Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kasus

Seorang wanita umur 50 tahun datang dengan


keluhan batuk berdahak yang bertambah berat
sejak 2 minggu SMRS

Disusun oleh:
Dzikrina Miftahul Husna, S.Ked
Cinthya Farah Diba, S.Ked

Pembimbing:
Dr. Mumasih Silitonga, Sp.PD

BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H.M. RABAIN
FAKULTAS KEDOTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
Halaman Pengesahan

Laporan Kasus

Seorang wanita umur 50 tahun datang dengan keluhan batuk


berdahak yang bertambah berat sejak 2 minggu SMRS

Oleh :
Dzikrina Miftahul Husna, S.Ked
Cinthya Farah Diba, S.Ked
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijya Rumah Sakit Umum Daerah DR. H.M. Rabain Periode 26
Januari 2015 6 April 2015.

Palembang , Maret 2015

dr.Mumasih Silitonga, Sp.PD

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Seorang wanita umur 50 tahun
datang dengan keluhan batuk berdahak yang bertambah berat sejak 2 minggu
SMRS ini tepat pada waktunya.
Laporan Kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. H. Rabain Muara Enim, Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Mumasih Silitonga, Sp.PD
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan Laporan
Kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga Laporan Kasusini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Palembang, Maret 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan penting di


dunia. Tahun 1992 World Health Organization (who) menetapkan TB sebagai
Global Emergency. TB paru adalah infeksi kronik pada paru yang disebabkan oleh
basil Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini ditularkan melalui udara.
Mycobacterium Tuberculosis dapat menyerang berbagai organ tunbuh manusia,
namun yang paling sering adalah paru. 1
Laporan WHO menyatakan pada tahun 2004 terdapat 8,8 kasus TB paru
dengan 2 juta diantaranya meninggal dunia. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di
Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia. Jumlah kematian TB
juga terdapat di Asia Tenggara, dengan angka mortalitas sebesar 39 orang per
100.000 penduduk.1,2
Di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2001, didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab
kematian kedua setelah sistem sirkulasi, dan TB merupakan penyebab kematian
utama pada golongan penyakit infeksi. Indonesia menempati urutan ke 3 di dunia
untuk jumlah kasus TB terbanyak setelah India dan Cina. Jumlah penderita
tuberkulosis di Indonesia yang tercatat tahun 2004 adalah 207.000 orang. Total
pasien baru (BTA positif dan BTA negatif) Tb di Indonesia lebih dari 600.000
orang pertahun. Insiden kasus BTA positif (menular) tahun 2005 diperkirakan 107
kasus baru/100.000 penduduk (246.000 kasus baru setiap tahun) dan prevalensi
597.000 kasus dalam semua kasus. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga
1985 dan survey nasional 2001, tubekulosis menempati ranking ketiga sebagai
penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Pada tahun 2005 angka Case Detection
Rate untuk Indonesia sebesar 67%, di propinsi Sumatera Selatan sebesar 55%.
Sekitar 75% pasien Tb adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15 50 tahun).

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. IDENTIFIKASI
Nama

: Ny. M

Jenis kelamin

: Perempuan

Usia

: 50 tahun

Alamat

: Ujanmas, Muara Enim

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Status

: Menikah

Agama

: Islam

MRS

: 9 Maret 2015

2.2. ANAMNESIS (Autoanamnesis pada 12 Maret 2015 pukul 09.00) :


KELUHAN UTAMA
Batuk berdahak yang semakin bertambah berat sejak 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit (SMRS)
KELUHAN TAMBAHAN
Sesak sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit
RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Sekitar 1 bulan SMRS, Os mengeluh batuk berdahak, berwarna putih,
sebanyak 1 sendok teh setiap kali batuk. Batuk berdarah disangkal, sesak nafas
tidak ada, nyeri dada disangkal, demam tidak terlalu tinggi ada terutama pada sore
dan malam hari, sering berkeringat di malam hari ada. Mual dan muntah
disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Os berobat ke puskesmas, diperiksa
dahak 3 kali namun hasilnya negatif, dan os tidak diberi obat.
2 minggu sebelum masuk rumah sakit, Os mengeluh batuk yang semakin
sering. Batuk berdahak berwarna putih, sesak nafas bila os batuk, tidak
dipengaruhi aktivitas, cuaca dan emosi, mengi (-), nyeri dada tidak ada, demam
tidak terlalu tinggi ada terutama sore dan malam hari, sering keringat malam hari
ada. Os juga mengeluh nafsu makan menurun dan berat badan juga menurun yang

ditandai dengan baju yang terasa longgar. Lalu os berobat ke RSUD Dr. H.M.
Rabain Muara Enim.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU DAN KEBIASAAN
Riwayat konsumsi rokok disangkal
Riwayat terpapar asap rokok (+). Suami dan anak os adalah perokok
Riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis tidak ada
Riwayat penyakit tuberkulosis sebelumnya disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal
RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Suami Os bekerja sebagai buruh, dengan penghasilan < Rp 2.000.000 per
bulan. Os tidak bekerja. Os tinggal di rumah bersama suami dan 4 orang anak.
Kesan: Sosial ekonomi menengah ke bawah
RIWAYAT HIGIENITAS DAN TEMPAT TINGGAL
Os tinggal di rumah berukuran 8x7 m, dengan 2 kamar. Sirkulasi udara
kurang baik dan lembab.
2.3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 80x/menit

