Disusun oleh :
I Gede Patria D
Novianti Anggie L
030.06.114
030.05.158
Pembimbing :
dr. Ifael Yerosias M, Sp.PD
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Demam
Berdarah Dengue ini.
Referat ini dibuat dalam rangka melengkapi tugas kepaniteraan klinik di SMF
Ilmu Penyakit Dalam RSUP Fatmawati. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih yang tak terhingga kepada Dr. Ifael Yerosias M, SpPD selaku dokter
pembimbing, serta tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat
yang ikut membantu memberikan kontribusi dalam penyelesaian case ini.
Hormat kami
Jakarta 15 Februari 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
ii
Bab I Pendahuluan
Patofisiologi
Patogenesis
Diagnosis
13
Manifestasi klinis
15
Pemeriksaan penunjang
17
Diagnosis banding
20
Penatalaksanaan
20
Komplikasi
29
Pencegahan
30
Daftar Pustaka
33
BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan
di kota Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968. Sejak itu penyakit ini menjadi salah satu
penyakit endemis di Indonesia. Selama kurun waktu 1968 sampai 1993 setiap tahun ratarata 18.000 orang dirawat di rumah sakit dan 700-750 orang meninggal dunia karena
terserang penyakit tersebut (Depkes RI, 1997). Pada tahun 1998 kasus DBD cenderung
mengalami peningkatan, hal ini terlihat dengan tingginya Insiden Rate (IR) sebesar
35,19/100.000 penduduk. Kemudian pada tahun 1999 angka IR menurun tajam sebesar
10,17 %, namun pada tahun-tahun berikutnya IR meningkat menjadi 15,99 % pada tahun
2000, 21,66 % pada tahun 2001, 19,24 % pada tahun 2002 dan 23,87 % pada tahun 2003.
Pada awalnya penyakit DBD hanya menyerang daerah perkotaan yang
berpenduduk padat saja seperti kota Jakarta dan Surabaya, kemudian penyebarannya
berlanjut ke kota-kota lain seperti Semarang, Yogyakarta dan lain-lainnya. Pada tahun
1985, DBD dilaporkan telah tersebar baik di kota-kota maupun di desa-desa di seluruh
Provinsi di Indonesia (Sumarno, 1987).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabakan oleh
empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam
yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi
sampai timbulnya renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran
plasma yang dapat menyebabkan kematian.
Demam berdarah dengue disebabkan virus dengue termasuk group arbovirus dan
sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis
serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Infeksi dengan salah satu serotipe
akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi
tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah
endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya.
Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.
Virus DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe virus yang dominan, namun virus DEN-3
sangat berkaitan dengan kasus DBD yang berat.1
BAB II
5
sempurna seperti halnya orang dewasa, agaknya juga merupakan faktor mengapa anak
lebih banyak terkena penyakit demam berdarah dengue dibanding orang dewasa.3
Puncak kasus DBD diketahui pada musim hujan, tetapi untuk daerah perkotaan puncak
kasus DBD terjadi pada permulaan musim kemarau.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat
kompleks, yaitu (1) pertumbuhan penduduk, (2) urbanisasi yang tidak terencana dan
terkontrol, (3) tidak adanyan kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah endemik,
dan (4) peningkatan sarana transportasi.4
Morbiditas dan moralitas demam berdarah dengue bervariasi dan dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain status imunologi penderita, kepadatan vektor nyamuk,
transmisi virus dengue, virilensi virus dan kondisi geografi setempat.4
.
Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu
manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan
beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini tetapi merupakan vektor yang
kurang berperan.5
Nyamuk aedes aegypti hidup dengan subur di belahan dunia yang memiliki iklim
tropis dan subtropis seperti Asia, Afrika. Australia dan Amerika. Nyamuk aedes aygepti
hidup dan berkembangbiak pada tempat-tempat penampungan air bersih yang tidak
secara langsung berhubungan dengan tanah seperti : bak mandi/wc, minuman burung, air
tandon, air tempayan/gentong, kaleng, ban bekas, dll. Di Indonesia nyamuk aedes aygepti
tersebar luas di seluruh pelosok tanah air, baik di kota-kota maupun di desa-desa, kecuali
di wilayah yang ketinggiannya lebih dari 1.000m diatas permukaan laut.1
Perkembangan hidup nyamuk aedes aygepti dari telur hingga dewasa memerlukan
waktu sekitar 10-12 hari. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah
serta memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya. Kemampuan terbangnya
berkisar antara 40-100 m dari tempat perkembang biakannya. Tempat istirahat yang
disukainya adalah benda-benda yang tergantung yang ada di dalam rumah, seperti
gordyn, kelambu dan baju/pakaian di kamar gelap dan lembab.1
7
Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada waktu musim hujan, dimana terdapat
banyak genangan air bersih yang dapat menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk
aedes aygepti.
Nyamuk aedes albopictus kurang berperan dalam menyebarkan penyakit demam
berdarah jika dibandingkan dengan nyamuk aedes aygepti. Hal ini karena nyamuk aedes
albopictus hidup dan berkembangbiak di kebun atau semak-semak, sehingga jarang
kontak dengan manusia dibandingakan dengan nyamuk aedes aygepti yang berada di
dalam dan sekitar rumah.1
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini ditularkan oleh orang yang dalam darahnya terdapat
virus dengue. Orang ini bisa menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa juga tidak sakit, yaitu
jika mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue. Jika manusia digigit
nyamuk Aedes aegypti maka virus masuk bersama darah yang diisapnya. Di dalam tubuh
nyamuk itu, virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan
menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus itu berada dalam
kalenjar liur nyamuk. Selanjutnya pada waktu nyamuk itu mengigit orang lain, maka
setelah alat tusuk nyamuk (probosis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu
diisap, terlebih dahulu dikeluarkan air liur dari kalenjar liurnya agar darah yang diisap
tidak membeku. Bersama dengan liur nyamuk inilah, virus dengue dipindahkan ke orang
lain.1
PATOFISIOLOGI
Ada dua patofisiologi utama pada DBD, yaitu (1) meningkatnya permeabilitas
kapiler yang menghasilkan kebocoran plasma dan ini menyebabkan hipovolemia,
hemokonsentrasi serta renjatan (2) adanya hemostasis yang abnormal, melibatkan
perubahan pembuluh darah, trombositopeni dan koagulopati.6
Seseorang akan terkena infeksi virus dengue dan menjadi sakit kalau jumlah dan
virulensi virus cukup kuat untuk mengalahkan pertahanan tubuh. Fakta ini diperkuat
dengan uji coba dimana beberapa orang yang digigit nyamuk infeksius, hasilnya adalah
ada orang yang sakit dan ada orang yang tidak sakit.1
Teori Imunopatologi
Respon imun terhadap infeksi virus dengue mempunyai dua aspek yaitu respon
kekebalan atau malahan menyebabkan penyakit. Pada percobaan terhadap manusia dan
mencit dapat disimpulkan bahwa sesudah mendapat infeksi virus dengue satu serotype
maka akan terjadi kekebalan terhadap virus ini dalam jangka waktu lama dan tidak
mampu mMberi pertahanan terhadap jenis virus yang lain. Teori ini berkembang dan
didukung oleh data epidemologik, klinis dan laboratorium yang banyak diteliti di
Thailand sekitar tahun 1954-1964. Teori tersebut kemudian disebut sebagai Teori Infeksi
Sekunder oleh virus yang heterologus yang berurutan. Kalau seseorang mendapat infeksi
primer dengan satu jenis virus, kemudian lain kali mendapat infeksi sekunder dengan
jenis serotype virus yang lain maka risiko besar akan terjadi infeksi virus yang berat.1
Teori Antigen Antibodi
Virus dengue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibody,
membentuk virus-antibodi kompleks (kompleks imun) kemudian mengaktivasi
komplemen, aktivasi ini akan menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a, yang merupakan
mediator kuat permeabilitas kapiler, kemudian terjadi kebocoran plasma.1,6
Teori Infection Enhacing Antibodi
Teori ini mengungkapkan bahwa manusia yang telah terinfeksi virus dan
membentuk antibody, dimana antibody ini bersifat non neutralisir dan bila terjadi infeksi
berulang memiliki resiko terjangkit DBD lebih besar dibanding dengan manusia yang tak
memiliki antibody. Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak di dapat pada sel
makrofag yang beredar dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan.
