BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih merupakan masalah utama kesehatan
yang dapat menimbulkan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).1
Diperkirakan
sekitar
sepertiga
penduduk
dunia
telah
terinfeksi
oleh
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, dan penatalaksanaan TB paru.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis
menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Penyakit ini
merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh pembentukan granuloma
pada jaringan yang terinfeksi dan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai sel
(cell mediated hypersensitivity). Penyakit tuberkulosis yang aktif bisa menjadi
kronis dan berakhir dengan kematian apabila tidak dilakukan pengobatan yang
efektif.9
Klasifikasi penyakit tuberkulosis berdasarkan organ tubuh yang diserang
kuman Mycobacterium tuberculosis terdiri dari tuberkulosis paru dan tuberkulosis
ekstra paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru). Sedangkan tuberkulosis ekstra paru adalah
tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru misalnya, pleura,
selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.10
2.2. Klasifikasi
2.2.1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru
dibagi dalam :
1) Tuberkulosis Paru BTA Positif
Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
TB Paru BTA Negatif Rontgen Positif dibagi berdasarkann tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen
dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses
far advanced atau milier), dan/atau keadaan umum penderita buruk.
2.2.2. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. TB ekstra paru
dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :
1) TB Ekstra Paru Ringan
Misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali
tulang belakang), sendi, dan kelnjar adrenal
2) TB Ekstra Paru Berat
Misalnya : meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa
duplex, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin
Catatan :
Yang dimaksud dengan TB paru adalah TB dari parenchyma paru. Sebab itu,
TB pada pleura atau TB pada kelenjar hilus tanpa ada kelainan radiologis
paru, dianggap sebagai penderita TB ekstra paru.
Bila seorang penderita TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk
kepentingan pencatatan, penderita tersebut hanya dicatat sebagai penderita
TB paru.
Bila seorang penderita ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai
TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
asam
menyebabkan kuman mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan sehingga disebut pula sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).9
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya
respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya respon daya tahan
tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis. Meskipun
demikian, ada beberapa kuman menetap sebagai kuman persisten atau dormant
(tidur). Kadang-kadang daya
Badan lemah
10
Gambar 2.4. Tuberkulosis Yang Sudah Lanjut Pada Foto Rontgen Dada4
11
12
13
Tersangka
Penderita TB
(suspek TB)
Periksa Dahak Sewaktu, Pagi,
Sewaktu (SPS)
Hasil BTA
+++
++-
Hasil BTA
+--
Periksa Rontgen
Dada
Hasil
Mendukung
TB
Hasil BTA
---
Beri Antibiotik
Spektrum Luas
Hasil Tidak
Mendukung
TB
Tidak Ada
Perbaikan
Ada
Perbaikan
Hasil BTA
---
Hasil BTA
+++
++-
Hasil
Mendukun
g TB
Hasil
Rontgen
Negatif
TB BTA
Negatif
Rontgen
Positif
Bukan
TBC,
Penyakit
Lain
14
: pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopis fluoresens
: pewarnaan auramin-rhodamin
15
normositer, gama
16
persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin. Cara penyuntikan tes
tuberkulin dapat dilihat pada gambar di bawah ini: 4
17
18
bakterisid
biasanya
diukur
dari
kecepatan
obat
tersebut
19
2.10.2. Kemoterapi TB
Program nasional pemberantasan TB di Indonesia sudah dilaksanakan sejak
tahun 1950-an. Ada 6 macam obat esensial yang telah dipakai yaitu Isoniazid (H),
Para Amino Salisilik Asid (PAS), Streptomisin (S), Etambutol (E), Rifampisin (R)
dan Pirazinamid (Z).
Sejak tahun 1994 program pengobatan TB di Indonesia telah mengacu pada
program Directly observed Treatment Short-course (DOTS) yang didasarkan pada
rekomendasi WHO, strategi ini memasukkan pendidikan kesehatan, penyediaan
OAT gratis dan pencarian secara aktif kasus TB. Pengobatan ini memiliki 2
prinsip dasar :
Regimen pada pengobatan sekitar tahun 1950-1960 memerlukan waktu 1824 bulan untuk jaminan menjadi sembuh. Dengan metode DOTS pengobatan TB
diberikan dalam bentuk kombinasi dari berbagai jenis OAT, dalam jumlah yang
cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman dapat dibunuh.