RR

: 20x/menit

Temperature

: 36,5C

BB

: 40 kg

TB

: 150 cm

IMT

: 17,7 (underweight)

Keadaan Spesifik
Kepala

: Muka tampak simetris, warna kulit sawo matang, rambut


warna hitam, alopesia (-), nyeri tekan supra dan infra orbita
(-), deformitas tulang kepala (-).

Mata

: konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/


+), refleks cahaya (+/+), diameter 3mm/3mm

Hidung

: deviasi septum nasal (-), sekret (-), epistaksis (-)

Mulut

: bibir pucat (-), sianosis (-), bibir kering (-), atrofi papil
lidah (-), pembesaran tonsil (-)

Telinga

: MAE lapang, edem periaurikular/tofi (-), sekret(-)

Leher

: JVP (5 - 2 cmH2O), pembesaran KGB (-), struma (-).

Thoraks

: Barrel chest (-), venektasi (-), spider nevi (-), angulus


costae <90.

Cor
Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis tidak teraba

Perkusi

: Batas jantung atas ICS II sinistra, batas jantung kanan ICS


IV linea sternalis dextra, batas jantung kiri ICS IV linea
midclavicularis sinsitra.

Auskultasi

: HR 80 x/menit, reguler, BJ I-II normal, murmur (-), gallop


(-)

Pulmo
Inspeksi

: statis dan dinamis simetris kanan=kiri, retraksi dinding


dada (-/-)

Palpasi

: stemfremitus kiri meningkat dibandingkan kanan

Perkusi

: redup pada lapangan paru kiri, sonor pada lapangan paru


kanan. Batas paru hepar ICS IV peranjakan 1 sela iga

Auskultasi

: Vesikuler (+) normal, bronkial (-), rhonki basah kasar di


lapangan paru kiri atas (+), wheezing (-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar, massa (-), Caput medusa (-), venektasi (-).

Palpasi

: Lemas, defans muscular (-), nyeri tekan epigastrium (-),


hepar lien tidak teraba.

Perkusi

: Timfani.

Auskultasi

: Bising usus (+) normal.

Ekstremitas Superior : Deformitas (-), edema (-), palmar pucat (-/-), akral
sianosis (-), akral dingin (-), pembesaran KGB aksilla (-),
hematom (-), ptechiae (-), palmar eritema (-), clubbing
finger (-), CRT <2
Ekstremitas Inferior : Deformitas (-), edem pretibial (-/-), pucat (-/-), akral
sianosis (-), akral dingin (-), hematom (-), ptechiae (-), CRT
<2
2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-Pemeriksaan sputum BTA (di puskesmas): negatif
-Pemeriksaan Rontgen thoraks

CTR<50%
Trakea tertarik ke kiri
Tampak infiltrat di lapangan paru kiri atas dan lapangan paru kanan
Tampak kavitas di lapangan paru kanan
Diafragma licin dan sudut costophrenicus lancip
Tulang-tulang dan jaringan lunak baik
Kesan: TB Paru aktif
2.5. DIAGNOSIS KERJA
Tuberkulosis Paru
2.6. DIAGNOSIS BANDING
Tuberkulosis paru
Bronkitis kronis
Tumor paru

2.7. TATALAKSANA
Non-farmakologis
o Istirahat
o Diet NB TKTP
o Edukasi
Farmakologis
o IVFD RL gtt XX/menit
o Ambroxol syr 3x1C
o Paracetamol tab 3x1
o OAT line 1
Rifampisin 1x450mg
Pirazinamid 1x1500mg
Isoniazid 1x300mg
Etambutol 1x750mg

2.8. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

Quo ad sanasionam

: dubia ad bonam

2.9. FOLLOW UP
10 Maret 2015
S

Batuk (+), sesak napas (+)

Keadaan umum
Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah : 110/60 mmHg

Nadi

: 87x/menit

RR

: 24x/menit

Temperature

: 36,6C

Pemeriksaan fisik
Kepala

: Muka tampak simetris, warna kulit sawo matang,


rambut warna hitam, alopesia (-), nyeri tekan supra dan
infra orbita (-), deformitas tulang kepala (-).

Mata

: konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil


isokor (+/+), refleks cahaya (+/+), diameter 3mm/3mm

Hidung

: deviasi septum nasal (-), sekret (-), epistaksis (-)

Mulut

: bibir pucat (-), sianosis (-), bibir kering (-), atrofi papil
lidah (-), pembesaran tonsil (-)

Telinga

: MAE lapang, edem periaurikular/tofi (-), sekret(-)

Leher

: JVP (5 - 2 cmH2O), pembesaran KGB (-), struma(-).

