LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI EMERGENCY
1.
Definisi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan
darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga
bacaan tekanan darah yang peningkatan tekanan darah sistolik lebih besar atau sama dengan 140
mmHg dan peningkatan diastolik lebih besar atau sama dengan 90 mmHg melebihi 140/90 mmHg,
saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi (Wikipedia, 2010).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal.
Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan
resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran darah darah (Hani,
2010)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung atau pembuluh darah yang
ditandai dengan peningkatan tekanan pembuluh darah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau
diatas 160/95 dinyatakan sebagai hipertensi. Setiap usia dan jenis kelamin memilki batasan masing
masing :
a. Pada pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darah waktu berbaring
> 130/90 mmHg.
b. Pada pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekan darahnya > 145/90 mmHg
c. Pada wanita tekanan darah > 160/90 mmHg, dinyatakan hipertensi
(Sumber : Dewi dan Familia, 2010 : 18).
Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik 180 mm
Hg dan / atau diastolik 120 mm Hg) dengan kerusakan organ target yang bersifat progresif,
sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam. Tekanan darah
yang sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan
segera (dalam menit atau jam) agar dapat membatasi kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan
darah untuk dapat dikategorikan sebagai hipertensi darurat tidaklah mutlak, namun kebanyakan
referensi di Indonesia memakan patokan >220/140.
2.
Jenis Hipertensi
Dikenal juga keadaan yang disebut krisis hipertensi. Keadaan ini terbagi 2 jenis :
a) Hipertensi emergensi, merupakan hipertensi gawat darurat, takanan darah melebihi 180/120
mmHg disertai salah satu ancaman gangguan fungsi organ, seperti otak, jantung, paru, dan eklamsia
atau lebih rendah dari 180/120mmHg, tetapi dengan salah satu gejala gangguan organ atas yang
sudah nyata timbul.
b) Hipertensi urgensi : tekanan darah sangat tinggi (> 180/120mmHg) tetapi belum ada gejala
seperti diatas. TD tidak harus diturunkan dalam hitungan menit, tetapi dalam hitungan jam bahkan
hitungan hari dengan obat oral.
Sementara itu, hipertensi dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan penyebabnya :
a) Hipertensi Primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (hipertensi essensial).
Hal ini ditandai dengan peningkatan kerja jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi.
Sebagian besar (90 95%) penderita termasuk hipertensi primer. Hipertensi primer juga didapat
terjadi karena adanya faktor keturunan, usia dan jenis kelamin.
b) Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit sistemik lainnya,
misalnya seperti kelainan hormon, penyempitan pembuluh darah utama ginjal, dan penyakit
sistemik lainnya (Dewi dan Familia, 2010 : 22). Sekitar 5 10% penderita hipertensi sekunder
disebabkan oleh penyakit ginjal dan sekitar 1 2% disebabkan oleh kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu misalnya pil KB (Elsanti, 2009 : 114 ).
3.
Klasifikasi Hipertensi
160-179 mmHg
100-109 mmHg
Stadium 3
(Hipertensi berat)
180-209 mmHg
110-119 mmHg
Stadium 4
(Hipertensi maligna)
210 mmHg atau lebih
120 Hg atau lebih
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh kedalam keadaan gawat
darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi Krisis Hipertensi, dan
banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang ditemukan pada
penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab sebelumnya. Pengobatan yang baik dan
teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang dari 1 %.
4.
Etiologi
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana terjadi kondisi peningkatan
tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada kerusakan organ target yang progresif.
Berbagai sistem organ yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi ini adalah sistem saraf
yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral, perdarahan subarakhnoid,
perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat mengakibatkan infark miokard, disfungsi
ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta; dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut,
retinopati, eklamsia, dan anemia hemolitik mikroangiopatik.
Faktor Resiko Krisis Hipertensi
1.
Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
2.
Kehamilan
3.
4.
Pengguna NAPZA
5. Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala, penyakit vaskular/
kolagen)
5.
