Anda di halaman 1dari 24

TATALAKSANA JALAN NAPAS

BAB I
PENDAHULUAN

Pentingnya penatalaksanaan jalan nafas tidak dapat dipandang mudah. Seorang dokter anestesi
adalah orang yang paling mengerti dalam penatalaksanaan jalan nafas. Kesulitan terbesar dari seorang
dokter anestesi adalah bila jalan nafas tidak dapat diamankan. Penatalaksanaan pasien dengan jalan nafas
yang normal adalah kunci penting dalam latihan penanganan pasien. Pada pasien yang memiliki anatomi
jalan nafas yang sulit penting untuk dilakukan penanganan. Berbagai penelitian melaporkan bahwa 1 - 18%
pasien memiliki anatomi jalan nafas yang sulit. Dari jumlah ini 0,05 - 0,35% pasien tidak dapat diintubasi
dengan baik, bahkan sejumlah lainnya sulit untuk diventilasi dengan sungkup. Jika kondisi ini
ditempatkankan pada seorang dokter yang memiliki pasien sedang sampai banyak maka dokter tersebut akan
menemui 1 10 pasien yang memiliki anatomi jalan nafas yang sulit untuk diintubasi. Efek dari kesulitan
respirasi dapat berbagai macam bentuknya, dari kerusakan otak sampai kematian. Resiko tersebut
berhubungan dengan tidak adekuatnya penatalaksanaan jalan nafas pasien yang dibuktikan pada jumlah
kasus-kasus malpraktek yang diperiksa oleh American Society of Anesthesiologist Closed Claims Project.
Pada kasus-kasus yang sudah ditutup tersebut terhitung bahwa jumlah terbanyak insiden kerusakan otak
dan kematian disebabkan oleh kesulitan respirasi. Tujuan dari bab berikut adalah mendiskusikan dasardasar dari anatomi jalan nafas dan penatalaksanaan pasien dengan jalan nafas sulit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Secara sistem, jalan nafas dimulai dari bagian luar yaitu mulut dan hidung kemudian berakhir di alveolar.
Pemahaman mengenai anatomi jalan nafas dapat membantu penatalaksanaan pasien selama periode
operatif. Pada bagian berikutnya akan dilakukan peninjauan mengenai dasar anatomi jalan nafas dan
fungsionalnya. Anatomi jalan nafas akan didiskusikan dalam beberapa bagian yaitu jalan nafas supraglotis,
laring dan jalan nafas subglotis.
Jalan Nafas Supraglotis
2.1.1. Hidung
Hidung berfungsi melembabkan dan menghangatkan udara saaat udara masuk kedalam
hidung. Udara yang masuk dari hidung dibatasi dengan ukuran dari turbin pada lubang hidung,
dimana didalamnya banyak terdapat pembuluh darah, sehingga pada pemasukan endotracheal tube
atau bronchoscope melalui hidung dapat menyebabkan banyak perdarahan. Septum nasal kadang
berdeviasi pada beberapa orang sehingga menyebabkan salah satu lubang hidung akan menyempit
dibandingkan dengan sisi sebelahnya. Nasofaring kemudian terbuka dan menyambung dengan
orofaring. Cabang dari Nervus V yang akan menginervasi sensorik pada hidung.
2.1.2. Faring
Ruang pada bagian posterior rongga mulut dapat bagi dalam nasofaring, orofaring, dan hipo
faring. Jaringan pada sekitar faring dapat mempersulit proses intubasi dengan endotracheal tube karena
jaringan tersebut menutup jalan masuk. Otot internal dari faring membantu proses menelan dengan
mengangkat palatum. Sedangkan otot eksternalnya merupakan otot konstriktor yang membantu
mendorong makanan masuk kedalam esophagus. Gerakan otot ini dapat mempengaruhi jalan masuk
dari endotracheal tube pada pasien yang akan dilakukan intubasi sadar ataupun pada pasien yang
teranestesi ringan. Persarafan sensorik dan motorik dari faring berasal dari Nervus Kranial IX kecuali
pada Muskulus Levator Veli Palatini yang dipersarafi oleh Nervus Kranial V.
Penyumbatan jalan nafas dapat terjadi pada daerah faring. Ini terjadi pada saat timbulnya
pembengkakan yang akan membatasi masuknya udara. Penyumbatan tersebut terjadi pada daerah
2