Thoraks

: Barrel chest (-), venektasi (-), spider nevi (-), angulus


costae <90.

Cor
Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis tidak teraba

Perkusi

: Batas jantung atas ICS II sinistra, batas jantung kanan


ICS IV linea sternalis dextra, batas jantung kiri ICS IV
linea midclavicularis sinsitra.

Auskultasi

: HR 87 x/menit, reguler, BJ I-II normal, murmur (-),


gallop (-)

Pulmo
Inspeksi

: statis dan dinamis simetris kanan=kiri, retraksi dinding

dada (-/-)
Palpasi

: stemfremitus kiri meningkat dibandingkan kanan

Perkusi

: redup pada lapangan paru kiri, sonor pada lapangan


paru kanan. Batas paru hepar ICS IV peranjakan 1 sela
iga

Auskultasi

: Vesikuler (+) normal, bronkial (-), rhonki basah kasar


di lapangan paru kiri atas (+), wheezing (-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar, massa (-), Caput medusa (-), venektasi (-).

Palpasi

Lemas,

defans

muscular

(-),

nyeri

tekan

epigastrium(-), hepar lien tidak teraba.


Perkusi

: Timfani.

Auskultasi

: Bising usus (+) normal.

Ekstremitas Superior : Deformitas (-), edema (-), palmar pucat (+/+), akral
sianosis (-), akral dingin (-), pembesaran KGB
aksilla(-), hematom (-), ptechiae (-),palmar eritema(-),
clubbing finger (-), CRT <2
Ekstremitas Inferior : Deformitas (-), edem pretibial (-/-), pucat (+/+), akral
sianosis (-), akral dingin (-), hematom (-), ptechiae (-),
CRT <2
A

Tuberkulosis Paru
Non-farmakologis
o Istirahat
o Diet NB TKTP
o Edukasi
Farmakologis
o IVFD RL gtt XX/menit
o Ambroxol syr 3x1C
o Paracetamol tab 3x1
o OAT line 1
Rifampisin 1x450mg

Pirazinamid 1x1500mg
Isoniazid 1x300mg
Etambutol 1x750mg

11 Maret 2015
S
O

Batuk (+), sesak napas (-)


Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi

: 83x/menit

RR

: 20x/menit

Temperature

: 36,5C

Pemeriksaan fisik
Kepala

: Muka tampak simetris, warna kulit sawo matang,


rambut warna hitam, alopesia (-), nyeri tekan supra dan
infra orbita (-), deformitas tulang kepala (-).

Mata

: konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil


isokor (+/+), refleks cahaya (+/+), diameter 3mm/3mm

Hidung

: deviasi septum nasal (-), sekret (-), epistaksis (-)

Mulut

: bibir pucat (-), sianosis (-), bibir kering (-), atrofi papil
lidah (-), pembesaran tonsil (-)

Telinga

: MAE lapang, edem periaurikular/tofi (-), sekret(-)

Leher

: JVP (5 - 2 cmH2O), pembesaran KGB (-), struma(-).

Thoraks

: Barrel chest (-), venektasi (-), spider nevi (-), angulus


costae <90.

Cor
Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis tidak teraba

Perkusi

: Batas jantung atas ICS II sinistra, batas jantung kanan


ICS IV linea sternalis dextra, batas jantung kiri ICS IV
linea midclavicularis sinsitra.

Auskultasi

: HR 83 x/menit, reguler, BJ I-II normal, murmur (-),


gallop (-)

Pulmo
Inspeksi

: statis dan dinamis simetris kanan=kiri, retraksi dinding


dada (-/-)

Palpasi

: stemfremitus kiri meningkat dibandingkan kanan

Perkusi

: redup pada lapangan paru kiri, sonor pada lapangan


paru kanan. Batas paru hepar ICS IV peranjakan 1
costae.

Auskultasi

: Vesikuler (+) normal, bronkial (-), rhonki basah kasar


di lapangan paru kiri atas (+), wheezing (-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar, massa (-), Caput medusa (-), venektasi (-).

Palpasi

: Lemas, defans muscular (-), nyeri tekan epigastrium


(-), hepar lien tidak teraba.

Perkusi

: Timfani.

Auskultasi

: Bising usus (+) normal.

