1. Erosi kornea
Keadaan terkelupasnya epitel kornea karena gesekan yang keras
pd epitel kornea.
2. Rupture kornea
Lukanya kornea karena benda tumpul. Luka yg sifatnya full
defek.
3. Iris prolap (iris inkarserasi)
Iris keluar dari tempat yang semestinya.
Step 2
1. Macam-macam trauma pada mata ?
2. Mengapa ditemukan mata buram, merah, berair, bengkak dan
nyeri pada kelopak mata?
3. Kenapa ditemukan visus turun dan mix injection ?
4. Mengapa terjadi erosi kornea, rupture kornea di jam 5, iris prolap
dan COA dangkal ?
5. Mengapa diberi tetes mata antibiotic dan bebat mata ?
6. Pemeriksaan apa saja yang di lakukan pada trauma mata ?
7. Penatalaksanaan selain diberi tetes mata dan bebat mata ?
8. Komplikasi yang timbul ?
Step 3
1. Macam-macam trauma pada mata ?
Trauma tumpul benda tumpul
tembus bola mata
Kimia bahan kimia yang asam ( as. Sulfat, as.
Hidroklorida, pemutih, as. Asetat, as hidroflorida) dan
basa ( NaOH, CaOH, sabun sampo, dll)
Tergantung pada ph, kecepatan dan jumlah bahan kimia
yang mengenai mata.
Radiasi
mata
Jatuh dari
motor
penatalaks
anaan
Pemeriksaa
n dan
anamnesis
komplikasi
Step 7
1. Macam-macam trauma pada mata ?
1. Trauma tumpul
a. Trauma Tumpul Pada Mata
i. Etiologi
1. Trauma tumpul pada mata dapat
diakibatkan benda yang keras atau
benda yang tidak keras, dimana benda
tersebut dapat mengenai mata dengan
keras (kencang) ataupun lambat.
ii. Tanda
1. Hematoma kelopak
a. Definisi dan etiologi
i. Hematoma palpebra yang
merupakan
pembengkakan
atau penimbunan darah di
i. Pada
edema
konjungtiva
dapat diberikan dekongestan
untuk
mencegah
pembendungan
cairan
di
dalam
selaput
lendir
konjungtiva.
ii. Pada kemotik konjungtiva
berat dapat dilakukan disisi
sehingga cairan konjungtiva
kemotik keluar melalui insisi
tersebut.
2. Hematoma subkonjungtiva
a. Etiologi
i. Hematoma
subkonjungtiva
terjadi
akibat
pecahnya
pembuluh
darah
yang
terdapat pada atau di bawah
konjungtiva, seperti arteri
konjungtiva
clan
arteri
episklera.
Pecahnya
pembuiuh darah ini dapat
akibat batuk rejan, trauma
tumpul
basis
kranil
(hematoma kaca mata), atau
pada
keadaan
pembuluh
darah yang rentan dan
mudah
pecah.
Pembuluh
darah
akan
rentan
dan
mudah pecah pada usia
lanjut,
hipertensi,
arteriosklerose, konjungtiva
meradang
(konjungtivitis),
anemia,
dan
obat-obat
tertentu.
ii. Bila perdarahan ini terjadi
akibat trauma tumpul maka
sehingga
mengakibatkan
keratopati bulosa yang akan
memberikan keluhan rasa
sakit dan menurunkan tajam
penglihatan
akibat
astigmatisme iregular.
2. Erosi kornea
a. Definisi dan etiologi
i. Erosi
kornea
merupakan
keadaan terkelupasnya epitel
komea
yang
dapat
diakibatkan oleh gesekan
keras pada epitel kornea.
Erosi dapat terjadi tanpa
cedera pada membran basal.
Dalam waktu yang pendek
epitel
sekitarnya
dapat
bermigrasi dengan cepat dan
menutupi
defek
epitel
tersebut.
b. Tanda dan gejala
i. Pada erosi pasien akan
merasa sakit sekali akibat
erosi merusak kornea yang
mempunyai serat sensibel
yang banyak, mata berair,
dengan
blefarospasme,
lakrimasi,
fotofobia,
dan
penglihatan akan terganggu
oleh media kornea yang
keruh.
ii. Pada kornea akan terlihat
suatu defek epitel kornea
yang bila diberi pewarnaan
fluoresein akan berwama
hijau.
iregular.