Pengobatan diberikan dalam 2 tahap, tahap intensif dan tahap lanjutan. Pada tahap
intensif penderita mendapat obat baru setiap hari dan diawasi langsung untuk
mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua jenis OAT terutama Rifampisin.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
penderita tuberkulosis BTA positif menjadi BTA negatif pada akhir pengobatan
intensif. Pengawasan ketat dalam tahap ini sangat penting untuk mencegah
terjadinya kekebalan obat. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih
20
sedikit tetapi dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap ini bertujuan untuk
membunuh kuman persisten (dormant) sehingga dapat mencegah terjadinya
kekambuhan.5.10
2.10.3. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Obat-obat TB dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis regimen, yaitu obat
lapis pertama dan obat lapis kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke
penghentian pertumbuhan basil, pengurangan basil dormant dan pencegahan
resistensi.
Obat-obatan
lapis
pertama
terdiri
dari
Isoniazid,
Rifampisin,
Jenis OAT lapis pertama dan sifatnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1. Jenis dan Sifat OAT
Jenis OAT
Isoniazid (H)
Sifat
Keterangan
Bakterisid
terkuat
sedang
kerjanya
berkembang.
adalah
Mekanisme
menghambat
cell-wall
biosynthesis pathway
Rifampisin (R)
Bakterisid
(persistent)
yang
tidak
dapat
menghambat
polimerase
DNA-
21
Tuberculosis
Pirazinamid
Bakterisid
(Z)
Streptomisin
Bakterisid
(S)
dan
bekerja
mencegah
Etambutol (E)
Bakteriostatik
22
Kategori
Pasien TB
(setiap hari / 3 x
Fase Lanjutan
seminggu)
2 RHZE (RHZS)
6 HE
positif;
2 RHZE (RHZS)
4 RH
2 RHZE (RHZS)
4 R3H3
pulmonal berat
Kambuh, dahak positif;
2 RHZES / 1 RHZE
5 RHE
pengobatan gagal;
2 RHZES / 1 RHZE
5 RHE
2 RHZES / 1 RHZE
2 RHZE
5 R3H3E3
4RH / 4H
2 RHZE
4R3H3 / 4H
2 RHZE
6HE
negatif
dengan
kelainan
luas di paru;
kasus
II
III
IV
baru
TB
ekstra-
TIDAK DIPERGUNAKAN
pengobatan ulang)
Atau,
Kronik : RHZES/OAT Lini 2 (minimal
18 bulan)
MDR TB : OAT Lini 2 / H (seumur
hidup)
(Crofton, 2002; Bahar & Amin, 2007)
Sesuai tabel di atas, maka paduan OAT yang digunakan untuk program
penanggulangan tuberkulosis di Indonesia adalah :5
Kategori I : 2RHZE / 4RH atau 2RHZE(S) / 6HE
23
Pengobatan fase inisial regimennya terdiri dari 2RHZE(S) setiap hari selama
2 bulan obat R, H, Z, E atau S. Sputum BTA awal yang positif setelah 2 bulan
diharapkan menjadi negatif, dan kemudian dilanjutkan ke fase lanjutan 4RH
atau 4R3H3 atau 6HE. Apabila sputum BTA masih positif setelah 2 bulan, fase
intensif diperpanjang dengan 4 minggu lagi tanpa melihat apakah sputum
sudah negatif atau tidak.
Kategori II : 2RHZES / 1RHZE/ 5RHE atau 2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2RHZES / 1RHZE yaitu R dengan H, Z, E,
setiap hari selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2 bulan pertama.
Apabila sputum BTA menjadi negatif fase lanjutan bisa segera dimulai.
Apabila sputum BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4
obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-2 sputum BTA masih
positif, semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur sputum
untuk uji kepekaan, obat dilanjutkan memakai fase lanjutan, yaitu 5R3H3E3
atau 5RHE.