Ekstremitas Superior : Deformitas (-), edema (-), palmar pucat (+/+), akral
sianosis (-), akral dingin (-), pembesaran KGB
aksilla(-), hematom (-), ptechiae (-), palmar eritema (-),
clubbing finger (-), CRT <2
Ekstremitas Inferior : Deformitas (-), edem pretibial (-/-), pucat (+/+), akral
sianosis (-), akral dingin (-), hematom (-), ptechiae (-),
CRT <2
A

Tuberkulosis Paru
Non-farmakologis
o Istirahat
o Diet NB TKTP

o Edukasi
Farmakologis
o IVFD RL gtt XX/menit
o Ambroxol syr 3x1C
o Paracetamol tab 3x1
o OAT line 1
Rifampisin 1x450mg
Pirazinamid 1x1500mg
Isoniazid 1x300mg
Etambutol 1x750mg
12 Maret 2015
S
O

Batuk (+) berkurang, sesak napas (-)


Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi

: 80x/menit

RR

: 20x/menit

Temperature

: 36,5C

Pemeriksaan fisik
Kepala

: Muka tampak simetris, warna kulit sawo matang,


rambut warna hitam, alopesia (-), nyeri tekan supra dan
infra orbita (-), deformitas tulang kepala (-).

Mata

: konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor


(+/+), refleks cahaya (+/+), diameter 3mm/3mm

Hidung

: deviasi septum nasal (-), sekret (-), epistaksis (-)

Mulut

: bibir pucat (-), sianosis (-), bibir kering (-), atrofi papil
lidah (-), pembesaran tonsil (-)

Telinga

: MAE lapang, edem periaurikular/tofi (-), sekret(-)

Leher

: JVP (5 - 2 cmH2O), pembesaran KGB (-), struma(-).

Thoraks

: Barrel chest (-), venektasi (-), spider nevi (-), angulus


costae <90.

Cor
Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis tidak teraba

Perkusi

: Batas jantung atas ICS II sinistra, batas jantung kanan


ICS IV linea sternalis dextra, batas jantung kiri ICS IV
linea midclavicularis sinsitra.

Auskultasi

: HR 80 x/menit, reguler, BJ I-II normal, murmur (-),


gallop (-)

Pulmo
Inspeksi

: statis dan dinamis simetris kanan=kiri, retraksi dinding


dada (-/-)

Palpasi

: stemfremitus kiri meningkat dibandingkan kanan

Perkusi

: redup pada lapangan paru kiri, sonor pada lapangan


paru kanan. Batas paru hepar ICS IV peranjakan 1
costae.

Auskultasi

: Vesikuler (+) normal, bronkial (-), rhonki basah kasar


di lapangan paru kiri atas (+), wheezing (-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar, massa (-), Caput medusa (-), venektasi (-).

Palpasi

Lemas,

defans

muscular

(-),

nyeri

tekan

epigastrium(-), hepar lien tidak teraba.


Perkusi

: Timfani.

Auskultasi

: Bising usus (+) normal.

Ekstremitas Superior : Deformitas (-), edema (-), palmar pucat (-/-), akral
sianosis (-), akral dingin (-), pembesaran KGB
aksilla(-), hematom (-), ptechiae (-), palmar eritema (-),
clubbing finger (-), CRT <2
Ekstremitas Inferior : Deformitas (-), edem pretibial (-/-), pucat (-/-), akral
sianosis (-), akral dingin (-), hematom (-), ptechiae (-),

CRT <2
A

Tuberkulosis Paru
Non-farmakologis
o Istirahat
o Diet NB TKTP
o Edukasi
Farmakologis
o IVFD RL gtt XX/menit
o Ambroxol syr 3x1C
o Paracetamol tab 3x1
o OAT line 1
Rifampisin 1x450mg
Pirazinamid 1x1500mg
Isoniazid 1x300mg
Etambutol 1x750mg

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi dan Epidemiologi


Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan
oleh respon imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag dan limfosit
(biasanya sel T) adalah sel imunoresponsif 1,2,3.
Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cellmediated hypersensitivity). Penyakit biasanya terletak di paru, tetapi dapat
mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk
penyakit yang aktif, biasa terjadi perjalanan penyakit yang kronik, dan berakhir
dengan kematian4.
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat
lama dikenal manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal didaerah
urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan

tulang vertebra torak yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari
kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan
ukiran dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM5.
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun
2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus BTA (Basil Tahan Asam ) positif.
Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut
regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33% dari
jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2
kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk1.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2-3
juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia Tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalensi HIV yang cukup
tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul1.
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB
setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar
140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor
satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia1.
Latar belakang penulisan sari pustaka ini adalah untuk mempelajari dan
mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, cara penularan, patogenesis,
klasifikasi,

gejala

klinis,

pemeriksaan

fisik,

pemeriksaan

penunjang,

penatalaksanaan, DOTS, pencegahan, cara pencatatan dan pelaporan Tuberkulosis


paru.
3.2 Etiologi
Penyakit Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini
pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga
untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan,
penyakit TB pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP)6.
3.3 Cara Penularan
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan
kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas
peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M. Tuberculosis
biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinisyang
paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar
melalui inhalasi basil yang mengandun droplet nuclei, khususnya yang didapat
dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil
tahan asam (BTA).
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam (asam alkohol) sehinggadisebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia
juga lebih tahan terhadap bahan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada
udara kering maupun dalam dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es).
Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini
kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi
aktif.
Didalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian
disenanginya karena mengandung lipid.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman
lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan oksigen pada jaringan apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain,
sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
3.4. Patogenesis

