Anda di halaman 1dari 70

Step 1

1. Erosi kornea
Keadaan terkelupasnya epitel kornea karena gesekan yang keras
pd epitel kornea.
2. Rupture kornea
Lukanya kornea karena benda tumpul. Luka yg sifatnya full
defek.
3. Iris prolap (iris inkarserasi)
Iris keluar dari tempat yang semestinya.
Step 2
1. Macam-macam trauma pada mata ?
2. Mengapa ditemukan mata buram, merah, berair, bengkak dan
nyeri pada kelopak mata?
3. Kenapa ditemukan visus turun dan mix injection ?
4. Mengapa terjadi erosi kornea, rupture kornea di jam 5, iris prolap
dan COA dangkal ?
5. Mengapa diberi tetes mata antibiotic dan bebat mata ?
6. Pemeriksaan apa saja yang di lakukan pada trauma mata ?
7. Penatalaksanaan selain diberi tetes mata dan bebat mata ?
8. Komplikasi yang timbul ?
Step 3
1. Macam-macam trauma pada mata ?
Trauma tumpul benda tumpul
tembus bola mata
Kimia bahan kimia yang asam ( as. Sulfat, as.
Hidroklorida, pemutih, as. Asetat, as hidroflorida) dan
basa ( NaOH, CaOH, sabun sampo, dll)
Tergantung pada ph, kecepatan dan jumlah bahan kimia
yang mengenai mata.
Radiasi

Trauma tertutup bola mata


Tidak terdapat luka yang full thickness dari dinding bola

mata

Contoh : kontusio, lamellar laserasi


Trauma terbuka bola mata
Terdapat luka yang full thickness dari dinding bola mata
Contoh : laserasi dan rupture

Mekanis dan non mekanis.


Mekanis
trauma tumpul jika mengenai palpebra palpebra
hematom, mengenai konjunctiva edem conjunctiva dan
hematom subkonjunctiva, kena kornea edem kornea, erosi
kornea, erosi kornea rekuren, kena uvea iridoplegi,
iridodialisis, hifema, iridosiklitis, kena lensa dislokasi lensa,
katarak traumatic, kena retina dan koroid edem retina dan
koroid, ablasi retina, rupture koroid, kena saraf optic avulse
papil n 2, optic neuropatik traumatic
trauma tajam
penetran menembus bola mata
non penetran tidak menembus bola mata (hanya
menggores)
trauma benda asing
logam dan non logam
binatang
trauma non mekanik
Trauma bahan kimia
Trauma radiasi elektromagnetik : sinar inframerah
berdampak langsung pada lensa suhu lensa naik
lensa bias katarak atau ekfoliasi kapsul lensa, UVradiasi
merusak dari struktur epitel kornea dan pupil terlihat
miosis, terjadi keratitis akibat komulatif sinar UV, sinar X
merusak retina dengan mendilatasi kapiler,
perdarahan, mikroanuirisma, dan eksudat.
2. Mengapa ditemukan mata buram, merah, berair, bengkak dan
nyeri pada kelopak mata?
Mata buram terjadi erosi kornea kerusakan media
refrakta visus turun, karena di kornea terdapat serabut
saraf nyeri.
Trauma epitel lepas visus turun index bias turun ?
Bahan kimia mudah merusak struktur kornea
tergantung konsentrasi dan jumlah butuh beberapa
hari untuk regenerasi.
LASIK edem kornea buram 24jam

Berair erosi efek lakrimasi matanya berair


Mata merah adanya inflamasi karena trauma

Bengkak kelopak mata adanya inflamasi transudasi


pada kelopak mata
3. Mengapa terjadi erosi kornea, rupture kornea di jam 5, iris prolap
dan COA dangkal ?
Erosi kornea Karena benda tumpul dan gesekan keras
pada kornea
Rupture kornea di jam 5 benda tumpul yang ukurannya
besar TIO meningkat cepat (counter coup ) dinding
bola mata rupture pada titik2 tertentu (insersio otot bola
mata, papil n 2)
Iris prolap iris keluar COA dangkal.
Benturan yang keras tekanan pd bola mata ruptur
4. Mengapa diberi tetes mata antibiotic dan bebat mata ?
Erosi kornea defek inflamasi banyak pathogen yang
masuk ke mata untuk mencegah di kasih antibiotic spectrum
luas (cloramfenicol, sulfasetamid). Jika ada epitel yang terkelupa
sekalian di kelupas.
Bebat mata supaya epitel kornea dapat beregenerasi dengan
cepat. Dilakukan 24jam.
5. Penatalaksanaan selain diberi tetes mata dan bebat mata ?
Spasme siliar cycloplegic jangaka pendek
(tropicamidazole)
Prinsip penatalaksanaan trauma
1. Mengurangi kerusakan jaringan agar tidak meluas
2. Menghindari infeksi
3. Cepat merujuk ke fasulitas yang lebih tinggi.
Penanganan
1. Irigasi pada trauma kimia
2. Jika ada perdarahan pemberian antibiotic
(topical/oral)
3. Diberi obat antitetanus
6. Pemeriksaan apa saja yang di lakukan pada trauma mata ?
Visus dinilai ada kelainan media refrakta atau di
nervusnya
Lapang penglihatan untuk mengetahui visus perifer,
patologi vaskuler oculi
TIO berhubungan dengan komplikasi glaucoma
sekunder (tidak dilakukan pada kasus ini)
Darah rutin ada infeksi atau tidak

Oftalmoskopi dan imaging melihat struktur internal


ocular
Fluoresin test lihat defek
Seidel test tetes fluoresin dilihat cairannya memudar
atau tidak. Jangan dibilas. untuk kasus trauma,infeksi
Palpasi pada tulang orbita pada margo orbita. Jangan di
bulbus oculi
Reflex pupil untuk mengetahui adanya defek saraf.
7. Komplikasi yang timbul ?
Secara umum
Glaucoma kontusio sudut trauma yang mengenai iris
HA terganggu
Glaucoma dislokasi lensa tekanan tinggi lensa
terdorong kedepan HA terganggu
Infeksi sekunder
Dicari komplikasinya dari palpebra-retina
Mekanik

Jatuh dari
motor

trauma Non mekanik


Tumpul, tajam
radiasi

penatalaks
anaan

Pemeriksaa
n dan
anamnesis
komplikasi

Step 7
1. Macam-macam trauma pada mata ?

1. Trauma tumpul
a. Trauma Tumpul Pada Mata
i. Etiologi
1. Trauma tumpul pada mata dapat
diakibatkan benda yang keras atau
benda yang tidak keras, dimana benda
tersebut dapat mengenai mata dengan
keras (kencang) ataupun lambat.
ii. Tanda
1. Hematoma kelopak
a. Definisi dan etiologi
i. Hematoma palpebra yang
merupakan
pembengkakan
atau penimbunan darah di

bawah kulit kelopak akibat


pecahnya pembuluh darah
palpebra.
ii. Hematoma
kelopak
merupakan kelainan yang
sering terlihat pada trauma
tumpul
kelopak.
Trauma
dapat akibat pukulan tinju,
atau
benda-benda
keras
lainnya.
Keadaan
ini
memberikan bentuk yang
menakutkan pada pasien,
dapat
tidak
berbahaya
ataupun sangat berbahaya
karena mungkin ada kelainan
lain di belakangnya.
iii. Bila perdarahan terletak lebih
dalam dan mengenai kedua
kelopak dan berbentuk kaca
mata hitam yang sedang
dipakai, maka keadaan ini
disebut sebagai hematoma
kaca mata. Hematoma kaca
mata merupakan keadaan
sangat gawat. Hematoma
kaca mata terjadi akibat
pecahnya arteri oftalmika
yang
merupakan
tanda
fraktur basis kranii. Pada
pecahnya a.oftalmika maka
darah masuk ke dalam kedua
ronggo orbita melaiui fisura
orbita. Akibat darah tidak
dapat menjalar lanjut karena
dibatasi
septum
orbita
kelopak
maka
akan

berbentuk gambaran hitam


pada
kelopak
seperti
seseorang memakai kaca
mata.
b. Penatalaksanaan
i. Pada
hematoma
kelopak
yang dini dapat diberikan
kompres
dingin
untuk
menghentikan
perdarahan
clan
menghilangkan
rasa
sakit. Bila telah lama, untuk
memudahkan absorpsi darah
dapat
dilakukan
kompres
hangat ,pada kelopak mata.
b. Trauma Tumpul Konjungtiva
i. Tanda
1. Edema konjungtiva
a. Definisi dan etiologi
i. Jaringan konjungtiva yang
bersifat selaput lendir dapat
menjadi kemotik pada setiap
kelainannya, demikian pula
akibat trauma tumpul. Bila
kelopak terpajan ke dunia
luar dan konjungtiva secara
langsung kena angin tanpa
dapat
mengedip,
maka
keadaan ini telah dapat
mengakibatkan edema pada
konjungtiva.
ii. Kemotik konjungtiva yang
berat dapat mengakibatkan
palpebra
tidak
menutup
sehingga
bertambah
rangsangan
terhadap
konjungtiva.
b. Penatalaksanaan