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang terganggu, diantaranya
nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata kabur dan edema papilla
mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut
pada gangguan ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah
umumnya.
ensefalopati, gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila TD Diastolik > 140
mmHg. Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun pada penderita hipertensi baru dengan
penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi ensefalopati demikian juga pada eklampsi,
hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun TD 160/110 mmHg.
6.
Patofisiologi
Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder, dapat dengan
mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik meningkat cepat sampai di
atas 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam. Hal ini dapat menyebabkan nekrosis arterial yang
lama dan tersebar luas, serta hiperplasi intima arterial interlobuler nefron-nefron. Perubahan
patologis jelas terjadi terutama pada retina, otak dan ginjal. Pada retina akan timbul perubahan
eksudat, perdarahan dan udem papil. Gejala retinopati dapat mendahului penemuan klinis kelainan
ginjal dan merupakan gejala paling terpercaya dari hipertensi maligna.
Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun penurunan tekanan
darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160 mmHg. Apabila tekanan darah
melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak mampu lagi menahan kenaikan tekanan darah
maka akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik yang sangat tinggi memungkinkan pecahnya
pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible.
Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan menyebabkan kenaikan after load,
sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada hipertensi kronis hal ini akan terjadi lebih lambat
karena ada mekanisme adaptasi. Penderita feokromositoma dengan krisis hipertensi akan terjadi
pengeluaran norefinefrin yang menetap atau berkala.
Gambar 1. Skema Patofisiologi Hipertensi Emergensi
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila Mean Arterial
Pressure ( MAP ) 120 mmHg 160 mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP
diantara 60 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan
batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja dari TD menyebabkan asidosis otak
akan mempercepat timbulnya oedema otak. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa
terjadi melalui beberapa cara:
a) Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan lebih banyak
cairan pada setiap detiknya.
b) Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada
setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan
menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah
menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat
pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut
karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
c) Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini
terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air
dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.
Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak
cairan keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun.
Pathway :
Nyeri kepala
Gangguan pola tidur
Suplai O2 otak menurun
sinkop
Gangguan perfusi jaringan
Vasokonstriksi pembuluh darah ginjal
Blood flow munurun
Respon RAA
Rangsang aldosteron
Retensi Na
edema
sistemik
vasokonstriksi
Afterload meningkat
Penurunan curah jantung
Fatique
Intoleransi aktifitas
koroner
Iskemi miocard
Nyeri dada
Spasme arteriole
diplopia
Resti injuri
Elastisitas
7.
, arteriosklerosis
Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan darah secepat dan
seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita. Pengobatan biasanya diberikan
secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang ketat terhadap penurunan tekanan darah
untuk menghindari keadaan yang merugikan atau munculnya masalah baru.
Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja cepat, mempunyai
jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah dengan cara yang dapat
diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak tergantung kepada sikap tubuh dan efek
samping minimal.
Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak terburu-buru. Penurunan
tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan iskemik pada otak dan ginjal. Tekanan darah
harus dikurangi 25% dalam waktu 1 menit sampai 2 jam dan diturunkan lagi ke 160/100 dalam 2
sampai 6 jam. Medikasi yang diberikan sebaiknya per parenteral (Infus drip, BUKAN INJEKSI). Obat
yang cukup sering digunakan adalah Nitroprusid IV dengan dosis 0,25 ug/kg/menit. Bila tidak ada,
pengobatan oral dapat diberikan sambil merujuk penderita ke Rumah Sakit. Pengobatan oral yang
dapat diberikan meliputi Nifedipinde 5-10 mg, Captorpil 12,5-25 mg, Clonidin 75-100 ug, Propanolol
10-40 mg. Penderita harus dirawat inap.
Adapun obat hipertensi oral yang dapat dipakai untuk hipertensi mendesak (urgency) dapat dilihat
pada tabel 5.