Palatum Molle yang kemudian menepel pada dinding nasofaring. Contoh lidah dapat jatuh
kebelakang dan kemudian akan menyumbat jalan nafas dengan menempel pada dinding posterior
orofaring. Kondisi ini dapat terjadi pada pasien yang tersedasi dan teranestesi ataupun pada pasien
sewaktu tidur. Penyumbatan terjadi akibat penurunan tonus otot dan penurunan fungsi lumen faring.
Pada pasien yang bernafas spontan, penurunan fungsi lumen jalan nafas dapat berhubungan dengan
meningkatnya frekuensi respirasi dan menghasilkan jumlah tekanan negatif yang besar dibawah
tingka obstruksi. Keadaan ini dapat menjadi lebih buruk dengan penyumbatan yang timbul
akibat adanya tekanan negatif yang menekan jaringan lunak ke daerah yang kolaps.
Permasalahan seperti ini terdapat pada pasien dengan obstuktive sleep apnea.
2.1.3 Laring
Laring memiliki bentuk yang rumit yang berfungsi yaitu melindungi jalan nafasbawah,
sebagai salah satu organ untuk fonasi, dan membantu proses pernafasan. Semua fungsi tersebut
bergantung pada proses interaksi antara kartilago, tulang, dan jaringan lunak yang merupakan
komponen dari faring dan laring. Laring memiliki 9 kartilago yaitu Epiglotis, Tiroid, Krikoid,
Sepasang Aritenoid, Sepasang Cuneiformis dan Sepasang Corniculata. Laring memiliki otot-otot
ekstrinsik dan intrinsik. Persarafan sensorik dan motorik dari jalan nafas bagian atas juga banyak
Struktur Laring
Bentuk struktur laring terdapat pada gambar dibawah. Tulang Hyoid akan menggantung pada
laring dan menempel pada tulang Temporal melalui ligament Stylohyoid.

Kartilago Laring
Kartilago Tiroid : Merupakan kartilago terbesar dari laring dan memiliki sudut
yang lebih tajam pada laki-laki sehingga memberikan bentuk menonjol dan
panjang. Memberikan nada rendah pada pita suara. Kartilago ini melekat pada
membrane Hyoid di bagian atas dan berartikulasi dengan kartilago Krikoid di
bagian bawah. Bagian batang Epiglottis dan ligamen Vestibular melekat pada
permukaan bagian dalamnya.
Kartilago Krikoid : Berbentuk cincin utuh dengan bagian belakang yang lebih
lebar melekat pada Esophagus. Sudut anterior melekat pada kartilago tiroid
melalui membrane Cricotiroid. Membran Cricotiroid tidak memiliki pembuluh
darah sehingga dapat menjadi akses jalan nafas dalam keadaan gawat darurat
dengan cara insisi di bagian tengahnya atau dengan menusukan jarum pada bagian
tengahnya.
Kartilago Aritenoid : Berbentuk pyramidal, Aritenoid adalah tempat tambatan
bagi beberapa otot internal laring dan juga bagi pita suara. Kartilago Cuneiformis
dan Corniculata melekat pada kartilago ini melalui ligamennya.

Epiglotis : Merupakan stuktur bentuk kartilago yang besar berbentuk tetesan air
atau daun atau sadel sepeda. Sifatnya flesibel dengan ukuran yang berbagai
macam. Terletak vertical dibelakang tulang Hyoid dan melekat pada ligam

Hyoepiglotis. Dasar epiglottis melekat pada Aritenoid melalui lipatan Aryepiglotis.


Mukosa dari Epiglotis berjalan ke anterior dan lateral membentuk ruang antara lipatan
Faringoepiglotis yang disebut Valecula. Ruang ini merupakan tempat jatuhnya benda asing
seperti makanan dan juga merupakan tempat yang tersedia untuk meletakan ujung dari bilah
laringoskop Macintosh.

