Anda di halaman 1dari 5

Etiologi

Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, family treponemataceae, suatu


mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organism ini yakni berbelit, tipis, fleksibel, panjangnya 515 mikrometer, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2 mikrometer. Salah satu ujung
organism sering membengkak, membentuk suatu kait. Terdapat gerak rotasi aktif, tetapi tidak
ditemukan adanya flagella. Spirochaeta ini demikian halus sehingga dalam mikroskop lapangan
gelap hanya terlihat sebagai rantai kokus kecil-kecil. Dengan pemeriksaan lapagan redup pada
mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat dilihat. Untuk mengamati lebih jelas
gerakan leptospira digunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope) leptospira
membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk tumbuh dan mungkin membutuhkan waktu
berminggu-minggu untuk membuat kultur yang positif. Dengan medium Fletchers dapat tumbuh
dengan baik sebagai obligat aerob.
Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies: L. interrogans yang pathogen
dan L. biflexa yang non pathogen/saprofit. Tujuh spesies dari leptospira pathogen sekarang ini
telah diketahui dasar ikatan DNA-nya, namun lebih praktis dalam klinik dan epidemiologi
menggunakan klasifikasi yang didasarkan atas perbedaan serologis. Spesies L. interrogans dibagi
menjadi beberapa serogup dan serogrup ini dibagi menjadi banyak serovar menurut komposisi
antigennya. Saat ini telah ditemukan lebih dari 250 serovar yang tergabung dalam 23 serogrup.
Beberapa serovar L. interrogans yang dapat menginfeksi manusia diantaranya adalah: L.
icterohaemorrhagiae, L. canicola, L. pomona, L. grippothyphosa, L. javanica, L. celedoni, L.
ballum, L. pyrogenes, L. automnalis. L. hebdomadis, L. bataviae, L. tarassovi, L. panama, L.
andamna, L. shermani, L. ranarum, L. bufonis, L. copenhageni, L. australis, L. cynopteri, dan
lain lain.
Menurut

beberapa

peneliti,

yang

tersering

menginfeksi

manusia

ialah

L.

icterohaemorrhagica dengan reservoir tikus, L.canicola dengan reservoir anjing dan L.pomona
dengan reservoar sapi dan babi.

Epidemiologi
Leptospirosis tersebar diseluruh dunia, di semua benua kecuali benua Antartika, namun
terbanyak didapati di daerah tropis. Leptospira biasa terdapat pada binatang piaraan seperti
anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut, atau binatang-binatang pengerat lainnya seperti tupai,
musang, kelelawar, dan lain sebagainya. Di dalam tubuh binatang tersebut, leptospira hidup di
dalam ginjal/air kemihnya. Tikus merupaka vector yang utama dari L.icterohaemorrgagica
penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan
membentuk koloni serta berkembangbiak di dalam epitel tubulus ginjal tikus dan secara terus
menerus dan ikut mengalir dalam filtrate urine. Penyakit ini bersifat musiman, di daerah berikli,
sedang, masa puncak insidens dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperature
adalah factor yang mempengaruhi kelangsungan hidup leptospira, sedangkan daerah tropis
insidens tertinggi terjadi selama musim hujan.
Leptospirosis mengenai paling kurang 160 spesies mamalia. Ada berbagai jenis pejamu
dari leptospira, mulai dari mamalia yang berukuran kecil di mana manusia dapat kontak
dengannya, misalnya landak, kelinci, tikus sawah, tikus rumah, tupai, musang, sampai dengan
reptile (berbagai jenis katak dan ular), babi, sapi, kucing, dan anjing. Binatang pengerat terutama
tikus merupakan reservoar paling banyak. Leptospira membentuk hubungan simbiosis dengan
pejamunya dan dapat menetap dalam tubulus renalis selama berbulan-bulan bahkan bertahuntahun.