Pada makrofag yang dilingkupi antibody non neutralisasi, antibody tersebut akan bersifat
opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Lebih banyak sel makrofag
9
terinfeksi lebih berat penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif
dan mengeluarkan berbagai substansi inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang
mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan mengaktivasi sistem koagulasi.1
Teori Mediator
Makrofag yang terinfeksi virus mengeluarkan mediator atau sitokin. Sitokin
diproduksi oleh banyak sel terutama makrofag mononuclear. Disini sitokin disebut juga
monokin. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada imunitas
alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang
mengatur aktivasi, proliferasi dan diferensiasi limfosit, sebagai activator sel inflamasi non
spesifik, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi loeukosit matur. Teori
mediator ini sejalan dan berkembang bersama dengan peran endotoksin dan teori peran
sel limfosit.1
Peran Endotoksin
Syok pada DBD akan menyebabakan iskemia pada usus, disamping iskemia juga
pada jaringan lain. Pada waktu iskemia usus, terjadi translokasi bekteri dari lumen
usus ke dalam sirkulasi. Endotoksin dsebagai komponen kapsul luar dari bakteri
gram negative akan mudah masuk kedalam sirkulasi pada kejadian syok yang
akan diikuti iskemia berat. Endotoksin akan mengaktivasi kaskade sitokin
terutama TNF alfa dan interleukin 1 dimana hal tersebut meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah yang memudahkan kembali terjadinya shock
hipovolemic.
Peran Limfosit
Virus yang masuk ke makrofag akan mendapat tanggapan, dimana peptide virus
akan dibawa oleh MHC kelas I lalu dipajang dipermukaan virus. Pajanan peptide
virus menyebabkan sel limfosit T CD8 mengenal bahwa didalam makrofag
tersebut ada virus. Kemudian sel limfosit tersebut akan teraktivasi, mengeluarkan
limfokin, termasuk limfokin yang mengaktivkan makrofag dan mengaktivkan sel
Trombosit dan endotel diduga mempunyai peran penting dalam patogenesis DBD,
berdasarkan kenyataan bahwa pada DBD terjadi trombositopenia dan permeabilitas
kapiler yang meningkat yang berarti ada pengaruh terhadap integritas sel endotel. Dua
komponen ini merupakan satu kesatuan fungsi dalam mempertahankan homeostasis.
Salah satu cedera akan berakibat pada yang lain. Gangguan pada endotel akan
menimbulkan agregasi trombosit serta aktivasi koagulasi.1
PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes
aegepty atau Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus ini adalah organ hepar, nodus
limfatikus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukan
bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam
peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer.
Virus Den mampubertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel
tersebut. Infeksi virus dengue mulai dengan menempelnya virus gemonnya masuk ke
dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponenkomponennya, baik komponen antara maupun komponen struktural virus. Setelah
komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangbiakan
virus DEN terjadi di sitoplasma sel.
Patogenesisnya
terjadinya
syok
berdasarkan
hipotesis
The
Secondary
Heterologous Infection Theory yang dirumuskan oleh Suvatte tahun 1977. Sebagai akibat
infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon
antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan
proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti
dengue. Disamping itu replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi (virus antibodi kompleks) yang
selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48
11
jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit,
penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura,
asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan
anoksia, yang dapat berakhir fatal, oleh karena itu pengobatan syok sangat penting guna
mencegah kematian.7
Hipotesis kedua menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain,
dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi
baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan
genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia,
peningkatan virulensi, dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah
yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.
