
(residual volume/RV). Ruang di dalam saluran napas yang berisi udara yang tidak ikut serta
dalam proses pertukaran gas dengan darah dalam kapiler paru disebut ruang rugi
pernapasan.13,14
Kapasitas inspirasi (inspiratory capacity/IC) merupakan volume udara maksimal yang
dapat dihirup pada akhir ekspirasi tenang normal (IC = IRV + TV). Kapasitas residual
fungsional (functional residual capacity/FRC) adalah volume udara di paru pada akhir
ekspirasi pasif normal (FRC = ERV + RV). Kapasitas vital (vital capacity/VC) adalah volume
udara maksiml yang dapat dikeluarkan dalam satu kali bernapas setelah inspirasi maksimal.
Subyek pertama-tama melakukan inspirasi maksimal lalu ekspirasi maksimal (VC = IRV +
PBL Blok 7 Universitas Kristen Krida Wacana

11

TV + ERV). VC mencerminkan perubahan volume maksimal yang dapat terjadi pada paru.
Kapasitas paru total (total lung capacity/TLC) adalah volume udara maksimal yang dapat
ditampung oleh paru (TLC = VC + RV).9

Gambar 10. Variasi volume paru.15


Kontrol pusat respirasi
1. Korteks Cerebri
Berperan dalam pengaturan pernapasan yang bersifat volunter sehingga
memungkinkan kita dapat mengatur napas dan menahan napas. Misalnya pada saat
bicara atau makan.16,17
2. Medulla oblongata
Pusat respirasi di medulla oblongata dibagi menjadi DRG (Dorsal Respiratory
Group) dan VRG (Ventral Respiratory Group). DRG merupakan kumpulan neuron
yang mengatur kerja otot eksternal interkostal dan otot diafragma. DRG ini berfungsi
pada seluruh proses respirasi normal. VRG merupakan kumpulan neuron yang
mengatur kerja otot respirasi tambahan, yang berfungsi saat bernapas dengan kuat,
yaitu saat inspirasi maksimal dan ekspirasi aktif. Pada saat pernafasan tenang atau
normal kelompok ventral tidak aktif, tetapi jika kebutuhan ventilasi meningkat, neuron
inspirasi pada kelompok ventral diaktifkan melalui rangsangan kelompok dorsal.
Kelompol ventral (VRG) terdiri dari neuron inspirasi dan neuron ekspirasi. Impuls dari
neuron inspirasi kelompok ventral akan merangsang motor neuron yang mensyarafi
otot inspirasi tambahan melalui N IX dan N X. Impuls dari neuron ekspirasi kelompok
ventral akan menyebabkan kontraksi otot-otot ekspirasi untuk ekspirasi aktif.16,17
PBL Blok 7 Universitas Kristen Krida Wacana

12

3. Pons
Pada pons terdapat 2 pusat pernapasan yaitu pusat apneustik dan pusat
pnumotaksis. Pusat apneutik terletak di formasio retikularis pons bagian bawah. Fungsi
pusat apneutik adalah untuk mengkoordinasi transisi antara inspirasi dan ekspirasi
dengan cara mengirimkan rangsangan impuls pada area inspirasi dan menghambat
ekspirasi. Sedangkan pusat pneumotaksis terletak di pons bagian atas. Impuls dari pusat
pneumotaksis adalah membatasi durasi inspirasi, tetapi meningkatkan frekuensi
respirasi sehingga irama respirasi menjadi halus dan teratur, dengan cara menginhibisi
apneustik neuron dan membantu proses ekshalasi normal atau kuat. Selama pernapasan
normal, stimulasi dari pusat apneustik membantu peningkatan intensitas inhalasi
sampai 2 sekon. Sedangkan pada pernapasan kuat, pusat apneustik dapat merespon
input sensori dari nervus vagus sehingga meningkatkan laju respirasi.16,17
Komponen kontrol saraf pada respirasi
Kontrol saraf atas respirasi melibatkan tiga komponen berbeda yaitu, faktor yang
menghasilkan irama inspirasi/ekspirasi bergantian, faktor yang mengatur besar ventilasi
(yaitu, kecepatan dan kedalaman bernapas) untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan faktor
yang memodifikasi aktivitas pernapasan dengan tujuan lain, modifikasi yang terakhir ini
mungkin bersifat volunteer, misalnya dalam mengontrol napas untuk berbicara, atau
involunter, misalnya maneuver pernapasan yang berkaitan dengan batuk dan bersin.9
Pusat kontrol pernapasan yang terdapat di batang otak menghasilkan pola bernapas
yang berirama. Pusat kontrol pernapasan primer, pusat respirasi medula, terdiri dari beberapa
agregat badan saraf di dalam medulla yang menghasilkan sinyal ke otot otot pernapasan.
Selain itu, dua pusat pernapasan lain terletak lebih tinggi di batang otak di pons, pusat
pneumotaksik dan pusat apnustik. Kedua pusat di pons ini mempengaruhi sinyal keluar dari
pusat pernapasan di medulla.9
Keseimbangan asam basa
Satuan ukuran keseimbangan asam basa adalah pH, yang menyatakan kepekaan
terhadap ion hidrogen dan keasaman zat yang ditimbulkannya. Ion-ion hidrogen (H+) dan ionion hidroksil (OH-) menentukan keasaman atau kebasaan suatu larutan. Apabila terjadi
PBL Blok 7 Universitas Kristen Krida Wacana

