Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
Ada banyak jenis tumor jinak laring dan laringofaring, namun, untuk terjadi bersamasama adalah jarang. Secara umum, neoplasma ini dapat dikelola dengan observasi
atau eksisi, tergantung pada lokasi dan perilaku individu. Eksisi dapat dilakukan
endoskopi pada tumor dari ukuran sedang dan lokasi diakses. Keputusan untuk
menghapus tumor harus memperhitungkan morbiditas dari prosedur, yang untuk
tumor asal saraf kemungkinan akan berarti beberapa hilangnya fungsi. Paraganglioma
berasal dari sel neuroendokrin, berhubungan dengan cabang internal saraf laring dan
posterior cabang utama dari berulang saraf laring, dan harus dibedakan dari
laryngoceles menggunakan computed tomography (CT) atau magnetic resonance
imaging (MRI) . Terapi ,tumor laring adalah eksisi atau, lebih jarang dengan terapi
radiasi.
Tumor jinak laring jarang ditemukan, hanya kurang lebih 5% dari semua jenis
tumor laring. Tumor jinak laring dapat berupa papiloma laring (yang paling banyak
frekuensinya) yang bisa didpapatkan dalam dua bentuk yaitu juvenil dan tunggal,
adenoma, kondroma, mioblastoma sel granuler, hemangioma, lipoma dan
neurofibroma.
Karsinoma laring dan laringofarings adalah keganasan yang paling umum
untuk bagian kepala dan leher. Karsinoma laring memiliki historis penyakit dengan
jumlah yang tinggi pada pria, meskipun jumlah insidens telah berubah disebabkan
lebih banyak wanita mulai merokok. Terdapat sekitar 10.000 kasus baru kanker laring
dan 2.500 kasus baru kanker hypopharyngeal per tahun di Amerika Serikat.
Keseluruhan tingkat kematian untuk kanker laring adalah 32% , dengan 25% dari
pasien dengan kanker regional dan 10 % dengan metastasis jauh. Usia rata-rata bagi
karsinoma larings adalah antara 55 dan 65.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan
suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi vertebra
cervicalis IV VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif lebih
tinggi.Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja tertutup bila
sedang menelan makanan. Laring juga berfungsi sebagai organ mempertahankan
jalan napas, melindungi jalan napas dan paru paru, membantu mengatur sirkulasi,
sumber suara atau fonasi, membantu proses menelan, dan mengekspresikan emosi.
Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi
disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian berikut :
1. Fungsi Fonasi.
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara
dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi
antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan
udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi seperti
rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang
dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsic laring berperan
penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk dan massa ujungujung bebas dan tegangan pita suara sejati. Ada 2 teori yang mengemukakan
bagaimana suara terbentuk :
Teori Myoelastik Aerodinamik.
Selama ekspirasi aliran udara melewati ruang glotis dan secara tidak langsung
menggetarkan plika vokalis. Akibat kejadian tersebut, otot-otot laring akan
memposisikan plika vokalis (adduksi, dalam berbagai variasi) dan menegangkan
plika vokalis. Selanjutnya, kerja dari otot-otot pernafasan dan tekanan pasif dari
proses pernafasan akan menyebabkan tekanan udara ruang subglotis meningkat, dan
2

mencapai puncaknya melebihi kekuatan otot sehingga celah glotis terbuka. Plika
vokalis akan membuka dengan arah dari posterior ke anterior. Secara otomatis bagian
posterior dari ruang glotis yang pertama kali membuka dan yang pertama kali pula
kontak kembali pada akhir siklus getaran. Setelah terjadi pelepasan udara, tekanan
udara ruang subglotis akan berkurang dan plika vokalis akan kembali ke posisi saling
mendekat (kekuatan myoelastik plika vokalis melebihi kekuatan aerodinamik).
Kekuatan myoelastik bertambah akibat aliran udara yang melewati celah sempit
menyebabkan tekanan negatif pada dinding celah (efek Bernoulli). Plika vokalis akan
kembali ke posisi semula (adduksi) sampai tekanan udara ruang subglotis meningkat
dan proses seperti di atas akan terulang kembali.
Teori Neuromuskular.
Teori ini sampai sekarang belum terbukti, diperkirakan bahwa awal dari getaran plika
vokalis adalah saat adanya impuls dari sistem saraf pusat melalui N. Vagus, untuk
mengaktifkan otot-otot laring. Menurut teori ini jumlah impuls yang dikirimkan ke
laring mencerminkan banyaknya / frekuensi getaran plika vokalis. Analisis secara
fisiologi dan audiometri menunjukkan bahwa teori ini tidaklah benar (suara masih
bisa diproduksi pada pasien dengan paralisis plika vokalis bilateral).
2. Fungsi Proteksi.
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-otot
yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan, pernafasan
berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis,
plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui serabut
afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter dan epiglotis menutup.
Gerakan laring ke atas dan ke depan menyebabkan celah proksimal laring tertutup
oleh dasar lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan
masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus.
3. Fungsi Respirasi.
Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar
rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga kontraksinya
3

menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO2
dan O2 arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan menghambat pembukaan rima
glotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan merangsang pembukaan rima glotis.
Hiperkapnia dan obstruksi laring mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris,
sedangkan peningkatan pO2 arterial dan hiperventilasi akan menghambat pembukaan
laring . Tekanan parsial CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi
pita suara.
4. Fungsi Sirkulasi.
Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan peninggian
tekanan intratorakal yang berpengaruh pada venous return. Perangsangan dinding
laring terutama pada bayi dapat menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti
jantung. Hal ini dapat karena adanya reflek kardiovaskuler dari laring . Reseptor dari
reflek ini adalah baroreseptor yang terdapat di aorta. Impuls dikirim melalui N.
Laringeus Rekurens dan Ramus Komunikans N. Laringeus Superior. Bila serabut ini
terangsang terutama bila laring dilatasi, maka terjadi penurunan denyut jantung.
5. Fungsi Fiksasi.
Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar tetap tinggi,
misalnya batuk, bersin dan mengedan.
6. Fungsi Menelan
Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat
berlangsungnya proses menelan, yaitu : Pada waktu menelan faring bagian bawah (M.
Konstriktor Faringeus Superior, M. Palatofaringeus dan M. Stilofaringeus)
mengalami kontraksi sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago tiroidea, serta
menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian makanan terdorong ke bawah
dan terjadi pembukaan faringoesofageal. Laring menutup untuk mencegah makanan
atau minuman masuk ke saluran pernafasan dengan jalan menkontraksikan orifisium
dan penutupan laring oleh epiglotis. Epiglotis menjadi lebih datar membentuk
4

