Anda di halaman 1dari 16

Diare Akut Cair Disebabkan Infeksi Bakteri Enteroinvasif

Pendahuluan
Diare ialah buang air besar dengan konsistensi yang tidak berbentuk (unformed
stools) atau lebih encer/cair dari biasanya, 3 kali per hari, dapat/tidak disertai dengan
lendir/darah yang timbul secara mendadak dan berlangsung kurang dari 2 minggu. Apabila
diare berlangsung 2 minggu atau lebih, maka digolongkan pada Diare Kronik . Pada feses
dapat dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala ikutan dapat berupa mual, muntah,
nyeri abdominal, mulas, tenesmus, demam dan tanda-tanda dehidrasi. Diare masih merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di negara berkembang. Terdapat banyak
penyebab diare pada anak. Pada sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut
intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain
juga dapat menyebabkan diare, termasuk sindroma malabsorpsi.1
Anamnesis2
Pada pasien yang datang dengan masalah seperti kasus di atas, kita dapat menanyakan
pertanyaan-pertanyaan seperti berikut:

Keluhan utama
o Sejak kapan keluhan di alami? Lokasinya?
o Frekuensi keluarnya daging bergerak-gerak dari anus?
o Seperti apa bentuknya kira-kira?
o Bentuk feses? Warna feses dan massa feses?
Keluhan penyerta
o Nyeri? Demam? Pusing? Mual? Muntah?
o Anemia? Rasa penuh diperut? Diare?
Riwayat obat
o Sudah pernah diobati? Hasilnya? Terapi apa?
Riwayat pribadi dan sosial
o Lokasi tempat tinggal? Lingkungan tempat tinggal? Konsumsi makanan
sehari-hari? Dimasak matang, setengah matang, seperempat matang atau

mentah? Sanitasi tempat makan? Lokasi tempat makan?


o Ada alergi ?
Riwayat keluarga
o Selain menanyakan silsilah penyakit, tanyakan apakah di keluarga ada yang
mengalami keluhan seperti ini juga?

Pemeriksaan Fisik3

Pemeriksaan umum yang dilakukan adalah mengecek tanda tanda vital terlebih dahulu.
Lalu diikuti pemeriksaan abdomen yang meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi.

Inspeksi
Pemeriksaan fisik yang pertama kali dilakukan adalah inspeksi. Seorang dokter harus
berdiri di sebelah kanan pasien. Buatlah garis-garis imajiner berdasarkan regio-regio
abdomen. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
Kulit yang meliputi warna kulit, jaringan parut (sikatriks), striae atau stretch
marks, dan vena yang berdilatasi, serta ruam dan lesi. Beberapa vena kecil
mungkin normalnya akan terlihat.
Umbilicus. Amati apakah ada tanda-tanda inflamasi atau hernia.
Kontur abdomen. Apakah abdomen tersebut rata, bulat, buncit, atau skafoid.
Peristaltis. Amati apakah terdapat suatu peristaltis selama beberapa menit jika
kita mencurigai kemungkinan obstruksi intestinal. Tetapi pada orang yang
sangat kurus, peristaltik ini juga dapat terlihat.
Pulsasi. Pulsasi dari aorta abdominalis yang normal sering terlihat di daerah
epigastrium.
Pada kasus-kasus cacingan perlu dilihat bagian anal/dubur dan bagian
genitalia wanita untuk kejelasan infeksi cacing sesuai dengan hasil anamnesis

dari pasien.
Auskultasi
Auskultasi adalah bagian yang paling penting dalam pemeriksaan fisik abdomen.
Lakukan auskultasi abdomen sebelum melakukan perkusi dan palpasi karena kedua
pemeriksaan tersebut dapat mengubah frekuensi bunyi usus. Yang perlu diperhatikan
dalam pemeriksaan ini adalah bunyi usus. Bunyi usus dapat terdengar normal karena
gerakan peristaltik usus tersebut atau abnormal karena obstruksi atau inflamasi.
Auskultasi juga apakah ada bunyi bruits yaitu bunyi vascular yang menyerupai bising
jantung di daerah aorta atau pembuluh arteri lainnya pada abdomen, terdengarnya
bunyi ini menunjukkan adanya kemungkinan penyumbatan dalam pembuluh darah.
Dengarkan bunyi usus dan frekuensi serta sifatnya. Bunyi normal terdiri atas bunyi
dentingan (click) atau gemericik (gurgles) yang terdengar dengan frekuensi sebanyak
5-34 kali per menit. Terkadang juga dapat terdengar bunyi gemericik yang panjang
(borborigmi) atau gurgles yang panjang, hal ini terjadi karena hiperperistaltik karena

perut yang kosong. Pada kasus auskultasi untuk pemeriksaan cacing dapat terdengar

sperti obstruksi jika cacing menghambat gerakan usus saat bekerja.