3.4.1 Tuberkulosis Primer


Penularan Tuberkulosis paru dari orang ke orang terjadi karena kuman
dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar
kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari
sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan
menempel pada saluran napas, atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke
alveolar bila ukuran parikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali
oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati
atau dibersihkan oleh makrofag keluar percabangan trakeobronkial bersama
gerakan silia dengan sekretnya5.
Bila kuman menetap dijaringan paru, berkembang biak di dalam
sitoplasma makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya.
Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis
pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau sarang (fokus)
Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar
sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui
saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati
regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ
seperti paru, otak, ginjal, dan tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka akan
terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier5.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal bersama-sama limfadenitis
regional dikenal sebagai kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan
waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi5:
1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya

> 5 mm dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman
yang dormant
3) Berkomplikasi dan menyebar secara :
a) Perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian
penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar
hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman
tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini
ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus
yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis1.
b) Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru yang
disebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan
ludah sehingga menyebar ke usus
c) Secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak
terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan yang cukup gawat seperti TB milier, meningitis TB,
typhobachillosis Landouzy1.
Semua kejadian diatas tergolong dalam perjalanan Tuberkulosis primer3.
3.4.2. Tuberkulosis Pasca Primer ( Tuberkulosis Sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahuntahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa
(Tuberkulosis post primer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi
mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti
malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal.
Tuberkulosis sekunder ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas
paru (bagian apical-posterior lobus sduperior atau inferior). Invasinya adalah ke
daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru5.

Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam
3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari
sel-sel Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang
dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat5.
Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya, dan imunitas pasien, sarang
dini ini dapat menjadi5:
1) Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2) Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan
serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras,
menimbulkan perkapuran.
3) Sarang

dini

yang

meluas

sebagai

granuloma

berkembang

menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya


mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila
jaringan keju dibatukkan keluar terjadilah kavitas. Kavitas ini mulamula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi
jaringan firbroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas
sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena
adanya hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang
diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan
TNF-nya.
Bentuk perkijuan lain yang jarang terjadi adalah cryptic disseminate TB
yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut. Disini lesi sangat kecil, tetapi
berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat menjadi5:
a) Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi
kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB
milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk
lambung dan selanjutnya ke usus menjadi TB usus. Sarang ini
selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan diatas. Bisa
juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila
ruptur ke pleura,

b) Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi) sehingga menjadi


tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau
dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi
kronik kavitas ini adalah kolonisasi oleh fungus seperti Aspergillus dan
kemudian menjadi mycetoma,
c) Bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga
meyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang
berakhir dengan kavitas yang terbungkus, menciut, dan berbetuk
seperti bintang yang disebut stellate shape.

3.5 Klasifikasi Tuberkulosis


Dari sistem lama, diketahui beberapa klasifikasi seperti:

Pembagian secara patologis


-

Tuberkulosis primer

Tuberkulosis post primer

Pembagian

secara

aktivitas

radiologis: Tuberkulosis

paru

(Koch

Pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai
menyembuh).

Pembagian secara radiologis (luas lesi)


-

Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil inflitrat non kavitas


pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi
satu lobus paru.

Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak


lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat tidak lebih dari satu bagian paru. Bila
bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.

Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrat dan kavitas yang


melebihi keadaan pada moderately advanced tuberculosis.

Pada tahun 1974, American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru


yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.

Kategori 0

: Tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak

negatif, tes tuberkulin negatif

Kategori 1

: Terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di

sini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif

Kategori 2

: Terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberkulin

positif, radiologis dan sputum negatif.

Kategori 3

: Terinfeksi tuberkulosis dan sakit.

Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis,


radiologis dan mikrobiologis:

Tuberkulosis paru

Bekas tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam:


-

Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA


negatif tetapi tanda-tanda lain positif.

Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati. Disini sputum BTA


negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.

Dalam 2-3 bulan, TB tersagka ini sudah harus dipastikan apakah


termasuk TB paru (aktif) atau bekas TB paru. Dalam klasifikasi ini perlu
dicantumkan: 1. Status bakteriologi, 2. Mikroskopik sputum BTA (langsung), 3.
Biakan sputum BTA, 4. Status radiologis, kelainan yang relevan untuk
tuberkulosis paru, 5. Status kemoterapi, riwayat pegobatan dengan obat anti
tuberkulosis.
Berdasarkan organ tubuh yang terkena:
-

Tuberkulosis paru tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)


paru. Tidak termasuk pleura dan kelenjar pada hilus.

Tuberkulosis ekstraparu tuberkulosis yang menyerang organ lain selain


paru (pleura, selaput otak, selaput jantung/perikardium, kelenjar limfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll).