Pupil
ini
tidak
bereaksi terhadap sinar.
iv. Iridoplegia akibat trauma
akan berlangsung beberapa
hari
sampai
beberapa
minggu.
v. Pada
pasien
iridoplegia
sebaiknya diberi istirahat
untuk mencegah terjadinya
kelelahan
sfingter
dan
pemberian roboransia.
2. lridodialisis
a. etiologi
i. Trauma
tumpul
dapat
mengakibatkan robekan pada
pangkal iris sehingga bentuk
pupil menjadi berubah.
b. Tanda dan gejala
i. Pasien akan melihat ganda
dengan satu matanya.
ii. Pada
iridodialisis
akan
terlihat
pupil
lonjong.
Biasanya iridodialisis terjadi
bersama-sama
dengan
terbentuknya hifema.
iii. Bila keluhan demikian maka
pada
pasien
sebaiknya
dilakukan
pembedahan
dengan melakukan reposisi
pangkal iris yang terlepas.
3. Hifema
a. Definisi dan etiologi
i. Hifema atau darah di dalam
bilik mata depan dapat
terjadi akibat trauma tumpul
yang
merobek
pembuluh
darah iris atau badan siliar.
b. Tanda dan gejala
i. Pasien akan mengeluh sakit,
di sertai dengan epifora dan
blefarospasme. Penglihatan
pasien akan sangat menurun.
ii. Bila pasien duduk hifema
akan terlihat terkumpul di
bagian bawah bilik mata
depan, dan hifema dapat
memenuhi seluruh ruang
bilik mata depan. Kadangkadang
terlihat
iridoplegia(lumpuhnya m.sp)
dan iridodialisis(robrknya iris
pada daerah insersionya).
c. Pengobatan
i. Pengobatan dengan merawat
pasien
dengan
tidur
di
tempat tidur yang ditinggikan
30 derajat pada kepala,
diberi koagulasi, dan mata
ditutup. Pada anak yang
gelisah dapat diberikan obat
penenang.
Asetazolamida
diberikan bila terjadi penyulit
glaukoma.
ii. Biasanya hifema akan hilang
sempurna.
Bila
berjalan
penyakit
tidak
berjalan
demikian maka sebaiknya
penderita dirujuk.
iii. Parasentesis
atau
mengeluarkan darah dari
bilik mata depan di lakukan
1. Parasentesis
merupakan
tindakan
pembedahan
dengan
mengeluarkan
darah
atau nanah dari bilik
mata depan, dengan
teknik sebagai berikut :
dibuat insisi kornea 2
mm dari limbus ke arah
kornea yang sejajar
dengan permukaan iris.
Biasanya biia dilakukan
penekanan pada bibir
luka maka koagulum
dari bilik mata depan
keluar. Bila, darah tidak
keluar
seluruhnya
maka bilik mata depan
dibilas dengan garam
fisiologik.
2. Biasanya luka insisi
kornea
pada
parasentesis
tidak
perlu dijahit.
4. Iridosiklitis
a. Definisi
i. Pada trauma tumpul dapat
terjadi reaksi jaringan uvea
sehingga
menimbulkan
iridosiklitis atau radang uvea
anterior.
b. Tanda dan gejala
i. Pada mata akan terlihat mata
merah, akibat adanya darah
di dalam bilik mata depan
maka akan terdapat suar dan
ii. Subluksasi
lensa
akan
memberikan gambaran pada
iris berupa iridodonesis.
iii. Akibat pegangan lensa pada
zonula tidak ada maka lensa
elastis
akan
meniadi
cembung, dan mata
akan
menjadi lebih miopik. Lensa
yang
menjadi
sangat
cembung mendorong iris ke
depan sehingga sudut bilik
mata tertutup. Bila sudut
bilik mata menjadi sempit
pada mata mudah terjadi
glaukoma sekunder.
c. komplikasi
i. Subluksasi
dapat
mengakibatkan
glaukoma
sekunder
dimana
terjadi
penutupan sudut bilik mata
oleh
lensa
yang
mencembung.
d. Pengobatan
i. Bila tidak terjadi penyulit
subluksasi
lensa
seperti
glaucoma atau uveitis maka
tidak dilakukan pengeluaran
lensa dan diberi kacamatar
koreksi yang sesuai.