i. Pada
edema
konjungtiva
dapat diberikan dekongestan
untuk
mencegah
pembendungan
cairan
di
dalam
selaput
lendir
konjungtiva.
ii. Pada kemotik konjungtiva
berat dapat dilakukan disisi
sehingga cairan konjungtiva
kemotik keluar melalui insisi
tersebut.
2. Hematoma subkonjungtiva
a. Etiologi
i. Hematoma
subkonjungtiva
terjadi
akibat
pecahnya
pembuluh
darah
yang
terdapat pada atau di bawah
konjungtiva, seperti arteri
konjungtiva
clan
arteri
episklera.
Pecahnya
pembuiuh darah ini dapat
akibat batuk rejan, trauma
tumpul
basis
kranil
(hematoma kaca mata), atau
pada
keadaan
pembuluh
darah yang rentan dan
mudah
pecah.
Pembuluh
darah
akan
rentan
dan
mudah pecah pada usia
lanjut,
hipertensi,
arteriosklerose, konjungtiva
meradang
(konjungtivitis),
anemia,
dan
obat-obat
tertentu.
ii. Bila perdarahan ini terjadi
akibat trauma tumpul maka

perlu dipastikan bahwa tidak


terdapat robekan di bawah
jaringan konjungtiva atau
skjera.
Kadang-kadang
hematoma
subkonjungtiva
menutupi
keadaan
mata
yang lebih buruk seperti
perforasi bola mata.
b. Tanda
i. Pemeriksaan
funduskopi
adalah perlu pada setiap
penderita
dengan
perdarahan
subkonjungtiva
akibat trauma.
ii. Bila tekanan bola mata
rendah dengan pupil lonjong
disertai tajam penglihatan
menurun
dan
hematoma
subkonjungtiva
maka
sebaiknya
dilakukan
eksplorasi bola mata untuk
mencari
kemungkinan
adanya ruptur bulbus okuli.
c. Pengobatan
i. Pengobatan
dini
pada
hematoma
subkonjungtiva
ialah
dengan
kompres
hangat.
Perdarahan
subkonjungtiva akan hilang
atau diabsorpsi dalam 1-2
minggu tanpa diobati.
c. Trauma Tumpul Pada Kornea
i. Tanda
1. Edema kornea
a. Definisi dan etiologi
i. Trauma tumpul yang keras
atau cepat mengenai mata

dapat mengakibatkan edema


kornea
malahan
ruptur
membrane Descemet.
b. Tanda dan gejala
i. Edema
komea
akan
memberikan
keluhan
penglihatan
kabur
dan
terlihatnya pelangi sekitar
bola lampu atau sumber
cahaya yang dilihat.
ii. Kornea akan terlihat keruh,
dengan uji plasido yang
positif.
iii. Edema kornea yang berat
dapat
mengakibatkan
masuknya
serbukan
sel
radang dan neovaskularisasi
kedalam
jaringan
stroma
kornea.
c. Pengobatan
i. Larutan hipertonk seperti
naCl 5% atau larutan garam
hipertonik 2-8%, glucose 40%
dan larutan albumin.
ii. Peninggian tekanan bola mat
maka
diberikan
asetazolamid.
Pengobatan
untuk menghilangkan rasa
sakit dan memperbaiki tajam
penglihatan dengan lensa
kontak lembek dan mungkin
akibat kerjanya menekan
kornea terjadi pengurangan
edema kornea.
d. Penyulit
i. Terjadinya
kerusakan
M.
Descemet
yang
lama

sehingga
mengakibatkan
keratopati bulosa yang akan
memberikan keluhan rasa
sakit dan menurunkan tajam
penglihatan
akibat
astigmatisme iregular.
2. Erosi kornea
a. Definisi dan etiologi
i. Erosi
kornea
merupakan
keadaan terkelupasnya epitel
komea
yang
dapat
diakibatkan oleh gesekan
keras pada epitel kornea.
Erosi dapat terjadi tanpa
cedera pada membran basal.
Dalam waktu yang pendek
epitel
sekitarnya
dapat
bermigrasi dengan cepat dan
menutupi
defek
epitel
tersebut.
b. Tanda dan gejala
i. Pada erosi pasien akan
merasa sakit sekali akibat
erosi merusak kornea yang
mempunyai serat sensibel
yang banyak, mata berair,
dengan
blefarospasme,
lakrimasi,
fotofobia,
dan
penglihatan akan terganggu
oleh media kornea yang
keruh.
ii. Pada kornea akan terlihat
suatu defek epitel kornea
yang bila diberi pewarnaan
fluoresein akan berwama
hijau.

iii. Pada erosi komea perlu


diperhatikan adalah adanya
infeksi
yang
timbul
kemudian.
c. Pengobatan
i. Anestesi
topikal
dapat
diberikan untuk memeriksatajam
penglihatan
dan
menghilangkan rasa sakit
yang sangat. Hati-hati bila
memakai
obat
anestetik
topikal untuk menghilangkan
rasa sakit pada pemeriksaan
karena
dapat menambah
kerusakan epitel.
ii. Epitel yang terkelupas atau
terlipat sebaiknya dilepas
atau
dikupas.
Untuk
mencegah infeksi bakteri
diberikan antibiotika seperti
antibiotika spektrum luas
neosporin, kioramfenikol dan
sulfasetamid
tetes
mata.
Akibat
rangsangan
yang
mengakibatkan spasme siliar
maka diberikan sikioplegik
aksi-pendek
seperti
tropikamida.
Pasien
akan
merasa lebih tertutup bila
dibebat tekan selama 24 jam.
Erosi yang kecil biasanya
akan
tertutup
kembali
setelah 48 jam.
3. Erosi kornea rekuren
a. Etiologi

i. Erosi rekuren biasanya terjadi


akibat cedera yang merusak
membran basal atau tukak
metaherpetik. Epitel yang
menutup kornea akan mudah
lepas
kembali
diwaktu
bangun pagi. Terjadinya erosi
kornea berulang akibat epitel
tidak dapat bertahan pada
defek epitel kornea. Sukarnya
epitel
menutupi
kornea
diakibatkan oleh terjadinya
pelepasan membran basal
epitel
kornea
tempat
duduknya sel basal epitel
kornea. Biasanya membran
basal
yang
rusak
akan
kembali normal setelah 6
minggu.
b. Pengobatan
i. Pengobatan
terutama
bertujuan
melumas
permukaan kornea sehingga
regenerasi epitel tidak cepat
terlepas untuk membentuk
membran basal kornea.
ii. Pengobatan biasanya dengan
memberikan
sikioplegik
untuk menghilangkan rasa
sakit
ataupun
untuk
mengurangkan gejala radang
uvea yang mungkin timbul.
Antibiotik diberikan dalam
bentuk
tetes
dan
mata
ditutup untuk mempercepat
tumbuh epitel baru dan

mencegah infeksi sekunder.


Biasanya bila tidak terjadi
infeksi sekunder erosi kornea
yang
mengenai
seluruh
permukaan
kornea
akan
sembuh dalam 3 hari. Pada
erosi kornea tidak diberi
antibiotik dengan kombinasi
steroid.
iii. Pemakaian
lensa
kontak
lembek pada pasien dengan
erosi
rekuren
sangat
bermanfaat, karena dapat
mempertahankan
epitel
berada di tempat dan tidak
dipengaruhi kedipan kelopak
mata.
d. Trauma Tumpul Uvea
i. Tanda dan gejala
1. lridoplegia
a. tanda dan gejala
i. Trauma tumpul pada uvea
dapat
mengakibatkan
kelumpuhan otot sfingter
pupil
atau
iridoplegia
sehingga pupil menjadi lebar
atau midriasis.
ii. Pasien akan sukar melilhat
dekat
karena
gangguan
akomodasi,
silau
akibat
gangguan
pengaturan
masuknya sinar pada pupil.
iii. Pupil terlilhat tidak sama
besar atau anisokoria dan
bentulk pupil dapat menjadi

iregular.
Pupil
ini
tidak
bereaksi terhadap sinar.
iv. Iridoplegia akibat trauma
akan berlangsung beberapa
hari
sampai
beberapa
minggu.
v. Pada
pasien
iridoplegia
sebaiknya diberi istirahat
untuk mencegah terjadinya
kelelahan
sfingter
dan
pemberian roboransia.
2. lridodialisis
a. etiologi
i. Trauma
tumpul
dapat
mengakibatkan robekan pada
pangkal iris sehingga bentuk
pupil menjadi berubah.
b. Tanda dan gejala
i. Pasien akan melihat ganda
dengan satu matanya.
ii. Pada
iridodialisis
akan
terlihat
pupil
lonjong.
Biasanya iridodialisis terjadi
bersama-sama
dengan
terbentuknya hifema.
iii. Bila keluhan demikian maka
pada
pasien
sebaiknya
dilakukan
pembedahan
dengan melakukan reposisi
pangkal iris yang terlepas.
3. Hifema
a. Definisi dan etiologi
i. Hifema atau darah di dalam
bilik mata depan dapat
terjadi akibat trauma tumpul

yang
merobek
pembuluh
darah iris atau badan siliar.
b. Tanda dan gejala
i. Pasien akan mengeluh sakit,
di sertai dengan epifora dan
blefarospasme. Penglihatan
pasien akan sangat menurun.
ii. Bila pasien duduk hifema
akan terlihat terkumpul di
bagian bawah bilik mata
depan, dan hifema dapat
memenuhi seluruh ruang
bilik mata depan. Kadangkadang
terlihat
iridoplegia(lumpuhnya m.sp)
dan iridodialisis(robrknya iris
pada daerah insersionya).
c. Pengobatan
i. Pengobatan dengan merawat
pasien
dengan
tidur
di
tempat tidur yang ditinggikan
30 derajat pada kepala,
diberi koagulasi, dan mata
ditutup. Pada anak yang
gelisah dapat diberikan obat
penenang.
Asetazolamida
diberikan bila terjadi penyulit
glaukoma.
ii. Biasanya hifema akan hilang
sempurna.
Bila
berjalan
penyakit
tidak
berjalan
demikian maka sebaiknya
penderita dirujuk.
iii. Parasentesis
atau
mengeluarkan darah dari
bilik mata depan di lakukan