Beberapa

reservoar

berhubungan

dengan

binatang

tertentu,

seperti

L.

icterohaemoragiae/copenhageni dengan tikus, L. grippotyphosa dengan voles (sejenis tikus), L.


hardjo dengan sapi, L. canicola dengan anjing, dan L. Pomona dengan babi.
International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan
insidens leptospirosis tinggi dari peringkat ketiga di dunia untuk mortalitas.
Di Indonesia Leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali,
NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Pada
kejadian banjir besar di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari seratus kasus leptospirosis
dengan 20 kematian.

Salah satu kendala dalam menangani leptospirosis berupa kesulitan dalam melakukan
diagnostic awal. Sementara dengan pemeriksaan sederhana memakai mikroskop biasa dapat di
deteksi adanya gerakan leptospira

dalam urine. Diagnostic pasti ditegakkan dengan

ditemukannya leptospira pada darah atau urine atau ditemukannya hasil serologi positip. Untuk
dapat berkembang biaknya leptospora memerlukan lingkungan optimal serta tergantung pada
suhu yang lembab, hangat, PH air/tanah yang netral, dimana kondisi ini ditemukan sepanjang
tahun di daerah tropis.

Patogenesis
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki aliran
darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi respon
imunologi baik secara seluler maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk
antibodi spesifik. Walaupun demikian beberapa organisme ini masih bertahan pada daerah yang
terisolasi secara imunologi seperti di dalam ginjal di mana sebagian mikro organism akan
mencapai convoluted tubules, bertahan disana dan dilepaskan melalui urin. Leptospira dapat
dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai
berbulan-ulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan
fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah seteah
terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat
ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler.
Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenese leptospirosis : invasi bakteri langsung,
faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi imunologi.

Patologi
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung jawab
atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena
kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemukan
pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan
ini menunjukan bahwa kerusakan bukan pada struktur organ. Lesi inflamasi menunjukan edema

dan infiltrasi sel monosit, limfosit dan sel plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan
kapiler dengan pendarahan yang luas dan difungsi hepato selular dengan retensi bilier. Selain di
ginjal leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk kedalam cairan
cerebro spinalis pada fase leptospiremia. Hal ini dapat menyebabkan meningitis yang merupakan
gangguan neurologi yang banyak terjadi sebagai komplikasi leptospirosis.

Weil

disease

weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya disertai
pendarahan anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe kontinua. Penyakit Weil ini
biasanya terdapat 1-6% kasus dengan leptospirosis. Peyebab Weil diease adalah serotipe
icterohaemorragica pernah juga dilaporkan serotipe copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis
bervariasi berupa gangguan renal, hepatik atau disfungsi vascular.
Pengobatan
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi,
hipotensi, pendarahan dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal
umumnya dengan spontan akan membaik dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada
beberapa

pasien

membutuhkan

tindakan

hemodialisa

temporer.

Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian dalam 4 hari
setelah onset cukup efektif. Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intravena penisilin G,
amoksisilin, ampisilin atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus-kasus ringan
dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin atau amoksisilin maupun
sefalosforin.
Pencegahan
Pencegahan leptospirosis umumnya didaerah tropis sangat sulit. Banyaknya hospes perantara dan
jenis serotipe sulit dihapuskan. Bagi mereka yang mempunyai resiko tinggi tertular leptospirosis
harus diberikan perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat melindunginya dengan kontak
dari bahan-bahan yang telah terkontaminasi dengan air kemih binatang reservoar. Pemberian
doksisiklin 200 mg per minggu dikatakan bermanfaat untuk mengurangi serangan leptospirosis
bagi mereka yang mempunyai resiko tinggi dan terpapar dalam waktu singkat. Penelitian

terhadap tentara amerika dihutan Panama selama 3 minggu, ternyata dapat mengurangi serangan
leptospirosis

dari

4-2%

menjadi

0,2%,

dan

efikasi

pencegahan

95%.

vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka resevoar sudah lama di rekomendasikan


tetapi vaksinasi terhadap manusia belum berhasil dilakukan, masih memerlukan penelitian lebih
lanjut.

Anda mungkin juga menyukai