Perkusi
Perkusi dapat membantu untuk mengetahui adanya massa padat atau cairan dalam
abdomen. Penggunaannya dapat juga digunakan untuk mengetahui adanya besar dari
organ-organ di dalam abdomen seperti hepar dan lien. Pada bagian abdomen terutama
usus yang terdapat isi (biasanya makanan) maka akan terdengar bunyi yang redup.

Sebaliknya bila usus atau lambung diperkusi, maka akan terdengar bunyi timpani.
Palpasi
Palpasi biasanya dilakukan untuk pasien yang mengalami nyeri pada abdomen.
Tanyakan pada pasien dimanakah letak nyeri tersebut, dan lakukan palpasi pada
bagian tersebut di terakhir. Lakukan palpasi dalam untuk mengetahui batas-batas
massa

abdominal

pada

kuadran-kuadaran.

Lakukan

palpasi

ringan

untuk

mengidentifikasikan nyeri tekan pada abdomen, resistensi otot, dan beberapa organ
serta massa yang letaknya superficial. Merasakan suhu tanda tanda peradangan
kelunakan kulit, melihat menekan dan merasakan organ dalam melihat ada tidaknya
kelainan.

Pemeriksaan Penunjang
Darah : darah lengkap, serum elektrolit, ureum kreatinin, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.2
Tinja : Tinja sebaiknya diperiksa dalam hal volume, warna dan konsistensinya serta diteliti
adanya mukus, darah dan leukosit. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya
disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran
gastrointestinal. Kultur tinja dan pemeriksaan serologi amuba atas indikasi.2
Endoskopi SCBB : dilakukan atas indikasi ( diare berdarah, usia > 55 th, keluhan pertama < 6
bln, progresif, gejala malam hari, anoreksia, BB turun, riwayat kanker, distensi abdomen,
anemia, demam)
Selain itu, evaluasi pada tinja dengan dugaan virus, dapat diidentifikasi dengan menggunakan
ELISA (Enzyme linked immunosorbent assay) untuk mengidentifikasi rotavirus.2
Diagnosis Banding
1. Diare akut et causa Enterotoxigenic Bakteri
3

Diare yang disebabkan oleh bakteri non invasif disebut juga diare sekretorik
atau watery diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh bakteri yang memproduksi
enterotoksin yang bersifat tidak merusak mukosa. Bakteri non invasi misalnya V.
cholera, Enterotoksigenik E. coli (ETEC), C. perfringens, Stap. aureus, B. cereus,
Aeromonas spp. Bakteri yang non invasive mengeluarkan toksin yang terikat pada
mukosa usus halus , lalu toksin mengaktivasi sekresi anion klorida dari sel ke dalam
lumen usus yang diikuti air, ion bikarbonat, natrium dan kalium sehingga tubuh akan
kekurangan cairan dan elektrolit yang keluar bersama tinja.2
Diare dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, dan nyeri perut.
Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat
adalah kematian akibat dehidrasi. Karena kehilangan bikarbonat (HCO 3) maka
perbandingannya dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH
darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat
dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul). Gangguan kardiovaskuler pada tahap
hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat
(> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah,
muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium
pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.2
2. Amubiasis coli
Amoebiasis merupakan suatu infeksi usus besar akibat invasi suatu parasite
yaitu Entamoeba histolytica. Pada manusia dapat terjadi secara akut dan kronik .
Infeksi yang disebabkan oleh protozoa usus biasanya didapatkan per oral melalui
kontaminasi feses pada air atau makanan. Pada manusia E. histolytica mengadakan
invasi ke dalam mukosa usus dan dapat menyebar ke dalam traktus intestinalis,
misalnya ke dalam duodenum, gaster, esofagus atau ekstraintestinalis, yaitu hepar
(terutama), paru, perikardium, peritonium, kulit dan otak.2
Setelah masa inkubasi yang pendek (1-3 hari) secara mendadak timbul nyeri
perut, demam, dan tinja encer. Tinja yang encer tersebut berhubungan dengan kerja
eksotoksin dalam usus halus. Sehari atau beberapa hari kemudian, karena infeksi
meliputi ileum dan kolon, maka jumlah tinja meningkat, tinja kurang encer tapi
sering mengandung lendir dan darah. Tiap gerakan usus disertai dengan mengedan
dan tenesmus yang menyebabkan nyeri perut bagian bawah. Demam dan diare
sembuh secara spontan dalam 2-5 hari pada lebih dari setengah kasus dewasa.
4