pada pasien dengan hifema


bila
terlihat
tanda-tanda
inhibisi komea, glaukoma
sekunder, hifema penuh dan
berwarna hitam atau bila
setelah 5 hari tidak terlihat
tanda-tanda hifema
akan
berkurang.
d. Komplikasi
i. Kadang-kadang
sesudah
hifema hilang atau 7 hari
setelah trauma dapat terjadi
perdarahan atau hifema baru
yang
disebut
hifema
sekunder yang pengaruhnya
akan lebih hebat karena
perdarahan
lebih
sukar
hilang.
ii. Glaukoma sekunder dapat
pula terjadi akibat kontusi
badan siliar berakibat suatu
reses
sudut
bilik
mata
sehingga terjadi gangguan
pengaliran cairan mata.
iii. Zat besi di dalam bola mata
dapat menimbulkan siderosis
bulbi yang bila didiamkan
akan dapat menimbulkan
ftisis buibi dan kebutaan.
iv. Hifema spontan pada anak
sebaiknya
dipikirkan
kemungkinan leukemia dan
retinoblastoma.
e. Bedah Pada Hifema
i. Parasentesis

1. Parasentesis
merupakan
tindakan
pembedahan
dengan
mengeluarkan
darah
atau nanah dari bilik
mata depan, dengan
teknik sebagai berikut :
dibuat insisi kornea 2
mm dari limbus ke arah
kornea yang sejajar
dengan permukaan iris.
Biasanya biia dilakukan
penekanan pada bibir
luka maka koagulum
dari bilik mata depan
keluar. Bila, darah tidak
keluar
seluruhnya
maka bilik mata depan
dibilas dengan garam
fisiologik.
2. Biasanya luka insisi
kornea
pada
parasentesis
tidak
perlu dijahit.
4. Iridosiklitis
a. Definisi
i. Pada trauma tumpul dapat
terjadi reaksi jaringan uvea
sehingga
menimbulkan
iridosiklitis atau radang uvea
anterior.
b. Tanda dan gejala
i. Pada mata akan terlihat mata
merah, akibat adanya darah
di dalam bilik mata depan
maka akan terdapat suar dan

pupil yang mengecil dengan


tajam penglihatan menurun.
ii. Pada
uveitis
anterior
diberikan
tetes
mata
midriatik dan steroid topikal.
Bila terlihat tanda radang
berat maka dapat diberikan
steroid sistemik.
iii. Sebaiknya pada mata ini
diukur tekanan bola mata
untuk persiapan memeriksa
fundus dengan midriatika.
e. Trauma Tumpul Pada Lensa
i. Tanda dan gejala
1. Dislokasi fensa
a. Definisi
i. Trauma tumpul lensa dapat
mengakibatkan
dislokasi
lensa. Dislokasi lensa terjadi
pada putusnya zonula Zinn
yang akan mengakibatkan
kedudukan lensa terganggu.
2. Subluksasi lensa
a. Etiologi
i. Subluksasi
lensa
terjadi
akibat putusnya sebagian
zonula Zinn sehingga lensa
berpindah tempat. Subluksasi
lensa dapat juga terjadi
spontan
akibat
pasien
menderita
kelainan
pada
zonula Zinn yang rapuh
(Sin( Marphan).
b. Tanda dan gejala
i. Pasien pasca trauma akan
mengeluh
penglihatan
berkurang.

ii. Subluksasi
lensa
akan
memberikan gambaran pada
iris berupa iridodonesis.
iii. Akibat pegangan lensa pada
zonula tidak ada maka lensa
elastis
akan
meniadi
cembung, dan mata
akan
menjadi lebih miopik. Lensa
yang
menjadi
sangat
cembung mendorong iris ke
depan sehingga sudut bilik
mata tertutup. Bila sudut
bilik mata menjadi sempit
pada mata mudah terjadi
glaukoma sekunder.
c. komplikasi
i. Subluksasi
dapat
mengakibatkan
glaukoma
sekunder
dimana
terjadi
penutupan sudut bilik mata
oleh
lensa
yang
mencembung.
d. Pengobatan
i. Bila tidak terjadi penyulit
subluksasi
lensa
seperti
glaucoma atau uveitis maka
tidak dilakukan pengeluaran
lensa dan diberi kacamatar
koreksi yang sesuai.
3. Luksasi lensa anterior
a. Etiologi
i. Bila seluruh zonula Zinn di
sekitar ekuator putus akibat
trauma maka lensa dapat
masuk ke dalam bilik mata
depan.

ii. Akibat lensa terletak di


dalam bilik mata depan ini
maka akan terjadi gangguan
pengaliran ke cairan bilik
mata sehingga akan timbul
glaukoma
kongestif
akut
dengan gejala-gejalanya.
b. Tanda dan gejala
i. Pasien
akan
mengeluh
penglihatan
menurun
mendadak,
disertai
sakit
yang sangat, muntah, mata
merah
dengan
blefarospasme.
ii. Terdapat injeksi siliar yang
berat, edema komea, lensa di
dalam mata depan. Iris
terdorong
ke
belakang
dengan pupil yang lebar.
Tekanan bola mata sangat
tinggi.
c. Pengobatan
i. Pada luksasi lensa anterior
sebaiknya pasien secepatnya
dikirim pada dokter mata
untuk dikeluarkan lensanya
dengan
terlebih
dahulu
diberikan
asetazolamida
untuk menurunkan tekanan
bola matanya.
4. Luksasi lensa posterior
a. Etiologi
i. Pada trauma tumpul yang
keras pada mata dapat
terjadi
luksasi
lensa
posterior akibat putusnya

zonula
Zinn
di
seluruh
lingkaran
ekuator,
lensa
sehingga lensa jatuh ke
dalam
badan
kaca
dan
tenggelam di dataran bawah
polus posterior fundus okuli.
b. Tanda dan gejala
i. Pasien
akan
mengeluh
adanya skotoma pada lapang
pandangan
akibat
lensa
mengganggu kampus.
ii. Mata ini akan menunjukkan
gejala mata tanpa lensa atau
afakia. Pasien akan melihat
normal dengan lensa + 12.0
dioptri untulk jauh, bilik mata
depan
dalam
dan
iris
tremulans.
c. Penyulit
i. Lensa yang terialu lama
berada pada polus posterior
dapat menimbulkan penyulit
akibat
degenerasi
lensa,
berupa glaukoma fakolitik
ataupun uveitis fakotoksik.
d. Pengobatan
i. Bila
luksasi
lensa
telah
menimbulkan
penyulit
sebaiknya
secepatnya
dilakukan ekstraksi lensa.
5. Katarak Trauma
a. Etiologi
i. Katarak akibat cedera pada
mata dapat akibat trauma
perforasi ataupun tumpul
terlilhat sesudah beberapa
hari ataupun tahun.

ii. Pada trauma tumpul akan


terlilhat katarak subkapsular
anterior ataupun posterior.
Kontusio lensa menimbulkan
katarak seperti bintang, dan
dapat pula dalam bentuk
katarak tercetak (imprinting)
yang disebut cincin Vossius.
iii. Trauma
tembus
akan
menimbulkan katarak yang
lebih cepat, perforasi kecil
akan menutup dengan cepat
akibat
proliferasi
epitel
sehingga bentuk kekeruhan
terbatas
kecil.
Trauma
tembus besar pada lensa
akan
mengakibatkan
terbentuknya katarak dengan
cepat
disertai
dengan
terdapatnya masa lensa di
dalam bilik mata depan.
b. Tanda dan gejala
i. Pada
keadaan
ini
akan
terlihat secara histopatologik
masa
lensa
yang
akan
bercampur makrofag dengan
cepatnya,
yang
dapat
memberikan
bentuk
endoftalmitis fakoanafilaktik.
ii. Lensa dengan kapsul anterior
saja
yang
pecah
akan
menjerat
korteks
lensa
sehingga
akan
mengakibatkan apa yang
disebut
sebagai
cincin
Soemering atau bila epitel

lensa berproliferasi aktif akan


terlilhat mutiara Elsching.
c. Pengobatan
i. Pengobatan
katarak
traumatik tergantung pada
saat terjadinya.
ii. Bila
terjadi
pada
anak
sebaiknya dipertimbangkan
akan kemungkinan terjadinya
ambliopia. Untulk mencegah
ambliopia pada anak dapat
dipasang lensa intra okular
primer atau sekunder.
iii. Pada katarak trauma apabila
tidak terdapat penyulit maka
dapat ditunggu sampai mata
menjadi tenang. Bila terjadi
penyulit seperti glaukama,
uveitis dan lain sebagainya
maka
segera
dilakulkan
ekstraksi lensa.
d. Penyulit
i. Penyulit
uveitis
dan
glaukoma sering dijumpai
pada orang usia tua. Pada
beberapa
pasien
dapat
terbentuk cincin Soemmering
pada pupil sehingga dapat
mengurangi
tajam
penglilhatan.
ii. Keadaan ini dapat disertai
perdarahan. ablasi retina,
uveitis atau salah letak lensa.
6. Cincin Vossius
a. Definisi
i. Pada trauma lensa dapat
terlihat apa yang disebut