Kategori III : 2RHZE / 4RH / 4H atau 2RHZE / 4R3H3 / 4H atau 2RHZE /
6HE
Fase intensif 2RHZE dan dilanjutkan dengan fase lanjutan 4RH atau 4R 3H3.
Bila lesi di paru lebih luas dari 10 cm 2 atau penderita TB di luar paru dimana
remisi belum sempurna maka dilanjutkan dengan H saja selama 4 bulan.
Panduan alternatif untuk fase lanjutan adalah 6HE yang tentunya merupakan
panduan yang amat lemah.
Kategori IV : Rujuk ke ahli paru untuk mendapatkan obat sekunder,
tindakan bedah atau menggunakan INH seumur hidup
Pada pasien kategori ini mungkin mengalami resistensi ganda, sputumnya
harus dikultur dan dilakukan uji kepekaan obat. Seumur hidup diberikan H
saja sesuai rekomendasi WHO atau menggunakan pengobatan TB resistensi
ganda (MDR-TB). Untuk negara yang kurang mampu dapat diberikan INH
saja seumur hidup. Untuk negara yang mampu dapat dicoba obat berdasarkan
hasil tes resistensi.
Selain 4 kategori di atas, disediakan juga paduan obat sisipan (RHZE). Obat
sisipan akan diberikan bila pasien tuberkulosis kategori I dan kategori II pada
24
DOSIS
Rifampisin (R)
Isoniazid ( H )
Pirazinamid (Z)
Streptomisin (S)
Etambutol (E)
25
Berat
badan
selama 56 hari
selama 16 minggu
RHZE (150/75/400/275)
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT
RH (150/150)
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
> 71 kg
Tabel 2.5. Dosis Paduan OAT KDT Kategori II: 2(RHZE)S/(RHZE)/5(RH) 3E3
Berat
badan
hari RHZE
RH (150/150) + E (400)
30 37 kg
(150/75/400/275) + S
Selama 58 hari
2 tab 4KDT + 500mg
38 54 kg
Streptomisin inj
3 tab 4KDT + 750mg
55 70 kg
Streptomisin inj
4 tab 4KDT + 1000mg
> 71 kg
Streptomisin inj
5 tab 4KDT + 1000mg
Selama 28 hari
Selama 2 Minggu
2 tab 4KDT
2 tab 2KDT + 2 tab
3 tab 4KDT
Etambutol
3 tab 2KDT + 3 tab
4 tab 4KDT
Etambutol
4 tab 2KDT + 4 tab
5 tab 4KDT
Etambutol
5 tab 2KDT + 5 tab
Streptomisin inj
Etambutol
(Depkes RI, 2006)
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
71 kg
26
Ringan
Gatal-gatal
kemerahan
Berat
Hepatitis, sindrom respirasi
perut
nafas,
kadang
disertai
purpura,
anemia
Tanda-tanda
keracunan
ginjal
Hepatitis, ikhterus
kulit
yang
gatal
Reaksi hipersensitifitas :
Hepatitis,
demam,
mual
dan
nyeri
sendi,
kemerahan
Etambutol (E)
Gangguan
berupa
Streptomisin (S)
penglihatan
berkurangnya
ketajaman penglihatan
Reaksi hipersensitifitas
27
demam,
sakit
kepala,
berkaitan
keseimbangan
kulit
pendengaran
dengan
dan
28
29
2) Punksi pleura
3) Pemasangan Water Sealed Drainage (WSD)
2.11. Hasil Pengobatan Tuberkulosis
World Health Organization14 menjelaskan bahwa hasil pengobatan penderita
tuberkulosis paru dibedakan menjadi :
1) Sembuh: bila pasien tuberkulosis kategori I dan II yang BTA nya negatif 2
kali atau lebih secara berurutan pada sebulan sebelum akhir pengobatannya
2) Pengobatan lengkap: pasien yang telah melakukan pengobatan sesuai jadwal
yaitu selama 6 bulan tanpa ada follow up laboratorium atau hanya 1 kali
follow up dengan hasil BTA negatif pada 2 bulan terakhir pengobatan
3) Gagal: pasien tuberkulosis yang BTA-nya masih positif pada 2 bulan dan
seterusnya sebelum akhir pengobatan atau BTAnya masih positif pada akhir
pengobatan.