Interior Laring
Bagian dalam laring merupakan struktuk bentuk yang rumit juga. Lekukan pada
laring dari faring berbentuk hampir tegak lurus. Rongga laring dapat dibagi menjadi
beberapa bagian. Vestibula memanjang dari lengkung laring kearah lipatan vestibular
yang disebut sebagai pita suara palsu. Ventrikel laring memanjang dari pita suara palsu
sampai ke pita suara asli. Daerah antara pita suara saat menutup dan kartilago Aritenoid
disebut Rima Glotis. Bagian ini adalah bagian yang paling dangkal dari jalan nafas atas
pada orang dewasa. Infraglotis laring memanjang dari pita suara sampai bagian atas
trakea dibatasi oleh membrane Cricotiroid dan kartilago Krikoid. Daerah ini adalah
daerah yang paling dangkal pada jalan nafas anak.

Otot-Otot Laring
Otot-otot ekstrinsik laring bekerjasama dengan bagian laring lainnya untuk
bergerak pada proses menelan. Otot-otot ini termasuk Sternohyoid, Sternothyroid,
Thyrohyoid, Thyroepiglottis, Stylopharingeus, dan Konstriktor Pharingeal Inferior. Otototot dalam laring mengaduksi pita suara untuk menutup pada saat menelan dan abduksi
pada saat inspirasi serta mengubah tegangan pada pita suara selama proses fonasi. Otototot dari laring ini adalah :
Oblique Arytenoid ; Menutup Rima Glotis.

Tranverse Arytenoid ; Adduksi Arytenoid, menutup Rima Glotis.


Lateral Cricoarytenoid ; Adduksi pita suara.
Posterior Cricoarytenoid ; Abduksi pita suara.
Cricithyroid

Tegangan

pada

pita

suara.

Thyroarytenoid ; Relaksasi tegangan pada pita suara.


Vocalis ; Relaksasi pita suara

Penutupan pada laring adalah proses yang penting. Laring dfapat ditutup pada tiga
bagian : lipatan Aryepiglottis, pita suara palsu dan pita suara asli. Laring akan menutup
selama proses menelan dimana akan terjadi tiga tahap pada proses tersebut : pertama,
makanan akan didorong kearah posterior faring oleh lidah, kedua, tahap menelan, proses
respirasi akan berhenti, otot palatoglosal berkontraksi dan orofaring tertutup dari
nasofaring dan laring dengan kerjasama antara beberapa otot yang menarik laring
superior agar epiglottis menutup laring. Pada tahap ketiga proses penelanan makanan
yang membawa makanan masuk ke Esophagus.

Persarafan Laring
Struktur laring mempunyai persarafan sensorik dan motorik, Fungsi motorik
sebagai adduksi (penutupan pita suara), abduksi (membuka pita suara) dan tegangan
(menegangkan pita suara untuk mengeluarkan suara dengan nada tinggi). Semua
persarafan sensorik dan motorik dari otot-otot intrinsik laring berasal dari percabangan
Nervus Vagus. Nervus Laringeal Superior adalah cabang dari Nervus Vagus yang
berjalan di sisi dalam Arteri Carotis sebelum terbagi menjadi cabang external dan
internal. Cabang internal yang besar masuk kedalam membrane Thyroid dan Os. Hyoid.
Cabang ini kemudian akan mempersarafi sensorik dari laring. Cabang eksternal dari
Nervus Laringeal Superior membawa serabut motorik dari Nervus Assesory Spinalis.
Cabang ini berjalan sepanjang kartilago Thyroid mempersarafi otot Cricothyroid. Nervus
Laringeal Rekurens meninggalkan Vagus di daerah dada kemudian berjalan di bagian
alur tracheoesophageal. Nervus Laringeal Rekurens mempersarafi motorik dari semua
otot-otot intrinsik dari laring kecuali otot Cricothyroid. Reflex laryngeal dapat terstimuli
di daerah laring atau supraglotis dan dapat menyebabkan tertutupnya pita suara sampai
dengan terjadinya laringospasme. Untuk memblok sensorik dari mukosa laring
dibutuhkan blok daripada Nervus Laringeal Superior sampai dengan pita suara ditambah
dengan blok pada Nervus Laringeal Rekurens atau dengan pemberian anestesi lokal
8