sebagai cincin Vossius yang


merupakan cincin berpigmen
yang terletak tepat di belak
pupil yang dapat terjadi
segera setelah trauma, yang
merupakan deposit pigmen
iris pada dataran depan lensa
sesudah sesuatu trauma,
seperti suatu stempel jari.
b. Tanda dan gejala
i. Cincin hanya menunjukkan.
tanda bahwa mata tersebut
telah
mengalami
suatu
trauma tumpul.
f. Trauma Tumpul Retina dan Koroid
i. Tanda
1. Edema retina dan korold
a. Etiologi dan tanda
i. Trauma tumpul pada retina
dapat mengakibatkan edema
retina
penglihatan
akan
sangat menurun.
ii. Edema
retina
akan
memberikan warna retina
yang lebih abu-abu akibat
sukarnya melihat jaringan
koroid melalui retina yang
sembab. Berbeda dengan
oklusi arteri retina sentral
dimana
terdapat
edema
retina kecuali daerah makula,
sehingga pada keadaa akan
terlihat cherry red spot yang
berwarna merah.
iii. Edema retina akibat trauma
tumpul juga mengakibatkan
edema
makula
sehingga

tidak terdapat cherry red


spot.
iv. Pada trauma tumpul yang
paling
ditakutkan
adalah
terjadi edema makula atau
edema Berlin. Pada keadaan
ini akan terjadi edema luas
sehingga
seluruh
polus
posterior
fundus
okuli
berwarna abu-abu.
v. Umumnya penglihatan akan
normal
kembali
setelah
beberapa waktu, akan tetapi
dapat
juga
penglihatan
berkurang
akibat
tertimbunnya daerah makula
oleh sel pigmen epitel.
2. Ablasi retina
a. Etiologi
i. Trauma diduga merupakan
pencetus untuk terlepasnya
retina koroid pada penderita,
ablasi retina. Biasanya pasien
telah
mempunyai
bakat
untuk terjadinya ablasi retina
ini seperti retina tipis akibat
rel semata, miopia, dan
proses
degenerasi
retina
lainnya.
b. Tanda dan gejala
i. Pada pasien akan terdapat
keluhan
seperti
adanya
selaput
seperti
tabir
mengganggu
lapang
pandangannya. Bila terkena
atau ter daerah makula maka

tajam
penglihatan
akan
menurun.
ii. Pada
pemeriksaan
funduskopi,
akan
terlihat
retina yang berm abu-abu
dengan
pernbuluh
darah
yang terlihat terangkat dan
berkelok.
iii. Kadang-kadang
terlihat
pembuluh darah seperti yang
terputus-putus.
c. Pengobatan
i. Pada pasien dengan ablasi
retina
maka
secepatnya
dirawat
untuk
dilakukan
pembedahan
oleh
dokter
mata.
g. Trauma Koroid
i. Tanda
1. Ruptur koroid
a. definisi
i. Pada trauma keras dapat
terjadi perdarahan subretina
yang
dapat
merupakan
akibat ruptur koroid. Ruptur
ini biasanya terletak di polus
posterior bola mata dan
melingkar
konsentris
di
sekitar papil saraf optik.
b. Tanda dan gejala
i. Biia ruptur koroid ini terletak
atau
mengenai
daerah
makula lutea maka tajam
penglihatan
akan
turun
dengan sangat.
ii. Ruptur ini bila tertutup oleh
perdarahan subretina agak

sukar dilihat akan tetapi bila


darah
tersebut
telah
diabsorpsi maka akan terlihat
bagian ruptur berwarna putih
Karena sklera dapat dilihat
langsung
tanpa
tertutup
koroid.
h. Trauma Tumpul Saraf Optik
i. Tanda
1. Avulsi papil saraf optik
a. Etiologi
i. Pada trauma tumpul dapat
terjadi saraf optik terlepas
dari pangkalnya di dalam
bola mata yang disebut
sebagai avulsi papil saraf
optik.
b. Tanda dan gejala
i. Keadaan
ini
akan
mengakibatkan
turunnya
tajam
penglilhatan
yang
berat dan sering berakhir
dengan kebutaan.
c. Pengobatan
i. Penderita ini perlu dirujuk
untuk dinilai kelainan fungsi
retina dan saraf optiknya.
2. Optik neuropati traumatik
a. Etiologi
i. Trauma
tumpul
dapat
mengakibatkan
kompresi
pada saraf optik, demikian
pula perdarahan dan edema
sekitar saraf optik.
b. Gejala dan tanda
i. Penglihatan akan berkurang
setelah cidera mata. Terdapat

reaksi defek aferen pupil


tanpa adanya kelainan nyata
pada retina.
ii. Tanda
lain
yang
dapat
diemukan adalah gangguan
penglihatan
warna
dan
lapangan
pandang.
Papil
saraf optik dapat normal
beberapa minggu sebelum
menjadi pucat.
c. DD
i. Diagnosis
banding
penglihatan turun setelah
sebuah cidera mata adalah
trauma retina, perdarahan
badan kaca, trauma yang
mengakibatKan
kerusakan
pada kiasma optik.
d. Pengobatan
i. Pengobatan adalah dengan
merawat pasien pada waktu
dengan memberi steroid. Bila
penglihatan
memburuk
setelah steroid maka perlu
dipertimbangkan
untuk
pembedahan.

2. Trauma Tembus Bola Mata


a. Tanda
i. Trauma dapat mengakibatkan robekan pada
konjungtiva saja. Bila robekan konjungtiva ini
atau tidak melebihi 1 cm, maka tidak perlu
dilakukan penjahitan. Bila robekan konjungtiva
lebih 1 cm diperlukan tindakan penjahitan
untuk mencegah terjadinya granuloma. Pada

setiap robekan konjungtiva perlu diperhatikan


terdapatnya robekan sclera bersama-sama
dengan robekan konjungtiva tersebut.
ii. Bila trauma disebabkan benda tajam atau
benda asing masuk ke dalam bola mata maka
akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus,
seperti:
1. Tajam penglihatan yang menurun
2. Tekanan bola mata rendah
3. Bilik mata dangkal
4. Bentuk dan letak pupil yang berubah
5. Terlihatnya ada ruptur pada kornea atau
sklera
6. Terdapat jaringan yang di proplaps
seperti cairan mata, iris, lensa, badan
kaca, atau retina
7. Konjungtiva kemotis
b. Pengobatan
i. Bila terlihat salah satu tanda di atas atau
dicurigai adanya perforasi bola mata maka
secepatnya dilakukan pemberian antibiotika
topikal dan mata ditutup dan segera dikirim
pada
dokter
mata
untulk
dilakukan
pembedahan.
ii. Pada setiap terlihat kemungkinan trauma
perforasi sebaiknya dipastikan apakah ada
benda asing yang masuk ke dalam mata
dengan membuat foto.
iii. Pada pasien dengan luka tembus bola mata
selamanya diberikan antibiotika sistemik atau
intravena dan pasien dipuasakan untuk
tindakan pembedahan.
iv. Pasien juga diberi anti tetanus profilaktik,
analgetika, dan kalau perlu penenang.
Sebelum dirujuk mata tidak diberi salep,
karena salep dapat masuk ke dalam mata.
Pasien tidak boleh diberi steroid local dan

beban yang diberikan pada mata tidak


menekan bola mata.
c. Etiologi
i. Trauma tembus dapat terjadi akibat masuknya
benda asing ke dalam bola mata. Benda asing
di dalam bola mata pada dasarnya perlu
dikeluarkan. Benda asing yang bersifat
magnetik dapat dikeluarkan dengan alat
magnit raksasa. Benda yang tidak magnetik
dikeluarkan vitrektomi.
d. Penyulit
i. Penyulit yang dapat timbul pada terdapatnya
benda asing intraokular adalah endoftalmitis,
panoftalmitis,
ablasi
retina,
perdarahan
intraokular dan ftisis bulbi.

3. Benda Asing Intraokular


a. Benda asing magnetik intraokular
i. Diagnosis
1. Anamnesis
a. Pada keadaan diduga adanya
benda asing magnetik intraokular
perlu diambil riwayat terjadinya
trauma dengan baik.
2. Tanda dan gejala
a. Benda asing intraokular yang
magnetik ataupun tidak akan
memberikan gangguan pada tajam
penglihatan.
Akan
terlihat
kerusakan
kornea,
lensa
iris
ataupun sklera penglihatan. Akan
terlihat kerusakan kornea, lensa iris
ataupun sklera yang merupakan
tempat jalan masuknya benda
asing ke dalam bola mata.
3. PP

a. Bila pada pemeriksaan pertama


lensa masih jernih maka untuk
melihat kedudukan benda asing di
dalam
bola
mata
dilakukan
melebarkan
pupil
dengan
midriatika.
b. Pemeriksaan funduskopi sebaiknya
segera di lakukan karena bila lensa
terkena maka akan lensa menjadi
keruh
secara
perlahan-lahan
sehingga
akan
memberikan
kesukaran untuk melihat jaringan
belakang lensa.
c. Pemeriksaan
radiologik
akan
memperlihatkan bentuk dan besar
benda
asing
yang
terletak
intraokular. Bila pada pemeriksaan
radiologik dipakai cincin Flieringa
atau lensa kontak Comberg akan
terlihat benda bergerak bersama
dengan pergerakan bola mata.
d. Untuk menentukan letak benda
asing
ini
dapat
dilakukan
pameriksaan tambahan lain yaitu
dengan metal locator.
e. Pemeriksaan
ultrasonografi
digunakan
untuk
pemeriksaan
yang lebih menentukan letak clan
gangguan
terhadap
jaringan
sekitar lainnya.
ii. Pengobatan
1. Pengobatan pada benda asing intraokular
ialah dengan mengeluarkannya dan
dilakukan
dengan
perencanaan
pembedahan agar tidak memberikan

kerusakan yang lebih berat terhadap bola


mata.
2. Mengeluarkan benda asing melalui jalan
melewati skiera merupakan cara untuk
tidak merusak jarinan lain.