Namun, pada anak-anak dan orang tua, kehilangan air dan elektrolit dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis, dan bahkan kematian. Hal ini dikarenakan terdapat
hubungan perkembangan metabolisme cairan dan elektrolit sistem gastrointestinal
yang memiliki variasi usia. Pada bayi mukosa usus cenderung lebih permeabel
terhadap air. Sehingga pada bayi dampak dari peningkatan osmolalitas lumen karena
proses diare menghasilkan kehilangan cairan dan elektrolit yang lebih besar daripada
anak yang lebih tua atau orang dewasa dengan proses yang sama.2
Disentri Amuba Carrier (Cyst Passer) tidak menunjukkan gejala klinis sama
sekali. Hal ini disebabkan karena amuba yang berada dalam lumen usus besar tidak
mengadakan invasi ke dinding usus. Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahanlahan. Penderita biasanya mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang
bersifat kejang (tenesmus). Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja
berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri
tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut
bergantung pada lokasi ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau
sedikit demam ringan (subfebris). Dapat terjadi penyebaran ke hati jadi kadang
dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.2
Dalam tinja pasien dapat ditemukan bentuk trofozoit yang masih bergerak
aktif seperti keong dengan menggunakan pseudopodinya yang seperti kaca. Jika tinja
berdarah, akan tampak amoeba dengan eritrosit di dalamnya. Bentuk inti akan
nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin. Temuan adanya trofozoit
sebagai diagnosis pasti amubiasis, temuan adanya kista amuba belum cukup untuk
mendiagnosis amuba.2
Etiologi
Pada saat ini kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-kuman patogen telah
dapat diidentifikasi dari penderita diare sekitar 80% pada kasus yang datang disarana
kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di masyarakat. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi
tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan
bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan
parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory dan
inflammatory. 4,5
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin
oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan /
5

atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya, inflammatory diare biasanya disebabkan oleh
bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.4,5
1. Virus :
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 80%). Beberapa jenis virus
penyebab diare akut :4,5

Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9 : pada manusia. Rotavirus adalah penyebab utama


penyakit diare pada bayi manusia dan hewan mamalia lainnya. Infeksi pada orang
dewasa juga sering. Beberapa rotavirus merupakan agen penyebab diare infantile
pada manusia. Rotavirus memiliki ukuran diameter virion 60-80nm dan memiliki dua
kulit kapsid yang terpusat dimana setiap virion berbentuk ikosahedral. Rotavirus
mempunyai 132 kapsomer dan tidak beramplop. Partikel virus berkulit tunggal yang
tidak mempunyai kapsid luar berdiameter 50-60 nm. Genom mengandung RNA untai
ganda dalam 10-12 segmen tersendiri dengan ukuran total genom 16-27 kbp.
Rotavirus tidak stabil terhadap panas, pH 3,0 -9,0 dan pelarut lemak, tetapi dapat
diinaktivasi oleh ethanol 95%, fenol dan chlorin. Sedikit perlakuan dengan enzim

proteolitik akan menambah infektifitasnya.


Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau water
borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.
Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa
Adenovirus (type 40, 41)
Small bowel structured virus
Cytomegalovirus

2. Bakteri :
Enterobacteriaceae merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang yang pendek.
Tipe

morfologi

dilihat

dalam

perkembangannya

diatas

media

padat

in

vitro.