Pasien putus berobat lebih dari 2 bulan sebelum bulan ke-5 dan BTA terakhir
masih positif. Pasien tuberkulosis kategori II yang BTA menjadi positif pada
bulan ke-2 dari pengobatan.
4) Putus berobat/defaulter: pasien TB yang tidak kembali berobat lebih dari 2
bulan sebelum bulan ke-5 dimana BTA terakhir telah negatif
5) Meninggal: penderita TB yang meninggal selama pengobatan tanpa melihat
sebab kematiannya.
2.12. Evaluasi Pengobatan
Bayupurnama6 menjelaskan bahwa terdapat beberapa metode yang bisa
digunakan untuk evaluasi pengobatan TB paru :
1)
Klinis: biasanya pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya 2
minggu selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir
pengobatan. Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan keluhan-keluhan
pasien seperti batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan bertambah,
2)
30
2.13. Prognosis
Secara umum angka kesembuhan dapat mencapai 96-99% dengan
pengobatan yang baik. Namun angka rekurensi tuberculosis dapat mencapai 014% yang biasanya muncul 1 tahun setelah pengobatan TB selesai terutama di
negara dengan insidensi TB yang rendah. Reinfeksi lebih sering terjadi pada
pasien di negara dengan insidensi yang tinggi. Prognosis biasanya baik tergantung
pada selesainya pengobatan. Prognosis dipengaruhi oleh penyebaran infeksi
apakah telah menyebar ekstra paru, immunokompeten. Usia tua serta riwayat
pengobatan sebelumnya. Indeks massa tubuh yang melambangkan status gizi juga
menjadi faktor yang mempengaruhi prognosis.
31
BAB III
KESIMPULAN
1) Tuberkulosis adalah penyakit infeksi bakteri kronis yang menular, sebagian
besar menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya.
2) Tuberkulosis
paru
disebabkan
oleh
infeksi
bakteri
Mycobacterium
tuberculosis.
3) Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA (+) saat batuk/bersin, bakteri
menyebar ke udara dalam bentuk droplet.
4) Patogenesis TB paru adalah saat droplet terhirup melewati sistem pertahanan
mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai ke alveolus dan menetap di
sana. Kelanjutan dari proses ini bergantung dari daya tahan tubuh masingmasing individu.
5) Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
6) Gejala klinis utama TB apru adalah batuk terus menerus dan berdahak selama
3 minggu atau lebih. Gejala tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk
darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun,
berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam
walaupun tanpa kegiatan dan demam/meriang lebih dari sebulan.
7) Komplikasi TB paru antara lain dapat timbul pleuritis, efusi pleura, empiema,
laringitis, usus Poncets arthropathy. Sedangkan komplikasi lanjut dapat
menyebabkan obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, dan sindrom gagal napas (sering terjadi pada TB
milier dan kavitas TB)
8) Tipe pasien TB paru berdasarkan riwayat pengobatan dibagi menjadi: kasus
baru, relaps, drop out, gagal, pindahan, kasus kronis dan tuberkulosis
resistensi ganda.
9) Pengobatan TB paru menurut strategi DOTS diberikan selama 6-8 bulan
dengan menggunakan paduan beberapa obat atau diberikan dalam bentuk
kombinasi dengan jumlah yang tepat dan teratur, supaya semua kuman dapat
dibunuh. Obat-obat yang dipergunakan sebagai obat anti tuberkulosis (OAT)
32
33
LAMPIRAN
STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Kristina Sitepu
Umur
: 30 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tanggal Masuk : 13 Oktober 2014
Alamat
: Komp. Barakuda Blok W no. 2
II.
ANAMNESA
Keluhan Utama
Telaah
: Batuk
: Os datang ke RSUD. Djoelham di antar
IV.