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis (TB paru):


1) TB paru BTA (+), adalah :

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA


positif,
b) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
c) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif.
d) Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah tiga spesimen
dahak dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) TB paru BTA (-)
a) Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif
b) Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
-

Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

Foto thorax abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis

Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT

Ditentukan/dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi pengobatan

Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:


-

Kasus baru : pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA
bisa positif atau negatif.

Kasus kambuh (relaps) : pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah


mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA posit (apusan atau
kultur)

Kasus setelah putus obat (default) : pasien yang telah berobat dan putus
berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif

Kasus setelah gagal (failure) : pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan

Kasus pindahan (Transfer In) : pasien yang dipindahkan ke register lain


untuk melanjutkan pengobatannya

Kasus lain : semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti
yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya, pernah diobati tetapi
tidak diketahui hasil pengobatannya, kembali diobati dengan BTA negatif

3.6 Gejala Klinis


Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah
banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah5:
-

Gejala sistemik

Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang


panas badan dapat menacapi 40-41oC. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang
timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari
demam influenza influenza. Keadaan ini dipegaruhi oleh daya tahan tubuh pasien
dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
Malaise. Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus
(berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Geajala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
-

Gejala lokal/paru

Batuk/ batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya
iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang
keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja
batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai
dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah
karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada
tuberkulosa terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding
bronkus.

Sesak napas. Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru.
Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehngga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
3.7 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris),
badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik pasien sering
tidak menunjukkan suatu kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini atau yang
sudah terinfiltrasi secara asimtomatik.
Tempat kelaianan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks
(puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan
perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga
suara nafas tambahan berupa rhonki basah, kasar, nyaring. Tetapi bila infiltrat ini
diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesikuler melemah. Bila
terdapat kavitas memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi
memberikan suara amforik.
Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan
atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit akan menciut dan
menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat akan hiperinflasi. Bila
jaringan fibrotik amat luas yani lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru,
akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan
tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal
dan gagal jantung kanan. Disini akan didapatkan tanda-anda kor pulmonal dengan
gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift,
right atrial gallop, murmur graham-steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena
jugularis meningkat, hepatomegali, asites, dan edema.

3.8 Pemeriksaan Radiologis


Lokasi lesi TB umumnya didaerah apeks paru (segmen apikal lobus atas
atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengani lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberkulosis
endobronkial).
Pemeriksaan standar adalah foto toraks posterior-anterior. Gambaran yang
dicurigai sebagi lesi tuberkulosis aktif adalah :
1) Pada segmen apikal dan posterior lobus atas paru serta segmen superior
lobus bawah paru ditemukan berupa bercak-bercak seperti awan / nodular6.
2) Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis.
Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal,
3) Bayangan bercak milier, berupa bercak-bercak halus yang umumnya
tersebar merata pada seluruh lapangan paru3.
4) Efusi pleura unilateral atau bilateral.
Gambaran radiologis yang dicurigai lesi tuberkulosis inaktif adalah6:
1) Fibrotik, terlihat bayangan yang bergaris-garis,
2) Kalsifikasi, terlihat seperti bercak-bercak padat dengan densitas tinggi,
3) Schwarte atau penebalan pleura.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah
bayangan hitam radio-ulsen di pinggir paru atau pleura (pneumotoraks) dan
atelektasis yang terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat
terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.
3.9 Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberculosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan
sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan. Tetapi kadangkadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk
atau batuk yang non produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum
pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak +2 liter dan diajarkan
melakukan refles batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat

mukolitik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan
cara bronkoskopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL
(broncho alveolar lavage)5.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3
batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman
dalam 1 mL sputum. (3) Kuman berbentuk batang yang ramping (diameter kurang
dari 0,5 m), kadang melengkung, sering bermanik-manik polikromatik,
seringkali tampak pada specimen klinis sebagai pasangan atau kelompok beberapa
organism yang terletak bersisian4.
Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman
BTA (positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomena dead
bacilli, atau non culturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan obat anti
tuberculosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA.
3.10 Penegakkan Diagnosis
Alur Diagnosis TB

Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi Kedua. 2007

3.11 Penatalaksanaan

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif 2-3


bulan

dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan 1. Pengobatan TB bertujuan untuk

menyembuhkan

pasien,

mencegah

kematian,

mencegah

kekambuhan,

memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap


OAT7.
Obat Anti Tuberkulosis
Obat yang dipakai :
1) Jenis obat utama (lini 1) yang digunaka adalah :
INH, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol, Streptomisin.
2) Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
Kanamisin, PAS (para amino salicylic acid), Ofloksasin, Tiasetazon,
Etionamid, Sikloserin, Protionamid, Viomisin, Kapreomisin, Amikasin,
Norfloksasin, Levofloksasin, Klofazimin5.
Kemasan :
1) Obat tunggal : obat disajikan secara terpisah.
Tabel 1. Jenis dan dosis OAT
Berat

Rifampisin

Badan
< 40
40-60
>60

(R)
300
450
600

INH
(H)
150
300
450

Dosis Obat (mg)


