Anda di halaman 1dari 7

PRE EKLAMPSIA

Definisi
Pre eklampsia adalah penyakit hipertensi dan proteinuria yang didapatkan setelah
umur kehamilan 20 minggu. (POGI, 2005). Dulu, pre eklampsia didefinisikan sebagai penyakit
dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit
ini terjadi pada triwulan ke 3 kehamilan tetapi dapat juga terjadi sebelumnya, misalnya pada
mola hidatidosa (Sarwono, 2002). Pada kasus yang diabaikan atau yang lebih jarang terjadi,
pada kasus hipertensi karena kehamilan yang fulminan dapat terjadi eklampsia. Bentuk
serangan kejangnya ada kejang grand mal dan dapat timbul pertama kali sebelum, selama,
atau setelah persalinan. Kejang yang timbul lebih

dari

48

jam

setelah persalinan

lebih

besar kemungkinannya disebabkan lesi lain yang bukan terdapat pada susunan saraf
pusat (Cunningham, et al., 1995).
Eklampsia yang terjadi dalam kehamilan menyebabkan kelainan pada susunan saraf.
Penyebab eklampsia adalah kurangnya cairan darah ke otak, hipoksik otak atau edema otak
(Rustam Mochtar, 1998). PEB dapat menjadi impending eklampsia. Impending eklampsia
ditandai dengan adanya hiperrefleksi. Gejala subyektif dari pasien yaitu jika pasien merasa
kepalanya pusing, muntah, atau adanya nyeri epigastrik (Turn bull, 1995).
Etiologi dan Patofisiologi
Penyebab pre eklampsi sampai sekarang belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah
dikemukakan tentang hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu punteori tersebut yang
dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah sebagi berikut:
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Tidak terjadinya invasi tropoblas pada arteri spiralis dan jaringan matriks di
sekitarnya sehingga lumen arteri spiralis tidak mengalam distensi dan vasodilatasi
sehingga terjadi kegagalan remodelling arter spiralis. Hal ini menyebabkan aliran darah
uteroplasenta menurun dan tgerjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Iskemia plasenta akan menyebabkan terbentuknya radikal bebas atau oksidan yang
beredar dalam sirkulasi sehingga disebut toxaemia. Radikal bebas akan mengikat

asam lemak tak jenuh menjadi peroksida lemak yang akan merusak endotel pembuluh
darah.Kerusakan endotel pembuluh darah menyebabakna disfungsi endote dan berakibat
sebagai berikut:
a. Gangguan metabolisme prostaglandin sehingga protasiklin sebagai vasodilator kuat
menurun
b. Agregasi trombosit pada endotel yang rusak dan produks tromboksan sebagai
vasokonstriktor kuat
c. Perubahan endotel glomerolus ginjal
d. Peningkatan permeabilitas kapiler
e. Peningkatan bahan vasopresor endotelin dan penurunan nitrit oxide (Peningkatan
faktor koagulasi
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Hasil konsepsi pada kehamilan normal tidak terjadi penolakan karena adanya HLA-G
pada plasenta sehingga melindungi tropoblas dari lisis oleh sel NK ibu. HLA-G juga akan
membantu invasi tropoblas pada jaringan

desidua ibu.

Pada penurunan HLA-G,

invasi tropoblas terhambat sehingga tidak terjadi dilatasi arteri spiralis.


4. Teori adaptasi kardiovaskulatori genetic Pada wanita hamil normal, terjadi refrakter
pembuluh darah terhadap bahan vasopresor sehingga membutuhkan kadar yang
tinggi untuk menyebabkan vasokonstriksi, hal tersebut terjadi karena adanay
perlindungan protasiklin. Pada keadaan menurunnya protasiklin maka kepekaan terhadap
vasokonstriktor meningkat sehingga mudah terjadi vasokonstriksi.
5. Teori Genetik Adanya faktor keturunan dan familial dengan gen tunggal. Ibu dengan
preeklamsi memungkinkan 26% anak perempuannya juga mengalami preeklamsi.
6. Teori defisiensi gizi Diet yang dianjurkan untuk mengurangi resiko terjadinya preeklamsi
adalah makanan kaya asam lemak tak jenuh yang akan menghambat terbentuknya
tromboksan, aktivasi trombosit dan vasokonstriksi pembuluh darah. Konsumsi
kalsium menurut penelitian juga menurunkan insidensi preeklamsi.
7. Teori inflamasi Lepasnya debris tropoblas sebagai sisa proses apoptosis dan nekrotik
akibat stres oksidatif dalam peredaran darah akan mencetuskan terjadinya reaksi
inflamasi. Pada kehamilan normal jumlahnya dalam batas wajar. Sedangkan pada
kehamilan dengan plasenta yang besar, kehamilan ganda, dan mola maka debrisnya juga
semakin banyak dan terjadi reaksi sistemik inflamasi pada ibu (Sarwono, 2008).
8. Frekuensi Untuk tiap negara berbeda karena banyak faktor yang
mempengaruhinya; jumlah primigravida, kedaan sosial ekonomi, perbedaan dalam
penentuan diagnosa. Dalam kepustakaan frekuensi di lapangan berkisar antara 3-10%.