Perubahan Hematologi
Infeksi virus dengue menyebabkan terjadinya perubahan yang komplek dan unik
pada berbagai mekanisme homeostatik dalam tubuh penderita. Komplek virus antibody
yang terbentuk akan dapat mengaktifkan sistem koagulasi yang dimulai dari aktivasi
faktor XII (Hageman) menjadi bentuk aktif (XIIa). Selanjutnya faktor XIIa ini akan
mengaktifkan faktor koagulasi lainnya secara berurutan mengikuti suatu kaskade
sehingga akhirnya terbentuk fibrin. Disamping itu, selain terhadap sistem koagualsi,
faktor XI Ia juga akan mengaktifkan sistem fibrinolisis, sistem kinin dan sistem
13
14
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam
hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang
15
setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh
karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada
infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi
sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi
primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima,
diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan
antibody IgG dan IgM yang cepat.7
DIAGNOSIS
Demam Dengue (DD)
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut:
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Mialgia/ artralgia
Ruam kulit
Leukopenia
Dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang
sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
16
Penurunan
hematokrit
>
20%
setelah
mendapat
terapi
cairan,
Disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah,
tekanan darah turun ( 20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur,
kulit dingin dan lembab serta gelisah.
17
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau dapat
berupa demam yang tidak jelas, demam dengue, demam berdarah dengue dengan
kebocoran plasma yang mengakibatkan syok atau syndroma syok dengue (SSD).3
Masa inkubasi pada tubuh manusia sekitar 4-6 hari, timbul gejala prodromal yang tidak
khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah.
Infeksi virus dengue
Asimptomatik
Simptomatik
Demam Dengue
18
Perdarahan (-)
Perdarahan (+)
Syok (-)
DD
Syok (+)
(SSD)
DBD
Demam Dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut : 1,4,5,8
-
nyeri kepala
nyeri retro-orbital
fotofobia
mialgia/atralgia
anoreksia
konstipasi
nyeri perut
nyeri tenggorok
ruam kulit
manifestasi perdarahan
Laboratorium :
-
leukopenia
Demam mendadak
Gejala klinis lain yang menyerupai DD seperti anoreksia, mual, muntah, sakit
kepala, nyeri pada otot dan sendi
Perasaan tidak enak di epigastrium, nyeri bawah lengkung iga kanan, kadangkadang nyeri dapat dirasakan pada seluruh perut
Pada kasus berat dijumpai disfungsi hati, dijumpai penurunan kelompok vitamin
K-dependen
Pemeriksaaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura terutama hemithoraks kanan. Tetapi apabila
perembesan plasma hebat dapat terjadi di kedua hemitorax.
Masa kritis dari penyakit terjadi pada fase akhir demam, pada saat ini penurunan
suhu yang tiba-tiba sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam
20
berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi
minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok. DBD
dibedakan dengan DD dengan adanya kebocoran plasma yang bermanifestasi sebagai
peningkatan nilai hematokrit, efusi pada rongga pleura atau rongga peritoneum atau
hipoproteinemia. Perjalanan penyakit dapat dipengaruhi oleh diagnosis dini dan
pemberian cairan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan darah ditemukan :1
Perubahan metabolik :
Asidosis metabolik ditemukan pada pasien syok dan harus dikoreksi segera
Kelainan koagulasi
Pemeriksaan Radiologis :
Pemeriksaan serologis :
21
sering
pada
Uji HI sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak dapat
menunjukan tipe virus yang menginfeksi
Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai lama sekali (>48 tahun) maka uji ini
baik digunakan pada studi sero-epidemiologi
Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer 4x dari titer serum akut atau titer tinggi
(>1280) baik pada serum akut atau konvalessen dianggap sebagai presumtif
positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (recent dengue
infection)
Uji netralisasi
Uji neutralisasi adalah uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque Reduction
Neutralization Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang
terjadi. Saat antibodi neutralisasi dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaan
dengan HI antibodi tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan
bertahan lama (>4-8 tahun). Uji ini juga rumit dan memerlukan waktu yang cukup
lama sehingga tidak dipakai secara rutin.