semacam papan penutup aditus laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong
ke lateral menjauhi aditus laring

dan maduk ke sinus piriformis lalu ke hiatus

esofagus.
7. Fungsi Batuk.
Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai katup,
sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan secara mendadak
menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan laring dari ekspansi benda
asing atau membersihkan sekret yang merangsang reseptor atau iritasi pada mukosa
laring.
8. Fungsi Ekspektorasi.
Dengan adanya benda asing pada laring,maka sekresi kelenjar berusaha
mengeluarkan benda asing tersebut.
9. Fungsi Emosi.
Perubahan emosi dapat meneybabkan perubahan fungsi laring, misalnya pada
waktu menangis, kesakitan, menggigit dan ketakutan
Sedangkan definisi karsinoma laring atau yang disebut dengan tumor ganas
laring merupakan kondisi kejadian keganasan yang terjadi pada sel skuamosa laring.
Keganasan di laring kondisi gangguan akibat infeksi yang sering terjadi pada bagian
leher dalam khusunya laring.

A. ANATOMI LARING
Struktur penyangga

Gambar 1: Anatomi faring dan laring

Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang dan beberapa kartilago yang
berpasangan ataupun tidak . Disebelah superior terdapat os hioideum, struktur yang
berbentuk U dan dapat dipalpasi di leher depan dan lewat mulut pada dinding
faring lateral. Meluas dari masing masing sisi bagian tengah atau os atau korpus
6

hioideum adalah suatu prosesus panjang dan pendek yang mengarah ke posterior.dan
suatu prosesus pendek yang mengarah ke superior.tendon dan otot otot lidah,
mandibula , dan kranium, melekat pada permukaan superior korpus kedua prosesus.
Saat menelan kontraksi otot otot ini mengangkat laring . Namun bila laring dalam
keadaan stabil, maka otot otot tersebut akan membuka mulut dan akan berperan
dalam gerakan lidah. Di bawah os hioideum dan menggantung pada ligamentum
tirohioideum adalah dua alae atau sayap kartilago tiroidea (perisai).Ke dua alae
menyatu di garis tengah pada sudut yang lebih dulu dibentuk pada pria, lalu
membentuk jakun (Adams apple).Pada tepi masingmasing alae, terdapat kornu
superior dan inferior. Artikulasio kornu inferius dan kartilago krikoidea,
memungkinkan sedikit pergeseran atau pergerakan antara kartilago tiroidea dan
krikodea.
Kartilago krikoidea yang juga mudah teraba dibawah kulit, melekat pada
kartilago tiroidea lewat ligamentum krikotiroideum.Tidak seperti struktur penyokong
lainnya dari jalan pernapasan, kartilago krikoidea berbentuk lingkaran penuh dan tak
mampu mengembang.Permukaan posterior atau lamina krikoidea cukup lebar,
sehingga kartilago ini tampak seperti signet ring. Intubasi endotrakea yang lama
sering kali merusak lapisan mukosa cincin dan dapat menyebabkan stenosis subglotis,
didapat disebelah inferior, kartilago trakealis pertama melekat pada krikoid lewat
ligamentum interkartilaginosa.
Pada permukaan superior lamina terletak pasangan kartilago aritenoidea
masing masing berbentuk sepertipiramid berisi tiga. Basis piramidalis berartikulasi
dengan krikoid pada artikulasio krikoatenoidea, sehingga dapat terjadi gerakan
meluncur dari medial ke lateral dan rotasi. Tiap kartilago aritenoidea mempunyai dua
prosesus, prosesus vokalis anterior dan prosesus muskularis lateralis. Ligamentum
vokalis meluas ke anterior dan masing masing prosesus vokalis dan berisensi ke
dalam kartilago tiroidea di garis tengah. Prosesus membentuk dua perlima bagian
belakang dari korda vokalis.Sementara ligamentum vokalis membentuk bagian
membranosa atau bagian pita suara yang dapat bergetar.Ujung bebas dan permukaan
superior korda vokalis suara membentuk glotis.Bagian laring diatasnya disebut
7

supraglotis dan dibawahnya subglotis.Terdapat dua pasang kartilago kecil didalam


laring yang tidak memiliki fungsi. Kartilago kornikulata terletak dalam jaringan
diatas menutupi aritenoid. Disebelah lateralnya, yaitu didalam plika ariepiglotika
terletak kartilago kuneiformis.