Enterobacteriaceae mempunyai struktur antigenik yang sangat kompleks. Mereka


diklasifikasikan oleh lebih dari 150 antigen somatik O yang tahan panas (lipopolisakarida)
yang berbeda, lebih dari 100 antigen K (kapsular) yang tidak tahan panas dan lebih dari 50
antigen H (flagellar). Pada Salmonella typhi, antigen kapsular disebut antigen Vi. Antigen O
merupakan bagian terluar dinding sel lipopolisakarida dan terdiri dari unit berulang
polisakarida. Biasanya antigen O berhubungan dengan penyakit khusus pada manusia,
misalnya tipe spesifik O dari E.coli ditemukan pada diare dan infeksi saluran kemih. Antigen
6

K merupakan bagian luar dari antigen O, menyebabkan perlekatan bakteri pada sel epitelial
yang memungkinkan invasi ke sistem gastrointestinal atau saluran kemih. Sedangkan Antigen
H, terletak pada flagella dan didenaturasi atau dihilangkan oleh panas atau alkohol. 5

Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip dengan Shigella.

Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon.
Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin (VT) 1 dan 2
yang disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema dan perdarahan diffuse

di kolon. Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome.


Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon,
menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk
kedalam alian darah. Faktor virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall
antigen yang mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi dan
toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan

mungkin menimbulkan watery diarrhea


Salmonella sp. Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus. Enterotoksin yang
dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa yang menimbulkan
ulkus, akan terjadi bloody diarrhea

3. Protozoa :

Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih
belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu.
Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur,
status nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi,
giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau tanpa
malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 8
hari setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri
epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty

stools,nyeri perut dan gembung. 4,5


Entamoeba histolytica. Prevalensi

Disentri

amoeba

ini

bervariasi,namun

penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya


umur,dan teranak pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang
disebabkan oleh E.histolytica non patogenik (E.dispar). Amebiasis yang simtomatik
dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang fulminant.

4. Helminths :

Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva,

menimbulkan diare.
Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix. Infeksi
berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.4,5

Epidemiologi
Lebih dari 2 juta kasus diare akut infeksius di Amerika setiap tahunnya yang
merupakan penyebab kedua dari morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Diare akut
merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. WHO memperkirakan ada sekitar 4
miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun. Gambaran klinis
diare akut seringkali tidak spesifik. Namun selalu behubungan dengan hal-hal berikut :
adanya traveling (domestik atau internasional), kontak personal, adanya sangkaan food-borne
transmisi dengan masa inkubasi yang pendek. Jika tidak ada demam, menunjukkan adanya
proses mekanisme enterotoksin. Sebaliknya, bila ada demam dan masa inkubasi yang lebih
panjang, ini karakteristik suatu etiologi infeksi. Hasil Penelitian yang dilakukan Loehoeri dan
Hantyanto di bangsal penyakit Dalam RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta (1990 -1995)
didapatkan 74 kasus diare akut. Isolasi kuman diperoleh pada 26 (35,16%) spesimen, terdiri
dari 7 (26,92%) isolat tunggal dan 19 (73,10%) isolat campuran, Isolat terbanyak dengan
prevalensi kuman penyebab semakin berkurang adalah: E.coli (35%), Klebsiella sp (15%),
Pseudomonas sp ( 10%), Entamoeba histolytica (8%), Enterobacter sp (7,5%), Proteus sp
(5%) dan 2,5% untuk Bacillus sp, Citrobacter sp, Salmonella enterica serovar Typhi
(paratyphi B), Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp (Loehori, 1998).6
Patofisiologi
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi sebagai berikut:2,7
1) Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik;
Diare osmotik disebabkan karena meningkatnya tekanan osmotik intralumen
dari usus halus yang dikarenakan oleh obat-obatan atau zat kimia yang yang
hiperosmotik, malabsorbsi umum dan defek dalam absorbsi mukosa usus misal pada
defisiensi disararidase, malabsorbsi glukosa atau galaktosa.
2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik; Diare sekretorik
disebabkan karena meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya
absorbsi. Yang khas pada diare tipe sekretorik secara klinis ditemukan diare dengan

