Oleh:
Resti Fadya
0910313244
Pembimbing
Prof. DR.dr.Darwin Amir,Sp.S (K)
dr. Syarif Indra, Sp.S
BAB 1
PENDAHULUAN
1,2
Dalam
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENGERTIAN EPILEPSI
idiopatik, penyebabnya tidak diketahui dan biasanya pasien tidak menunjukkan manifestasi
cacat otak dan juga tidak bodoh. Sebagian dari jenis idiopatik disebabkan oleh abnormalitas
konstitusional dari fisiologi serebral yang disebabkan oleh interaksi beberapa faktor genetik
Stress Emosional, stress dapat meningkatkan frekuensi serangan. Peningkatan dosis obat
bukanlah merupakan pemecahan masalah, karena dapat menimbulkan efek samping obat.
Penyandang epilepsi perlu belajar menghadapi stress. Stress fisik yang berat juga dapat
menimbulkan serangan.
Stress Fisik, stress fisik dapat menimbulkan hiperventilasi dimana terjadi peningkatan kadar
CO2 dalam darah yang mengakibatkan terjadinya penciutan pembuluh darah otak yang dapat
merangsang terjadinya serangan epilepsi.12
2.5. PATOFISIOLOGI
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi membran neuron-neuron piramidal dan
transmisi pada sinaps. Dapat dikatakan, bahwa mekanisme serangan epilepsi ialah mekanisme
fisiologik normal yang berlebihan. 11,12
Tiap sel yang hidup, termasuk neuron-neuron otak, mempunyai kegiatan listrik yang
disebabkan oleh adanya potensial membran sel. Potensial membran neuron bergantung pada
permeabilitas selektif membran neuron, yakni membran sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang
ekstra ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl. Perbedaan konsentrasi ion inilah
yang menimbulkan potensial membran. Biasanya membran sel dalam keadaan polarisasi yang
dapat dipertahankan oleh karena adanya suatu proses metabolisme aktif, pompa sodium yang
mengeluarkan ion Na dari dalam sel. Energi yang diperlukan untuk mendistribusi ion K dan Na
serta mempertahankan potensial membran diperoleh dari hasil proses metabolisme sel.
Ada dua jenis neurotransmiter asam amino yang berperan, yakni neurotransmiter
eksitatorik yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmiter
inhibitorik yang menimbulkan hiperpolarisasi, sehingga sel neuron menjadi lebih stabil dan tidak
mudah melepaskan muatan listrik. Diantara neurotransmiter-neurotransmiter eksitasi dapat
disebut glutamat dan aspartat, sedangkan neurotransmiter inhibisi yang terkenal ialah gamaamino-butirik-asid (GABA) dan glisin.
Berbagai faktor diantaranya keadaan patologik dan faktor genetik, dapat merubah atau
mengganggu fungsi membran neuron, sehingga mudah dilalui oleh ion Na dan Ca dari ruang
ekstra ke intraseluler.
Dasar serangan epilepsi adalah depolarisasi berlebihan secara sinkron pada sejumlah
neuron piramidal dalam fokus epileptik. Potensial depolarisasi ini pada elektroensefalogram
dapat dilihat sebagai suatu gelombang tajam (spike), meskipun secara klinis tidak terjadi
serangan (EEG interictal).
Potensial depolarisasi yang mendasari serangan epilepsi ini disebut penggeseran
depolarisasi (depolarizing shift atau DS). Setelah DS biasanya terjadi hiperpolarisasi hebat dan
berlangsung lama (post-DS HP), sehingga neuron-neuron secara bergantian terpacu pada waktu
DS dan mengalami inhibisi selama post-DS HP. DS mencerminkan kombinasi arus-arus
depolarisasi yang tergantungpada voltase dan arus-arus pada sinaps akibat pengaruh neurotransmiter eksitorik.
Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa setelah berapa saat, serangan berhenti
akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar
sarang epileptik, selain itu jugasistem-sistem inhibisi pre- dan post-sinaptik yang menjamin agar
neuron-neuron tidak terusmenerus berlepas muatan ikut berperan. 11,12
Serangan epilepsi yang dari permulaan bersifat umum tanpa ada pencetusan fokal disebut
epilepsi umum primer atau kriptogenik. Pada epilepsi jenis ini tidak diketahui etiologinya dan
diduga ada faktor genetik. Serangan epilepsi umum primer bersifat serangan kejang umum tonik
klonik, serangan lena atau absens dan serangan miokloni. Diduga pada serangan umum primer
yang pertama melepaskan muatan listrik abnormal ialah inti-inti intralaminares talamus,
sehingga pada permulaan serangan sudah terdapat kehilangan kesadaran. 11,12
Fokus Epileptogen
Sebagai telah dikemukakan gangguan lepas muatan listrik atau sifat mudah terangsang
neuron-neuron di korteks serebri dapat disebabkan oleh berbagai keadaan. Salah satu keadaan
ialah berkembangnya daerah otak yang mengalami cedera menjadi suatu fokus epileptogen
dalam waktu tertentu. Rupanya kerusakan jaringan pada daerah tersebut menimbulkan reaksi dari
neuron-neuron yang masih utuh berupa tumbhnya serabut-serabut kolateral dari akson-aksonnya
yang kemudian membentuk sinaps-sinaps menggantikan sinaps-sinaps yang rusak. Sinaps-sinaps
baru ini mudah terpacu, sehingga menambah hubungan-hubungan antar neuron yang eksitatorik.
1. Gangguan fungsi neuron otak
Ketidakseimbangan: L-glutamat,aspartat,achetilcoline (eksitasi)GABA, glisin (inhibitor)
2. Gangguan transmisi sinaps
Kelainan pelepasan muatan listrik sejumlah besar neuron. Karena berbagai keadaan yang
mempengaruhi metabolisme otak (tergantung: daerah yang mencetuskan muatan listrik
abnormal dan jalur yang dilalui). Sehingga serangan kejang beragam dan kompleks. 11,12
2.6. KLASIFIKASI
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsy (ILAE) 1981 terdiri dari:
1.Bangkitan Parsial
1.1 Bangkitan parsial sederhana
a) Motorik
b) Sensorik
c) Otonom
d) Psikis
1.2 Bangkitan parsial kompleks
membanting- banting tubuh si sakit ke tanah. Kejang tonik-klonik berlangsung 2-3 menit.
Selain kejang-kejang terlihat aktivitas vegetatif seperti berkeringat, midriasis pupil, reflek.
Cahaya negatif, mulut berbuih dan sianosis. Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan
penderita dalam keadaan stupor sampai koma. Kira-kira 4-5 menit kemudian penderita
bangun, termenung dan kalau tak diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan
dapat setiap jam sampai setahun sekali.5
b. Minor :
Elipesi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum yang idiopatik.