VITAL SIGN
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi
: 78 x/i
Pernafasan
: 22 x/i
Temperatur
: 39 0C
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Mata
: Konjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-).
Hidung
: Sekret (-).
Mulut
: Mukosa bibir kering (-), lidah kotor (-), sianosis (-).
Telinga
: Serumen (-).
Leher
: Peningkatan JVP (-), pembesaran KGB (-).
Toraks
Inspeksi : Simetris ka=ki.
Palpasi
: Stem Fremitus ka=ki.
Perkusi : Sonor.
Auskultasi : Vesikuler.
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi
: Ictus cordis tidak teraba.
34
Perkusi
V.
Ekstremitas
Superior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral dingin (-/-)
Inferior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral dingin (-/-)
Genitalia : TDP
RESUME
Seorang perempuan 30 tahun, datang ke RSUD. Djoelham di antar
keluarganya dengan keluhan batuk. Batuk sudah dialami 4 bulan ini. Batuk
berdahak dan dahaknya kental berwarna putih. Os juga mengeluh adanya
nyeri perut, demam (+) 2 hari ini, muntah dan mual, nafsu makan menurun,
berat badan mengalami penurunan selama 4 bulan ini, BAB (+)N, BAK (+)N.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis. Tanda vital:
TD: 110/70 mmHg, nadi: 78 /i, pernafasan: 22 /i, suhu 39 C. Pada
pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah rutin
didapatkan hasil PLT dalam batas normal, WBC 36,6 x 10 3/.uL, RBC 3,90 x
106/uL, HGB 12,2 g/dl, HCT 34,2 %.
35
VI.
DIAGNOSA DIFFERENTIAL
- TB Paru + Dyspepsia
- TB Paru + GE
VII.
DIAGNOSA SEMENTARA
- TB Paru + Dyspepsia
VIII.
ANJURAN
- U / DL
- KGDR
- BTA
- Foto Thoraks
IX.
TERAPI
- Bedrest
- Diet M2
- IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/
- Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
- Ondancetron tab 2x1
- Inj. Ceftriaxon 1gr/12 jam
- Neurodex tab 1x1
- Antasida Syr 3xCII
- Codein 10mg tab 3x1
- FDC 1x3
FOLLOW UP
14-10-2014
KU
Vital Sign :
36
TD : 110/80 mmHg
HR : 88 /i
RR : 22 /i
T : 36 0C
Terapi :
-
Bedrest
Diet M2
IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Ondancetron tab 2x1
Inj. Ceftriaxon 1gr/12 jam
Neurodex tab 1x1
Antasida Syr 3xCII
Codein 10mg tab 3x1
15-10-2014
KU
Vital sign:
-
TD : 110/70 mmHg
HR : 78 /i
RR : 22 /i
T : 390 C
Terapi:
-
Bedrest
Diet M2
IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Ondancetron tab 2x1
Inj. Ceftriaxon 1gr/12 jam
Neurodex tab 1x1
Antasida Syr 3xCII
Codein 10mg tab 3x1
16-10-2014
KU
Vital sign:
: mual(+), batuk(+).
37
- TD : 110/70 mmHg
- P : 124 /i
- RR : 26 /i
- T : 36,50C
Terapi :
-
Bedrest
Diet M2
IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Ondancetron tab 2x1
Inj. Ceftriaxon 1gr/12 jam
Neurodex tab 1x1
Antasida Syr 3xCII
Codein 10mg tab 3x1
FDC 1x3
DAFTAR PUSTAKA
1. Aditama, TY,. Chairil, AS,. 2002. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. Jakarta :
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia.
2. Amirudin, Rifai. 2007. Fisiologi dan Biokimia Hati. Dalam : Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid 1. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp : 415-419
3. Arsyad, Zulkarnain. 1996. Evaluasi FaaI Hati pada Penderita Tuberkulosis
Paru yang Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis dalam Cermin Dunia
Kedokteran No. 110, 1996 15.
4. Bahar, A., 2007. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II, Edisi IV. Jakarta : BPFKUI; 988-994.
5. Bahar, A., Zulkifli Amin. 2007. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi IV. Jakarta : BPFKUI; 9951000.
38