dengan injeksi transtracheal atau dengan spray pada mukosa di bawah pita suara. Blok
motorik komplit untuk memfasilitasi intubasi dibutuhkan blok pada Nervus Laringeal
Rekuren karena nervus ini mempersarafi fungsi motorik dari semua nervus intrinsik dari

laring kecuali untuk otot Cricothyroid. Blok pada saraf ini dapat dilakukan dengan
transtracheal atau injeksi pada Cricothyroid atau secara topikal dengan
spray. Stimulasi dari struktur supraglotis dapat menyebabkan penutupan glottis atau
laringospasme. Stimuli ini dapat berupa sentuhan panas atau kimiawi. Respon
ini biasanya cepat. Laringospasme adalah suatu keadaan dimana glottis
menutup rapat setelah timbulnya rangsangan.

2.1.4. Jalan Nafas Subglotis


Jalan nafas subglotis memanjang dari kartilago Cricoid sampai alveolar.
Rangkuman lengkap mengenai anatomi ada diluar bab ini, bagaimanapun
diskusi-diskusi mengenai anatomi dari bronkus mayor akan dibahas.

2.1.5. Trachea
Trakea dimulai dari kartilago Cricoid dan memanjang sampai T5 (Panjang
10 20 cm). Kartilago tracheal adalah cincin yang tidak utuh bulat dengan
bagian posterior berbentuk datar tanpa kartilago. Percabangan bronkus ada
ke kiri dan ke kanan dimana pada bronkus kanan sudut percabangannya
lebih landai pada orang dewasa sehingga pada saat intubasi endotracheal tube
lebih mudah masuk ke bronkus kanan.

2.1.6. Bronkus Lobaris


Paru kanan dan kiri mempunyai anatomi lobus yang berbeda. Paru kanan
mempunyai tiga lobus yaitu atas, tengah dan bawah sementara paru kiri
mempunyai dua lobus yaitu atas dan bawah. Tinggi lobus paru kanan lebih
tinggi daripada paru kiri. Perbedaan ini berguna pada pembedaan antara
kiri dan kanan pada saat dilakukan bronchoscopy

10

2.2. Alat-alat
2.2.1 Oral & Nasal Airway
Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas (misalnya kelemahan dari otot
genioglosus) pada pasien yang dianestesi menyebabkan lidah dan epiglotis jatuh
kebelakang kearah dinding posterior faring. Mengubah posisi kepala atau jaw thrust
merupakan teknik yang disukai untuk membebaskan jalan nafas. Untuk mempertahankan
jalan nafas bebas, jalan nafas buatan (artificial airway) dapat dimasukkan melalui mulut
atau hidung untuk menimbulkan adanya aliran udara antara lidah dengan dinding faring
bagian posterior (Gambar 5-4). Pasien yang sadar atau dalam anestesi ringan dapat
terjadi batuk atau spasme laring pada saat memasang jalan nafas artifisial bila refleks
laring masih intak.

Pemasangan oral airway kadang-kadang difasilitasi dengan

penekanan refleks jalan nafas dan kadang-kadang dengan menekan lidah dengan spatel
lidah. Oral airway dewasa umumnya berukuran kecil (80 mm/Guedel No 3), medium
(90 mm/Guedel no 4), dan besar (100 mm/Guedel no 5).

Panjang nasal airway dapat diperkirakan sebagai jarak antara lubang hidung ke
lubang telinga, dan kira-kira 2-4 cm lebih panjang dari oral airway. Disebabkan
adanya resiko epistaksis, nasal airway tidak boleh digunakan pada pasien yang diberi
antikoagulan atau anak dengan adenoid. Juga, nasal airway jangan digunakan pada
pasien dengan fraktur basis cranii. Setiap pipa yang dimasukkan melalui hidung
(nasal airway, pipa nasogastrik, pipa nasotrakheal) harus dilubrikasi. Nasal airway
lebih ditoleransi daripada oral airway pada pasien dengan anestesi ringan.