Gambar 2: struktur plika vokalis dalam keadaan terbuka dan tertutup

Kartilago epiglotika merupakan struktur garis tengah tunggal yang berbentuk


seperti bat pingpong. Pegangan atau petiolus melekat melalui suatu ligamentum
pendek pada kartilago tiroidea tepat diatas korda vokalis, sementara bagian racquet
meluas keatas dibelakang korpus hioideum ke dalam lumen faring, memisahkan
pangkal lidah dan laring.Epiglotis dewasa umumnya sedikit cekung pada bagian
posterior.Namun pada anak dan sebagian orang dewasa, epiglotis jelas melengkung
dan disebut epiglottis omega atau juvenilis.Fungsi epiglottis sebagai lunas yang
mendorong makanan yang ditelan ke samping jalan napas laring.Selain itu, laring

juga disokong oleh jaringan elastik. Di sebelah superior, pada ke dua sisi laring
terdapat membran kuadrangularis yang meluas ke belakang dari tepi lateral epiglotis
hingga tepi lateral kartilgo aritenoidea. Dengan demikian, membran ini membagi
dinding antara laring dan sinus piriformis, dan batas superiornya disebut plika
ariepiglotika. Jaringan pasangan elastik lainnya adalah konus elastikus ( membrana
krikovokalis). Jaringan ini jauh lebih kuat daripada membran kuadrangularis, dan
meluas keatas dan medial dari arkus kartilaginis krikoidea untuk bergabung dengan
ligamentum vokalis pada masing masing sisi. Jadi konus elaktikus terletak dibawah
mukosa di bawah permukaan korda vokalis sejati.

Otot otot laring

Gambar 3: otot-otot laring

Otot otot laring dapat dibagi dalam dua kelompok.Otot ekstrinsik yang
terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sementara otot intrinsik
menyebabkan gerakan antara struktur struktur laring sendiri.Otot ekstrinsik dapat
digolongkan menurut fungsinya. Otot depresor atau otot- otot leher (omohioideus,
sternotyroideus, sternohyoideus) berasal dari bagian inferior. Otot elevator

10

(milohyoideus, geniohyoideus, genioglosus, hyoglosus, digastrikus dan stilohyoideus)


meluas dari os hyoideum ke mandibula, lidah dan prosessus stiloideus pada kranium.
Otot tirohioideus walaupun digolongkan sebagai otot otot leher, terutama berfungsi
sebagai elevator.Melekat pada os hioideum dan ujung posterior alae kartilago tiroidea
adalah otot konstriktor medius dan inferior yang melingkari faring disebelah posterior
dan berfungsi pada saat menelan. Serat serat paling bawah dari otot konstriktor
inferior berasal dari krikoid, membentuk krikofaringeus yang kuat, yang berfungsi
sebagai sfingter esophagus superior.
Anatomi otot otot intrinsik laring paling baik dimengerti dengan mangaitkan
fungsinya. Serat serat otot interaritenoideus ( aritenoideus ) tranversus dan oblikus
meluas antara kedua kartilago aritenoidea. Bila berkontraksi, kartilago aritenoidea
akan bergeser kearah garis tengah, mengaduksi korda vokalis. Otot krikoaritenoideus
posterior meluas dari permukaan posterior lamina krikoidea untuk berinsersi kedalam
procesus muskularis aritenoidea; otot ini menyebabakan rotasi aritenoid kearah luar
dan mengaduksi korda vokalis.Antagonis utama otot ini, yaitu otot krikoaritenoideus
lateralis berorigo pada arkus krikoidea lateralis; insersinya juga pada prosesus
muskularis dan menyebabakan rotasi aritenoid ke medial, menimbulkan aduksi.Yang
membentuk tonjolan korda vokalis adalah otot vokalis dan dan tiroaritenoideus yang
hampir tidak dapat dipisahkan; kedua otot ini ikut berperan dalam membentuk
tegangan korda vokalis. Pada individu lanjut usia, tonus otot vokalis dan
tiroaritenoideus agak berkurang; korda vokalis tampak membusur keluar dan suara
menjadi lemah dan serak. Otot otot laring utama lainnya adalah pasangan otot
krikotiroideus, yaitu otot yang berbentuk kipas berasal dari arkus krikoidea disebelah
anterior dan berinsersi pada permukaan lateral alae tiroid yang luas. Kontraksi otot ini
menarik

kartrilago

tiroidea

kedepan,

meregang

dan

menegangkan

korda

vokalis.Kontraksi ini secara pasif juga memutar aritenoid ke medial, sehingga otot
krikotiroideus juga dianggap sebagai otot abduktor. Maka secara ringkas dapat
dikatakan terdapat satu otot abduktor, tiga aduktor dan tiga otot tensor seperti yang
diberikan seperti berikut:
ABDUKTOR

ADUKTOR

TENSOR
11

Kriaritenoideus posterior

Interaritenoideus

Krikoaritenoideus

Krikoaritenoideus lateralis
Krikoaritenoideus

(eksterna)
Vokalis (interna)
Tiroaritenoideus (interna)

Laring mempunyai tiga fungsi utama yaitu proteksi jalan napas, respirasi dan
fonasi.Laring membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Saat bernapas
pita suara membuka sedangkan saat berbicara atau bernyanyi akan menutup sehingga
udara meninggalkan paru-paru, bergetar dan menghasilkan suara.Pembentukan suara
merupakan fungsi laring yang paling kompleks.Pemantauan suara dilakukan melalui
umpan balik yang terdiri dari telinga manusia dan suatu system dalam laring
sendiri.Fungsi fonasi dengan membuat suara serta menentukantinggi rendahnya
nada.Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis.Syarat suara
nyaring yaitu anatomi korda vokalis normal dan rata, fisiologis harus normal dan
harus ada aliran udara yang cukup kuat.Terdapat 3 fase dalam berbicara: pulmonal
(paru), laringeal (lariynx), dan supraglotis/oral. Fase pulmonal menghasilkan aliran
energi dengan inflasi dan ekspulsi udara.Aktivitas ini memberikan kolom udara pada
laring untuk fase laringeal.Pada fase laringeal, pita suara bervibrasi pada frekuensi
tertentu untuk membentuk suara yang kemudian di modifikasi pada fase
supraglotik/oral.Kata (word) terbentuk sebagai aktivitas faring (tenggorok), lidah,
bibir, dan gigi.Disfungsi pada setiap stadium dapat menimbulkan perubahan suara,
yang mungkin saja di interpretasikan sebagai hoarseness oleh seseorang/penderita.
Adapun perbedaan frekuensi suara dihasilkan oleh kombinasi kekuatan
ekspirasi paru dan perubahan panjang, lebar, elastisitas, dan ketegangan pita
suara.Otot adductor laringeal adalah otot yang bertanggung jawab dalam
memodifikasi panjang pita suara.Akibat aktivitas otot ini, kedua pita suara akan
merapat (aproksimasi), dan tekanan dari udara yang bergerak menyebabkan vibrasi
dari pita suara yang elastik. Laring khususnya berperan sebagai penggetar (vibrator).
Elemen yang bergetar adalah pita suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral
laring ke arah tengah dari glotis. Pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya oleh
beberapa otot spesifik.
12