Meliputi kira-kira 3 -- 4% dari kasus epilepsi. Umumnya timbul pada anak sebelum pubertas
(4 -- 5tahun). Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang berlangsung tak lebih dari 10
detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat dipertahankan Kadang-kadang terlihat
gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah sadar biasanya penderita dapat melanjutkan
aktivitas semula. Bangkitan dapat berlangsung beberapa ratus kali dalam sehari. Bangkitan
petit mal yang tak ditanggulangi 50% akan menjadi grand mal. Petit mal yang tidak akan
timbul lagi pada usia dewasa dapat diramalkan berdasarkan 4 ciri : Timbul pada usia 4 -- 5
tahun dengan taraf kecerdasan yang normal, harus murni dan hilang kesadaran hanya
beberapa detik, mudah ditanggulangi hanya dengan satu macam obat, Pola EEG khas berupa
gelombang runcing dan lambat dengan frekuensi 3 per detik. Bangkitan mioklonus Bangkitan
berupa gerakan involunter misalnya anggukan kepala, fleksi lengan yang teijadi berulangulang. Bangkitan terjadi demikian cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan
kesadaran atau tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang sensorik. Bangkitan
akinetik. Bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena menurunnya tonus otot
dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh atau mencari pegangan dan kemudian
dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini (petit mal, mioklonus dan akinetik) dapat
terjadi pada seorang penderita dan disebut trias Lennox-Gastaut. Spasme infantil. Jenis
epilepsi ini juga dikenal sebagai salaamspasm atau sindroma West. Timbul pada bayi 3 -- 6
bulan dan lebih sering pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti belum diketahui, namun
selalu dihubungkan dengan kerusakan otak yang luas seperti proses degeneratif, gangguan
akibat trauma, infeksi dan gangguan pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala
kedepan atau keatas, lengan ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan
atau tangisan, miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat. Bangkitan motorik. Fokus
epileptogen terletak di korteks motorik. Bangkitan kejang pada salah satu atau sebagian
anggota badan tanpa disertai dengan hilang kesadaran. Penderita seringkali dapat melihat
sendiri gerakan otot yang misalnya dimulai pada ujung jari tangan, kemudian ke otot lengan
bawah dan akhirnya seluruh lengan. Manifestasi klinik ini disebut Jacksonian marche.6
2. Epilepsi parsial
a. Bangkitan sensorik
Bangkitan sensorik adalah bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus epileptogen
pada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak di gyrus post centralis
memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau
perasaan kehilangan salah satu anggota badan. Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat
menyebar ke neron sekitarnya dan dapat mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejangkejang. 5,6
b. Epilepsi lobus temporalis.
Jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun. Memperlihatkan gejala fokalitas yang khas
sekali. Manifestasi klinik fokalitas ini sangat kompleks karena fokus epileptogennya terletak
di lobus temporalis dan bagian otak ini meliputi kawasan pengecap, pendengar, penghidu dan
kawasan asosiatif antara ketiga indra tersebut dengan kawasan penglihatan. Manifestasi yang
kompleks ini bersifat psikomotorik, dan oleh karena itu epilepsi jenis ini dulu disebut epilepsi
psikomotor. Bangkitan psikik berupa halusinasi dan bangkitan motorik la-zimnya berupa
automatisme. Manifestasi klinik ialah sebagai berikut: Kesadaran hilang sejenak, dalam
keadaan hilang kesadaran ini penderita masuk ke alam pikiran antara sadar dan mimpi
(twilight state), dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi yang terdiri dari halusinasi dan
automatisme yang berlangsung beberapa detik sampai beberapa jam. Halusinasi dan
automatisme yang mungkin timbul : Halusinasi dengan automatisme pengecap, halusinasi
dengan automatisme membaca, halusinasi dengan automatisme penglihatan, pendengaran atau
perasaan aneh.5,6,7
2.8. DIAGNOSIS
Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinis
dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. Namun demikian, bila secara kebetulan
melihat serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi (klinis) sudah dapat ditegakkan.8
1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena pemeriksa hampir
tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita. Penjelasan perihal segala sesuatu
yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya
serangan)merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis
juga memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis,
ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu.8
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- Pola / bentuk serangan
- Lama serangan
- Gejala sebelum, selama dan paska serangan
- Frekwensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
- Usia saat serangan terjadinya pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma
kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus.
Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur
dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada anak-anak organomegali, perbedaan ukuran antara
anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.9
3. Pemeriksaan penunjang
Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien, sesuai dengan
perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya. Untuk
tercapainya tujuan tadi diperlukan beberapa upaya, antara lain : menghentikan bangkitan,
mengurangi frekuensi bangkitan, mencegah timbulnya efek samping, menurunkan angka
kesakitan dan kematian, mencegah timbulnya efek samping OAE.
Prinsip terapi farmakologi :
1. OAE mulai diberikan bila :
Pasien dan atau keluargannya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping
OAE yang akan timbul.
2. Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis
bangkitan dan jenis sindrom epilepsi
3. pemberian obat dimulai dengan dosis rendah dan dinaikan bertahap sampai dosis efektif
tercapai atau timbul efek samping. Kadar obat dalam plasma ditentukan bila bangkitan
tidak terkontrol dengan dosis efektif.
4. bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat megontrol
bangkitan,makaperlu ditambah OAE kedua. Bila OAE telah mencapai kadar tarapi, maka
OAE pertama diturunka bertahap (tapering off),perlahan lahan.
5. penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi
dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.
6. pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk diberi terapi bila :
pada pemeriksan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan
kerusakan otak
terdapat riwayat epilepsy pada saudara sekandung (bukan orang tua)
riwayat bangkitan simtomatik
Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran, stroke,
infeksi SSP.
Bangkitan pertama berupa status epileptikus.11,12
Jenis bangkitan
Sodium
lamotriglin,carbama
zepin
Bangkitan lena/absence
Sodium
lamotriglin
Bangkitan mioklonik
Sodium
topiramate
Bangkitan tonik
Sodium
lamotriglin
Bangkitan atonik
Sodium
lamotriglin
Obat
Dosis
awal Dosis
paruh
(mg/hr)
(mg/hr)
hari
plasma (jam)
Carbamazepin
400-600
400-1600
2-3x
2-7 jam
Phenitoin
200-300
200-400
1-2x
3-15 jam
Valproic acid
500-1000
500-2500
2-3x
2-4 jam
Phenobarbital
50-100
50-200
Clobazam
10
10-30
2-3x
2-6 jam
Topiramate
100
100-400
2x
2-5 jam
Lamotriglin
50-100
20-200
1-2 x
2-6 jam
gabapentin
900-1800
900-3600
2-3x
2 jam
Obat
Efek samping
Carbamazepin
Phenitoin
Valproic acid
Phenobarbital
Clobazam
Topiramate
Lamotriglin
Gabapentin
Penghentian OAE
Dalam hal penghentian OAE maka ada dua halpenting yang perlu diperhatikan, yaitu syarat
umumuntuk menghentikan OAE dan kemungkinan kambuhnya bangkitan setelah OAE
dihentikan.
Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah bebas dari
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinanya pada keadaan
sebagai berikut :
Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari bangkitan selama
3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali
Maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis OAE) kemudian di evaluasi
kembali.11
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien perempuan berumur 14 tahun datang ke poli RS Dr. M. Djamil Padang
pada tanggal 4 Juni 2015 dengan :
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Kejang sejak 1 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Kejang sejak 1 hari yang lalu, kejang sebanyak 1 kali, lamanya kurang dari 30 detik,
terjadi tiba-tiba sewaktu pasien sedang belajar di sekolah dimana pasien terlihat oleh
gurunya tiba-tiba berhenti menulis, kedua mata pasien mengedip-ngedip secara cepat
dengan kepala terkulai. Selama kejang pasien tidak berespon dengan dipanggil. Setelah
kejang pasien sadar tidak tampak bingung dan melanjutkan menulis lagi. Pasien tidak
Pasien pernah mengalami kejang seperti ini sebelumnya 2 kali yaitu yang pertama
sewaktu pasien berumur 7 tahun dan kedua saat umur 9 tahun, kejang terjadi dengan pola
yang sama setiap kalinya berlangsung selama beberapa detik. Pasien tidak pernah dibawa
berobat
Riwayat Penyakit Keluarga
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Keadaan umum
CMC
Kesadaran
GCS 15 (E4M6V5)
Tekanan darah
120/70 mmHg
Nadi
84 x /menit
Nafas
19 x /menit
Suhu
36,5 C
Status Internus :
Mata : Kanan : konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Kiri
Palpasi
Perkusi
: Sonor
Palpasi
Perkusi
: batas jantung atas RIC II, kanan LSD, kiri 1 jari medial LMCS RIC V.