11

2.2.2 Teknik dan Bentuk Face Mask


Penggunaan face mask dapat memfasilitasi pengaliran oksigen atau gas anestesi
dari sistem pernafasan ke pasien dengan pemasangan face mask yang rapat (gambar
5-5). Lingkaran dari face mask disesuaikan dengan bentuk muka pasien. Orifisium
face mask dapat disambungkan ke sirkuit mesin anestesi melalui konektor. Tersedia
berbagai model face mask. Face mask yang transparan dapat mengobservasi uap gas
ekspirasi dan muntahan. Face mask yang dibuat dari karet berwarna hitam cukup
lunak untuk menyesuaikan dengan bentuk muka yang tidak umum. Retaining hook
dipakai untuk mengaitkan head scrap sehingga face mask tidak perlu terus dipegang.
Beberapa macam face mask untuk pediatrik di disain untuk mengurangi dead space.
Ventilasi yang efektif memerlukan jalan nafas yang bebas dan face mask yang
rapat/tidak bocor. Teknik pemasangan face mask yang tidak tepat dapat menyebabkan
reservoir bag kempis walaupun klepnya ditutup, hal ini menunjukkan adanya
kebocoran sekeliling face mask. Sebaliknya, tekanan sirkuit breathing yang tinggi
dengan pergerakan dada dan suara pernafasan yang minimal menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas.

Bila face mask dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan digunakan untuk
melakukan ventilasi dengan tekanan positif dengan memeras breathing bag. Face mask
dipasang dimuka pasien dan sedikit ditekan pada badan face mask dengan ibu jari dan
telunjuk. Jari tengah dan jari manis menarik mandibula untuk ekstensi sendi
atlantooccipital. Tekanan jari-jari harus pada mandibula, jangan pada jaringan lunak
yang menopang dasar lidah karena dapat terjadi obstruksi jalan nafas. Jari kelingking

12

ditempatkan dibawah sudut rahang dan digunakan untuk jaw thrust manuver yang paling
penting untuk dapat melakukan ventilasi pasien.

Pada situasi yang sulit, diperlukan dua tangan untuk mendapatkan jaw thrust
yang adekuat dan face mask yang rapat. Karena itu diperlukan seorang asisten untuk
memompa bag (gambar 5-8). Obstruksi selama ekspirasi dapat disebabkan

karena

tekanan kuat dari face mask atau efek ball-valve dari jaw thrust. Kadang-kadang sulit
memasang face maks rapat kemuka. Membiarkan gigi palsu pada tempatnya (tapi tidak
dianjurkan) atau memasukkan gulungan kasa ke rongga mulut mungkin dapat menolong
mengatasi kesulitan ini. Ventilasi tekanan normalnya jangan melebihi 20 cm H 2O untuk
mencegah masuknya udara ke lambung.
Kebanyakan jalan nafas pasien dapat dipertahankan dengan face mask dan oral
atau nasal airway. Ventilasi dengan face mask dalam jangka lama dapat menimbulkan
cedera akibat tekanan pada cabang saraf trigeminal atau fasial. Disebabkan tidak adanya
tekanan positif pada jalan nafas selama nafas spontan, hanya diperlukan tekanan minimal
pada face mask supaya tidak bocor. Bila face mask dan ikatan masker digunakan dalam
jangka lama maka posisi harus sering dirubah untuk menghindari cedera. Hindari
tekanan pada mata, dan mata harus diplester untuk menghindari resiko aberasi kornea.
2.2.3 Teknik dan Bentuk Laryngeal Mask Airway (LMA)
Penggunaan LMA meningkat untuk menggantikan pemakaian face mask dan TT
selama pemberian anestesi, untuk memfasilitasi ventilasi dan pemasangan TT pada

13

pasien dengan jalan nafas yang sulit, dan untuk membantu ventilasi

selama

bronchoscopy fiberoptic, juga pemasangan bronkhoskop. LMA memiliki kelebihan


istimewa dalam menentukan penanganan kesulitan jalan nafas dibandingkan combitube.
Ada 4 tipe LMA yang biasa digunakan: LMA yang dapat dipakai ulang, LMA yang tidak
dapat dipakai ulang, ProSeal LMA yang memiliki lubang untuk memasukkan pipa
nasogastrik dan dapat digunakan ventilasi tekanan positif, dan Fastrach LMA yang dapat
memfasilitasi intubasi bagi pasien dengan jalan nafas yang sulit.