Persarafaan, Perdarahan dan Drainase limfatik


Dua pasangan saraf mengurus laring dengan persarafan sensorik dan
motorik.Dua saraf laringeus superior dan dan dua inferior atau laringeus rekurens
saraf laringeus merupakan cabang cabang saraf vagus.Saraf laringeus superior
meninggalkan trunkus vagalis tepat dibawah ganglion nodusum melengkung ke
anterior dan medial dibawah arteri karotis eksterna dan interna, dan bercabang dua
menjadi suatu cabang sensorik interna dan cabang motorik eksterna.Cabang interna
menembus membrana tirohioidea untuk mengurus persarafan sensorik valekula,
epiglottis, sinus piriformis dan seluruh mukosa laring superior interna tepi bebas
korda vokalis sejati.Masing masing cabang eksterna merupakan suplai motorik
untuk satu otot saja, yaitu otot krikotiroideus.Disebelah inferior, saraf rekurens
berjalan naik dalam alur diantara trakea dan esofagus, masuk kedalam laring tepat
dibelakang artikulasio krikotiroideus, dan mengurus persarafan motorik semua otot
interinsik laring kecuali krikotiroideus. Saraf rekurens juga mengurus sensasi jaringan
dibawah korda vokalis sejati ( regio subglotis ) dan trakea superior.
Karena perjalan saraf inferior kiri yang lebih panjang serta hubungannya dengan
aorta, maka saraf ini lebih rentan cedera dibanding saraf kanan.
Suplai arteri dan drainase venosus dari laring paralel dengan suplai
sarafnya.Arteri dan vena laringea superior merupakan cabang cabang arteri dan
vena tiroidea superior, dan keduanya bergabung dengan cabang interna saraf
laringeus superior untuk membentuk pedikulus neurovaskuler superious. Arteri dan
vena laringea inferior berasal dari pembuluh tiroidea inferior dan masuk ke laring
bersama saraf laringeus rekurens.
Pengetahuan mengenai drainase limfatik pada laring adalah penting pada terapi
kanker.Terdapat dua system drainase terpisah, superior dan inferior, dimana garis
pemisah adalah korda vokalis sejati. Korda vokalis sendiri mempunyai suplai limfatik
yang buruk. Disebelah superor, aliran limfe menyertai pedikulus neurovaskuler
superior untuk bergabung dengan nodi limfatisis superior dari rangkaian servikalis
13

profunda setinggi os hioideus. Drainase subglotis lebih beragam, yaitu ke nodi


limfatisi pretrakeales (satu kelenjar terletak tepat didepan krikoid dan disebut nodi
Delphian), kelenjar getah bening servikalis profunda inferior, nodi supraklavikularis
dan bahkan nodi mediastinalis superior. Laring mempunyai 3 (tiga) sistem penyaluran
limfe, yaitu :
1. Daerah bagian atas pita suara sejati, pembuluh limfe berkumpul membentuk
saluran yang menembus membrana tiroidea menuju kelenjar limfe cervical superior
profunda. Limfe ini juga menuju ke superior dan middle jugular node.
2. Daerah bagian bawah pita suara sejati bergabung dengan sistem limfe trakea,
middle jugular node, dan inferior jugular node.
3. Bagian anterior laring berhubungan dengan kedua sistem tersebut dan system limfe
esofagus. Sistem limfe ini penting sehubungan dengan metastase karsinoma laring
dan menentukan terapinya.

Gambar 4: Kelenjar limfe pada laring

Struktur Laring Dalam


Sebagian besar laring dilapisi oleh mukosa toraks bersilia yang dikenal
sebagai epitel respiratorius.Namun, bagian bagian laring yang terpapar aliran udara
yang terbesar, misalnya permulaan lingua pada epiglottis, permukaan superior plika
ariepiglotika, dan permukaan superior serta tepi batas korda vokalis sejati, dilapisi

14

epitel gepeng yang lebih keras. Kelenjar penghasil mukus banyak ditemukan dalam
epitel respiratorius.
Struktur pertama yang diamati pada pemeriksaan memakai kaca adalah
epiglottis. Tiga pita mukosa (satu pita glosoepiglotika mediana dan dua plika
glosoepiglotika lateralis) meluas dari epiglottis ke lidah. Diantara pita median dan
setiap pita lateral terdapat suatu kantong kecil, yaitu valekula. Dibawah tepi bebas
epiglotis, dapat terlihat aritenoid sebagai dua gundukan kecil yang dihubungkan oleh
otot interaritenoid yang tipis. Perluasan dari masing masing aritenoid ke
anterolateralis menuju tepi lateral bebas dari epiglottis adalah plika ariepiglotika,
merupakan suatu membran kuadragularis yang dilapisi mukosa. Dilateral plika
ariepiglotika terdapat sinus atau resesus piriformis.Struktur ini bila dilihat dari atas,
merupakan suatu kantung berbentuk segitiga dimana tidak memiliki dinding
posterior. Dinding medialnya dibagian atas adalah kartilago kuadrangularis dan
dibagian bawah kartilago aritenoidea dengan otot otot lateral yang melekat
padanya, dan dinding lateral adalah permukaan dalam alae tiroid. Disebelah posterior
sinus piriformis berlanjut sebagai hipofaring. Sinus piriformis dan faring bergabung
ke bagian inferior, ke dalam introitus esofagi yang dikelilingi oleh otot krikofaringeus
yang kuat.
Dalam laring sendiri, terdapat dua pasang pita horizontal yang berasal dari
aritenoid dan berinsersi kedalam kartilago tiroidea bagian anterior. Pita superior
adalah korda vokalis palsu atau pita ventricular, dan lateral terhadap kda vokalis
sejati. Korda vokalis palsu terletak tepat di inferior tepi bebas membrane
kuadrangularis. Ujung korda vokalis sejati (plika vokalis) adalah batas superior konus
elastikus. Otot vokalis dan tiroaritenoideus membentuk massa dari korda vokalis ini.
Karena permukaan superior korda vokalis adalah datar, maka mukosa akan
memantulkan cahaya dan tampak berwarna putih pada laringoskopi indirek. Korda
vokalis palsu dan sejati dipisahkan oleh ventrikulus laringis.Ujung anterior ventrikel
meluas ke superior sebagai suatu divertikulum kecil yang dikenal sebagai sakulus
laringis, dimana terdapat sejumlah kelenjar mucus yang diduga melumasi korda
vokalis. Pembesaran sakulus secara klinis dikenal sebagai laringokel.
15