22
IgG pada infeksi primer IgG mulai timbul pada hari ke-5 dan mencapai kadar
tertinggi pada hari ke-14, kemudian bertahan untuk berbulan-bulan. Pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2 melebihi kadar IgM.
NS1
Pemeriksaan NS1 Ag yang berarti nonstruktural 1 antigen adalah pemeriksaan
yang mendeteksi bagian tubuh virus dengue sendiri. Karena mendeteksi bagian
tubuh virus dan tidak menunggu respon tubuh terhadap infeksi maka pemeriksaan
ini dilakukan paling baik saat panas hari ke-0 hingga hari ke -4, karena itulah
pemeriksaan ini dapat mendeteksi infeksi virus dengue bahkan sebelum terjadi
penurunan trombosit. Setelah hari keempat kadar NS1 antigen ini mulai menurun
dan akan hilang setelah hari ke-9 infeksi. Angka sensitivitas dan spesifisitasnya
pun juga tinggi. Bila ada hasil NS1 yang positif menunjukkan kalau seseorang
hampir pasti terkena infeksi virus dengue. Sedangkan kalau hasil NS1 Ag
dengue menunjukkan hasil negatif tidak menghilangkan kemungkinan infeksi
virus dengue dan masih perlu dilakukan observasi serta pemeriksaan lanjutan.
DIAGNOSA BANDING
Pada awal perjalanan penyakit diagnosis mencakup infeksi bakteri, virus atau
infeksi protozoa seperti demam dengue, campak, influenza, demam chikungunya,
leptospirosis
trombositopenia
yang
jelas
disertai
PENATALAKSANAAN
Perjalanan penyakit DBD terbagi 3 fase :3
1. Fase demam yang berlangsung selama 2-7 hari
Terapi simtomatik dan suportif
Terapi suportif yang diberikan antara lain larutan oralit, jus buah dan lainlain
Pemeriksaan fisik :
tanda vital
Pemeriksaan laboratorium
Tatalaksana umum
Tatalaksana cairan
25
Syok
Diuresis cukup
Nilai Ht stabil
Trombosit 50.000/l
29
KID (+)
KID (-)
Prc (Hb<10g/dL)
- PRC (Hb<10g/dL)
FFP
- FFP
TC (Trombo<100.000)
- TC (Trombo<100.000)
30
31
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada
penatalaksanaan demam berdarah dengue:
1. Jenis cairan
2.
Karena tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di ruang
intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin)
maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan
standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah
didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam
penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman dan
relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek
alergi yang minimal.1,4
Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif.
Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah
edema, asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi. 13,14 Kristaloid
memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL
secara bolus (20 ml/kgBB) akan menyebabkan efek penambahan volume vaskular hanya
dalam waktu yang singkat sebelum di distribusikan ke seluruh kompartemen interstisial
(ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam
waktu satu jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk
ke dalam ruang interstisial.12 Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa
keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga terjangkau,
komposisi yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan dalam temperatur ruang,
dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik.15,16
Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan
yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma
(intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang
intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan
lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin
didapatkan dengan penggunaan koloid yakni resiko anafilaksis, koagulopati, dan biaya
yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti memiliki efek samping
32
koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch). 15,16 Penelitian cairan koloid
dibandingkan kristaloid pada sindrom renjatan dengue (DSS) pada pasien anak dengan
parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan, memberikan hasil
sebanding pada kedua jenis cairan.17,18 Sebuah penelitian lain yang menilai efektivitas dan
keamanan penggunaan koloid pada penderita dewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di
Indonesia telah selesai dilakukan, dan dalam proses publikasi.
Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya kebocoran
plasma yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung. Pada
kondisi DBD derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance)
dan untuk mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara praktis, kebutuhan rumatan
pada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah sebanyak kurang lebih 2000 ml/24
jam; sedangkan pada kebocoran plasma yang terjadi seba-nyak 2,5-5% dari berat badan
sebanyak 1500-3000 ml/24 jam. Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan
hemodinamik yang stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun demikian,
pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan untuk menilai apakah hemokonsentrasi
masih berlangsung dan apakah jumlah cairan awal yang diberikan sudah cukup atau
masih perlu ditambah. Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis
pasien, stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi hemodinamik
tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara 6-10
mg/kg berat badan, dan setelah hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan cairan
dikurangi hingga kondisi benar-benar stabil. Pada kondisi di mana terapi cairan telah
diberikan secara adekuat, namun kondisi hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar
hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya
perdarahan internal.
KOMPLIKASI
Ensefalopati dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.
Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan dapat
33
Edema paru
Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat berlebihan
pemberian cairan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sesuai
panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh
karena perembesan plasma masiih terjadi. Akan tetapi apabila pada saat terjadi
reabsorpsi plasma dari ruang ekstra, apabila cairan masih diberikan (kesalahan
terjadi bila hanya melihat penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit tanpa
memperhatikan hari sakit) pasien akan mengalami distres pernapasan, disertai
sembab pada kelopak mata, dan tampak adanya gambaran edema paru pada foto
dada.7
PROGNOSIS
Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DBD dan DSS
mortalitasnya cukup tinggi jika penanganan yang diberikan tidak adekuat. 7
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit demam berdarah mencakup 3
35
Pada kolam atau tempat penampungan air yang sulit dikuras dapat diraburkan bubuk
abate yang dapat ditaburkan bubuk abate yang dapat membunuh jentik. Bubuk abate ini
dapat dibeli di apotek.
Pedoman Penggunaan Bubuk Abate (Abatisasi)
Satu sendok makan peres (10 gram) untuk 100 liter air
Jangan menggantung baju bekas pakai (nyamuk sangat suka bau manusia)
Lindungi bayi ketika tidur di pagi dan siang hari dengan kelambu
Semprot obat nyamuk rumah pagi & sore (jam 8.00 dan 18.00)
Perhatikan kebersihan sekolah, bila kelas gelap dan lembab, semprot dengan obat
nyamuk terlebih dahulu sebelum pelajaran mulai
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Surososo T. Tatalaksana
Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap
Pelatihan bagi Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam
dalam tatalaksana kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004.
2. Soegijanto, S. Demam Berdarah Dengue. Tinjauan dan Temuan Baru di
Era 2003. Surabaya : Airlangga University Press. 2004.
3. Sumarmo PS, ( 1999 ). Masalah demam berdarah dengue di Indonesia.
Dalam: Sri Rezeki HH, Hindra IS. Demam berdarah dengue. Naskah
lengkap. Pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak & dokter spesialis
penyakit dalam dalam tatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 1-12.
4. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di
Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Bakti Husada. 2005.
5. World Health Organization. Demam Berdarah Dengue. Diagnosis,
Pencegahan dan Pengendalian. Jakarta : EGC.1997.
6. Soegijanto, S. Ilmu penyakit Anak Diagnosis & Penatalaksanaan. Jakarta :
Salemba Medika. 2002.
7. Hadinegoro SRH, et al. (editor). Tata laksana demam berdarah dengue di
Indonesia.
Departemen
Kesehatan
RI
dan
Direktorat
Jenderal
2004.
Available
from:
URL
http://www.medscape.com/viewarticle/480288.
17. Wills BA, Nguyen MD, Ha TL, Dong TH, Tran TN, Le T, et al.
Comparison of three fluid solutions for resuscitation in dengue shock
syndrome. N Engl J Med 2005; 353:87789.
18. Ngo NT, Cao XT, Kneen R, Wills B, Nguyen VM, Nguyen TQ, et al.
Acute management of dengue shock syndrome: a randomized doubleblind comparison of 4 intravenous fluid regimens in the first hour. Clin
Infect Dis 2001; 32:20413.
38
39