3. Luksasi lensa anterior
a. Etiologi
i. Bila seluruh zonula Zinn di
sekitar ekuator putus akibat
trauma maka lensa dapat
masuk ke dalam bilik mata
depan.
zonula
Zinn
di
seluruh
lingkaran
ekuator,
lensa
sehingga lensa jatuh ke
dalam
badan
kaca
dan
tenggelam di dataran bawah
polus posterior fundus okuli.
b. Tanda dan gejala
i. Pasien
akan
mengeluh
adanya skotoma pada lapang
pandangan
akibat
lensa
mengganggu kampus.
ii. Mata ini akan menunjukkan
gejala mata tanpa lensa atau
afakia. Pasien akan melihat
normal dengan lensa + 12.0
dioptri untulk jauh, bilik mata
depan
dalam
dan
iris
tremulans.
c. Penyulit
i. Lensa yang terialu lama
berada pada polus posterior
dapat menimbulkan penyulit
akibat
degenerasi
lensa,
berupa glaukoma fakolitik
ataupun uveitis fakotoksik.
d. Pengobatan
i. Bila
luksasi
lensa
telah
menimbulkan
penyulit
sebaiknya
secepatnya
dilakukan ekstraksi lensa.
5. Katarak Trauma
a. Etiologi
i. Katarak akibat cedera pada
mata dapat akibat trauma
perforasi ataupun tumpul
terlilhat sesudah beberapa
hari ataupun tahun.
tajam
penglihatan
akan
menurun.
ii. Pada
pemeriksaan
funduskopi,
akan
terlihat
retina yang berm abu-abu
dengan
pernbuluh
darah
yang terlihat terangkat dan
berkelok.
iii. Kadang-kadang
terlihat
pembuluh darah seperti yang
terputus-putus.
c. Pengobatan
i. Pada pasien dengan ablasi
retina
maka
secepatnya
dirawat
untuk
dilakukan
pembedahan
oleh
dokter
mata.
g. Trauma Koroid
i. Tanda
1. Ruptur koroid
a. definisi
i. Pada trauma keras dapat
terjadi perdarahan subretina
yang
dapat
merupakan
akibat ruptur koroid. Ruptur
ini biasanya terletak di polus
posterior bola mata dan
melingkar
konsentris
di
sekitar papil saraf optik.
b. Tanda dan gejala
i. Biia ruptur koroid ini terletak
atau
mengenai
daerah
makula lutea maka tajam
penglihatan
akan
turun
dengan sangat.
ii. Ruptur ini bila tertutup oleh
perdarahan subretina agak
4. Trauma Kimia
a. Etiologi
i. Trauma bahan kimia dapat terjadi pada
kecelakaan yang terjadi di dalam laboratorium,
industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia,
pekerjaan pertanian, dan peperangan yang
memakai bahan kimia di abad modern.
b. Bahan kimia
i. Dibedakan
1. Bahan kimia yang dapat mengakibaIkan
kelainan pada mata dapat dibedakan
dalam bentuk:
a. Trauma Asam
b. Trauma Basa atau Alkali.
ii. Pengaruh bahan kimia sangat bergantung
pada:
1. pH,
2. Kecepatan,
3. Jumlah bahan kimia tersebut mengenai
mata.
4. Dibanding bahan asam, maka trauma
oleh bahan alkali cepat dapat merusak
dan menembus kornea.
c. Pengobatan
i. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan
tindakan segera.
ii. lrigasi daerah yang terkena trauma kimia
merupa tindakan yang segera harus dilakukan
karena dapat memberikan penyulit yang lebih
berat.
bertambah
kerusakan
kolagen
kornea. Alkali yang menembus ke
dalam bola mata akan merusak
retina sehingga akan berakhir
dengan kebutaan penderita.