14

LMA terdiri dari pipa dengan lubang yang besar, yang di akhir bagian proksimal
dihubungkan dengan sirkuit nafas dengan konektor berukuran 15 mm, dan dibagian
distal terdapat balon berbentuk elips yang dapat dikembangkan lewat pipa. Balon
dikempiskan dulu, kemudian diberi pelumas dan masukan secara membuta ke
hipofaring, sekali telah dikembangkan, balon dengan tekanan rendah ada di muara
laring. Pemasangannya memerlukan anestesi yang lebih dalam dibandingkan untuk
memasukan oral airway. Walaupun pemasangannya relatif mudah (gambar 5-9),
perhatian yang detil akan memperbaiki keberhasilan. (tabel 5-2). Posisi ideal dari
balon adalah dasar lidah di bagian superior, sinus pyriforme dilateral, dan spincter
oesopagus bagian atas di inferior. Jika esophagus terletak di rim balon, distensi
lambung atau regurgitasi masih mungkin terjadi. Variasi anatomi mencegah fungsi
LMA yang adekuat pada beberapa pasien. Akan tetapi, jika LMA tidak berfungsi
semestinya dan setelah mencoba memperbaiki masih tidak baik, kebanyakan klinisi
mencoba dengan LMA lain yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Karena
penutupan oleh epiglotis atau ujung balon merupakan penyebab kegagalan terbanyak,
maka memasukkan LMA dengan penglihatan secara langsung dengan laringoskop
atau bronchoskop fiberoptik (FOB) menguntungkan pada kasus yang sulit. Demikian
juga, sebagian balon digembungkan sebelum insersi dapat sangat membantu. Pipa di
plester seperti halnya TT. LMA melindungi laring dari sekresi faring (tapi tidak
terhadap regurgitasi lambung) dan LMA harus tetap dipertahankan pada tempatnya
sampai reflek jalan nafas pasien pulih kembali. Ini biasanya ditandai dengan batuk
atau membuka mulut sesuai dengan perintah. LMA yang dapat dipakai lagi, dapat di
autoklaf, dibuat dari karet silikon (bebas latek) dan tersedia dalam berbagai ukuran
(tabel 5-3).

15

LMA memberikan alternatif untuk ventilasi selain face mask atau TT (tabel 5-4).
Kontraindikasi untuk LMA adalah pasien dengan kelainan faring (misalnya abses),
sumbatan faring, lambung yang penuh (misalnya kehamilan, hernia hiatal), atau
komplians paru rendah (misalnya penyakit restriksi jalan nafas) yang memerlukan
tekanan inspirasi puncak lebih besar dari 30 cm H2O. Secara tradisional, LMA dihindari
pada pasien dengan bronkhospasme aatau resistensi jalan nafas tinggi, akan tetapi, buktibukti baru menunjukkan bahwa karena tidak ditempatkan dalam trakea, penggunaan
LMA dihubungkan dengan kejadian bronkospasme lebih kurang dari pada dengan TT.
Walaupun hal ini nyata tidak sebagai penganti untuk trakeal intubasi, LMA membuktikan
sangat membantu terutama pada pasien dengan jalan nafas yang sulit (yang tidak dapat
diventilasi atau diintubasi) disebabkan mudah untuk memasangnya dan angka
keberhasilannya relatif besar (95-99%). LMA telah digunakan sebagai pipa untuk jalur
stylet ( gum elastik, bougie), ventilasi jet stylet, fleksibel FOB, atau TT diameter kecil
(6,0 mm).

16

Tersedia LMA yang telah dimodifikasi untuk memfasilitasi penempatan TT yang


lebih besar dengan atau tanpa menggunakan FOB. Pemasukannya dapat dilakukan
dibawah anestesi topikal dan blok saraf laringeal bilateral jika jalan nafas harus bebas
seraya pasiennya sadar.
2.2.4 Esophageal Tracheal Combitube (ETC)
1.

