Disusun oleh:
Dzikrina Miftahul Husna, S.Ked
Cinthya Farah Diba, S.Ked
Pembimbing:
Dr. Mumasih Silitonga, Sp.PD
Laporan Kasus
Oleh :
Dzikrina Miftahul Husna, S.Ked
Cinthya Farah Diba, S.Ked
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijya Rumah Sakit Umum Daerah DR. H.M. Rabain Periode 26
Januari 2015 6 April 2015.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Seorang wanita umur 50 tahun
datang dengan keluhan batuk berdahak yang bertambah berat sejak 2 minggu
SMRS ini tepat pada waktunya.
Laporan Kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. H. Rabain Muara Enim, Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Mumasih Silitonga, Sp.PD
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan Laporan
Kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga Laporan Kasusini dapat memberi manfaat bagi pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. IDENTIFIKASI
Nama
: Ny. M
Jenis kelamin
: Perempuan
Usia
: 50 tahun
Alamat
Pekerjaan
Status
: Menikah
Agama
: Islam
MRS
: 9 Maret 2015
ditandai dengan baju yang terasa longgar. Lalu os berobat ke RSUD Dr. H.M.
Rabain Muara Enim.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU DAN KEBIASAAN
Riwayat konsumsi rokok disangkal
Riwayat terpapar asap rokok (+). Suami dan anak os adalah perokok
Riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis tidak ada
Riwayat penyakit tuberkulosis sebelumnya disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal
RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Suami Os bekerja sebagai buruh, dengan penghasilan < Rp 2.000.000 per
bulan. Os tidak bekerja. Os tinggal di rumah bersama suami dan 4 orang anak.
Kesan: Sosial ekonomi menengah ke bawah
RIWAYAT HIGIENITAS DAN TEMPAT TINGGAL
Os tinggal di rumah berukuran 8x7 m, dengan 2 kamar. Sirkulasi udara
kurang baik dan lembab.
2.3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 80x/menit
RR
: 20x/menit
Temperature
: 36,5C
BB
: 40 kg
TB
: 150 cm
IMT
: 17,7 (underweight)
Keadaan Spesifik
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
: bibir pucat (-), sianosis (-), bibir kering (-), atrofi papil
lidah (-), pembesaran tonsil (-)
Telinga
Leher
Thoraks
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Timfani.
Auskultasi
Ekstremitas Superior : Deformitas (-), edema (-), palmar pucat (-/-), akral
sianosis (-), akral dingin (-), pembesaran KGB aksilla (-),
hematom (-), ptechiae (-), palmar eritema (-), clubbing
finger (-), CRT <2
Ekstremitas Inferior : Deformitas (-), edem pretibial (-/-), pucat (-/-), akral
sianosis (-), akral dingin (-), hematom (-), ptechiae (-), CRT
<2
2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-Pemeriksaan sputum BTA (di puskesmas): negatif
-Pemeriksaan Rontgen thoraks
CTR<50%
Trakea tertarik ke kiri
Tampak infiltrat di lapangan paru kiri atas dan lapangan paru kanan
Tampak kavitas di lapangan paru kanan
Diafragma licin dan sudut costophrenicus lancip
Tulang-tulang dan jaringan lunak baik
Kesan: TB Paru aktif
2.5. DIAGNOSIS KERJA
Tuberkulosis Paru
2.6. DIAGNOSIS BANDING
Tuberkulosis paru
Bronkitis kronis
Tumor paru
2.7. TATALAKSANA
Non-farmakologis
o Istirahat
o Diet NB TKTP
o Edukasi
Farmakologis
o IVFD RL gtt XX/menit
o Ambroxol syr 3x1C
o Paracetamol tab 3x1
o OAT line 1
Rifampisin 1x450mg
Pirazinamid 1x1500mg
Isoniazid 1x300mg
Etambutol 1x750mg
2.8. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
Quo ad sanasionam
: dubia ad bonam
2.9. FOLLOW UP
10 Maret 2015
S
Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis
Nadi
: 87x/menit
RR
: 24x/menit
Temperature
: 36,6C
Pemeriksaan fisik
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
: bibir pucat (-), sianosis (-), bibir kering (-), atrofi papil
lidah (-), pembesaran tonsil (-)
Telinga
Leher
Thoraks
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo
Inspeksi
dada (-/-)
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Lemas,
defans
muscular
(-),
nyeri
tekan
: Timfani.