2. Menurut klasifikasi Thoft maka trauma
basa dapat dibedakan dalam :
a. Derajat 1 hiperemi konjungtiva
disertai dengan keratitis pungtata
b. Derajat 2 hiperemi konjungtiva
disertai
dengan
hilang
epitel
kornea
c. Derajat 3 :hiperemi disertai dengan
nekrosis konjungtiva dan lepasnya
epitel kornea
d. Derajat 4: konjungtiva perilimal
nekrosis sebanyak 50%.
3. Pengobatan
a. Tindakan bila terjadi trauma basa
adalah
dengan
secepatnya
melakukan irigasi dengan garam
fisiologik.
Sebaiknya
irigasi
dilakukan selama mungkin. Bila
mungkin irigasi dilakukan paling
sedikit 60 menit segera setelah
trauma.
b. Penderita
diberi
sikloplegia,
antibiotika, EDTA untuk mengikat
basa. EDTA diberikan setelah 1
minggu trauma alkali diperlukan
untuk menetralisir kolagenase yang
terbentuk pada hari ke tujuh.
4. Penyulit
a. Penyulit yang dapat timbul trauma
alkali adalah
i. Ssimblefaron,
ii. Kekeruhan kornea,
iv.
d. Sinar
i.
ii.
KLASIFIKASI
Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan
derajat keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia
penyebab trauma. Klasifikasi ini juga bertujuan untuk
penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul serta
indikasi penentuan prognosis. Klasifikasi ditetapkan berdasarkan
tingkat kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus. Selain
itu klasifikasi ini juga untuk menilai patensi dari pembuluh darah
limbus (superfisial dan profunda).10
Trauma Asam:
Asam merusak dan memutus ikatan intramolekul
protein koagulasi protein dapat merupakan barier
menghambat penetrasi zat ke intraokular (nekrose
koagulase).
Bila trauma disebabkan oleh asam kuat menembus
stroma kornea berubah warna menjadi kelabu dalam 24
jam dan juga timbul kerusakan pada badan siliar.
Gunawan, Wasidi. 2008. Kegawatdaruratan dalam Ilmu
Penyakit Mata. Dalam : Purnasidha, Hendry Ed. Cliical
Update : Emergency Cases. Jogjakarta : Press Jogjakarta.
Trauma Basa:
Alkali persabunan disertai dengan disosiasi asam lemak
membran sel mempermudah penetrasi alkali
mukopolisakarida jaringan akan menghilang
penggumpalan sel kornea atau keratosit serat kolagen
kornea akan menjadi bengkak dan stroma kornea akan
mati edem kornea terdapat serbukan sel
polimorfonuklear ke dalam stroma kornea disertai
dengan masuknya neovaskularisasi epitel kornea rusak
akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas epitel
yang baru terbentuk plasminogen aktivator &
kolagenase keluar gangguan penyembuhan epitel.
Gunawan, Wasidi. 2008. Kegawatdaruratan dalam Ilmu
Penyakit Mata. Dalam : Purnasidha, Hendry Ed. Cliical
Update : Emergency Cases. Jogjakarta : Press Jogjakarta.
2. Mengapa ditemukan mata buram, merah, berair, bengkak dan nyeri pada
kelopak mata?
3. Mengapa terjadi erosi kornea, rupture kornea di jam 5, iris prolap dan
COA dangkal ?
Kornea
Bila ada tembus kornea dapat mengganggu fungsi penglihatan karena
fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea
menyebabkan iris prolaps, korpusvitreum dan korpus ciliaris prolaps, hal
ini dapat menurunkan visus
Ruptura kornea
Kornea pecah, bila daerah yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris,
merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera.
TERAPI
1.
Trauma tumpul
a. Tirah baring sempurna dalam posisi fowler untuk menimbulkan
gravitasi guna membantu keluarnya hifema dari mata.
b. Berikan kompres es.