volume tinja yang banyak sekali. Penyebab dari diare ini antara lain karena efek
enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Eschersia colli.
3) Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak : diare tipe ini didapatkan pada
gangguan pembentukan atau produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran
bilier hati.
4) Defek sistem pertukaran anion/transpor elektrolit aktif di enterosit; diare tipe ini
disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif NA+ K+ ATP ase di enterosit
dan diabsorbsi Na+ dan air yang abnormal.
5) Motilitas dan waktu transit usus abnormal;
Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan
hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang
abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes melitus,
pasca vagotomi, hipertiroid.
6) Gangguan permeabilitas usus;
Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus
yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada
usus halus.
7) Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya
kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus
yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan absorbsi
air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella)
atau noninfeksi (kolitis ulseratif dan penyakit Chron) .
8) Diare infeksi; infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dilihat
dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non invasif (tidak merusak
mukosa) dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare
karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut diare toksigenik. Contoh diare
toksigenik adalah kolera. Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholera atau
eltor merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk
adenosin monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi
aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation natrium dan kalium.
Mekanisme absorbsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu
karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion, kalium)
dapat dikompensasi oleh meningginya absorbsi ion natrium (diiringi oleh air, ion

kalium dan ion bikarbonat, klorida. kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian
larutan glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus
Terjadinya diare akut karena infeksi pada umumnya dipengaruhi oleh : 7
1. Faktor pejamu (host)
Faktor pejamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap
organisme yang menimbulkan diare. Faktor-faktor tersebut adalah lingkungan,
internal traktus gastrointestinal seperti keasaman lambung, motilitas usus,imunitas
dan mikrofilaria normal di usus. Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella
sp terbukti dapat menyebabkan serangan infeksi lebih berat dan menyebabkan
peningkatan kepekaan terhadap infeksi V. cholerae. Keasaman lambung diperlukan
sebagai barier terhadap kuman enteropatogen. Penurunan keasaman lambung terbukti
dapat meningkatkan infeksi yang disebabkan oleh Salmonella sp, Shigella sp, G.
Lamblia dan beberapa jenis cacing. Peristaltik usus yang normal merupakan
mekanisme yang penting untuk menjaga flora normal usus. Pada keadaan
hipomotilitas usus karena obat-obatan, kelainan anatomi (divertikel, fistula) atau
akibat komplikasi diabetes melitus dan skleroderma, akan memperpanjang masa diare
dan gejala penyakit karena terdapat penurunan absorbsi air dan elektrolit serta
mengurangi kecepatan eliminasi sumber infeksi dengan akibat akan terjadi
peningkatan pertumbuhan kuman . Respon imun seluler dan humoral sangat berperan
untuk melindungi tubuh terhadap kuman enteroparogen. Pada penderita AIDS dapat
terjangkit diare karena pada penderita ini terjadi imunosupresi mukosa usus dan
penekanan mekanisme pertahanan usus. Peranan imunitas dibuktikan pula dengan
didapatkannya frekuensi penderita giardiasis yang lebih tinggi pada mereka yang
kekurangan IgA.
2. Faktor kausal
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain: daya penetrasi
yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang
mempengaruhi sekresi cairan di usus halus. Kuman-kuman tersebut dapat
menginduksi koloni yang dapat menginduksi diare. Beberapa faktor yang
berhubungan dengan bertambahnya penularan kuman enteropatogen usus adalah :
o Tidak tersedianya fasilitas penyediaan air bersih secara memadai
10

o Sumber air tercemar feces.


o Pembuangan feces yang tidak higienis.
o Kebersihan perorangan dan lingkungan yang buruk.
o Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya.
Manisfestasi Klinik
Diare terjadi dalam kurun waktu kurang atau sama dengan 15 hari disertai dengan
demam, nyeri abdomen dan muntah. Jika diare berat dapat disertai dehidrasi. Pada kasus ini,
pasien mengeluh terdapat darah dalam kotorannya sehingga menyingkirkan diagnosis diare
akut akibat bakteri enterotoksin dan virus. Pada diare akut yang disebabkan kuman
enteroinvasif, akan terdapat darah pada feses, karena terjadinya invasi oleh kuman di mukosa
usus. 7
Gejala diare akut dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu :

Fase prodromal (sindroma pra-diare) : pasien mengeluh penuh di abdomen, nausea,

vomitus, berkeringat dan sakit kepala


Fase diare : pasien mengeluh diare dengan komplikasi (dehidrasi, asidosis, syok, dan

lain-lain), kolik abdomen, kejang perut dengan atau tanpa demam, sakit kepala
Fase pemulihan : gejala diare dan kolik abdomen berkurang, disertai fatigue.
Dalam praktek klinis sangat penting dalam membedakan gejala antara diare yang

bersifat inflamasi dan diare yang bersifat noninflamasi. Berikut ini yang perbedaan diare
inflamasi dan diare non inflamasi .7
Tabel 1. Perbedaan Diare Inflamasi dan Non Inflamasi
Manifestasi

yang Diare Inflamasi

membedakan

diare

Diare noninflamasi

inflamasi dan noninflamasi


Karakter tinja

Volume

Patologi

mengandung darah dan pus pus atau darah


Inflamasi mukosa colon Usus halus proksimal

sedikit, Volume banyak, cair, tanpa

dan ileum
11

Mekanisme diare

Inflamasi

mukosa Diare

sekretorik/osmotik

mengganggu

absorbsi yang

diinduksi

oleh

cairan yang kemungkinan enterotoksin


efek

sekretorik

atau

dari mekanisme lainnya. Tidak

Kemungkinan

inflamasi
Shigella,

ada inflamasi mukosa


Salmonella, Kolera, ETEC, EPEC,

patogen

Clampylobacter, E. Colli,

keracunan

EIEC,

toksin,

Clostridium

dificcile,

makanan

Yersinina Adenovirus,

enterocolitica.

cryptosporidia,

tipe

rotavirus,
NLV,
Giardia

lamblia

Tata Laksana
Diare akut pada orang dewasa selalu terjadinya singkat bila tanpa komplikasi, dan
kadang-kadang sembuh sendiri meskipun tanpa pengobatan. Tidak jarang penderita mencari
pengobatan sendiri atau mengobati sendiri dengan obat-obatan anti diare yang dijual
bebas.Biasanya penderita baru mencari pertolongan medis bila diare akut sudah lebih dari 24
jam belum ada perbaikan dalam frekwensi buang air besar ataupun jumlah feses yang
dikeluarkan.Prinsip pengobatan adalah menghilangkan kausa diare dengan memberikan
antimikroba yang sesuai dengan etiologi, terapi supportive atau fluid replacement dengan
intake cairan yang cukup atau dengan Oral Rehidration Solution (ORS) yang dikenal sebagai
oralit, dan tidak jarang pula diperlukan obat simtomatik untuk menyetop atau mengurangi
frekwensi diare. Untuk mengetahui mikroorganisme penyebab diare akut dilakukan
pemeriksaan feses rutin dan pada keadaan dimana feses rutin tidak menunjukkan adanya
miroorganisme atau ova, maka diperlukan pemeriksaan kultur feses dengan medium tertentu
sesuai dengan mikroorganisme yang dicurigai secara klinis dan pemeriksaan laboratorium
rutin. Indikasi pemeriksaan kultur feses antara lain, diare berat, suhu tubuh > 38,5 0C, adanya
darah dan/atau lender pada feses, ditemukan leukosit pada feses, laktoferin, dan diare
persisten yang belum mendapat antibiotik.8

Tabel 2 : Pedoman Pemberian Antibiotik Secara Empiris Pada Diare Akut 8


Indikasi Pemberian Antibiotik

Pilihan Antibiotik
12

Demam (suhu oral >38,50C), bloody Kuinolon 3 5 hari


stools,leukosit, laktoferin, hemoccult, Kotrimoksazole 3 5 hari
sindroma disentri
Travelers diarrhea
Diare persisten (kemungkinan Giardiasis)
Shigellosis

Kuinolon 1 5 hari
Metronidazole 3x500 mg selama 7 hari
Kotrimoksazole selama 3 hari

Intestinal Salmonellosis

Kuinolon selama 3 hari


Kloramfenikol/Kotrimoksazole/Kuinolon

Campylobacteriosis
EPEC
ETEC
EIEC
EHEC
Vibrio non kolera
Aeromonas diarrhea
Yersiniosis

selama 7 hari
Eritromisin selama 5 hari
Terapi sebagai Febrile Dysentry
Terapi sebagai Travelers diarrhea
Terapi sebagai Shigellosis
Peranan antibiotik belum jelas
Terapi sebagai febrile dysentery
Terapi sebagai febrile dysentery
Umumnya dapat di terapi sebagai febrile
dysentri.Pada kasus berat : Ceftriaxon IV