Auskultasi
Ekstremitas Superior : Deformitas (-), edema (-), palmar pucat (+/+), akral
sianosis (-), akral dingin (-), pembesaran KGB
aksilla(-), hematom (-), ptechiae (-),palmar eritema(-),
clubbing finger (-), CRT <2
Ekstremitas Inferior : Deformitas (-), edem pretibial (-/-), pucat (+/+), akral
sianosis (-), akral dingin (-), hematom (-), ptechiae (-),
CRT <2
A
Tuberkulosis Paru
Non-farmakologis
o Istirahat
o Diet NB TKTP
o Edukasi
Farmakologis
o IVFD RL gtt XX/menit
o Ambroxol syr 3x1C
o Paracetamol tab 3x1
o OAT line 1
Rifampisin 1x450mg
Pirazinamid 1x1500mg
Isoniazid 1x300mg
Etambutol 1x750mg
11 Maret 2015
S
O
Nadi
: 83x/menit
RR
: 20x/menit
Temperature
: 36,5C
Pemeriksaan fisik
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
: bibir pucat (-), sianosis (-), bibir kering (-), atrofi papil
lidah (-), pembesaran tonsil (-)
Telinga
Leher
Thoraks
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Timfani.
Auskultasi
Ekstremitas Superior : Deformitas (-), edema (-), palmar pucat (+/+), akral
sianosis (-), akral dingin (-), pembesaran KGB
aksilla(-), hematom (-), ptechiae (-), palmar eritema (-),
clubbing finger (-), CRT <2
Ekstremitas Inferior : Deformitas (-), edem pretibial (-/-), pucat (+/+), akral
sianosis (-), akral dingin (-), hematom (-), ptechiae (-),
CRT <2
A
Tuberkulosis Paru
Non-farmakologis
o Istirahat
o Diet NB TKTP
o Edukasi
Farmakologis
o IVFD RL gtt XX/menit
o Ambroxol syr 3x1C
o Paracetamol tab 3x1
o OAT line 1
Rifampisin 1x450mg
Pirazinamid 1x1500mg
Isoniazid 1x300mg
Etambutol 1x750mg
12 Maret 2015
S
O
Nadi
: 80x/menit
RR
: 20x/menit
Temperature
: 36,5C
Pemeriksaan fisik
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
: bibir pucat (-), sianosis (-), bibir kering (-), atrofi papil
lidah (-), pembesaran tonsil (-)
Telinga
Leher
Thoraks
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Lemas,
defans
muscular
(-),
nyeri
tekan
: Timfani.
Auskultasi
Ekstremitas Superior : Deformitas (-), edema (-), palmar pucat (-/-), akral
sianosis (-), akral dingin (-), pembesaran KGB
aksilla(-), hematom (-), ptechiae (-), palmar eritema (-),
clubbing finger (-), CRT <2
Ekstremitas Inferior : Deformitas (-), edem pretibial (-/-), pucat (-/-), akral
sianosis (-), akral dingin (-), hematom (-), ptechiae (-),
CRT <2
A
Tuberkulosis Paru
Non-farmakologis
o Istirahat
o Diet NB TKTP
o Edukasi
Farmakologis
o IVFD RL gtt XX/menit
o Ambroxol syr 3x1C
o Paracetamol tab 3x1
o OAT line 1
Rifampisin 1x450mg
Pirazinamid 1x1500mg
Isoniazid 1x300mg
Etambutol 1x750mg
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
tulang vertebra torak yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari
kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan
ukiran dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM5.
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun
2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus BTA (Basil Tahan Asam ) positif.
Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut
regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33% dari
jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2
kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk1.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2-3
juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia Tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalensi HIV yang cukup
tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul1.
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB
setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar
140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor
satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia1.
Latar belakang penulisan sari pustaka ini adalah untuk mempelajari dan
mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, cara penularan, patogenesis,
klasifikasi,
gejala
klinis,
pemeriksaan
fisik,
pemeriksaan
penunjang,
tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini
pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga
untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan,
penyakit TB pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP)6.
3.3 Cara Penularan
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan
kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas
peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M. Tuberculosis
biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinisyang
paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar
melalui inhalasi basil yang mengandun droplet nuclei, khususnya yang didapat
dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil
tahan asam (BTA).
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam (asam alkohol) sehinggadisebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia
juga lebih tahan terhadap bahan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada
udara kering maupun dalam dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es).
Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini
kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi
aktif.
Didalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian
disenanginya karena mengandung lipid.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman
lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan oksigen pada jaringan apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain,
sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
3.4. Patogenesis
> 5 mm dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman
yang dormant
3) Berkomplikasi dan menyebar secara :
a) Perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian
penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar
hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman
tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini
ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus
yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis1.
b) Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru yang
disebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan
ludah sehingga menyebar ke usus
c) Secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak
terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan yang cukup gawat seperti TB milier, meningitis TB,
typhobachillosis Landouzy1.
Semua kejadian diatas tergolong dalam perjalanan Tuberkulosis primer3.
3.4.2. Tuberkulosis Pasca Primer ( Tuberkulosis Sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahuntahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa
(Tuberkulosis post primer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi
mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti
malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal.