Pirazinamid
Etambutol
(Z)
750
1000
1500

(E)
750
1000
1500

Streptomisin
(S)
Sesuai BB
750
1000

2) Obat kombinasi dosis tetap/KDT (Fixed Dose Combination-FDC)


Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet.
International union Againts Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan
WHO menyarankan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan
kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998.
Dosis obat kombinasi tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada
berikut7:
Tabel 2. Dosis OAT KDT
Berat Badan

Tahap Intensif

Tahap Lanjutan

tiap hari selama 56 hari

3 kali seminggu selama 16

RHZE (150/75/400/275)
30-37
38-54
55-70
>71

2 tablet
3 tablet
4 tablet
5 tablet

minggu
RH (150/150)
2 tablet
3 tablet
4 tablet
5 tablet

Obat kombinasi dosis tetap mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan


TB1:
a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
b) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
c) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
d) Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang
benar dan standar.
Paduan obat Anti Tuberkulosis
Menurut buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia pengobatan
tuberkulosis dibagi menjadi1:
1) Pasien kasus baru TB paru dengan BTA positif, dan TB dengan BTA
negatif beserta gambaran foto toraks lesi luas (termasuk luluh paru).
Paduan obat yang dianjurkan : 2RHZE/4RH atau 2RHZE/4R3H3atau
2RHZE/6HE. Pengobatan fase inisial resimennya 2HRZE, maksudnya
Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E)
diberikan setiap hari selama dua bulan.
Kemudian diteruskan ke fase lanjutan 4RH atau 4R3H3 atau 6HE,
maksudnya Rifampisin dan Isoniazid diberikan selama empat bulan setiap
hari atau tiga kali seminggu, atau diberikan selama 6 bulan. Bila ada
fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji
resistensi.

2) Pasien baru TB paru dengan BTA negatif beserta gambaran foto toraks lesi
minimal.
Panduan obat yang dianjurkan : 2RHZE/4RH atau 2RHZE/4R3H3 atau
6RHE
3) Pasien TB paru kasus kambuh.
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2RHZES/1RHZE. Fase
lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji
resistensi dapat diberikan RHE selama 5 bulan.
4) Pasien TB paru kasus gagal pengobatan.
Paduan obat yang dianjurkan : 2RHZES/1RHZE/5RHE.
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh
paduan : 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan
15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak
memungkinkan fase awal dapat diberikan 2RHZES/1RHZE. Fase lanjutan
sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi
dapat diberikan RHE selama 5 bulan.
5) Pasien TB kasus putus obat.
Paduan

obat

yang

disediakan

oleh

Program

Nasional

TB

RHZES/1RHZE/5R3H3E3.
Pasien TB paru kasus lalai berobat akan dimulai pengobatan kembali
sesuai dengan kriteria berikut :
a) Berobat < 4 bulan
Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Bila
BTA negatif, gambaran foto toraks positif, TB aktif pengobatan
diteruskan.
b) Berobat 4 bulan
Bila BTA saat ini negatif, klinis dan radiologi tidak aktif atau ada
perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran
radiolologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan
diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit

paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama. Bila BTA saat ini positif, pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama.
6) Pasien TB paru kasus kronik.
a) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan
hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih
sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam,
makrolid, dan lain-lain. Pengobatan minimal selama 18 bulan.
b) Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
c) Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan
penyembuhan.
d) Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru.
Sedangkan menurut buku Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi1:
1) Kategori-1 (2HRZE/ 4R3H3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a) Pasien baru TB paru BTA positif.
b) Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
c) Pasien TB ekstra paru
2) Kategori -2 (2RHZES/ RHZE/5R3H3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
a) Pasien kambuh
b) Pasien gagal
c) Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Tabel 3. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

Tahap Lanjutan

Tahap Intensif

3 kali seminggu

Berat

tiap hari

Badan

RHZE (150/75/400/275) + S
Selama 56 hari

30-37

RH (150/150) +
E(400)

Selama 28 hari

2 tab 4KDT

2 tab 4KDT

+ 500 mg Streptomisin
38-54

inj.
3 tab 4KDT
+ 750 mg Streptomisin

55-70

+ 1000 mg Streptomisin
>71

3 tab 2KDT
+ 3 tab Etambutol

4 tab 4KDT

inj.
5 tab 4KDT

2 tab 2KDT
+ 2 tab Etambutol

3 tab 4KDT

inj
4 tab 4KDT

selama 20 minggu

4 tab 2KDT
+ 4 tab Etambutol

5 tab 4KDT

+ 1000mg Streptomisin

5 tab 2KDT
+ 5 tab Etambutol

inj.
Efek samping obat dan penatalaksanaannya
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping
ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomats maka pemberian OAT dapat
dilanjutkan. Tabel pada halaman berikutnya, menjelaskan efek samping ringan
maupun berat dengan pendekatan gejala1.
Tabel 4. Efek samping ringan OAT
Efek Samping
Tidak ada nafsu