Struktur disekitarnya
Disebelah anterior terdapat ismus kelenjar tiroid yang menutup beberapa
cincin trakea pertama, sementara lobus tiroid terletak diatas dinding lateral trakea dan
dapat meluas hingga ke alae tiroid. Ismus perlu diangkat dan terkadang diinsisi saat
melakukan trakeostomi menembus cincin kartilaginus trakealis yang ketiga. Otototot
leher menutup laring dan kelenjar tiroid, kecuali digaris dimana raphe median
menyebabkan strukturstruktur laring terletak dalam posisi subkutan. Membrana
krikotiroidea mudah dipalpasi dan dalam keadaan
darurat, dapat dengan cepat diinsisi unutk membuat jalan napas, arteri inominata tidak
jarang melewati didepan trakea servikalis, sehingga perlu dilakukan palpasi yang
cermat dalam pelaksanaan trakeostomi. Dilateral dan posterior terhadap laring adalah
selubung karotis yang masing masing berisi arteri karotis, vena jugularis dan saraf
vagus.

Gambar 5: Persarafan pada daerah laring

HISTOLOGI LARING

16

Histologi laring normal Mukosa laring dibentuk oleh epitel berlapis silindris semu
bersilia kecuali pada daerah pita suara yang terdiri dari epitel berlapis gepeng tak
bertanduk. Diantara sel-sel bersilia terdapat sel goblet. Membrana basalis bersifat
elastis, makin menebal di daerah pita suara. Pada daerah pita suara sejati, serabut
elastisnya semakin menebal membentuk ligamentum tiroaritenoidea. Mukosa laring
dihubungkan dengan jaringan dibawahnya olehjaringan ikat longgar sebagai lapisan
submukosa. Kartilago kornikulata, kuneiforme dan epiglotis merupakan kartilago
hialin. Plika vokalis sendiri tidak mengandung kelenjar. Mukosa laring berwarna
merah muda sedangkan pita suara berwarna keputihan.

Gambar 6: Histologi laring

17

HISTOPATOLOGI
Epitel laring dibentuk daripada kolumnar siliaris kecuali pita suara sejati yaitu epitel
berlapis gepeng tak bertanduk. Epitel tersebut bisa mengalami perubahan diprediksi
karena berlangsung untuk membentuk karsinoma tipe invasif. Hiperplasia mengacu
pada penebalan karena peningkatan jumlah sel. Hal ini biasanya terlihat dengan iritasi
kronis atau trauma. Hiperkeratosis menunjukkan peningkatan kedalaman lapisan
keratin atasnya. Kedua hal ini merupakan perubahan tumor jinak. Displasia,
bagaimanapun, adalah gangguan premalignant melibatkan hilangnya dari pematangan
progresif sel-sel basal yang normal pada lapisan epitel superfisial. Ini dapat terjadi
dari ringan sampai berat, yang terakhir menjadi identik dengan karsinoma in situ
(Cis). Setelah Cis telah berkembang untuk menembus bagian dasar membran,
menjadi karsinoma invasif . Tiga persen hyperkeratoses tanpa displasia, 7 % dari
displasia ringan, 18 % dari displasia sedang, dan 24 % dari displasia berat pita suara
akan mengembangkan karsinoma invasif. Aneuploidi pada aliran cytometry
memprediksi risiko tinggi perkembangan dari displasia untuk terjadinya karsinoma
invasif .
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 98% dari semua tumor ganas laring,
dengan derajat difrensiasi yang berbeda-beda, yaitu berdiferensiasi baik, sedang dan
berdiferensiasi buruk. Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah karsinoma verukosa,
adenokarsinoma dan kondrosarkoma.
Karsinoma Verukosa.
Adalah satu tumor yang secara histologis kelihatannya jinak, akan tetapi klinis ganas.
Insidennya 1 2% dari seluruh tumor ganas laring, lebih banyak mengenai pria dari
wanita dengan perbandingan 3 : 1. Tumor tumbuh lambat tetapi dapat membesar
sehingga dapat menimbulkan kerusakan lokal yang luas.Tidak terjadi metastase
regional atau jauh.Pengobatannya dengan operasi, radioterapi tidak efektif dan
merupakan kontraindikasi.Prognosanya sangat baik.
Adenokarsinoma.
Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring.Sering dari kelenjar mukus
supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glottis.Sering bermetastase ke paru18