Indikasi Parasentesis
o Hifema penuh (sampai pupil) dan berwarna hitam
o Hifema yang tidak bisa sembuh/berkurang dengan perawatan
konvensional selama 5 hari.
o Hifema dengan peningkatan TIO (glaukoma sekunder) yang tidak
dapat diatasi/diturunkan dengan obat-obatan glaukoma
o Terlihat tanda-tanda imbibisi kornea.
2.
Trauma tajam
Penatalaksanaan sebelum tiba di RS
a. Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak.
b. Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan
bola mata.
c. Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan.
d. Sebaiknya pasien dipuasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi.
Penatalaksanaan setelah tiba di RS
a. Pemberian antibiotik spektrum luas.
b. Pemberian obat sedasi, antimimetik dan analgetik sesuai indikasi.
c. Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
d. Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila
mata intak).
e. Tindakan pembedahan/penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis
cedera.
3.
Trauma kimia
a.
Irigasi (30 menit) dan periksa pH dengan kertas lakmus.
b.
Diberi pembilas : idealnya dengan larutan steril dengn osmolaritas
tinggi seperti larutan amphoter (Diphoterine) atau larutan buffer (BSS atau
Ringer Laktat). Larutan garam isotonis.
c.
Irigasi sampai 30 menit atau pH normal. Bila bahan mengandung
CaOH berikan EDTA.
d.
Pemeriksaan oftalmologi menyeluruh.
e.
Cedera ringan : Pasien dapat dipulangkan dengan diberikan
antibiotik tetes mata, analgesic oral dan perban mata.
f.
Luka sedang diberi siklopegi.
g.
Steroid topikal untuk mencegah infiltrasi sel radang.
h.
Vitamin C oral : untuk membentuk jaringan kolagen.
Catatan :
1.
6 tahapan penatalaksanaan trauma mata :
a.
Irigasi
b.
Reepitalisasi kornea
c.
Mengendalikan proses peradangan
d.
Mencegah terjadinya infeksi
e.
Mengendalikan TIO
f.
Menurunkan nyeri : sikloplegik
Penatalaksanaan :
Lakukan irigasi dengan cairan yang bersih sekitar 30 menit atau sampai
pH netral ( pH nornal konjungtiva 6,8 7,4 )
Irigasi sampai ke fornik konjungtiva spekulum, pantocain
Basa, mengakibatkan safonikasi lemak pada sel membran kerusakan
lebih dalamdan cepat penetrasi pada jaringan mata
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya
trauma ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat
tujuan utama dalam mengatasi kasus trauma okular adalah memperbaiki
penglihatan, mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan struktur dan
anatomi mata, mencegah sekuele jangka panjang. Trauma kimia
merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak membutuhkan anamnesa
dan pemeriksaan secara teliti. Tatalaksana trauma kimia mencakup:
Penatalaksanaan Emergency10
Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi
mata dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada
konjungtiva yang harus dilakukan sesegera mungkin. Larutan
saline (atau yang setara) harus digunakan untuk mengirigasi mata
kontak
saccus
normal
selama
15-30 menit samapi pH mata menjadi normal (7,3). Pada trauma basa
hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2000 ml dalam 30
menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan
anastesi topikal,larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi
dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak
lensa (lensa yang terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi mata
dengan aliran yang konstan.
Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan
material yang terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat
menghindarkan terjadinya perlengketan antara konjungtiva palpebra,
konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.
Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga
dapat terjadi re-epitelisasi pada kornea.
Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan
artificial tear (air mata buatan).
Penatalaksanaan Medikamentosa
Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian
obat-obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis
selama 7 hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian obat-obatan
bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan
mencegah terjadinya ulkus kornea.8,10
Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil.
Namun pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma
dengan menurunkan sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas.
Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial dan di tappering
off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED
diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50200 mg
Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia
posterior. Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.
Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan
meningkatkan penyembuhan luka dengan membantu pembentukan
kolagen matur oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat 10% topikal
diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat diberikan sampai dosis 2
gr.
Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan
intra okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder.