Faktor predisposisi terjadinya preeklamsi adalah sebagai berikut:


1. Primigravida, primipaternitas
2. Hiperplasentosis, misalnya mola hidatidosa, kehamilan multipel, DM, hidrops fetalis,
3.
4.
5.
6.

bayi besar
Umur yang ekstrim (<20 tahun atau >35 tahun)
Riwayat keluarga preeklamsi-eklamsi
Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang didapatkan sebalum hamil
Obesitas

Klasifikasi
Pre eklampsia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Pre eklampsia ringan
Definisi: Suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ
yang berakibat vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.
Kriteria diagnostik : hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa udema setelah usia
kehamilan 20 minggu.
a. Tekanan darah 140/90 mmHg yang diukur pada posisi terlentang;
kenaikan sistolik 30 mmHg; atau kenaikan tekanan diastolik 15 mmHg tidak
dipakai sebagai kriteria preeklamsi Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua
kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 4 jam.
b. Proteinuria kuantitatif 300 mg/24 jam ataui +1 dipstik; pada urin kateter atau
mid stream
c. Oedema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria
d. diagnostik kecuali anasarka.
2. Pre eklampsia berat
Definisi: preeklamsi dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah
diastolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5 gram/24 jam. Dibagi menjadi:
a. Preeklamsi berat dengan impending eklampsi
b. Preeklamsi berat tanpa impending eklampsi
Menurut Organization Gestosis, impending eklampsia adalah gejala-gejala oedema,
protenuria, hipertensi disertai gejala subyektif dan obyektif. Gejala subyektif
antara lain : nyeri kepala, gangguan visual dan nyeri epigastrium. Sedangkan
gejala obyektif antara lain hiperreflexia, eksitasi motorik dan sianosis (M.
Dikman Angsar, 1995).
Pre eklampsia digolongkan berat bila terdapat satu atau lebih gejala:

a. Tekanan sistole 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110 mmHg atau lebih
dan tidak turun walaupun sudah menjalani perawatan di RS dan tirah baring 2.
Proteinuria 5 gr atau lebih per jumlah urin selama 24 jam atau +4 dipstik
b. Oliguria, air kencing kurang dari 500 cc dalam 24 jam.
c. Kenaikan kreatinin serum
d. Gangguan visus dan serebral; penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan
pandangan kabur
e. Nyeri di daerah epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen karena
f.
g.
h.
i.
j.

teregangnya kapsula Glisson


Terjadi oedema paru-paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopati
Terjadi gangguan fungsi hepar peningkatan SGOT dan SGPT
Pertumbuhan janin terhambat
Trombositopenia berat (< 100.000 sel/mm3) atau penurunan trombosit dengan

cepat
k. Sindroma Hellp (POGI, 2005; Sarwono, 2008; Rustam Mochtar, 1998)

Pencegahan
Yang

dimaksud

eklampsia

pencegahan

pada wanita

(POGI,2005). Penerangan
pencegahan.

Istirahat

adalah

hamil

upaya

yang mempunyai

tentang manfaat
tidak

untuk

selalu

berarti

istirahat

mencegah terjadinya

pre

resiko terjadinya pre eklampsia


dan

berbaring

diet

di

berguna

tempat

dalam

tidur, namun

pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet
tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang
tidak

berlebihan

perludianjurkan.

Mengenal

secara

dini

preeklamsi

dan

segera

merawat penderita tanpa memberikan diuretik dan obat antihipertensi. Memang merupakan
kemajuan dari pemeriksaan antenatal yang baik (Sarwono, 2002).
Diagnosis Banding
a.
b.
c.
d.