Tabel 5: Obat hipertensi oral 3,5
Obat
Dosis
Efek / Lama Kerja
Perhatian khusus
Captopril
12,5 - 25 mg PO; ulangi per 30 min ; SL, 25 mg
15-30 min/6-8 jam ;
Diltiazem
5-15 ug/kg/menit sebagi infus IV
1-5 min/ 15- 30 min
Takikardi, mual, muntah, sakit kepala, peningkatan tekanan intrakranial; hipotensi
Pada hipertensi darurat (emergency) dengan komplikasi seperti hipertensi emergensi dengan
penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan obat yang tepat sehingga tidak memperparah
keadaannya. Pemilihan obat untuk hipertensi dengan komplikasi dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7: Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi 2,5
Komplikasi
Obat Pilihan
Target Tekanan Darah
Diseksi aorta
Nitroprusside + esmolol
SBP 110-120 sesegera mungkin
AMI, iskemia
Nitrogliserin, nitroprusside, nicardipine
2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan dosis tinggi
sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 5 menit, duration of action 3 5 menit.
Dosis : 5 100 ug / menit, secara infus i. V. Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V bolus. Onset of
action 1 2 menit, efek puncak pada 3 5 menit, duration of action 4 12 jam. Dosis permulaan :
50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 75 mg setiap 5 menit sampai TD yang diinginkan. Efek
samping : hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll.
4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 1 jam, i.v : 10 20
menit duration of action : 6 12 jam. Dosis : 10 20 mg i.v bolus : 10 40 mg i.m Pemberiannya
bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker untuk mengurangi refleks takhikardi
dan diuretik untuk mengurangi volume intravaskular. Efeksamping : refleks takhikardi,
meningkatkan stroke volume dan cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.
5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15 60 menit.
Dosis 0,625 1,25 mg tiap 6 jam i.v.
6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terutama untuk
mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin. Dosis 5 20 mg secar i.v bolus atau i.m. Onset
of action 11 2 menit, duration of action 3 10 menit.
7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi sistem simpatis
dan parasimpatis. Dosis : 1 4 mg / menit secara infus i.v. Onset of action : 1 5 menit. Duration of
action : 10 menit. Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma,
hipotensi, mulut kering.
8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis : 20 80 mg secara i.v.
bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v. Onset of action 5 10 menit Efek samping :
hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi, dll. Juga tersedia dalam bentuk
oral dengan onset of action 2 jam, duration of action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons
unpredictable dan komplikasi lebih sering dijumpai.
9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf simpatis.
Dosis : 250 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 60 menit, duration of action kirakira 12 jam. Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino, with drawal
sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak konsisten, obat ini
kurang disukai untuk terapi awal.
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam 10 cc
dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi dosis. Onset of action 5 10
menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam. Efek samping : rasa ngantuk,
sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat
menimbulkan sindroma putus obat.
Pengobatan khusus krisis hipertensi
1.
Ensefalopati Hipertensi
Pada Ensefalofati hipertensi biasanya ada keluhan serebral. Bisa terjadi dari hipertensi esensial atau
hipertensi maligna, feokromositoma dan eklamsia. Biasanya tekanan darah naik dengan cepat,
dengan keluhan : nyeri kepala, mual-muntah, bingung dan gejala saraf fokal (nistagmus, gangguan
penglihatan, babinsky positif, reflek asimetris, dan parese terbatas) melanjut menjadi stupor, koma,
kejang-kejang dan akhirnya meninggal. Obat yang dianjurkan : Natrium Nitroprusid, Diazoxide dan
Trimetapan.
2.
Biasanya terjadi pada penderita hipertensi sedang atau berat, sebagai akibat dari bertambahnya
beban pada ventrikel kiri. Udem paru akut akan membaik bila tensi telah terkontrol.
Obat pilihan : Trimetapan dan Natrium nitroprusid. Pemberian Diuretik IV akan mempercepat
perbaikan
3. Feokromositoma
Katekolamin dalam jumlah berlebihan yang dikeluarkan oleh tumor akan berakibat kenaikan tekanan
darah. Gejala biasanya timbul mendadak : nyeri kepala, palpitasi, keringat banyak dan tremor. Obat
pilihan : Pentolamin 5-10 mg IV.
4.
Awalnya terjadi robekan tunika intima, sehingga timbul hematom yang meluas. Bila terjadi ruptur
maka akan terjadi kematian. Gejala yang timbul biasanya adalah nyeri dada tidaj khas yang menjalar
ke punggung perut dan anggota bawah. Auskultasi : didapatkan bising kelainan katup aorta atau
cabangnya dan perbedaan tekanan darah pada kedua lengan. Pengobatan dengan pembedahan,
dimana sebelumnya tekanan darah diturunkan terlebih dulu dengan obat pilihan : Trimetapan atau
Sodium Nitroprusid.