Teknik & Bentuk Pipa


Pipa kombinasi esophagus tracheal (ETC) terbuat dari gabungan 2 pipa, masingmasing dengan konektor 15 mm pada ujung proksimalnya. Pipa biru yang lebih
panjang ujung distalnya ditutup. Pipa yang transparant berukuran yang lebih pendek
punya ujung distal terbuka dan tidak ada sisi yang perporasi. ETC ini biasanya
dipasangkan secara buta melalui mulut dan dimasukkan sampai 2 lingkaran hitam

17

pada batang batas antara gigi atas dan bawah. ETC mempunyai 2 balon untuk
digembungkan, 100 ml untuk balon proksimal dan 15 ml untuk balon distal,
keduanya harus dikembungkan secara penuh setelah pemasangan. Pipa yang bening
yang lebih pendek dapat digunakan untuk dekompresi lambung. Pilihan lain, jika
ETC masuk ke dalam trakhea, ventilasi melalui pipa yang bening akan langsung gas
ke trachea. Meskipun pipa kombinasi masih terdaftar sebagai pilihan untuk
penanganan jalan nafas yang sulit dalam algoritma Advanced Cardiac Life Support,
biasanya jarang digunakan oleh dokter anestesi yang lebih suka memakai LMA atau
alat lain untuk penanganan pasien dengan jalan nafas yang sulit.

2.2.5 Pipa Trakea (TT)


TT digunakan untuk mengalirkan gas anestesi langsung ke dalam trakea dan
mengijinkan untuk kontrol ventilasi dan oksigenasi. Pabrik menentukan standar TT
(American National Standards for Anesthetic Equipment; ANSI Z-79). TT
kebanyakan terbuat dari polyvinylchloride. Pada masa lalu, TT diberi tanda IT atau
Z-79 untuk indikasi ini telah dicoba untuk memastikan tidak beracun. Bentuk dan
kekakuan dari TT dapat dirubah dengan pemasangan mandren. Ujung pipa
diruncingkan untuk membantu penglihatan dan pemasangan melalui pita suara. Pipa
Murphy memiliki sebuah lubang (mata Murphy) untuk mengurangi resiko sumbatan
pada bagian distal tube bila menempel dengan carina atau trakea.
Tahanan aliran udara terutama tergantung dari diameter pipa, tapi ini juga
dipengaruhi oleh panjang pipa dan lengkungannya. Ukuran TT biasanya dipola dalam
milimeter untuk diameter internal atau yang tidak umum dalam skala Prancis (diameter
external dalam milimeter dikalikan dengan 3). Pemilihan pipa selalu hasil kompromi
antara memaksimalkan aliran dengan pipa ukuran besar dan meminimalkan trauma jalan
nafas dengan ukuran pipa yang kecil.

18

Kebanyakan TT dewasa memiliki sistem pengembungan balon yang terdiri dari


katup, balon petunjuk (pilot balloon), pipa pengembangkan balon, dan balon (cuff).
Katup mencegah udara keluar setelah balon dikembungkan. Balon petunjuk memberikan
petunjuk kasar dari balon yang digembungkan. Inflating tube dihubungkan dengan klep.
Dengan membuat trakea yang rapat, balon TT mengijinkan dilakukannya ventilasi
tekanan positif dan mengurangi kemungkinan aspirasi. Pipa yang tidak berbalon
biasanya digunakan untuk anak-anak untuk meminimalkan resiko dari cedera karena
tekanan dan post intubasi croup.

19

Ada 2 tipe balon TT yaitu balon dengan tekanan tinggi volume rendah dan tekanan
rendah volume tinggi. Balon tekanan tinggi dikaitkan dengan besarnya iskhemia
mukosa trachea dan kurang nyaman untuk intubasi pada waktu lama. Balon tekanan
rendah dapat meningkatkan kemungkinan nyeri tenggorokan (luas area kontak
mukosa), aspirasi, ekstubasi spontan, dan pemasangan yang sulit ( karena adanya
floppy cuff). Meskipun demikian, karena insidensi rendah dari kerusakan mukosa,
balon tekanan rendah lebih dianjurkan.
Tekanan balon tergantung dari beberapa faktor: volume pengembangan, diameter
balon yang berhubungan dengan trakea, trakea dan komplians balon, dan tekanan
intratorak (tekanan balon dapat meningkat pada saat batuk). Tekanan balon dapat
menaik selama anetesi umum sebagai hasil dari difusi dari N2O dari mukosa trakeal ke
balon TT.
TT telah dimodifikasi untuk berbagai penggunaan khusus. Pipa yang lentur,
spiral, wire reinforced TT (armored tubes), TT tidak kinking dipakai pada operasi
kepala dan leher, atau pada pasien dengan posisi telungkup. Jika pipa lapis baja menjadi
kinking akibat tekanan yang ekstrim ( contoh pasien bangun dan menggigit pipa), lumen
pipa akan tetutup dan pipa TT harus diganti. Pipa khusus lainnya termasuk pipa
mikrolaringeal, RAE tube, dan lubang pipa ganda (double lumen tube). Semua TT
memiliki garis yang dilekatkan dan bersifat radio opak yang mengijinkan dapat
dilihatnya ETT pada trakea.