Hipertensi kronik
Hipertensi kronik dengan superimpose preeklamsi
Hipertensi gestasional
Eklamsi

e. Epilepsi
Penanganan
Prinsip

penatalaksanaan

pre

eklampsia

berat

adalah mencegah timbulnya kejang,

mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta kerusakan dari organorgan vital, pengelolaan cairan dan saat yang tepat untuk melahirkan bayi dengan selamat
(Sarwono, 2008). Pada pre eklampsia, penyembuhan dilakukan dengan ekspulsi yaitu
pengeluaran trofoblast. Pada pre eklampsia berat, penundaan merupakan tindakan yang salah.
Karena pre eklampsia sendiri bisa membunuh janin (Cunningham, et al., 1995). PEB dirawat
segera bersama dengan bagian Interna dan Neurologi, dan kemudian ditentukan jenis
perawatan / tindakannya. Perawatannya dapat meliputi :
1) Sikap terhadap penyakit berupa pemberian terapi medikamentosa
2) Sikap terhadap kehamilan yaitu:
Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri setelah mendapat terapi

medikamentosa untuk stabilisasi ibu.


Indikasi : Bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini
a. Ibu : Kegagalan terapi pada perawatan konservatif. Setelah
dimulai

jam sejak

pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang persisten,

Setelah 24 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan


desakan darah yang persisten
b. Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia
c. Gangguan fungsi hepar
d. Gangguan fungsi ginjal
e. Dicurigai terjadi solutio plasenta
f. Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan
3) Janin
a. Umur kehamilan lebih dari 37 minggu

b. Adanya tanda-tanda gawat janin (bisa diketahui dari NST nonreaktif dan
profil biofisik abnormal)
c. Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat berat (IUGR berat)
berdasarkan pemeriksaan USGTimbulnya oligohidramnion
4) Laboratorium : Trombositopenia progresif yang menjurus ke HELLP syndrome (POGI,
2005).
Pengobatan
a. Segera masuk rumah sakit
b. Tirah baring ke kiri secara intermiten
c. Infus D5% yang tiap liternya diselingi dengan larutan RL 500 cc (60-125 cc/jam)
d. Pemberian obat anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi. Pemberian dibagi
loading dose (dosis awal) dan dosis lanjutan.
e. Anti hipertensi diberikan bila tensi 180/110
f. Diuretikum diberikan atas indikasi edema paru, payah jantung kongestif, edema
anasarka
g. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam (POGI, 2005).
h. Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap dipertahankan sehingga
memenuhi syarat janin dapat dilahirkan, meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir
tanpa mempengaruhi keselamatan ibu. Indikasi : Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu)
tanpa disertai tanda-tanda impending eklamsi dengan keadaan janin baik. Pengobatan
Farmakoterapi : Sama dengan pengelolaan secara aktif. Hanya
tidak

diberikan

1998). Sebagai

i.v.

cukup

pengobatan

i.m.
untuk

dosis

awal MgSO4

saja (MgSO4 40% 8 gr i.m.) (Hidayat W., dkk.,


mencegah

timbulnya

kejang-kejang dapat

diberikan: Larutan sulfas magnesikus 40 % (4 gram) disuntikan IM pada bokong

kiri

dan kanan sebagai dosis permulaan, dan dapatdiulang 4 gram tiap 6 jam menurut
keadaan. Tambahan sulfas magnesikus hanya diberikan bila diuresis baik, reflek patella

positif, dan kecepatan pernapasan lebih dari 16 kali per menit, klorpromazin 50 mg IM,
diazepam 20 mg IM
i. Penggunaan obat hipotensif pada pre eklampsia berat diperlukan karena dengan
menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang dan apopleksia serebri menjadi lebih
kecil. Apabila terdapat oligouria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20 % secara
intravena. Obat diuretika tidak diberikan secara rutin
j. Untuk penderita pre eklampsia diperlukan anestesi dan sedativa lebih banyak
dalam

persalinan.

Pada

kala

II,

pada penderita dengan hipertensi, bahaya

perdarahan dalam otak lebih besar, sehingga apabila syarat-syarat telah terpenuhi,
hendaknya persalinan diakhiri dengan cunam atau vakum. Pada gawat
kala

I,

dilakukan

segera

seksio

sesarea;

pada

kala

janin, dalam

II dilakukan

ekstraksi

dengan cunam atau ekstraktor vakum (Budiono, 1999).


Prognosis
Prognosis PEB dan eklampsia dikatakan jelek karena kematian ibu antara 9,8 20,5%,
sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yaitu 42,2

48,9%.

Kematian

ini

disebabkan

karena kurang sempurnanya pengawasan antenatal, disamping itu penderita eklampsia


biasanya sering terlambat mendapat pertolongan. Kematian ibu biasanya karena perdarahan
otak, decompensatio cordis, oedem paru, payah ginjal dan aspirasi cairan lambung. Sebab
kematian bayi karena prematuritas dan hipoksia intra uterin.

Anda mungkin juga menyukai