13

penambahan atau peningkatan konsentrasi ion hidrogen, maka keadaan bersifat lebih asam
dan pH akan turun. Sebaliknya, bila cairan tubuh bersifat basa atau alkali, maka pH akan
meningkat.18
Nilai normal pH cairan tubuh adalah 7,35 7,45. Kestabilan nilai pH tersebut
dipertahankan oleh sistem buffer dan mekanisme lain. Buffer adalah bahan yang dapat
bekerja sebagai reaksi kimia yang dapat menarik atau melepaskan ion-ion hidrogen, sehingga
ph tetap relatif stabil. Buffer terdapat pada semua cairan tubuh dan bekerja dengan segera
(dalam 1 detik) setelah terjadi pH abnormal. Sistem buffer meliputi sistem buffer asam
karbonat (H2CO3) dan bikarbonat (HCO3-); sistem buffer fosfat (H 2PO4 dan HPO4); serta
sistem buffer protein sel dan plasma.18
Selain sistem buffer, terdapat mekanisme lain yang dilakukan oleh tubuh sebagai
kompensasi dalam menjaga keseimbangan asam basa. Bagian tubuh tersebut ialah paru-paru
dan ginjal. Peran paru-paru dalam menjaga keseimbangan asam basa adalah mengendalikan
konsentrasi asam karbonat (H2CO3), sedangkan ginjal berperan dalam pengendalian
konsentrasi bikarbonat (HCO3-).18
a. Kompensasi oleh Paru-Paru
Jumlah karbondioksida (CO2) bervariasi bergantung pada kecepatan dan
kedalaman pernapasan. Perubahan ventilasi paru-paru akan mengubah konsentrasi CO 2
dan hidrogen dalam tubuh. Hal tersebut berarti bila terjadi peningkatan hidrogen, maka
terjadi peningkatan CO2. Kondisi ini akan merangsang pusat respirasi yang
menyebabkan napas cepat dan dalam sehingga CO2 terbuang. Hasilnya, keasaman tubuh
relatif normal.
Bila kadar CO2 ditahan dalam jumlah besar, maka CO2 akan lebih mudah
bersenyawa dengan air membentuk asam karbonat atas bantuan suatu enzim. Berikut
ini merupakan reaksi kimia yang terjadi:
CO2 + H2O H2CO3
Reaksi kimia yang tersebut di atas menunjukkan bahwa paru-paru memegang
peranan penting dalam mengendalikan konsentrasi asam karbonat. Karbondioksida
akan selalu terus dibentuk di dalam tubuh oleh metabolisme. Penurunan metabolisme
akan menyebabkan konsentrasi karbondioksida dan hidrogen menjadi kecil atau sedikit.
H2CO3 dan HCO3- pasti ada dalam tubuh dengan perbandingan tertentu. Rasio
H2CO3 dengan HCO3- ini berpengaruh terhadap keseimbangan asam basa. Untuk
menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh maka konsentrasi H 2CO3 dan HCO3harus tetap dengan rasio 1:20 yaitu 1 H 2CO3 berbanding 20 HCO3-. Bila rasio ini
berubah pada salah satu zat tersebut, maka terjadilah ketidakseimbangan asam basa
PBL Blok 7 Universitas Kristen Krida Wacana