paru dan hepar.two years survival rate-nya sangat rendah. Terapi yang dianjurkan
adalah reseksi radikal dengan diseksi kelenjar limfe regional dan radiasi pasca
operasi.
Kondrosarkoma.
Adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid 70%, tiroid 20% dan
aritenoid 10%.Sering pada laki-laki 40 60 tahun.Terapi yang dianjurkan adalah
laringektomi total.
EPIDEMIOLOGI
Sebagai gambaran perbandingan, diluar negeri keganasan karsinoma laring
menempati tempat pertama dalam urutan keganasan di bidang THT, sedangkan di RS
Cipto Mangunkusumo, Jakarta, karsinoma laring menduduki urutan ketiga setelah
karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung dan paranasalis.
Menurut data statistik dari WHO (1961) yang meliputi 35 negara, seperti
dikutip oleh Batsakis (1979), rata-rata 1.2 orang per 100.000 penduduk meninggal
oleh karsinoma laring.
Kebanyakan (7090%) karsinoma laring ditemukan pada pria usia lanjut. Tipe
glotik merupakan 6065%, supraglotik 3035%, dan infraglotik hanya 5%. Merokok
merupakan penyebab utama.
INSIDENS
Di departemen THT FKUI/RSCM periode 1982-1987 proporsi karsinoma laring
13,8% dari 1030 kasus keganasan THT. Jumlah kasus rata-rata 25 per tahun
perbandingan pria dan wanita adalah 11:1, terbanyak pada usia 56-69 tahun dengan
kebiasaan merokok didapatkan pada 73.94%. Periode 1988-1992 karsinoma laring
sebanyak 9,97%, menduduki peringkat ketiga keganasan THT (712 kasus).

19

ETIOLOGI
a. Asap rokok dan alkohol
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para
ahli bahwa perokok dan peminum alkolhol merupakan kelompok orang-orang
dengan risiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologik
menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya
karsinoma laring yang kuat adalah rokok alkohol dan terpajan oleh sinar
radioaktif.
b. Karsinogen lingkungan
Arsen (pabrik, obat serangga), asbes (lingkungan, pabrik, tambang), gas
mustar (pabrik), serbuk nikel (pabrik, lingkungan), polisiklik hidrokarbon
(pabrik, lingkungan), vinil klorida (pabrik), dan nitrosamin (makanan yang
diawetkan, ikan asin).
c. Human papilloma virus (HPV)
Predileksi di korda vokalis. Awalnya tumbuh jaringan berupa papil-papil
(papiloma) kemudian terjadi perubahan maligna menjadi karsinoma verukosa
(verrucous carcinoma).
KLASIFIKASI LETAK TUMOR
a. Tumor supraglotik terbatas pada daerah mulai dari tepi atas epiglotis sampai
batas atas glotis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring.
b. Tumor glotik mengenai pita suara asli. Batas inferior glotik adalah 10 mm
dibawah tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior otot-otot
intrinsik pita suara. Oleh karena itu, tumor glotik dapat mengenai 1 atau kedua
pita suara, dapat meluas ke subglotik sejauh 10 mm, dan dapat mengenai
komisura anterior atau posterior atau prosesus vokalis kartilago adenoid.
c. Tumor subglotik tumbuh lebih dari 10 mm di bawah tepi bebas pita suara asli
sampai batas krikoid.

20

d. Tumor ganas transglotik adalah tumor yang menyeberangi ventrikel mengenai


pita suara asli dan pita suara palsu, atau meluas ke subglotik lebih dari 10 mm.
KLASIFIKASI TUMOR GANAS LARING
Tumor primer ( T )
a. Supraglotis
Tis: Karsinoma insitu
T1: Tumor terdapat pada satu sisi suara / pita suara palsu (gerakan masih
baik).
T2: Tumor sudah menjalar ke 1 dan 2 sisi daerah supraglotis dan glotis masih
bisa bergerak ( tidak terfiksir ).
T3: Tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke daerah ke
krikod bagian belakang, dinding medial dari sinus piriformis, dan kearah
rongga preepiglotis.
T4: Tumor sudah meluas keluar laring, menginfiltrasi orofaring jaringan lunak
pada leher atau sudah merusak tulang rawan tiroid.
b. Glotis
Tis: Karsinoma insitu.
T1: Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita suara
masih baik, atau tumor sudah terdapat pada kommisura anterior atau
posterior.
T2: Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih dapat
bergerak atau sudah terfiksir ( impaired mobility ).
T3: Tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksir.
T4: Tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau sudah
keluar dari laring.
c. Subglotis
Tis: Karsinoma insitu.
T1: Tumor terbatas pada daerah subglotis.
21

T2: Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau sudah
terfiksir.
T3: Tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksir.
T4: Tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan ke luar
laring atau dua duanya.
Penjalaran ke kelenjar limfe ( N )
Nx : Kelenjar limfe tidak teraba.
N0 : Secara klinis kelenjar tidak teraba.
N1 : Secara klinis teraba satu kelenjar limfe dengan ukuran diameter 3 cm
homolateral.
N2 : Teraba kelenjar limfe tunggal, ipsilateral dengan ukuran diameter 3-6 cm.
N2a : Satu kelenjar limfe ipsilateral, diameter lebih dari 3 cm tapi tidak lebih dari 6
cm.
N2b : Multipel kelenjar limfe ipsilateral, diameter tidak lebih dari 6 cm. 10
N2c : Metastasis bilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih dari 6 cm.
N3 : Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm.
Metastasis jauh ( M )
Mx : Tidak terdapat / terdeteksi.
M0 : Tidak ada metastasis jauh.
M1 : Terdapat metastasis jauh.