: Tidak membuncit
Palpasi
: Hepar dan lien tidak teraba, defans muscular (-), nyeri tekan (-), nyeri
lepas (-).
Perkusi
: Timpani
3
4
: penciuman baik
o N II
: Kanan
: penglihatan baik
Kiri
: penglihatan baik,
o N VII
kanan
o N XII
5
Motorik
Ekstremitas Superior :
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Tropi
Kanan
Aktif
555
Eutonus
Eutropi
Kiri
Aktif
555
Eutonus
Eutropi
Kanan
Aktif
555
Eutonus
Eutropi
Kiri
Aktif
555
Eutonus
Eutropi
Ekstremitas Inferior
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Tropi
6
7
Sensorik
a Eksteroseptif :
baik
b Proprioseptif :
baik
Fungsi Otonom
BAK
: Normal
BAB
: Normal
Sekresi Keringat
: Normal
Refleks
a Refleks fisiologis
:
b
9
Refleks patologis
Fungsi luhur
Kesadaran
Reaksi bicara
Fungsi intelek
Reaksi emosi
Baik
Baik
Baik
Tanda demensia
Reflek glabella
Reflek snout
Reflek mengisap
Reflek memegang
Reflek palmomenta
DIAGNOSA KERJA :
Diagnosis Klinis
Diagnosis Topik
Diagnosis Etiologi
:
:
:
PEMERIKSAAN ANJURAN
TERAPI :
Umum :
Khusus :
Edukasi
kepada pasien:
Control teratur
Hindari factor pencetus seperti kelelahan
PROGNOSIS
o Quo ad sanam
: dubia ad bonam
o Quo ad vitam
: dubia ad bonam
o Quo ad functionam : dubia ad bonam
BAB 4
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien wanita berumur 14 tahun yang dating ke poliklinik saraf
DR M.Djamil Padang tanggal 4 Juni 2015 dengan diagnosis klinis Epilepsi petit mall, diagnosis
topic intrakranial , diagnosis etiologi idiopatik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama Kejang sejak 1 hari yang lalu, kejang
sebanyak 1 kali, lamanya kurang dari 20 detik, terjadi tiba-tiba sewaktu pasien sedang belajar di
sekolah dimana pasien terlihat oleh gurunya tiba-tiba berhenti menulis, kedua mata pasien
mengedip-ngedip secara cepat dengan kepala terkulai. Selama kejang pasien tidak berespon
dengan dipanggil. Setelah kejang pasien sadar tidak tampak bingung dan melanjutkan menulis
lagi. Pasien tidak menyadari kejadian tersebut
Pasien pernah mengalami kejang seperti ini sebelumnya sejak 2 kali yaitu yang pertama
sewaktu pasien berumur 7 tahun dan kedua saat umur 9 tahun, kejang terjadi dengan pola yang
sama setiap kalinya berlangsung selama beberapa detik. Pasien tidak pernah dibawa berobat
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan. Pada kasus ini, pasien mengalami
bangkitan epilepsy mungkin karena factor dari kebiasaannya yaitu sering tidur lewat malam
untuk belajar, sesuai teori bahwa kurang tidur dapat mencetuskan bangkitan epilepsi
Pasien ini dianjurkan untuk pemeriksaan laboratorium darah rutin, EEG, fungsi hepar
Terapi umum yang diberikan pada pasien saat ini adalah asam valproat tab 250 mg, 2x1 tablet
dan etosuksimid 250 mg. edukasi juga diberikan kepada pasien dan keluarganya sebagai suatu
bentuk penatalaksanaan non farmakologis
BAB 5
KESIMPULAN
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa
(stereotipik) yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara mendadak
dan sementara, dengan atau tanpa perubahan kesadaran , disebabkan oleh
hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang bukan disebabkan oleh
DAFTAR PUSTAKA
Brashers L.V. Aplikasi Klinis Patofisologi Pemeriksaan dan Manajemen. Cetakan pertama.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.h.309-15.