Tuberkulosis sekunder ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas
paru (bagian apical-posterior lobus sduperior atau inferior). Invasinya adalah ke
daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru5.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam
3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari
sel-sel Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang
dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat5.
Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya, dan imunitas pasien, sarang
dini ini dapat menjadi5:
1) Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2) Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan
serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras,
menimbulkan perkapuran.
3) Sarang
dini
yang
meluas
sebagai
granuloma
berkembang
Tuberkulosis primer
Pembagian
secara
aktivitas
radiologis: Tuberkulosis
paru
(Koch
Pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai
menyembuh).
Kategori 0
Kategori 1
Kategori 2
Kategori 3
Tuberkulosis paru
Kasus baru : pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA
bisa positif atau negatif.
Kasus setelah putus obat (default) : pasien yang telah berobat dan putus
berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif
Kasus setelah gagal (failure) : pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan
Kasus lain : semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti
yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya, pernah diobati tetapi
tidak diketahui hasil pengobatannya, kembali diobati dengan BTA negatif
Gejala sistemik
Gejala lokal/paru
Batuk/ batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya
iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang
keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja
batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai
dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah
karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada
tuberkulosa terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding
bronkus.
Sesak napas. Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru.
Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehngga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
3.7 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris),
badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik pasien sering
tidak menunjukkan suatu kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini atau yang
sudah terinfiltrasi secara asimtomatik.
Tempat kelaianan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks
(puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan
perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga
suara nafas tambahan berupa rhonki basah, kasar, nyaring. Tetapi bila infiltrat ini
diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesikuler melemah. Bila
terdapat kavitas memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi
memberikan suara amforik.
Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan
atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit akan menciut dan
menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat akan hiperinflasi. Bila
jaringan fibrotik amat luas yani lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru,
akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan
tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal
dan gagal jantung kanan. Disini akan didapatkan tanda-anda kor pulmonal dengan
gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift,
right atrial gallop, murmur graham-steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena
jugularis meningkat, hepatomegali, asites, dan edema.
mukolitik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan
cara bronkoskopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL
(broncho alveolar lavage)5.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3
batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman
dalam 1 mL sputum. (3) Kuman berbentuk batang yang ramping (diameter kurang
dari 0,5 m), kadang melengkung, sering bermanik-manik polikromatik,
seringkali tampak pada specimen klinis sebagai pasangan atau kelompok beberapa
organism yang terletak bersisian4.
Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman
BTA (positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomena dead
bacilli, atau non culturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan obat anti
tuberculosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA.
3.10 Penegakkan Diagnosis
Alur Diagnosis TB
3.11 Penatalaksanaan
menyembuhkan
pasien,
mencegah
kematian,
mencegah
kekambuhan,
Rifampisin
Badan
< 40
40-60
>60
(R)
300
450
600
INH
(H)
150
300
450
(E)
750
1000
1500
Streptomisin
(S)
Sesuai BB
750
1000
Tahap Intensif
Tahap Lanjutan
RHZE (150/75/400/275)
30-37
38-54
55-70
>71
2 tablet
3 tablet
4 tablet
5 tablet
minggu
RH (150/150)
2 tablet
3 tablet
4 tablet
5 tablet
2) Pasien baru TB paru dengan BTA negatif beserta gambaran foto toraks lesi
minimal.
Panduan obat yang dianjurkan : 2RHZE/4RH atau 2RHZE/4R3H3 atau
6RHE
3) Pasien TB paru kasus kambuh.
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2RHZES/1RHZE. Fase
lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji
resistensi dapat diberikan RHE selama 5 bulan.
4) Pasien TB paru kasus gagal pengobatan.
Paduan obat yang dianjurkan : 2RHZES/1RHZE/5RHE.
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh
paduan : 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan
15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak
memungkinkan fase awal dapat diberikan 2RHZES/1RHZE. Fase lanjutan
sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi
dapat diberikan RHE selama 5 bulan.
5) Pasien TB kasus putus obat.
Paduan
obat
yang
disediakan
oleh
Program
Nasional
TB
RHZES/1RHZE/5R3H3E3.
Pasien TB paru kasus lalai berobat akan dimulai pengobatan kembali
sesuai dengan kriteria berikut :
a) Berobat < 4 bulan
Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Bila
BTA negatif, gambaran foto toraks positif, TB aktif pengobatan
diteruskan.
b) Berobat 4 bulan
Bila BTA saat ini negatif, klinis dan radiologi tidak aktif atau ada
perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran
radiolologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan
diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit
paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama. Bila BTA saat ini positif, pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama.
6) Pasien TB paru kasus kronik.
a) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan
hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih
sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam,
makrolid, dan lain-lain. Pengobatan minimal selama 18 bulan.
b) Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
c) Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan
penyembuhan.
d) Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru.