22

Staging (Stadium)
ST1 : T1 N0 M0
ST II : T2 N0 M0
ST III : T3 N0 M0 atau T1/T2/T3 N1 M0
ST IV : T4 N0/N1 M0
T1/T2/T3/T4 N2/N3
T1/T2T3/T4 N1/N2/N3 M1

Gambar 7: Stadium karsinoma laring

MANIFESTASI KLINIS
1. Suara serak: Gejala utama Ca laring, merupakan gejala dini tumor pita suara.
Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring.Kualitas nada sangat
dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita
suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita suara.Pada tumor ganas laring,
pita suara gagal berfungsi secara baik disebabkan oleh ketidak teraturan pita
suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis,
sendi dan ligament krikoaritenoid dan kadang-kadang menyerang saraf.
Adanya tumor di pita suara akan mengganggu gerak maupun getaran kedua
pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara menjadi semakin kasar,

23

mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasa.Kadang-kadang


bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit.Hubungan
antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak tumor.Apabila tumor
laring tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan menetap.
Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, dibagian bawah plika
ventrikularis atau dibatas inferior pita suara, serak akan timbul kemudian.
Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gejala akhir atau
tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak khas dan
subjektif seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal di
tenggorok. Tumor hipofaring jarang menimbulkan serak kecuali tumornya
eksentif.
2. Suara bergumam (hot potato voice): fiksasi dan nyeri menimbulkan suara
bergumam.
3. Dispnea dan stridor: Gejala yang disebabkan sumbatan jalan nafas dan dapat
timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan
nafas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau secret maupun oleh fiksasi
pita suara. Pada tumor supraglotik dan transglotik terdapat kedua gejala
tersebut.Sumbatan yang terjadi perlahan-lahan dapat dikompensasi. Pada
umunya dispnea dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik.
4. Nyeri tenggorok: keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa
nyeri yang tajam.
5. Disfagia: Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring
dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada
tumor ganas postkrikoid.Rasa nyeri ketika menelan (odinofagia): menandakan
adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring.
6. Batuk dan hemoptisis: Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik,
biasanya timbul dengan tertekanya hipofaring disertai secret yang mengalir ke
dalam laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan tumor
supraglotik.

24

7. Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi
supurasi tumor yang menyerang kartilago tiroid dan perikondrium.
DIAGNOSIS
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang diderita sudah cukup
lama, tidak bersifat hilang - timbul meskipun sudah diobati dan bertendens makin
lama menjadi berat. Penderita kebanyakan adalah seorang perokok berat yang juga
kadang kadang adalah seorang yang juga banyak memakai suara berlebihan dan
salah ( vocal abuse ), peminum alkohol atau seorang yang sering atau pernah terpapar
sinar radioaktif, misalnya pernah diradiasi didaerah lain. Pada anamnesis kadang
kadang didapatkan hemoptisis, yang bisa tersamar bersamaan dengan adanya TBC
paru, sebab banyak penderita menjelang tua dan dari sosial - ekonomi yang lemah.
Sesuai pembagian anatomi, lokasi tumor laring dibagi menjadi 3 bagian yakni
supraglotis, glottis dan subglotis, dan gejala serta tanda tandanya sesuai dengan
lokasi tumor tersebut.
Dari pemeriksaan fisik sering didapatkan tidak adanya tanda yang khas dari
luar, terutama pada stadium dini / permulaan, tetapi bila tumor sudah menjalar ke
kelenjar limfe leher, terlihat perubahan kontur leher, dan hilangnya krepitasi tulang
rawan tulang rawan laring.
Pemeriksaan untuk melihat kedalam laring dapat dilakukan dengan cara tak
langsung maupun langsung dengan menggunakan laringoskop unutk menilai lokasi
tumor, penyebaran tumor yang terlihat ( field of cancerisation ), dan kemudian
melakukan biopsi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan laboratorium darah, juga
pemeriksaan radiologik. Foto toraks diperlukan untuk menilai keadaan paru , ada atau
tidaknya proses spesifik dan metastasis diparu. Foto jaringan lunak (soft tissue) leher
dari lateral kadangkadang dapat menilai besarnya dan letak tumor, bila tumornya
cukup besar. Apabila memungkinkan, CT scan laring dapat memperlihatkan keadaan
25

tumor dan laring lebih seksama, misalnya penjalaran tumor pada tulang rawan tiroid
dan daerah pre-epiglotis serta metastase kelenjar getah bening leher.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi-anatomik dari
bahan biopsi laring, dan biosi jarum-halus pada pembesaran kelenjar limf dileher.
Dari hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.
Radiologi konvensional
Radiografi jaringan lunak leher merupakan studi survey yang baik. Udara
digunakan sebagai agen kontras alami untuk memvisualisasikan lumenlaring dan
trakea.Ketebalan jaringan retropharyngeal dapat dinilai.Epiglottis dan lipatan
aryepiglottic dapat divisualisasikan.Namun, radiografi tidak memiliki peran dalam
manajemen kanker laring saat ini.

Gambar 8: Foto konvensional sisi lateral menunjukkan


soft tissue swelling pada pharyngo-esophageal junction.

26

CT-Scan
Keterlibatan beberapa tempat pada supraglotis laring dan mobilitas pita suara.
Pencitraan dapat membantu dalam mengidentifikasi perluasan submukosa transglotis
yang tersembunyi. Kriteria pencitraan lesi T3 adalah perluasan ke ruang pra-epiglotis
(paralayngeal fat) atau tumor yang mengerosi kebagian dalam korteks dari kartilago
tiroid.Tumor yang mengerosi ke bagian luar korteks kartilago tiroid merupakan
stadium T4a. Ada yang berpendapat bahwa kerterlibatan korteks bagian luar saja
tanpa keterlibatan sebagian besar tendon bisa memenuhi kriteria pencitraan lesi T4.
Tumor stadium T4 (a dan b) sulit diidentifikasikan hanya denganpemeriksaan klinis
saja, karena sebagian besar kriteria tidak dapat diniai dengan palpasi dan
endoskopi.Pencitraan

secara

Cross-sectionaldiindikasikan

untuk

mengetahui

komponen anatomi yang terlibat untuk menentukan stadium tumor.Untuk


mendapatkan gambaran yang baik, ketebalan potongan tidak boleh lebih dari 3 mm
dan laring dapat dicitrakan dalam beberapa detik, dan dengan artefak minimal akibat
gerakan.