4. Trauma Kimia
a. Etiologi
i. Trauma bahan kimia dapat terjadi pada
kecelakaan yang terjadi di dalam laboratorium,
industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia,
pekerjaan pertanian, dan peperangan yang
memakai bahan kimia di abad modern.
b. Bahan kimia
i. Dibedakan
1. Bahan kimia yang dapat mengakibaIkan
kelainan pada mata dapat dibedakan
dalam bentuk:
a. Trauma Asam
b. Trauma Basa atau Alkali.
ii. Pengaruh bahan kimia sangat bergantung
pada:
1. pH,
2. Kecepatan,
3. Jumlah bahan kimia tersebut mengenai
mata.
4. Dibanding bahan asam, maka trauma
oleh bahan alkali cepat dapat merusak
dan menembus kornea.
c. Pengobatan
i. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan
tindakan segera.
ii. lrigasi daerah yang terkena trauma kimia
merupa tindakan yang segera harus dilakukan
karena dapat memberikan penyulit yang lebih
berat.

iii. Pembilasan dilakukan dengan memakai garam


fisiologi atau air bersih lainnya selama
mungkin dan paling sedikit 15-30 menit.
iv. Luka bahan kimia harus dibilas secepatnya
dengan air yang tersedia pada saat itu seperti
dengan air keran, larutan garam fisiologik, dan
asam berat.
v. Anestesi topikal diberikan pada keadaan
dimana terdapat blefarospasme berat.
vi. Untuk bahan asam digunakan larutan natrium
bikarbonat 3% sedang untuk basa larutan
asam borat, asam asetat 0.5% atau bufer as
asetat
pH
4.5%
untuk
menetralisir.
Diperhatikan kemungkinan terdapat benda
asing penyebab luka tersebut.
vii. Untuk bahan basa diberikan EDTA. Pengobatan
yang
diberi
adalah
antibiotika
topikal,
sikioplegik dan bebat mata selama mata masih
sakit.
viii. Regenerasi epitel akibat asam lemah dan alkali
sangat lambat yang biasanya sempurna
setelah 3-7 hari.
d. klasifikasi
i. Trauma Asam
1. Etiologi
a. Bahan asam yang dapat merusak
mata terutama bahan anorga
organik
(asetat,
forniat),d
an
organik anhidrat (asetat).
2. Patofisiologi
a. Bila bahan asam mengenai mata
maka
akan
segera
terjadi
pengendapan
ataupun
penggumpalan protein permukaan
sehingga bila konsentrasi tidak
tinggi maka tidak akan bersifat
destruktif seperti trauma alkali.

Biasanya akan terjadi kerusakan


hanya pada bagian superfisial saja.
Bahan asam dengan konsentrasi
tinggi
dapat
bereaksi
seperti
terhadap trauma basa sehingga
kerusakan yang diakibatkannya
akan lebih dalam.
3. Pengobatan
a. Pengobatan
dilakukan
dengan
irigasi
jaringan
yang
terkena
secepatnya dan selama mungkin
untuk
menghilangkan
dan
melarutkan
bahan
yang
mengakibatkan trauma.
b. Biasanya trauma akibat asam akan
normal kembali, sehingga tajam
penglihatan
tidak
banyak
terganggu.
ii. Trauma Basa atau Alkali
1. Patofisiologi
a. Trauma akibat bahan kimia basa
akan memberikan akibat yang
sangat gawat pada mata. Alkali
akan menembus dengan cepat
kornea, bilik mata depan, dan
sampai pada jaringan retina. Pada
trauma
basa
akan
terjadi
penghancuran jaringan kolagen
kornea. Bahan kimia alkali bersifat
koagulasi sel dan terjadi proses
persabunan,
disertai
dengan
dehidrasi. Bahan akustik soda
dapat menembus ke dalam bilik
mata depan dalam waktu 7 detik.
b. Pada trauma alkali akan terbentuk
kolagenase yang akan menambah

bertambah
kerusakan
kolagen
kornea. Alkali yang menembus ke
dalam bola mata akan merusak
retina sehingga akan berakhir
dengan kebutaan penderita.
2. Menurut klasifikasi Thoft maka trauma
basa dapat dibedakan dalam :
a. Derajat 1 hiperemi konjungtiva
disertai dengan keratitis pungtata
b. Derajat 2 hiperemi konjungtiva
disertai
dengan
hilang
epitel
kornea
c. Derajat 3 :hiperemi disertai dengan
nekrosis konjungtiva dan lepasnya
epitel kornea
d. Derajat 4: konjungtiva perilimal
nekrosis sebanyak 50%.
3. Pengobatan
a. Tindakan bila terjadi trauma basa
adalah
dengan
secepatnya
melakukan irigasi dengan garam
fisiologik.
Sebaiknya
irigasi
dilakukan selama mungkin. Bila
mungkin irigasi dilakukan paling
sedikit 60 menit segera setelah
trauma.
b. Penderita
diberi
sikloplegia,
antibiotika, EDTA untuk mengikat
basa. EDTA diberikan setelah 1
minggu trauma alkali diperlukan
untuk menetralisir kolagenase yang
terbentuk pada hari ke tujuh.
4. Penyulit
a. Penyulit yang dapat timbul trauma
alkali adalah
i. Ssimblefaron,
ii. Kekeruhan kornea,

iii. Edema dan neovaskularisasi


kornea,
iv. Katarak,
disertai
dengan
terjadi ftisis bola mata.

5. Trauma Radiasi Elektromagnetik


a. Trauma radiasi yang sering ditemukan adalah
i. Sinar inframerah
ii. Sinar ultraviolet
iii. Sinar X dan sinar terionisasi
b. Trauma Sinar Infra Merah
i. Patofisiologi
1. Akibat sinar infra merah dapat terjadi
pada saat menatap gerhana matahari
dan pada saat bekerja dipemanggangan.
Kerusakan
ini
da
terjadi
akibat
terkonsentrasinya
sinar
inframerah
terlihat. Kaca yang mencair seperti yang
ditemukan di tempat pemanggangan
kaca akan menggeluarkan sinar infra
merah. Bila seseorang berada pada jarak
kaki sela satu menit di depan kaca yang
mencair dan pupilnya lebar atau midria
maka suhu lensa akan naik sebanyak 9
derajat Celcius. Demikian pula yang
mengabsorpsi sinar infra merah akan
panas sehingga berakibat tidak baik
terhadap kapsul lensa di dekatnya.
Absorpsi sinar infra merah oleh lensa
akan
mengakibatkan
katarak
dan
eksfoliasi kapsul lensa.
ii. Factor resiko terkena
1. Akibat sinar ini pada lensa maka katarak
mudah terjadi pada pekerja industri gelas
dan pemanggangan logam.
iii. DD

1. Sinar infra merah akan mengakibatkan


keratitis superfisial, katarak kortikal
anterior-posterior dan koagulasi pada
koroid.
2. Bergantung pada beratnya lesi akan
terdapat skotoma sement
ataupun
permanen.
iv. Pengobatan
1. Tidak ada pengobatan terhadap akibat
buruk yang sudah terjadi kecuali
mencegah terkenanya mata oleh sinar
infra merah ini.
2. Steroid sistemik dan lokal diberikan uniuk
mencegah terbentuk jaringan parut pada
makula atau untuk mengurangi gejala
radang yang timbul.
c. Trauma Sinar Ultra Violet (Sinar Las)
i. Definisi
1. Sinar ultra violet merupakan sinar
gelombang pendek yang tidak terlihat
mempunyai panjang gelombang antara
350-295 nM.
ii. Patofisiologi
1. Sinar ultra violet banyak terdapat padd
saat bekerja las, dan menatap sinar
matahari atau pantulan sinar matahari di
atas salju. Sinar ultraviolet akan segera
merusak epitel kornea. Sinar ultra violet
biasanya
memberikan
kerusakan
terbatas
pada
kornea
sehingga
kerusakan pada lensa dan retina tidak
akan nyata terlihat. Kerusakan ini akan
segera baik kembali setelah beberapa
waktu, dan tidak akan memberikan
gangguan
tajam
penglihatan
yang
menetap.
iii. Tanda dan gejala

iv.

d. Sinar
i.

ii.