14

sehingga dapat terjadi asidosis atau alkalosis. Tubuh mempertahankan keseimbangan


rasio H2CO3 terhadap HCO3- dilakukan melalui proses respirasi dan eliminasi urine.
Kedua proses ini berlangsung terus menerus baik dalam keadaan sehat ataupun sakit.
b. Kompensasi oleh Ginjal
Konsentrasi bikarbonat dikendalikan oleh ginjal dengan menahan atau
mengekskresikan bikarbonat (HCO3-), secara relatif, bergantung pada kebutuhan tubuh.
Adapun mekanisme ginjal dalam mengendalikan ion hidrogen dan bikarbonat adalah
melalui tiga proses antara lain:18
1. Sekresi ion hidrogen oleh tubulus
Sel epitel tubulus (tubulus proksimal, distal, ataupun duktus koligens)
menyekresi hidrogen ke dalam cairan tubulus. Berikut ini merupakan reaksi kimia
yang terjadi di dalam tubulus:
CO2 + H2O H2CO3 HCO3- + H+
2. Pengaturan sekresi ion H+ oleh konsentrasi CO2 di dalam cairan ekstrasel
Reaksi kimia untuk sekresi ion hidrogen dimulai dengan CO 2, maka makin
besar konsentrasi CO2 makin cepat pula proses sekresi ion hidrogen tersebut. Jadi,
kecepatan sekresi ion hidrogen bisa meningkat atau menurun sesuai dengan
perubahan konsentrasi CO2 ekstrasel.
3. Interaksi HCO3- dengan H+ di dalam tubulus
Tubulus hampir sama sekali tidak permeabel terhadap ion HCO3- sebab
HCO3- merupakan ion besar dan bermuatan listrik. Meskipun demikian, ion
HCO3- dapat direabsorbsi yang prosesnya dimulai dengan reaksi di dalam tubulus
antara HCO3- dan H+ yang disekresikan oleh sel tubulus menjadi H2CO3.
Kemudian H2CO3 berdisosiasi menjadi H2O dan CO2. H2O menjadi bagian cairan
tubulus, sedangkan CO2 berdifusi menuju ke dalam darah. berdasarkan penjelasan
tersebut, maka berikut ini merupakan reaksi kimia:
H+ + HCO3- H2CO3 H2O + CO2
Oleh sebab itu, bila terjadi kerusakan ginjal, maka proses reabsorbsi HCO3tidak terjadi dan pembuangan hidrogen tidak terjadi. Akibatnya urine dan darah
akan kelebihan asam.
Gangguan keseimbangan asam basa
Gangguan keseimbangan asam basa dapat menyebabkan gangguan pada tubuh,
sehingga akan muncul manifestasi klinis (tanda dan gejala) dari masing-masing jenis
gangguan keseimbangan asam basa. Gangguan keseimbangan asam basa ada dua jenis yaitu
asidosis dan alkalosis.18 Untuk lebih memahaminya, berikut ini akan dijelaskan mengenai
gangguan keseimbangan asam basa secara sederhana.
1. Asidosis Respiratorik
PBL Blok 7 Universitas Kristen Krida Wacana

15

Setiap kondisi yang menurunkan ventilasi dapat meningkatkan konsentrasi CO 2


dan berdampak adanya peningkatan asam karbonat.18 Kondisi ini disebut asidosis
respiratorik yang menyebabkan frekuensi pernapasan menurun sehingga terjadi
penumpukan CO2 dalam cairan tubuh. Kelebihan CO2 ini mengakibatkan pembentukan
ion hidrogen lebih banyak dan menurunkan pH. Penyebabnya antara lain adalah
pneumonia dan emfisema atau asma berat.16
Kompensasi yang dilakukan oleh tubuh adalah produksi bikarbonat oleh ginjal
meningkat, ekskresi ion hidrogen ke urine meningkat. Untuk meningkatkan
pengeluaran CO2 dapat dilakukan dengan latihan napas dalam purse lips breathing.18
2. Alkalosis Respiratorik
Penyebab yang dapat menimbulkan alkalosis respiratorik adalah hiperventilasi.
Hal ini karena banyak CO2 yang terbuang sehingga ion hidrogen menurun.18 Frekuensi
pernapasan meningkat dan CO2 dihembuskan sangat cepat. Mengakibatkan
pembentukan ion hydrogen menurun dan meningkatkan pH.16
Kompensasi yang dilakukan tubuh adalah ginjal menurunkan ekskresi ion-ion
HCO3-, serta kecepatan dan kedalaman pernafasan menurun.18
3. Asidosis Metabolik
Bila terjadi penurunan pH atau penambahan keasaman, bikarbonat akan
mengompensasinya. Namun, cadangan bikarbonat menjadi berkurang dan apabila
produksi asam masih terus berlanjut maka buffer tidak mampu untuk mengompensasi
dan timbullah asidosis metabolik.18
Asidosis metabolik disebabkan oleh diabetes yang tidak diobati (ketoasidosis),
penyakit ginjal, atau diare hebat. Kompensasi yang dilakukan oleh tubuh dalam
keadaan ini adalah hiperventilasi atau meningkatkan frekuensi pernapasan dan
menghembuskan lebih banyak CO2 sehingga menurunkan pembentukan ion H+, yang
selanjutnya meningkatkan pH ke batas normalnya.16
4. Alkalosis Metabolik
Alkalosis metabolik terjadi bila kehilangan asam melampaui produksi asam, ionion hidrogen hilang dari cairan tubuh dan terjadi kelebihan HCO 3-.18 Penyebab dari
alkalosis metabolik ini dari penggunaan obat-obatan alkalin yang berlebihan seperti
yang digunakan untuk menghilangkan gangguan asam lambung.16
Pada penderita alkalosis metabolik akan terjadi depresi pernapasan yang
bertujuan untuk menahan CO2, sehingga dapat dikombinasi dengan ion hidrogen untuk
membentuk asam karbonat. Oleh sebab itu, pada penderita alkalosis metabolik
diupayakan untuk menggunakan masker rebreathing agar CO2 dapat dihirup kembali.18
PBL Blok 7 Universitas Kristen Krida Wacana