2.2.6 Rigid Laryngoscope


Laringoskop adalah instrumen untuk pemeriksaan laring dan untuk fasilitas
intubasi trakea. Handle biasanya berisi baterai untuk cahaya bola lampu pada ujung
blade, atau untuk energi fiberoptic bundle yang berakhir pada ujung blade. Cahaya dari
bundle fiberoptik tertuju langsung dan tidak tersebar.

20

Laringoskop dengan lampu fiberoptic bundle dapat cocok digunakan diruang


MRI. Blade Macintosh dan Miller ada yang melengkung dan bentuk lurus. Pemilihan
dari blade tergantung dari kebiasaan seseorang dan anatomi pasien. Disebabkan karena
tidak ada blade yang cocok untuk semua situasi, klinisi harus familier dan ahli dengan
bentuk blade yang beragam.

21

2.2.7 Laringoskop Khusus


Dalam 15 tahun terakhir, terdapat 2 laringskop baru yang telah dibuat, untuk
membantu dokter anestesi menjamin jalan nafas pada pasien dengan jalan nafas yang
sulit- Laringokop Bullard dan laringoskop Wu.

22

Keduanya memiliki sumber cahaya fiberoptic dan blade yang melengkung


dengan ujung yang panjang, dan didisain untuk membantu melihat muara glotis pada
pasien dengan lidah besar atau yang memiliki muara glotis sangat anterior. Banyak
dokter anestesi percaya bahwa alat ini untuk mengantisipasi pasien yang memiliki jalan
nafas sulit. Bagaimanapun juga, seperti halnya alat-alat lain yang digunakan jalan nafas
pasien, pengalaman penggunaannya harus dilakukan pada pasien normal sebelum
digunakan pada saat penting dan memergensi pada pasien dengan jalan nafas sulit.
2.2.8 Flexible Fiberoptic Bronchoscope (FOB)
Dalam beberapa situasi, misalnya pasien dengan tulang servikal yang tidak stabil,
pergerakan yang terbatas pada temporo mandibular joint, atau dengan kelainan
kongenital atau kelainan didapat pada jalan nafas atas- laringoskopi langsung dengan
penggunakan

rigid

laringoskop

mungkin

tidak

dipertimbangkan

atau

tidak

dimungkinkan. Suatu FOB yang feksibel mungkin visualisasi tidak langsung dari laring
dalam beberapa kasus atau untuk beberapa situasi dimana direncanakan intubasi sadar
(awake intubation). FOB yang dibuat dari fiberglass ini mengalirkan cahaya dan gambar
oleh refleksi internal-contohnya sorotan cahaya akan terjebak dalam fiber dan terlihat
tidak berubah pada sisi yang berlawanan. Pemasangan pipa berisi 2 bundel dari fiber,
masing-masing berisi 10.000 15.000 fiber. Satu bundel menyalurkan cahaya dari
sumber cahaya ( sumber cahaya bundel) yang terdapat diluar alat atau berada dalam
handle yang memberikan gambaran resolusi tinggi.

23

Manipulasi langsung untuk memasangkan pipa dilakukan dengan kawat yang


kaku. Saluran aspirasi digunakan untuk suction dari sekresi, insuflasi O 2 atau
penyemprotan anestesi lokal. Saluran aspirasi sulit untuk dibersihkan, akan tetapi,
sebagai sumber infeksi sehingga memerlukan kehati-hatian pada pembersihan dan
sterilisasi telah digunakan.

24

Anda mungkin juga menyukai