Penyebab
Rifampisin

makan, mual, sakit


perut
Nyeri Sendi
Kesemutan s/d rasa
terbakar di kaki
Warna kemerahan
pada air seni (urine)

Penatalaksanaan
Semua OAT diminum malam
sebelum tidur

Pirasinamid
INH

Beri Aspirin
Beri vitamin B6 (piridoxin) 100mg

Rifampisin

per hari
Tidak perlu diberi apa-apa, tapi
perlu penjelasan kepada pasien

Tabel 5. Efek samping berat OAT


Efek Samping
Gatal dan kemerahan

Penyebab
Semua jenis

Penatalaksanaan
Ikuti petunjuk penatalaksanaan

kulit
Tuli

OAT
Streptomisin

dibawah *).
Streptomisin dihentikan, ganti

Gangguan

Streptomisin

Etambutol.
Streptomisin dihentikan, ganti

keseimbangan

Etambutol

.
Ikterus tanpa penyebab

Hampir semua

Hentikan semua OAT sampai

lain

OAT

ikterus menghilang.

Bingung dan muntah-

Hampir semua

Hentikan semua OAT, segera

muntah (permulaan

OAT

lakukan tes fungsi hati.

ikterus karena obat)


Gangguan penglihatan
Purpura dan renjatan

Etambutol
Rifampisin

Hentikan Etambutol.
Hentikan Rifampisin.

(syok)

BAB IV
ANALISIS KASUS
Ny. M, perempuan usia 50 tahun datang dengan keluhan batuk yang
bertambah berat sejak 2 minggu SMRS. Dari anamnesis didapatkan os memiliki
riwayat batuk berdahak warna putih yang tidak sembuh-sembuh sejak 1 bulan
SMRS. Batuk berdarah disangkal, sesak nafas ada bila os batuk, tidak dipengaruhi
aktivitas, cuaca dan emosi, nyeri dada disangkal, demam tidak terlalu tinggi ada
terutama pada sore dan malam hari, mual disangkal, muntah disangkal. BAB dan
BAK tidak ada keluhan. Os juga mengeluh nafsu makan menurun dan berat badan
juga menurun yang ditandai dengan baju yang terasa longgar. Sering berkeringat
di malam hari ada. Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami gejala klinis
TB. Gejala klinis TB dibagi menjadi gejala lokal/paru seperti batuk, sesak, nyeri
dada dan gejala sistemik seperti demam, keringat malam hari, malaise serta
penurunan berat badan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan, stemfremitus meningkat pada lapangan
paru kiri dibandingkan kanan, redup pada lapangan paru kiri, pada auskultasi
didapatkan rhonki basah kasar pada lapangan kiri atas.
Dari pemeriksaan penunjang, pada rontgen tampak adanya infiltrat di
lapangan paru kiri atas dan lapangan paru kanan, serta terdapat kavitas di
lapangan paru kanan. Hal ini menunjukkan TB paru aktif. Lesi tuberkulosis
umumnya di daerah apeks paru seperti yang dialami pada pasien ini, tetapi lesi
dapat pula mengenai lobus bawah (segmen apikal lobus bawah). Dari pemeriksaan
sputum di puskesmas, didapatkan hasil BTA negatif.
Diagnosis tuberkulosis paru masih banyak ditegakkan berdasarkan
kelainan klinis dan radiologis saja. Oleh sebab itu dalam diagnosis tuberkulosis
paru sebaiknya dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status radiologis
dan status kemoterapi. WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien TB paru.

Pasien dengan sputum BTA positif: 1. Pasien pada pemeriksaan sputumnya


secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pada 2x

pemeriksaan atau 2. Satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan


radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif, atau 3. Satu sediaan

sputumnya positif disertai biakan yang postif.


Pasien dengan sputum BTA negatif: 1. Pasien yang pada pemeriksaan
sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2x
pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai dengan TB aktif atau 2.
Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak
ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif.
Pada pasien ini, dapat ditegakkan suatu diagnosis TB paru kasus baru

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang (sputum dan


rontgen). Pada pasien ini diberikan Obat Anti TB kategori 1, yakni 2RHZE:
Rifampisin 1x450mg, Pirazinamid 1x1500mg, Isoniazid 1x300mg, Etambutol
1x750mg.

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis
dan Pentalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika,
2006.
2. Sastroasmoro N, et all. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: RSUP Nasional DR. Cipto Mangunkusumo,2007.

3. Sylvia A, Loraine M. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Volume 2. Edisi 6. Hal 852-860. Jakarta: EGC, 2005.
4. Isselbacher, Braunwald, Wilson et all. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam. Volume 2. Edisi 13. Hal 799-808. Jakarta: EGC, 1999.
5. Amin Z dan Asril B. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Edisi IV. Hal 988-992. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.
6. http://www.medicastore.com

7. Abdul A, et all. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2.


Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007.

Anda mungkin juga menyukai