1. Pasien yang telah terkena sinar ultra


violet akan memberikan keluhan 4-10
jam setelah trauma. Pasien akan merasa
mata sangat sakit mata seperti kelilipan
atau
kemasukan
pasir,
fotofobia,
blefarospasme, dan konjungtiva kemotik.
2. Kornea
akan
menunjukkan
adanya
infiltrat
pada
permukaannya,
yang
kadang-kadang disertai dengan kornea
yang keruh dan uji fluoresein positif.
Keratitis terutama terdapat pada fisura
paipebra.
3. Pupil
akan
terlihat
miosis.
Tajam
penglihatan akan terganggu.
4. Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat,
akan tetapi bila radiasi berjalan lama
kerusakan dapat permanen sehingga
akan
memberikan
kekeruhan
pada
komea. Keratitis dapat bersifat akibat
efek kumulatif sinar ultra violet sehingga
gambaran keratitisnya menjadi berat.
Pengobatan
1. Pengobatan
yang
diberikan
adalah
sikloplegia, antibiotika lokal, analgetik,
dan mata ditutup untuk selama 2-3 hari.
Biasanya sembuh setelah 48 jam.
lonisasi dan Sinar X
Sinar ionisasi dibedakan dalam bentuk:
1. Sinar alfa yang dapat diabaikan
2. Sinar beta yang dapat menembus 1 cm
jaringan
3. Sinar gama dan
4. Sinar X
Patofisiologi
1. Sinar ionisasi dan sinar X dapat
mengakibatkan katarak dan rusaknya
retina. Dosis kataraktogenik bervariasi

dengan energi dan tipe sinar, lensa yang


lebih muda dan lebih peka.
2. Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi
pemecahan diri sel epitel secara tidak
normal. Sedang sel baru yang berasal
dari set germinatif lensa tidak menjadi
jarang.
3. Sinar
X
merusak
retina
dengan
gambaran
seperti
kerusakan
yang
diakibatkan diabetes melitus berupa
dilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris
mata, dan eksudat.
4. Luka bakar akibat sinar X dapat merusak
kornea yang mengakibatkan kerusakan
permanen yang sukar diobati. Biasanya
akan terlihat sebagai keratitis dengan
iridosiklitis ringan. Pada keadaan yang
berat
akan
mengakibatkan
parut
konjungtiva atrofi set goblet yang akan
mengganggu fungsi air mata.
iii. Pengobatan
1. Pengobatan
yang
diberikan
adalah
antibiotika topikal dengan steroid 3 kali
sehari dan sikioplegik satu kali sehari.
2. Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva
dilakukan tindakan pembedahan.
TRAUMA KIMIA
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan
kedaruratan oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera
pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai kehilangan
penglihatan. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang
mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang
bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata
tersebut.5

Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7 ataupun


zat basa pH > 7 yang dapat menyebabkan kerusakan struktur
bola mata. Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis,
volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari
zat kimia tersebut. Mekanisme cedera antara asam dan basa
sedikit berbeda.5
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi
dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan
kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan memakai bahan
kimia serta paparan bahan kimia dari alat-alat rumah tangga.
Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera.
Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan
yang harus segera dilakukan.
ETIOLOGI
Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang
tersemprot atau terpercik pada wajah. Trauma pada mata yang
disebabkan oleh bahan kimia disebabkan oleh 2 macam bahan
yaitu bahan kimia yang bersifat asam dan bahan kimia yang
bersifat basa. Bahan kimia dikatakan bersifat asam bila
mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila
mempunyai pH > 7.6
Trauma Asam
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan
anion dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan
okular dengan mengubah pH, sementara anion merusak dengan
cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi
protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat
asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma
korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma
pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung
lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia
basa.5

Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam lemah ini


secara cepat melewati membran sel, seperti alkali. Ion fluoride
dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat
enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium
membentuk insoluble complexes. Nyeri local yang ekstrim bisa
terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung
pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium.
Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki sistem
sirkulasi, dan memberikan gambaran gejala pada jantung,
pernafasan, gastrointestinal, dan neurologik.5
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan
denaturasi dan presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya,
karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan asam
serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung
terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga
mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadangkadang seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak
menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea. Bila
trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan
trauma basa.7
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi
koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan
pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak
akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya
kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Koagulasi protein
ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan.
Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.8
Bahan kimia bersifat asam : asam sulfat, air accu, asam sulfit,
asam hidrklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam
kromat, asam hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil, yang
menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan
penyebab tersering dari luka bakar kimia pada mata. Asam

Hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang


karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat.6,9
Trauma Basa
Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam,
karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan
lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel
membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai
retina.Trauma basa akan memberikan iritasi ringan pada mata
apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian
dalam
mata,
trauma
basa
ini
mengakibatkan
suatu
kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera okuli
anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan
kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran
jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi
sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi.5

Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau


rusaknya sel jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan
mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi asam
lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan
mempermudah
penetrasi
lebih
lanjut
zat
alkali.
Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang
dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis.
Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea
akan mati. Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel
polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini
cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru
atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel

kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya


lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan
langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen
aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator
dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea.
Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel
yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan dapat
terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam
sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21.
Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah
trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi
epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran
depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan
maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata
susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan
askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini memegang peranan
penting dalam pembentukan jaringan kornea.5
Bahan kimia bersifat basa: NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan
pendingin lemari es, sabun, shampo, kapur gamping, semen,
tiner, lem, cairan pembersih dalam rumah tangga, soda kuat.6,9
PATOFISIOLOGI
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2
fase, yaitu fase kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan
kimia serta fase penyembuhan:

Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat


dapat diikuti oleh hal-hal sebagai berikut:

Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai


gangguan dan oklusi pembuluh darah pada limbus.

Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada


vaskularisasi dan konjungtivalisasi permukaan kornea atau

menyebabkan kerusakan persisten pada epitel kornea


dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.

Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat


menyebabkan kerusakan dan presipitasi glikosaminoglikan
dan opasifikasi kornea.

Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat


menyebabkan kerusakan iris dan lensa.

Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat


yang dibutuhkan untuk memproduksi kolagen dan
memperbaiki kornea.

Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.

Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi


atau pergeseran dari sel-sel epitelial yang berasal dari
stem cell limbus

Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit


terjadi sintesis kolagen yang baru.10

Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh prosesproses berikut:

KLASIFIKASI
Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan
derajat keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia
penyebab trauma. Klasifikasi ini juga bertujuan untuk
penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul serta
indikasi penentuan prognosis. Klasifikasi ditetapkan berdasarkan
tingkat kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus. Selain
itu klasifikasi ini juga untuk menilai patensi dari pembuluh darah
limbus (superfisial dan profunda).10

Derajat 1 : kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus


(prognosis sangat baik)
Derajat 2 : kornea berkabut dengan gambaran iris yang
masih terlihat dan terdapat kurang dari 1/3 iskemik limbus
(prognosis baik)
Derajat 3 : epitel kornea hilang total, stroma berkabut
dengan gambaran iris tidak jelas dan sudah terdapat
iskemik limbus (prognosis kurang)
Derajat 4 : kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih
dari limbus (prognosis sangat buruk)11
Kriteria lain yang perlu dinilai adalah seberapa luas hilangnya
epitel pada kornea dan konjungtiva, perubahan iris, keberadaan
lensa, dan tekanan intra okular.

Gambar Klasifikasi Trauma Kimia, (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c)


derajat 3, (d) derajat 410

Trauma Asam:
Asam merusak dan memutus ikatan intramolekul
protein koagulasi protein dapat merupakan barier
menghambat penetrasi zat ke intraokular (nekrose
koagulase).
Bila trauma disebabkan oleh asam kuat menembus
stroma kornea berubah warna menjadi kelabu dalam 24
jam dan juga timbul kerusakan pada badan siliar.
Gunawan, Wasidi. 2008. Kegawatdaruratan dalam Ilmu
Penyakit Mata. Dalam : Purnasidha, Hendry Ed. Cliical
Update : Emergency Cases. Jogjakarta : Press Jogjakarta.

Trauma Basa:
Alkali persabunan disertai dengan disosiasi asam lemak
membran sel mempermudah penetrasi alkali
mukopolisakarida jaringan akan menghilang
penggumpalan sel kornea atau keratosit serat kolagen
kornea akan menjadi bengkak dan stroma kornea akan
mati edem kornea terdapat serbukan sel
polimorfonuklear ke dalam stroma kornea disertai
dengan masuknya neovaskularisasi epitel kornea rusak
akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas epitel
yang baru terbentuk plasminogen aktivator &
kolagenase keluar gangguan penyembuhan epitel.
Gunawan, Wasidi. 2008. Kegawatdaruratan dalam Ilmu
Penyakit Mata. Dalam : Purnasidha, Hendry Ed. Cliical
Update : Emergency Cases. Jogjakarta : Press Jogjakarta.

Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan


dalam :
Derajat 1 : Hiperemi konjungtiva disertai dengan
keratitis pungtata.

Derajat 2 : Hiperemi konjungtiva disertai dengan


hilang epitel kornea.
Derajat 3 : Hiperemi disertai dengan nekrosis
konjunctiva dan lepasnya epitel
kornea.
Derajat 4 : Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak
50%.
Ilyas, Sidharta. Trauma Kimia. Ilmu Penyakit Mata
Edisi Ketiga, Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2009; h 271
273.

Menurut American Academy of Ophtalmology stadium


trauma kimia pada bola mata dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:

American Academy of Ophthalmology. 2006. Ocular


Trauma Epidemiology and Prevention Ophtalmology,
Basic and Cliical Science Course Section 13, p 121-134.