Sedangkan menurut buku Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi1:
1) Kategori-1 (2HRZE/ 4R3H3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a) Pasien baru TB paru BTA positif.
b) Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
c) Pasien TB ekstra paru
2) Kategori -2 (2RHZES/ RHZE/5R3H3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
a) Pasien kambuh
b) Pasien gagal
c) Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Tabel 3. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2
Tahap Lanjutan
Tahap Intensif
3 kali seminggu
Berat
tiap hari
Badan
RHZE (150/75/400/275) + S
Selama 56 hari
30-37
RH (150/150) +
E(400)
Selama 28 hari
2 tab 4KDT
2 tab 4KDT
+ 500 mg Streptomisin
38-54
inj.
3 tab 4KDT
+ 750 mg Streptomisin
55-70
+ 1000 mg Streptomisin
>71
3 tab 2KDT
+ 3 tab Etambutol
4 tab 4KDT
inj.
5 tab 4KDT
2 tab 2KDT
+ 2 tab Etambutol
3 tab 4KDT
inj
4 tab 4KDT
selama 20 minggu
4 tab 2KDT
+ 4 tab Etambutol
5 tab 4KDT
+ 1000mg Streptomisin
5 tab 2KDT
+ 5 tab Etambutol
inj.
Efek samping obat dan penatalaksanaannya
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping
ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomats maka pemberian OAT dapat
dilanjutkan. Tabel pada halaman berikutnya, menjelaskan efek samping ringan
maupun berat dengan pendekatan gejala1.
Tabel 4. Efek samping ringan OAT
Efek Samping
Tidak ada nafsu
Penyebab
Rifampisin
Penatalaksanaan
Semua OAT diminum malam
sebelum tidur
Pirasinamid
INH
Beri Aspirin
Beri vitamin B6 (piridoxin) 100mg
Rifampisin
per hari
Tidak perlu diberi apa-apa, tapi
perlu penjelasan kepada pasien
Penyebab
Semua jenis
Penatalaksanaan
Ikuti petunjuk penatalaksanaan
kulit
Tuli
OAT
Streptomisin
dibawah *).
Streptomisin dihentikan, ganti
Gangguan
Streptomisin
Etambutol.
Streptomisin dihentikan, ganti
keseimbangan
Etambutol
.
Ikterus tanpa penyebab
Hampir semua
lain
OAT
ikterus menghilang.
Hampir semua
muntah (permulaan
OAT
Etambutol
Rifampisin
Hentikan Etambutol.
Hentikan Rifampisin.
(syok)
BAB IV
ANALISIS KASUS
Ny. M, perempuan usia 50 tahun datang dengan keluhan batuk yang
bertambah berat sejak 2 minggu SMRS. Dari anamnesis didapatkan os memiliki
riwayat batuk berdahak warna putih yang tidak sembuh-sembuh sejak 1 bulan
SMRS. Batuk berdarah disangkal, sesak nafas ada bila os batuk, tidak dipengaruhi
aktivitas, cuaca dan emosi, nyeri dada disangkal, demam tidak terlalu tinggi ada
terutama pada sore dan malam hari, mual disangkal, muntah disangkal. BAB dan
BAK tidak ada keluhan. Os juga mengeluh nafsu makan menurun dan berat badan
juga menurun yang ditandai dengan baju yang terasa longgar. Sering berkeringat
di malam hari ada. Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami gejala klinis
TB. Gejala klinis TB dibagi menjadi gejala lokal/paru seperti batuk, sesak, nyeri
dada dan gejala sistemik seperti demam, keringat malam hari, malaise serta
penurunan berat badan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan, stemfremitus meningkat pada lapangan
paru kiri dibandingkan kanan, redup pada lapangan paru kiri, pada auskultasi
didapatkan rhonki basah kasar pada lapangan kiri atas.
Dari pemeriksaan penunjang, pada rontgen tampak adanya infiltrat di
lapangan paru kiri atas dan lapangan paru kanan, serta terdapat kavitas di
lapangan paru kanan. Hal ini menunjukkan TB paru aktif. Lesi tuberkulosis
umumnya di daerah apeks paru seperti yang dialami pada pasien ini, tetapi lesi
dapat pula mengenai lobus bawah (segmen apikal lobus bawah). Dari pemeriksaan
sputum di puskesmas, didapatkan hasil BTA negatif.
Diagnosis tuberkulosis paru masih banyak ditegakkan berdasarkan
kelainan klinis dan radiologis saja. Oleh sebab itu dalam diagnosis tuberkulosis
paru sebaiknya dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status radiologis
dan status kemoterapi. WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien TB paru.
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis
dan Pentalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika,
2006.
2. Sastroasmoro N, et all. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: RSUP Nasional DR. Cipto Mangunkusumo,2007.