Gambar 9: CT scan pada leher potongan sagital yang


menunjukkan saluran udara yang menyempit dengan
trakeostomi in situ.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI memiliki beberapa kelebihan daripada CT yang mungkin membantu dalam


perencanaan pre-operasi. Pencitraan koronal membantu dalam menentukan
keterlibatan ventrikel laryngeal dan penyebaran transglottic. Pencitraan midsagittal
membantu untuk memperlihatkan hubungan antara tumor dengan komisura anterior.

27

MRI juga lebih unggul daripada CT untuk karakterisasi jaringan spesifik. Namun,
pencitraan yang lebih lama dapat menyebabkan degradasi gambar akibat pergerakan.

Gambar 10: Gambar MRI laring normal

Gambar 11: MRI laring abnormal

PENATALAKSANAAN
Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu pembedahan, radiasi
dan sitostatika, ataupun kombinasi, tergantung pada stadium penyakit dan keadaan
umum pasien.
1. PEMBEDAHAN
Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari:
A. LARINGEKTOMI
1. Laringektomi parsial. Tumor yang terbatas pada pengangkatan hanya
satu pita suara dan trakeotomi sementara yang di lakukan untuk
mempertahankan jalan napas. Setelah sembuh dari pembedahan suara
pasien akan parau.
2. Hemilaringektomi atau vertikal. Bila ada kemungkinan kanker
termasuk pita suara satu benar dan satu salah. Bagian ini diangkat
sepanjang

kartilago

aritenoid

dan

setengah

kartilago

tiroid.

28

Trakeostomi sementara dilakukan dan suara pasien akan parau setelah


pembedahan.
3. Laringektomi supraglotis atau horisontal. Bila tumor berada pada
epiglotis atau pita suara yang salah, dilakukan diseksi leher radikal dan
trakeotomi. Suara pasien masih utuh atau tetap normal.Karena
epiglotis diangkat maka resiko aspirasi akibat makanan peroral
meningkat.
4. Laringektomi total. Kanker tahap lanjut yang melibatkan sebagian
besar laring, memerlukan pengangkatan laring, tulang hihoid, kartilago
krikoid,2-3

cincin

trakea,

dan

otot

penghubung

ke

laring.Mengakibatkan kehilangan suara dan sebuah lubang (stoma)


trakeostomi yang permanen. Dalam hal ini tidak ada bahaya aspirasi
makanan peroral, dikarenakan trakea tidak lagi berhubungan dengan
saluran udarapencernaan. Suatu sayatan radikal telah dilakukan
dileher pada jenis laringektomi ini. Hal ini meliputi pengangkatan
pembuluh

limfatik,

kelenjar

limfe

di

leher,

otot

sternokleidomastoideus, vena jugularis interna, saraf spinal asesorius,


kelenjar salifa submandibular dan sebagian kecil kelenjar parotis.
Operasi ini akan membuat penderita tidak dapat bersuara atau
berbicara. Tetapi kasus yang dermikian dapat diatasi dengan
mengajarkan

pada

mereka

berbicara

menggunakan

esofagus

(esofageal speech), meskipun kualitasnya tidak sebaik bila penderita


berbicara dengan menggunakan organ laring. Untuk latihan berbicara
dengan esofagus perlu bantuan seorang binawicara.
B. DISEKSI LEHER RADIKAL
Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 T2) karena
kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah.
Sedangkan tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut

29

sering kali mengadakan metastase ke kelenjar limfe leher sehingga


perlu dilakukan tindakan diseksi leher. Pembedahan ini tidak disarankan
bila telah terdapat metastase jauh.
2. RADIOTERAPI
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan
T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan
cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan.
Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 7000
rad.
3. KEMOTERAPI
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun paliatif.
Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80120 mg/m2 dan 5 FU 8001000
mg/m2.
REHABILITASI SUARA
Laringektomi total yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring menyebabkan
cacat pada penderita. Dengan dilakukannya pengangkatan laring beserta pita-suara
yang ada dalamnya, maka penderita akan menjadi afonia dan bernafas melalui stoma
permanent di leher
Untuk itu diperlukan rehabilitasi terhadap pasien, baik yang bersifat umum,
yakni agar pasien dapat memasyarakat dan mandiri kembali, maupun rehabilitasi
khusus yakni rehabilitasi suara (voice rehabilitation), agar penderita dapat berbicara
(bersuara), sehingga berkomunikasi verbal. Rehabilitasi suara dapat dilakukan
dengan pertolongan alat bantu suara, yakni semacam vibrator yang ditempelkan di
daerah submandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esophagus
(esophageal speech) melalui proses belajar. Banyak faktor yang mempengaruhi
suksesnya proses rehabilitasi suara ini, tetapi dapat disimpulkan menjadi 2 faktor
utama, ialah faktor fisik dan faktor psiko-sosial.

30

PROGNOSIS
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan
tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival rate pada karsinoma laring
stadium I 90 98% stadium II 75 85%, stadium III 60 70% dan stadium IV 40
50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan five year
survival rate sebesar 50%.

31

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Gejala dini karsinoma laring adalah suara parau. Suara parau lebih dari 4 minggu
harus dicari teliti penyebabnya. Gejala lebih lanjut antara lain sesak napas, stridor,
rasa nyeri di tenggorok dan batuk/batuk darah.
Diagnosis karsinoma laring ditegakkan berdasar anamnesa, pemeriksaan
klinis, radiologi dan biopsy.
Terapi karsinoma laring tergantung lokasi & stadium, dapat berupa
laringektomi parsial atau total dg atau tanpa diseksi leher, radioterapi, kemoterapi
atau kombinasi. Dengan prognosis tergantung dari stadium tumor, pilihan
pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga ahli.

32

Anda mungkin juga menyukai