2. Mengapa ditemukan mata buram, merah, berair, bengkak dan nyeri pada
kelopak mata?

Palpebra : Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola


mata, sertamengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air
mata di depan komea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang
berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan
pengeringan bola mata. Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis
pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus
yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan
kelopak(lagoftalmos) akan mengakibatkan keringnya permukaan
mata sehingga terjadi keratitis.
Jika pada palpebra terjadi trauma tumpul maka akan terjadi hematom,
edema palpebra yang dapat menyebabkan kelopak mata tidak dapat
membuka dengan sempurna (ptosis), kelumpuhan kelopak mata
(lagoftalmos/tidak dapat menutup secara sempurna)

KELOPAK MATA BENGKAK

Hematoma palpebra merupakan pembengkakan atau penibunan


darah di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah
palpebra.
Gambaran klinis
Hematoma kelopak merupakan kelainan yang sering terlihat pada
trauna tumpul kelopak. Bila perdarahan terletak lebih dalam dan
mengenai kedua kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam
yang sedang dipakai, maka keadaan ini disebut hematoma
kacamata. Henatoma kacamata terjadi akibat pecahnya arteri
oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada
pecahnya arteri oftalmika maka darah masuk kedalam kedua
rongga orbita melalui fisura orbita.
Penatalaksanaan
Penanganan pertama dapat diberikan kompres dingin untuk
menghentikan perdarahan. Selanjutnya untuk memudahkan
absorpsidarah dapat dilakukan kompres hangat pada kelopak.

3. Mengapa terjadi erosi kornea, rupture kornea di jam 5, iris prolap dan
COA dangkal ?

Kornea
Bila ada tembus kornea dapat mengganggu fungsi penglihatan karena
fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea
menyebabkan iris prolaps, korpusvitreum dan korpus ciliaris prolaps, hal
ini dapat menurunkan visus
Ruptura kornea
Kornea pecah, bila daerah yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris,
merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera.

4. Mengapa diberi tetes mata antibiotic dan bebat mata ?

Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis.


Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas
netrofil dan mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan
antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100 mg).
Tujuan Bebat Mata :

Terapi balutan mata sampai epitel telah beregenerasi dapat


membantu penyembuhan.

Randleman, J.B., Bansal, A. S., Burns, Chemical.,


eMedicine Journal. 2009.

Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada


persesuaian pendapat di antara para ahli. Edward- Layden
lebih condong untuk menggunakan bebat mata pada mata
yang terkena trauma saja, untuk mengurangi pergerakan
bola mata yang sakit. Selanjutnya dikatakan bahwa
pemakaian bebat pada kedua mata akan menyebabkan
penderita gelisah, cemas dan merasa tak enak,
Sumber : Nurwasis, dkk. 2006.Pedoman Diagnosis
dan Terapi SMF IlmuPenyakit Mata: Hifema pada
Rudapaksa Tumpul. Hal 137-139.Penerbit: FK Unair,
Surabaya.
5. Penatalaksanaan selain diberi tetes mata dan bebat mata ?

TERAPI
1.
Trauma tumpul
a. Tirah baring sempurna dalam posisi fowler untuk menimbulkan
gravitasi guna membantu keluarnya hifema dari mata.
b. Berikan kompres es.

c. Pemnatauan tajam penglihatan.


d. Batasi pergerakan mata selama 3-5 hari untuk menurunkan
kemungkinan perdarahan ulang.
e. Batasi membaca dan melihat TV.
f. Pantau ketaatan pembatasan aktivitas, imobilisasi sempurna.
g. Berikan stimulasi sensori bentuk lain seperti musik, perbincangan.
h. Berikan diet lunak dan semua keperluan klien dibantu.
i.
Tetes mata siklopegik seperti atropin untuk mengistirahatkan mata.
j.
Mata dilindungi dengan kasa jika terdapat luka.
k. Laporkan peningkatan nyeri mata secara mendadak, ini mungkin
indikasi perdarahan ulang.
l.
Persiapan parasentesis (pengeluaran hifema).

Indikasi Parasentesis
o Hifema penuh (sampai pupil) dan berwarna hitam
o Hifema yang tidak bisa sembuh/berkurang dengan perawatan
konvensional selama 5 hari.
o Hifema dengan peningkatan TIO (glaukoma sekunder) yang tidak
dapat diatasi/diturunkan dengan obat-obatan glaukoma
o Terlihat tanda-tanda imbibisi kornea.
2.
Trauma tajam
Penatalaksanaan sebelum tiba di RS
a. Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak.
b. Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan
bola mata.
c. Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan.
d. Sebaiknya pasien dipuasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi.
Penatalaksanaan setelah tiba di RS
a. Pemberian antibiotik spektrum luas.
b. Pemberian obat sedasi, antimimetik dan analgetik sesuai indikasi.
c. Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
d. Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila
mata intak).
e. Tindakan pembedahan/penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis
cedera.
3.
Trauma kimia
a.
Irigasi (30 menit) dan periksa pH dengan kertas lakmus.
b.
Diberi pembilas : idealnya dengan larutan steril dengn osmolaritas
tinggi seperti larutan amphoter (Diphoterine) atau larutan buffer (BSS atau
Ringer Laktat). Larutan garam isotonis.
c.
Irigasi sampai 30 menit atau pH normal. Bila bahan mengandung
CaOH berikan EDTA.

d.
Pemeriksaan oftalmologi menyeluruh.
e.
Cedera ringan : Pasien dapat dipulangkan dengan diberikan
antibiotik tetes mata, analgesic oral dan perban mata.
f.
Luka sedang diberi siklopegi.
g.
Steroid topikal untuk mencegah infiltrasi sel radang.
h.
Vitamin C oral : untuk membentuk jaringan kolagen.
Catatan :
1.
6 tahapan penatalaksanaan trauma mata :
a.
Irigasi
b.
Reepitalisasi kornea
c.
Mengendalikan proses peradangan
d.
Mencegah terjadinya infeksi
e.
Mengendalikan TIO
f.
Menurunkan nyeri : sikloplegik
Penatalaksanaan :
Lakukan irigasi dengan cairan yang bersih sekitar 30 menit atau sampai
pH netral ( pH nornal konjungtiva 6,8 7,4 )
Irigasi sampai ke fornik konjungtiva spekulum, pantocain
Basa, mengakibatkan safonikasi lemak pada sel membran kerusakan
lebih dalamdan cepat penetrasi pada jaringan mata
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya
trauma ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat
tujuan utama dalam mengatasi kasus trauma okular adalah memperbaiki
penglihatan, mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan struktur dan
anatomi mata, mencegah sekuele jangka panjang. Trauma kimia
merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak membutuhkan anamnesa
dan pemeriksaan secara teliti. Tatalaksana trauma kimia mencakup:
Penatalaksanaan Emergency10
Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi
mata dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada
konjungtiva yang harus dilakukan sesegera mungkin. Larutan
saline (atau yang setara) harus digunakan untuk mengirigasi mata

kontak
saccus
normal
selama

15-30 menit samapi pH mata menjadi normal (7,3). Pada trauma basa
hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2000 ml dalam 30
menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan
anastesi topikal,larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi
dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak
lensa (lensa yang terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi mata
dengan aliran yang konstan.
Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan
material yang terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat
menghindarkan terjadinya perlengketan antara konjungtiva palpebra,
konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.
Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga
dapat terjadi re-epitelisasi pada kornea.
Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan
artificial tear (air mata buatan).
Penatalaksanaan Medikamentosa
Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian
obat-obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis
selama 7 hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian obat-obatan
bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan
mencegah terjadinya ulkus kornea.8,10
Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil.
Namun pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma
dengan menurunkan sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas.
Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial dan di tappering
off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED
diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50200 mg
Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia
posterior. Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.
Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan
meningkatkan penyembuhan luka dengan membantu pembentukan
kolagen matur oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat 10% topikal

diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat diberikan sampai dosis 2
gr.
Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan
intra okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder.
Diberikan secara oral asetazolamid (diamox) 500 mg.
Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis.
Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas
netrofil dan mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan
antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100 mg).
Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan
menstabilkan barier fisiologis. Asam Sitrat menghambat aktivitas netrofil
dan mengurangi respon inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan
setiap 2 jam selama 10 hari. Tujuannya untuk mengeliminasi fagosit fase
kedua yang terjadi 7 hari setelah trauma.
Pembedahan10
Pembedahan Segera yang
sifatnya
segera
dibutuhkan
untuk
revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan
mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat digunakan
untuk
pembedahan:

Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk


mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus
kornea.
Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau
dar donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea
menjadi normal.
Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis
Pembedahan Lanjut pada tahap lanjut dapat menggunakan metode
berikut:
Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival
bands dan simblefaron.
Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.

Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini
untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat
dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

6. Pemeriksaan apa saja yang di lakukan pada trauma mata ?

a. Pemeriksaan Fisik : dimulai dengan pengukuran dan pencatatan


ketajaman penglihatan.
b. Slit lamp : untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola
mata.
c. Tes fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera
kelihatan jelas.
d. Tonometri : untuk mengetahui tekakan bola mata. nilai normal
tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
e. Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek :
untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler.
f.
Tes Seidel : untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata.
Tes ini dilakukan dengan cara memberi anastesi pada mata yaang akan
diperiksa, kemudian diuji pada strip fluorescein steril. Penguji
menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru, sehingga akan terlihat
perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada pengeluaran cairan
mata.
g. Pemeriksaan ct-scan dan USG B-scan : digunakan untuk mengetahui
posisi benda asing.
h. Electroretinography (ERG) : untuk mengetahui ada tidaknya
degenerasi pada retina.
i.
Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral
mungkin mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous
atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
j.
Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi,
dan tonografi, maupun funduskopi
k. Pemeriksaan dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur
internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
l.
Pemeriksaan Radiologi : Pemeriksaan radiology pada trauma mata
sangat membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda
asing .Pemeriksaan ultra sonographi untuk menentukan letaknya, dengan
pemeriksaan ini dapat diketahui benda tersebut pada bilik mata depan,
lensa, retina.pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat membantu
dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing.

m. Kertas Lakmus : pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam


menegakkan diagnosa trauma asam atau basa.
n. Pemeriksaan Laboratorium, seperti :. SDP, leukosit, kultur,
kemungkinan adanya infeksi sekunder.
Pemeriksaan Penunjang: USG

Pemeriksaan Penunjang: USG


Ultrasonografi anatomi intraokular dan deteksi IOFB, terutama jika
oftalmoskopi direk terganggu, seperti akibat hifema penuh
Mencari:
Ablasio retina, ablasio vitreus posterior, perdarahan/kekeruhan vitreus,
ablasio koroid, ruptur koroid/skleral

Pemeriksaan Penunjang: CT-Scan

Suspek ruptur/laserasi tersembunyi, terdapat IOFB, fraktur orbital/fasial


Potongan aksial dan koronal:
Evaluasi kondisi atap dan dasar orbita, otot ekstraokular, lokalisasi benda asing

MRI
Lebih akurat dari CT-Scan dalam deteksi kerusakan bola mata, seperti ruptur posterior
tersembunyi
Kontraindikasi: IOFB
Intraocular Foreign Body (IOFB) dari logam, pacemaker, claustrophobia, gawat-darurat
Uji elektrodiagnostik
Integritas nervus optikus dan retina elektroretinografi (ERG), seperti mencari degenerasi
akibat IOFB logam kronik
Anamnesis (trauma kimia)
Pada anamnesis sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau
tersemprot gas pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata.
Perlu diketahui apa persisnya zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma
tersebut (misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan dengan kecepatan
tinggi) serta kapan terjadinya trauma tersebut.6,12
Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat
cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif
atau terjadi secara tiba tiba. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur
merupakan gambaran umum trauma. Dan harus dicurigai adanya benda
asing intraokular apabila terdapat riwayat salah satunya apabila trauma
terjadi akibat ledakan.8
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena
zat kimia sudah terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah
netral. Obat anestesi topikal atau lokal sangat membantu agar pasien
tenang, lebih nyaman dan kooperatif sebelum dilakukan pemeriksaan.
Setelah dilakukan irigasi, pemeriksaan dilakukan dengan perhatian khusus
untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan kornea, derajat iskemik limbus,
tekanan intra okular, konjungtivalisasi pada kornea, neovaskularisasi,
peradangan kronik dan defek epitel yang menetap dan berulang.7,12
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah
pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi
pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian
anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi
luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan.

Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui


tekanan intraocular.7,12

Gambar 5 Kertas Lakmus untuk Pemeriksaan pH7


DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding trauma kimia pada
mata, terutama yang disebabkan oleh basa atau alkali antara lain
konjungtivitis, konjugtivitis hemoragik akut, keratokunjugtivitis
sicca, ulkus kornea, dan lain-lain.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya
trauma ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan
utama dalam mengatasi kasus trauma okular adalah memperbaiki
penglihatan, mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan struktur dan
anatomi mata, mencegah sekuele jangka panjang. Trauma kimia merupakan
satu-satunya jenis trauma yang tidak membutuhkan anamnesa dan
pemeriksaan secara teliti. Tatalaksana trauma kimia mencakup:
Penatalaksanaan Emergency10

Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak


mata dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus
konjungtiva yang harus dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal
saline (atau yang setara) harus digunakan untuk mengirigasi mata
selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi normal (7,3). Pada
trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit
2000 ml dalam 30 menit. Makin lama makin baik.Jika perlu dapat
diberikan anastesi topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan
antibiotik. Irigasi dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan

irigasi dengan kontak lensa (lensa yang terhubung dengan sebuah


kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran yang konstan.
Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan
material yang terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat
menghindarkan terjadinya perlengketan antara konjungtiva palpebra,
konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.
Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik
sehingga dapat terjadi re-epitelisasi pada kornea.
Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak
lembek dan artificial tear (air mata buatan).

Penatalaksanaan Medikamentosa
Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian
obat-obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik
profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian
obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu
regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea.8,10
Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun
pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan
menurunkan sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu
steroid hanya diberikan secara inisial dan di tappering of setelah 7-10 hari.
Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila
diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50-200 mg

Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia


posterior. Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali
sehari.
Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan
meningkatkan penyembuhan luka dengan membantu pembentukan
kolagen matur oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat 10% topikal
diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat diberikan sampai
dosis 2 gr.
Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan
tekanan intra okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma
sekunder. Diberikan secara oral asetazolamid (diamox) 500 mg.
Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis.
Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat
aktifitas netrofil dan mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan
bersamaan antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100 mg).

Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan


menstabilkan barier fisiologis. Asam Sitrat menghambat aktivitas
netrofil dan mengurangi respon inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal
diberikan setiap 2 jam selama 10 hari. Tujuannya untuk mengeliminasi
fagosit fase kedua yang terjadi 7 hari setelah trauma.

Pembedahan10
Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi
limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan
forniks. Prosedur berikut dapat digunakan untuk pembedahan:

Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk


mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan
ulkus kornea.

Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft)
atau dar donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel
kornea menjadi normal.

Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan


fibrosis

Pembedahan Lanjut pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:

Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival


bands dan simblefaron.

Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.

Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.

Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal
ini untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.

Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat


berat dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

7. Komplikasi yang timbul ?

Komplikasi Trauma
a. Glaukoma Sekunder Pasca Truma

iv. Trauma dapat mengakibatkan kelainan jaringan dan


susunan di dalam mata yang dapat mengganggu
pengaliran cairan mata sehingga menimbulkan glaukoma
sekunder. Jenis kelainan yang menimbulkan glaukoma
adalah kontusi sudut.
v. Glaukoma Kontusi Sudut
1. Etiologi
a. Trauma dapat mengakibatkan tergesernya
pangkal iris ke belakang sehingga terjadi
robekan trubekulum dan gangguan fungsi
trubeklum ini akan mengakibatkan hambatan
pengaliran keluar cairan mata.
2. Pengobatan
a. Pengobatan
biasanya
dilakukan
seperti
mengobati glaukoma terbuka yaitu dengan
obat lokal atau sistemik. Bila tidak terkontrol
pengobatan maka dilakukan pembedahan.
vi. Glaukoma Dengan Dislokasi Lonsa
1. Patofisiologi
a. Akibat trauma tumpul dapat terjadi putusnya
zonula Zinn, yang mengakibatkan kedudukan
lensa tidak normal. Kedudukan lensa normal ini
akan mendorong iris ke depan sehingga terjadi
penutupan bilik mata. Penutupan sudut bilik
mata akan menghambat pengaliran keluar
cairan mata sehingga akan menimbulkan
glaukoma sekunder.
2. Pengobatan
Pengobatan yang dilakukan adalah mengangkat penyebab lensa
sehingga sudut terbuka kembali.
Dicari komplikasinya dari palpebra-retina

Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterigium akan berwarna
merah. Pterigium sering mengenai kedua mata.
Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena biasanya
akan berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke daerah kornea, sehingga bisa
menjadi menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika sampai menutup pupil
maka penglihatan kita akan terganggu. Suatu pterygium merupakan massa ocular
eksternal superficial yang mengalami elevasi yang sering kali terbentuk diatas
konjungtiva perilimbal dan akan meluas ke permukaan kornea.

Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal
stem cell, terjadi konjungtivalisasi pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal
adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan
membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada
pterygium dan oleh karena itu banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pterygium
merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi localized interpalpebral limbal stem
cell. Pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik dari kolagen serta proliferasi
fibrovaskuler yang ditutupi oleh epitel. Pada pemeriksaan histopatologi daerah kolagen
abnormal yang mengalami degenerasi elastolik tersebut ditemukan basofilia dengan
menggunakan pewarnaan hematoxylin dan eosin, Pemusnahan lapisan Bowman oleh
jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin
acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan sering menunjukkan area
hiperplasia dari sel goblet

KOMPLIKASI
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis
trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata
antara lain:10
1. Simblefaron, adalah. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus,
sehingga kornea dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler
3. Sindroma mata kering
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak.
Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahanlahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi katarak
traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup
6. Entropion dan phthisis bulbi

Gambar Simblefaron

Gambar Phthisis bulbi


PROGNOSIS
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma
tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah
satu indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan. Iskemik yang paling luas
pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosa yang buruk. Bentuk
paling berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye dimana
prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.8
Trauma kimia sedang samapai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat
menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi
inflamasi pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma sekunder.8

Gambar Cooked Fish Eye Appearance8

Anda mungkin juga menyukai