Giardiasis

1 g/6 jam selama 5 hari


Metronidazole 4 x 250 mg selama 7 hari.
Atau Tinidazole 2 g single dose atau

Ingtestinal Amebiasis

Quinacine 3 x 100 mg selama 7 hari


Metronidazole 3 x 750 mg 5 10 hari +
pengobatan kista untuk mencegah relaps:
Diiodohydroxyquin 3 x 650 mg 10 hari
atau Paramomycin 3 x 500 mg 10 hari
atau Diloxanide furoate 3 x 500 mg 10

Cryptosporidiosis

hari
Untuk

kasus

berat

atau

immunocompromised :
Terapi Supportif/Simtomatik :
Selama periode diare, dibutuhkan intake kalori yang cukup bagi penderita yang
berguna untuk energi dan membantu pemulihan enterosit yang rusak. Obat-obatan yang
bersifat antimotiliti tidak dianjurkan pada diare dengan sindroma disentri yang disertai
demam. Beberapa golongan obat yang bersifat simtomatik pada diare akut dapat diberikan
dengan pertimbangan klinis yang matang terhadap cost-effective. Kontroversial seputar obat
simtomatik tetap ada, meskipun uji klinis telah banyak dilakukan dengan hasil yang beragam
13

pula, tergantung jenis diarenya dan terapi kombinasi yang diberikan. Pada prinsipnya, obat
simtomatik bekerja dengan mengurangi volume feses dan frekwensi diare ataupun menyerap
air. Beberapa obat seperti Loperamid, Difenoksilat, Kaolin, Pektin, Tannin albuminat,
Aluminium silikat, Attapulgite, dan Diosmectite banyak beredar bahkan dijual bebas.8
Obat-obat Probiotik yang merupakan suplemen bakteri atau yeast banyak digunakan
untuk mengatasi diare dengan menjaga atau menormalkan flora usus. Namun berbagai hasil
uji klinis belum dapat merekomendasikan obat ini untuk diare akut secara umum. Probiotik
meliputi Laktobasilus, Bifidobakterium, Streptokokus spp, yeast (Saccaromyces boulardi),dan
lainnya.8
Komplikasi

Dehidrasi adalah komplikasi yang paling umum dari diare. Dehidrasi yang tidak
diresusitasi akan semakin berat dan menimbulkan kematian.1

Septisemia. Ini adalah suatu kondisi di mana terdapat infeksi pada seluruh bagian
tubuh. Kondisi ini biasanya menyusul adanya infeksi di salah satu bagian tubuh, yang
dari sana bakteri pergi ke berbagai bagian tubuh lain melalui darah.1

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama


pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan
secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan
elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.1

Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok


hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular
Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini
dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak
tecapai rehidrasi yang optimal.1

Promosi dan Preventif


Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat
dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan
setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus
diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia.
14

Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian
khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang
digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang
keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus
dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus
diperingatkan untuk tidak menelan air. Semua buah dan sayuran harus dibersihkan
menyeluruh dengan air yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi.
Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada
buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk
susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. 1
Prognosis
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan
mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia.1
Kesimpulan
Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang
maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu diperhatikan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi
bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan
dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan
karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut
infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan
sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.
Daftar Pustaka
1. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,
et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York:
Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.
2. UKK-Gastroenterologi-Hepatologi IDAI . Buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Ed
ke-3. Jakarta : Badan penerbit IDAI;2012.h.87-116,125.
3. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.63
15

4. Zein,U. Gastroenteritis Akut pada Dewasa. Dalam : Tarigan P, Sihombing M,


Marpaung B, Dairy LB, Siregar GA, Editor. Buku Naskah Lengkap GastroenterologiHepatologi Update 2003. Medan: Divisi Gastroentero-hepatologi Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FK USU, 2003. 67-79.
5. Braunwald, E, Isselbacher, K.J, Petersdorf, R.G, Wilson, J.D, Martin, J.B, Fauci AS
th
(Eds): Harrisons Principles of Internal Medicine, 11 Ed. McGraw-Hill Book
Company, New York, 1987, 177 80.
6. Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang Dewasa. Dalam:
Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal
Medicine 2002. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI,
2002. 49-56.
7. Setiawan B, Diare akut karena infeksi, Dalam: Sudoyo A, Setyohadi B, Alwi I dkk.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi IV. Jakarta. Departemen IPD FK UI
Juni 2006.
8. DuPont HL : Guidelines on Acute Infectious Diarrhea in Adults, American Journal of
Gastroenterology, Vol.92, No.11, November 1997.

16

Anda mungkin juga menyukai