6.
Toksemia Gravidarum
Gejala yang muncul adalah kejang-kejang dan kebingungan. Obat pilihan : Hidralazin kemudian
dilanjutkan dengan klonidin.
7.
Perdarahan Intrakranial
Pengobatan hipertensi pada kasus ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena penurunan tekanan
yang cepat dapat menghilangkan spasme pembuluh darah disekitar tempat perdarahan, yang justru
akan menambah perdarahan. Penurunan tekanan darah dilakukan sebanyak 10-15 % atau diastolik
dipertahankan sekitar 110-120 mmHg Obat pilihan : Trimetapan atau Hidralazin.
(Sumber : Dewi dan Familia, 2010 : 100).
8.
Pemeriksaan penunjang
c) Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan jantung
d) EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
e) Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
f) Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi ginjal
terpisah dan penentuan kadar urin.
g) Foto dada dan CT scan
9.
Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal jantung
kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya
meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan
mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20
tahun.
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak terkontrol dan telah
menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian yang sering terjadi adalah
penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal.
Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi.
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal, jantung dan otak.
Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal
jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner
dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma
yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli
dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai
sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.
Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak hanya tingginya tekanan
darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan organ target serta faktor risiko lain seperti
merokok, dislipidemia dan diabetes melitus. (Tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg pada
individu berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor resiko kardiovaskular yang penting. Selain itu
dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan risiko
penyakit kardiovaskuler sebanyak dua kali (Anggraini, Waren, et. al, 2009).
10. Diagnosis
Diagnosis hipertensi emergensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung
kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh
walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosis suatu krisis hipertensi.
Anamnesis
Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting ditanyakan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri dada ).
g.
h.
11. PENGKAJIAN
Krisis Hipertensi (KH) biasanya secara klinis mudah dilihat tanda dan gejalanya.
Tanda dan Gejala
Tanda umum adalah:
Sakit kepala hebat
nyeri dada
pingsan
tachikardia > 100/menit
tachipnoe > 20/menit
Muka pucat
Tanda Ancaman Kehidupan
Gejala KH:
Sakit Kepala Hebat
nyeri dada
peningkatan tekanan vena
shock / Pingsan
Pengkajian
Pengkajian dengan pendekatan ABCD.
Airway
yakinkan kepatenan jalan napas
berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke
ICU
Breathing
kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk mempertahankan saturasi >92%.
Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-valve-mask ventilation
Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
Kaji jumlah pernapasan / Auskultasi pernapasan
Lakukan pemeriksan system pernapasan
Dengarkan adanya bunyi krakles / Mengi yang mengindikasikan kongesti paru
Circulation
Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
Kaji peningkatan JVP
Monitoring tekanan darah
Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
Sinus tachikardi
Adanya Suara terdengar jelas pada S4 dan S3
right bundle branch block (RBBB)
right axis deviation (RAD)
Lakukan IV akses dekstrose 5%
Pasang Kateter
Lakukan pemeriksaan darah lengkap
Jika ada kemungkina KP berikan Nifedipin Sublingual
Disability
a. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
b. penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi ekstrim dan membutuhkan
pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICU.
Exposure
selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan KP
jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik lainnya.
Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung kronik
a.
Aktivitas / istirahat
Gejala :
Kelemahan
Letih
Napas pendek
Tanda :
Takipnea
b.
Sirkulasi
Gejala :
Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup, penyakit
serebrovaskuler
Tanda :
Kenaikan TD
Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin( vasokontriksi perifer ), pengisian kapiler mungkin lambat
c.
Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor stress multiple (
hubungsn, keuangan, pekerjaan ).
Tanda :
Gelisah
d.
Eliminasi
Gejala :
e.
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat penyakit ginjal )
Makanan / Cairan.
Gejala :
Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol.
Mual
Muntah
Tanda :
Edema
Kongesti vena
Peningkatan JVP
Glikosuria
f.