Diberikan secara oral asetazolamid (diamox) 500 mg.
Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis.
Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas
netrofil dan mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan
antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100 mg).
Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan
menstabilkan barier fisiologis. Asam Sitrat menghambat aktivitas netrofil
dan mengurangi respon inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan
setiap 2 jam selama 10 hari. Tujuannya untuk mengeliminasi fagosit fase
kedua yang terjadi 7 hari setelah trauma.
Pembedahan10
Pembedahan Segera yang
sifatnya
segera
dibutuhkan
untuk
revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan
mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat digunakan
untuk
pembedahan:
Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini
untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat
dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.
MRI
Lebih akurat dari CT-Scan dalam deteksi kerusakan bola mata, seperti ruptur posterior
tersembunyi
Kontraindikasi: IOFB
Intraocular Foreign Body (IOFB) dari logam, pacemaker, claustrophobia, gawat-darurat
Uji elektrodiagnostik
Integritas nervus optikus dan retina elektroretinografi (ERG), seperti mencari degenerasi
akibat IOFB logam kronik
Anamnesis (trauma kimia)
Pada anamnesis sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau
tersemprot gas pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata.
Perlu diketahui apa persisnya zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma
tersebut (misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan dengan kecepatan
tinggi) serta kapan terjadinya trauma tersebut.6,12
Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat
cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif
atau terjadi secara tiba tiba. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur
merupakan gambaran umum trauma. Dan harus dicurigai adanya benda
asing intraokular apabila terdapat riwayat salah satunya apabila trauma
terjadi akibat ledakan.8
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena
zat kimia sudah terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah
netral. Obat anestesi topikal atau lokal sangat membantu agar pasien
tenang, lebih nyaman dan kooperatif sebelum dilakukan pemeriksaan.
Setelah dilakukan irigasi, pemeriksaan dilakukan dengan perhatian khusus
untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan kornea, derajat iskemik limbus,
tekanan intra okular, konjungtivalisasi pada kornea, neovaskularisasi,
peradangan kronik dan defek epitel yang menetap dan berulang.7,12
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah
pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi
pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian
anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi
luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan.
Penatalaksanaan Medikamentosa
Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian
obat-obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik
profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian
obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu
regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea.8,10
Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun
pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan
menurunkan sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu
steroid hanya diberikan secara inisial dan di tappering of setelah 7-10 hari.
Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila
diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50-200 mg
Pembedahan10
Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi
limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan
forniks. Prosedur berikut dapat digunakan untuk pembedahan:
Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft)
atau dar donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel
kornea menjadi normal.
Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal
ini untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
Komplikasi Trauma
a. Glaukoma Sekunder Pasca Truma
Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterigium akan berwarna
merah. Pterigium sering mengenai kedua mata.
Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena biasanya
akan berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke daerah kornea, sehingga bisa
menjadi menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika sampai menutup pupil
maka penglihatan kita akan terganggu. Suatu pterygium merupakan massa ocular
eksternal superficial yang mengalami elevasi yang sering kali terbentuk diatas
konjungtiva perilimbal dan akan meluas ke permukaan kornea.
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal
stem cell, terjadi konjungtivalisasi pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal
adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan
membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada
pterygium dan oleh karena itu banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pterygium
merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi localized interpalpebral limbal stem
cell. Pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik dari kolagen serta proliferasi
fibrovaskuler yang ditutupi oleh epitel. Pada pemeriksaan histopatologi daerah kolagen
abnormal yang mengalami degenerasi elastolik tersebut ditemukan basofilia dengan
menggunakan pewarnaan hematoxylin dan eosin, Pemusnahan lapisan Bowman oleh
jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin
acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan sering menunjukkan area
hiperplasia dari sel goblet
KOMPLIKASI
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis
trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata
antara lain:10
1. Simblefaron, adalah. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus,
sehingga kornea dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler
3. Sindroma mata kering
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak.
Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahanlahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi katarak
traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup
6. Entropion dan phthisis bulbi
Gambar Simblefaron