16

Kesimpulan
Struktur respirasi manusia dibentuk oleh struktur makroskopik maupun mikroskopik
yang masing-masing sangat berperan dalam proses pernapasan inspirasi dan ekspirasi. Pada
saat inspirasi, manusia mengambil oksigen dan pada saat ekspirasi manusia mengeluarkan
karbondioksida yang merupakan hasil metabolisme tubuh.
Fungsi dari pernapasan antara lain untuk memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh
sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel. Fungsi tambahan dari
pernapasan antara lain memungkinkan kita berbicara, menyanyi, dan vokalisasi lainnya, serta
meningkatkan aliran balik vena.
Proses pernapasan melibatkan tekanan. Paru-paru itu sendiri memiliki kapasitasnya
dan volumenya dalam keadaan tertentu. Selain itu, pada sistem respirasi terjadi pula
keseimbangan asam dan basa.

Daftar Pustaka
1. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. h. 111-119.
2. Gambar 1. diunduh dari:
http://medicina-islamica-lg.blogspot.com/2013/08/anatomi-fisiologi-hidungnasus.html
PBL Blok 7 Universitas Kristen Krida Wacana

17

3. Gambar 2. diunduh dari:


http://medicine.academic.ru/113235/concha_nasi_inferior
4. Gambar 3. diunduh dari:
http://intranet.tdmu.edu.ua/data/kafedra/internal/anatomy/classes_stud/en/stomat/ptn/1
/06%20Skull%20as%20a%20whole.%20Cranial%20base%20and%20calvaria..htm
5. Watson R. Anatomi & fisiologi. Edisi ke-10. Jakarta: EGC; 2002. h. 297-8.
6. Faiz O, Moffat D. At a glance series anatomi. Jakarta: Erlangga; 2004. h. 108-111.
7. Gambar 4. diunduh dari:
http://biogenesisblog.blogspot.com/2012/01/organ-respirasi-pada-manusia.html
8. Gambar 5. diunduh dari:
http://anfis-mariapoppy.blogspot.com/2011/01/pernapasan_15.html
9. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2011. h.
497-509; 517-539.
10. Gambar 6. diunduh dari:
http://asihnaim.blogspot.com/2012/10/sistem-pernapasan.html
11. Gambar 7. dan Gambar 8. diunduh dari:
http://dwiindrianiputripsik02.blogspot.com/2013/08/artikel-fisiologi-respirasi.html
12. Gambar 9. diunduh dari:
http://bio6xiiparsbi2.blogspot.com/2012/04/sistem-respirasi.html
13. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC; 2002. h. 674.
14. Sabiston CD. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC; 1994. h. 640-641.
15. Gambar 10. diunduh dari:
http://evoedu.blogspot.com/2013_10_01_archive.html
16. Niluh GYA, Effendie C. Keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC; 2003. h. 10-5.
17. Djojodibroto D. Respirologi. Jakarta: EGC; 2007. h. 29
18. Asmadi. Teknik prosedural keperawatan konsep & aplikasi kebutuhan dasar klien.
Jakarta: Salemba Medika; 2008. h. 45-8.

PBL Blok 7 Universitas Kristen Krida Wacana

18

Anda mungkin juga menyukai