Neurosensori
Gejala :
Episode kebas
Episode epistaksis
Tanda :
Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori ( ingatan )
g.
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
nyeri abdomen
h.
Pernapasan
Gejala :
Takipnea
Ortopnea
Riwayat merokok
Tanda :
Sianosis
i.
Keamanan
Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala :
Intervensi :
a.
Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat
tidur.
j.
k.
l.
Diuretic Loop misalnya Furosemid ( Lasix ), asam etakrinic ( Edecrin ), Bumetanic ( Burmex )
t.
Bloker nuron adrenergik misalnya guanadrel ( hyloree ), quanetidin ( Ismelin ), reserpin (
Serpasil )
u. Inhibitor adrenergik yang bekerja secara sentral misalnya klonidin ( catapres ), guanabenz (
wytension ), metildopa ( aldomet )
v.
w. Vasodilator oral yang bekerja secara langsung misalnya diazoksid ( hyperstat ), nitroprusid (
nipride, nitropess )
x. Bloker ganglion misalnya guanetidin ( ismelin ), trimetapan ( arfonad ), ACE inhibitor ( captopril,
captoten )
2.
Tujuan : Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Intervensi :
a.
b.
c.
d.
e.
Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti kompres dingin pada
dahi, pijat punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi dan distraksi
f.
Hilangkan / minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya
mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk
g. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas (lorazepam, ativan,
diazepam, valium )
3. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan adanya
tahanan pembuluh darah
Tujuan : Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam.
Kriteria hasil :
Intervensi :
a.
b.
c.
Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan
arteri jika tersedia
d.
e.
f.
g.
h.
4.
Tujuan : Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Intervensi :
a.
Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan
bantuan sesuai kebutuhan
b.
c.
d.
e.
f.
Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu istirahat yang tidak
terganggu, berikan waktu istirahat sepanjang siang atau sore
5.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24
jam
Kriteria hasil :
Intervensi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
6.
Tujuan : Perawatan diri klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam.
Kriteria hasil :
Intervensi :
a.
b.
c.
d. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan klien / atas
keberhasilannya
7. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita
klien
Tujuan: Kecemasan hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
jam.
Kriteria hasil :
Intervensi :
a.
Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku misalnya kemampuan
menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan
b. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka rangsang,
penurunan toleransi sakit kepala, ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah.
c.
Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi untuk
mengatasinya.
d. Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi maksimum dalam
rencana pengobatan.
e.
f.
Kaji tingkat kecemasan klien baik secara verbal maupun non verbal
g.
h.
i.
j.
8.
Tujuan : Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi setelah dilakukan tindakan ekperawatan
selama 1 x 24 jam
Kriteria hasil:
Intervensi :
a.
b.
c.
Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping
atau efek toksik
d.
e.
Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter : sakit kepala,
pusing, pingsan, mual dan muntah.
f.
g.
h.
i.
Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah yang
diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta alcohol.
j.
k.
DAFTAR PUSTAKA
Hani, Sharon EF, Colgan R.Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim Care Clin Office Pract
2010;33:613-23.
Vaidya CK, Ouellette CK. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital Physician 2009:43-50
Anggaraini, Ade Dian, et.al (2009). Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi
Pada Pasien Yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari sampai Juni
2008. Diakses 20 Februari 2011 : Http://yayanakhyar.wordpress.com
Baike (2010). Hubungan genetik terhadap penyakit kardiovaskuler. Diakses 20 februari 2011 :
http://baike.baidu.com/view/2130696.htm
Depkes RI (2011). Epidemologi Penyakit Hipertensi. Diakses 12 April 2011: http: //www.depkes.org.
Dewi, Sofia dan Digi Familia (2010). Hidup Bahagia dengan Hipertensi. A+Plus Books, Yogyakarta
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2010). The 4th Scientific Meeting on Hypertension. Diakses
20 Desember 2010 : http://www.dinkesjatengprov.go.id
Elsanti, Salma (2009). Panduan Hidup Sehat : Bebas Kolesterol, Stroke, Hipertensi, & Serangan
Jantung. Araska, Yogyakarta
Ganong, William F (2009). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta