BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Sindroma steven jhonson merupakan gangguan kulit yang berpotensial fatal dan
kebanyakan terjadi eritema multiforme (Smeltzer, 2008). Sindrom Steven Johnson ditemukan
oleh dua dokter anak Amerika. A. M. Steven dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson
yang bisa disingkat SSJ merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan. Sindrom
Stevens-Johnson adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini
mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada versi efek samping ini yang lebih buruk,
yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik (toxik epidermal necrolysis/TEN). Ada juga
versi yang lebih ringan, disebut sebagai eritema multiforme (Adithan, 2006).
Sindroma Steven Johnson jarang terjadi. Di Indonesia kejadian Sindroma Steven Johnson
adalah kasus yang langka dan hanya 1 dari 2000 orang yang mengkonsumsi antibiotik penissilin
yang terkena Sindroma Steven Johnson. Berdasarkan data yang didapat dari bagian medical
record RSUD Dr Soedarso Pontianak, jumlah penderita Sindroma Steven Johnson dari bulan
januari sampai april 2010 tidak ada, namun penderita yang mengalami penyakit kulit dari bulan
Januari sampai April 2010 sebanyak 32 orang yang berjenis kelamin laki-laki 71,86 % dan
perempuan 28,14 %. (Masdin, 2010)
Sindrom Steven Johnson dapat timbul sebagai gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti
dengan bengkak dan kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang
menyebabkan tidak dihentikan, serta dapat timbul demam, sariawan pada mulut, mata, anus, dan
kemaluan serta dapat terjadi luka-luka seperti keropeng pada kulit. Namun pada keadaankeadaan kelainan sistem imun seperti HIV dan AIDS angka kejadiannya dapat meningkat secara
tajam. Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian umurnya bervariasi
dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous
sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodiomal berupa demam tinggi,
malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.
13
Dari masalah di atas, keterlibatan tim kesehatan lah yang bisa dianggap mampu
memberikan solusi dari masalah tersebut dan untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan
kerjasama antara tiap tim kesehatan. Perawat merupakan bagian dari tim kesehatan yang
memiliki lebih banyak kesempatan untuk melakukan intervensi kepada pasien, sehingga fungsi
dan peran perawat dapat dimaksimalkan dalam memberikan asuhan keperwatan terhadap
penderita seperti memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan kesehatan fisik, perawat juga
dapat melakukan pendekatan spiritual, psikologis dan mengaplikasikan fungsi edukatornya
dengan memberikan penyuluhan kesehatan terhadap penderita sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan pengetahuan penderita dan keluarga yang nantinya diharapkan dapat
meminimalisir resiko maupun komplikasi yang mungkin muncul dari Syndrom Steven Johnson
tersebut. Dalam penyusunan makalah ini, penyusun mengharapkan seorang perawat dapat
melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif berdasarkan teori yang telah diterima dan
kebutuhan dari pemulihan kondisi pasien. Perawat sebagai salah satu pelaksana asuhan
keperawatan yang akan memberikan pelayanan kesehatan untuk mencegah terjadinya komplikasi
yang akan muncul pada klien.
1.2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Rumusan Masalah
Apa definisi dari Syndrom Steven Johnson ?
Apa etiologi dari Syndrom Steven Johnson ?
Apa saja manifestasi klinis dari Syndrom Steven Johnson ?
Apa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien Syndrom Steven Johnson ?
Bagaimana Web Of Caution pada Syndrom Steven Johnson ?
Bagaimana pengkajian pada kasus pasien Syndrom Steven Johnson ?
Apa diagnosa yang muncul pada kasus pasien Syndrom Steven Johnson ?
Bagaimana intervensi pada kasus pasien Syndrom Steven Johnson ?
Bagaimana evaluasi pada kasus pasien Syndrom Steven Johnson ?
1.3
1.3.1
1.
2.
1.3.2
1.
2.
3.
4.
5.
Tujuan
Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep dasar dari Syndrom Steven Johnson
Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Syndrom Steven Johnson
Tujuan Khusus
Untuk mengetahui definisi dari Syndrom Steven Johnson ?
Untuk mengetahui etiologi dari Syndrom Steven Johnson ?
Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Syndrom Steven Johnson ?
Untuk mengetahui patofosiologi dari Syndrom Steven Johnson ?
Untuk mengetahui komplikasi dari Syndrom Steven Johnson ?
14
6.
Untuk mengetahui pelaanatalaksnaan medis yang dapat dilakukan pada pasien Syndrom
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Steven Johnson ?
Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Syndrom Steven Johnson ?
Untuk mengetahui Web Of Caution pada Syndrom Steven Johnson ?
Untuk mengetahui pengkajian pada kasus pasien Syndrom Steven Johnson ?
Untuk mengetahui yang muncul pada kasus pasien Syndrom Steven Johnson?
Untuk mengetahui intervensi pada kasus pasien Syndrom Steven Johnson ?
Untuk mengetahui implementasi pada kasus pasien Syndrom Steven Johnson ?
Untuk mengetahui evaluasi pada kasus pasien Syndrom Steven Johnson ?
1.4
1.
2.
Manfaat Penulisan
Agar kita dapat mengetahui konsep dasar dari Syndrom Steven Johnson
Agar kita dapat mengetahui asuhan keperawatan dari Syndrom Steven Johnson
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SSJ, adalah reaksi buruk yang
sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput
mukosa. Juga ada versi efek samping ini yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis
epidermis toksik (toxik epidermal necrolysis/TEN). Ada juga versi yang lebih ringan, disebut
sebagai eritema multiforme (EM). (Adithan, 2006).
Sindrom Steven Johnson dalah sindroma yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium
dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa
eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura
2.2
Etiologi
Penyebab Steven Johnson ini paling banyak dipicu oleh penggunaan obat-obatan atau
dengan kata lain, penyebab Steven Johnson ini adalah karena alergi obat-obat tertentu, biasanya
15
adalah penggunaan obat antibiotik. Selain alergi obat penyebab lainnya adalah karena adanya
infeksi virus, bakteri, atau jamur tertentu, karena makanan seperti coklat, ketidak cocokan
lingkungan misal udara dingin, panas matahari dan bahkan bisa juga dipicu oleh penyakit
keganasan lainnya misal kanker. Sejujurnya, penyebab pasti dari Steven Johnson ini idiopatik
atau tidak selalu diketahui secara pasti, tapi yang paling banyak terjadi adalah karena reaksi
berlebihan
dari
tubuh
untuk
menolak
obat-obatan
yang
masuk
ke
dalam
tubuh.
Alergi obat tersering adalah golongan obat analgetik (pereda nyeri), antipiretik (penurun
demam) sekitar 45%, golongan karbamazepin sekitar 20% dan sisanya adalah jenis jamu-jamuan
(Muttaqin arif, 2012).
b.
c.
d.
e.
2.3
paracetamol)
6) Kloepromazin
7) Karbamazepin
8) Kirin Antipirin
9) Tegretol
Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit).
Neoplasma dan faktor endokrin.
Faktor fisik (udara dingin, sinar matahari, radiasi, sinar-X).
Makanan.
Manifestasi Klinis
SSJ dan TEN biasanya mulai dengan demam, sakit kepala, batuk, dan pegal, yang dapat
berlanjut dari 1-14 hari. Kemudian pasien mengalami ruam datar berwarna merah pada muka dan
batang tubuh, sering kali kemudian meluas ke seluruh tubuh dengan pola yang tidak rata. Daerah
ruam membesar dan meluas, sering membentuk lepuh pada tengahnya. Kulit lepuh sangat
longgar, dan mudah dilepas bila digosok.
Pada TEN, bagian kulit yang luas mengelupas, sering hanya dengan sentuhan halus. Pada
banyak orang, 30 persen atau lebih permukaan tubuh hilang.Daerah kulit yang terpengaruh
16
sangat nyeri dan pasien merasa sangat sakit dengan panas-dingin dan demam.Pada beberapa
orang, kuku dan rambut rontok.
Pada SSJ dan TEN, pasien mendapat lepuh pada selaput mukosa yang melapisi mulut,
tenggorokan, dubur, kelamin, dan mata. Kehilangan kulit dalam TEN serupa dengan luka bakar
yang gawat dan sama-sama berbahaya.Cairan dan elektrolit dalam jumlah yang sangat besar
dapat merembes dari daerah kulit yang rusak. Daerah tersebut sangat rentan terhadap infeksi,
yang menjadi penyebab kematian utama akibat TEN. Mengenal gejala awal SSJ dan segera
periksa ke dokter adalah cara terbaik untuk mengurangi efek jangka panjang yang dapat sangat
mempengaruhi orang yang mengalaminya.
Gejala awal termasuk :
a. Ruam.
b. Lepuh dalam mulut, mata, kuping, hidung atau alat kelamin
c. Bengkak pada kelopak mata, atau mata merah.
d. Konjungitivitis (radang selaput yang melapisi permukaan dalam kelopak mata dan bola
mata).
e. Demam terus-menerus atau gejala seperti flu
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia kurang dari 3 tahun. Keadaan umumnya bervariasi
dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous
sampai koma. Mulainya dari penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi,
malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan.
Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa : Kelainan kulit, Kelainan selaput
lendir di orifisium dan Kelainan mata.
1.
Kelainan Kulit
Kelainan kulit terdiri atas eritema, papul, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula kemudian
memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga disertai purpura.
2.
Kelainan Selaput lender di orifisium
Kelainan di selaput lendir yang sering ialah pada mukosa mulut (100%), kemudian disusul
oleh kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan dilubang hidung dan anus jarang
ditemukan (masing-masing 8% dan 4%).
Kelainan berupa vesikal dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi
serta krusta kehitaman. Di mukosa mulut juga dapat terbentuk pescudo membran. Di bibir yang
sering tampak adalah krusta berwarna hitam yang tebal. Kelainan di mukosa dapat juga terdapat
di faring, traktus respiratorius bagian atas dan esophagus. Stomatitis ini dapat menyeababkan
penderita sukar/tidak dapat menelan. Adanya pseudo membran di faring dapat menimbulkan
keluhan sukar bernafas.
17
3.
Kelainan Mata
Kelainan mata, merupakan 80 % diantara semua kasus yang tersering ialah konjungtivitis
kataralis, selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefarop, ulkus
kornea, iritis dan iridosiklitis.
Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya : nefritis dan
onikolosis (Muttaqin arif, 2012).
2.4
Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV.
Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikropresitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil
yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran
(target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi
berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi
reaksi radang (Djuanda, 2000).
a.
Reaksi Hipersensitif tipe III
Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk
mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi
neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ
sasaran (target organ).
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah
mengendap di dalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada
jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen
asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat
tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi
kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah
tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel
serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000).
b.
Reaksi Hipersensitif Tipe IV
Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali
dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang. Pada
reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau sitotoksik
oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang
18
diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam
untuk terbentuknya (Corwin, 2000).
2.5
Komplikasi
Steven Johnson syndroom sering menimbulkan komplikasi pada mata berupa simblefaron
dan ulkus kornea .komplikasi lain adalah timbulnya sembab, demam atau hipotermia (Muttaqin
arif, 2012).
Berikut komplikasi yang sering pada steven Johnson syndrome :
a. Bronkopneumonia (80%).
b. Sepsis (infeksi sistemik).
c. Kehilangan cairan/darah.
d. Gangguan keseimbangan elektrolit.
e. Syok.
f. Kebutaan gangguan lakrimasi.
g. Kutaneus (timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi kulit sekunder).
2.6
a.
Pelaksanaan
Perawatan prehospital: paramedis harus mengetahui adanya tanda-tanda kehilangan cairan
b.
c.
d.
berat dan mesti diterapi sebagai pasien SSJ sama dengan pasien luka bakar.
Perawatan gawat darurat harus diberikan penggantian cairan dan koreksi elektrolit.
Luka kulit diobati sebagai luka bakar.
Pasien SSJ semestinya diberikan perhatian khusus mengenai jalan nafas dan stabilitas
e.
f.
mengalami pengelupasan harus dilindungi dengan kompres salin atau burrow solution
Penyakit yang mendasari dan infeksi sekunder perlu diidentifikasi dan diterapi. Obat
g.
Penatalaksanaan awalnya sama dengan penanganan pasien dengan luka bakar, dan perawatan
lanjutan dapat berupa suportif (misalkan cairan intravena) dan simptomatik (misalkan analgesik,
dll), tidak ada pengobatan yang spesifik untuk penyakit ini.
Kompres
saline
atau
Burow
solution
untuk
menutupi
luka
kulit
yang
kondisi dan peningkatan resiko untuk terkena infeksi sekunder. Zat lainnya yang digunakan,
antara lain siklofosfamid dan siklosporin, namun tidak ada yang berhasil.
Pemberian immunoglobulin intravena menunjukkan suatu hal yang menjanjikan dalam
mengurangi durasi reaksi alergi dan memperbaiki gejala. Pengobatan suportif lain diantaranya
penggunaan anestesi nyeri topikal dan antiseptik, yang dapat menjaga lingkungan tetap hangat,
dan penggunaan analgesic intravena. Seorang oftalmologis atau optometris harus dikonsultasikan
secepatnya.
Oleh karena SJS sering menyebabkan pembentukan jaringan parut di dalam bola mata
yang kemudian menyebabkan vaskularisasi kornea dan terganggunya penglihatan, dan gangguan
mata lainnya. Diperlukan pula adanya program fisioterapi setelah pasien diperbolehkan pulang
dari rumah sakit.
1.
Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednisone 30-
40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara
tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason
intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari. Umumnya masa kritis diatasi dalam
beberapa hari. Pasien steven-Johnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason
65 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru,
lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah
dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan tablet kortikosteroid,
misalnya prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari
kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan
kira-kira 10 hari.
Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan
Cl). Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500
mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia.Untuk mengatasi efek katabolik dari
kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat dan nanadrolon.
Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis untuk anak tergantung berat badan).
2.
Antibiotik
20
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila disangka penyebabnya infeksi dapat
dilakukan.
Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis (Muttaqin arif, 2012).
21
2.8
Web Of Caution
Farmakologi
Vaksin
EM Mayor ( SJS )
22
BAB 3
TINJAUAN KASUS
DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
STIKES HANG TUAH SURABAYA
A. Pengkajian Keperawatan Medikal Bedah
Waktu pengkajian
: 20 Maret 2015 (16.00)
Ruang/ kelas
: R.Mawar / 3
Diagnosa Medis
: Sindrom Steven Johnson
1. Identitas
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Agama
: Tn. X
: Laki-laki
: 30 tahun
: Islam
Keluarga
Status
Alamat
: Menikah
: Sidoarjo
Waktu MRS
No RM
: 20-03-2015 (11.00)
: 472xxx
Suku Bangsa
: Indonesia
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Petani
Penanggung Jawab :
23
Keterangan :
: Laki-laki
: Tinggal 1 Rumah
: Perempuan
: Pasien
: Laki-laki meninggal
: Perempuan meninggal
f. Riwayat alergi
Tidak ada.
3. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: compos mentis
Tanda-Tanda vital
:
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Antropometri
TB
: 165 cm
Suhu : 37o C
:
BB SMRS : 72 Kg
4. B1 Pernafasan (Breath)
Bentuk Dada : normo chest
Otot bantu nafas tambahan : ( - )
Irama nafas : reguler
Pola nafas
: reguler
Suara nafas : vesikuler
Sesak nafas : ( - )
Sputum
:(-)
Sianosis
:(-)
Kemampuan aktivitas: baik
Masalah Keperawatan: Tidak ada
Pergerakan
BB Stlh MRS : 68 Kg
: simetris
Kelainan
: tidak ada
Taktil/ Vocal fremitus : ( - )
Suara nafas tambahan : ( - )
Batuk : ( - )
Warna : ( - ) Ekskresi : ( - )
jika ada, lokasi: tidak ada
5. B2 Kardiovaskuler (Blood)
Ictus cordis : ics 5 pada linea midclavikula sinistra
24
Nyeri dada
:(-)
Bunyi jantung : S1, S2 tanpa S3
CRT
: < 2 detik
Oedema
:(-)
Hepatomegali : ( - )
Perdarahan
:(-)
Masalah Keperawatan: Tidak ada
6. B3 Persarafan (Brain)
GCS :
Eye : 4
Refleks Fisiologis
Biceps : ( + )
Refleks Patologis
Kaku Kuduk : ( - )
Kernig
:(-)
Nervus Kranial
NI
: Normal
NII
: Normal
NIII : Normal
NIV : Normal
NV
: Normal
NVI : Normal
Nyeri Kepala : ( - )
Paralisis
:(-)
Verbal : 5
Motorik : 6
Total : 16
Triceps : ( + )
Patella : ( + )
Bruzinski I : ( - )
Bruzinski II : ( - )
NVII : Normal
NVIII : Normal
NIX : Normal
NX
: Normal
NXI : Normal
NXII : Normal
Jika ya, jelaskan: tidak ada
Penciuman
Bentuk Hidung: simetris, tidak ada trauma, bersih
Septum : ( - )
Polip
:(-)
Kelainan : ( - )
Wajah & penglihatan
Mata
: simetris
Kelainan
: tidak ada
Pupil
: isokor
Refleks
: (+)
Konjungtiva : normal
Gangguan
: tidak ada
Skelera
: normal
Gangguan
: tidak ada
Visus
: 6/6
Pendengaran
Telinga
: simetris
Kelainan : ( - )
Alat bantu
25
:(-)
Lidah
Kebersihan : bersih
Uvula
Palatum
: normal
Kesulitan telan : ( + )
Afasia
:(-)
Ekskresi
Nyeri Tekan
Jumlah :
Jumlah :
: lancar
:(-)
Warna : kuning jernih
Warna : kuning seperti teh
Abdomen
diit
: nasi tim
Nafsu makan : menurun
Muntah
:(+)
Jenis
: nasi tim
Porsi
: porsi
Frekuensi Minum : 5x sehari
Jenis
: air putih
Bentuk perut : simetris
Kelaianan Abd : tidak ada
Hepar
: normal
Lien
: normal
Nyeri abdomen : Tidak ada
Frekuensi : 3x sehari
Mual : ( + )
NGT : ( - )
Jumlah : 1000 cc/hari
Peristaltik : 28 x/menit.
Warna : kuning
Frekuensi
Konsistensi
: 1 x/hari
: lembek
Warna : kecoklatan
Colostomi : ( - )
5555
5555
5555
5555
Deformitas : ( - )
Fraktur : (-)
Lain-lain: Terdapat lesi pada kulit
Masalah Keperawatan: Gangguan Integritas Kulit
10. Endokrin
Pembesaran KGB
Hiperglikemia
Hipoglikemia
DM
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
SMRS
1
1
1
1
27
MRS
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
3
3
3
1
Keterangan
Skor
1:
Mandiri
2:
Alat bantu
3:
4:
Jenis Pemeriksaan
Leukosit
Eosinofil
IgM
IgG
Hasil (satuan)
11.000/mm3
4%
0,3
35 ng/ml
:Tidak ada
Nama Obat
Dosis
Rute
28
Indikasi
1.
Deksametason
65 mg
IV
2.
Fenil Propionat
25-50 mg
IV
2 x 80 mg.
IV
3.
Gentamisin
Ttd perawat
B. Analisa Data (Diagnosa Keperawatan)
No
1.
Data (Symptom)
DS :
Pasien mengatakan nyeri seperti
panas terbakar pada kulitnya.
Penyebab (Etiologi)
Gangguan status
Masalah (Problem)
Kerusakan integritas
metabolik, Defisit
kulit
imunologis
DO :
Kulit pasien terlihat kemerahan.
Kerusakan pada daerah kulit
(dermis).
2.
DS :
Pasien mengatakan tidak nafsu
makan, mual, muntah dan
Ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh.
TB : 165 cm
BB SMRS : 72 Kg
BB setelah MRS : 68 Kg
B : hasil lab
- Leokosit : 11.000/mm3
- Eosinofil : 4 %
- IgM : 0,3
- IgG : 35 ng/ml
C : mukosa kering, tampak
lemah, mual, muntah
D : pasien menghabiskan
3.
Nyeri akut.
Inflamasi ada kulit
DS :
Pasien mengatakan nyeri
P : nyeri timbul saat bergerak.
Q : nyeri seperti terbakar.
R : nyeri pada kulit.
S : skala nyeri 7 (0-10)
T : nyeri hilang timbul 4-5
menit
DO :
- Pasien tampak kesakitan
dengan tangan kanan
4.
Resiko infeksi
Kerusakan jaringan
DS : DO : -
Prioritas Masalah
No
Masalah Keperawatan
Tanggal
30
Paraf
1.
2.
ditemukan
20 maret 2015
Teratasi
Teratasi sebagian
Ketidakseimbangan
20 maret 2015
Teratasi
20 maret 2015
Teratasi
20 maret 2015
Teratasi
3.
Nyeri akut.
4.
Resiko infeksi
31
C. Intervensi Keperawatan
N
o
1.
Diagnosa
Keperawatan
Kerusakan
integritas kulit.
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Tujuan :
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24
jam diharapkan
dari kebutuhan
tubuh
karakterist
mengetahui
ik, lokasi,
keparahan
kedalama
n, dan luas
luka.
2. Lakukan
dari luka.
2. Merawat
luka dengan
teknik
aseptik,
pada kulit
luka atau
dapat
berkurang.
perawatan
menjaga
kulit
kontaminasi
secara
luka dan
mampu
menunjukkan
integritas kulit
yang utuh.
- Tidak ada
lepuh atau
2.
1. Untuk
perawatan
Hasil :
- Pasien
an nutrisi kurang
1. Kaji
Rasional
rasa terbakar
Kriteria
Ketidakseimbang
Intervensi
materasi pada
kulit.
- Eritema kulit
minimal.
rutin.
3. Ubah dan
atur posisi
pasien
secara
sering.
4. Kolaboras
i dengan
dokter
dalam
pemberian
Tujuan :
obat
Setelah
topikal.
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24
jam diharapkan
1
larutan yang
iritatif akan
merusak
jaringan
granulasi
yang timbul,
sisa balutan
jaringan
nekrosis
dapat
menghambat
proses
granulasi.
3. Untuk
melatih
gerak
mobilisasi
menurunkan
nafsu makan
bertambah, mul
dan muntah
berkurang atau
hilang.
Kriteria
Hasil :
- Pasien
menunjukkan
perilaku
perubahan
pola hidup
untuk
Resiko infeksi
1. Kaji
jumlah
nutrisi
yang
Nyeri akut
3.
tekanan dari
masuk.
2. Bantu
pasien
untuk
mendapat
tempat tidur
dan
menurunkan
resiko
infeksi
4. untuk
mencegah
infeksi lebih
lanjut
kan pola
nutrisi
yang baik.
3. Anjurkan
1. Untuk
mengetahui
berapa
meningkatka
pasien
banyak
n atau
untuk
nutrisi yang
mempertahan
mengguna
dimiliki
kan berat
kan teknik
badan yang
makan
sesuai.
- Pasien tidak
sedikit-
mengeluh
mual
sedikit
tapi
sering.
muntah.
- Nafsu makan
meningkat.
- Pasien
mendapat
pola nutrisi
yang baik.
3. Untuk
meningkatk
an asupan
4. Kolaboras
i dengan
mampu
ahli gizi
menghabiska
untuk
mendapat
makanannya
kan porsi
dalam 1
nutrisi
porsi.
yang
sesuai.
pasien.
2. Untuk
nutrisi
pasien,
menurunka
n
rangsangan
paristaltik
sehingga
pasien tidak
Tujuan :
Setelah
muntah.
4. Untuk
dilakukan
memenuhi
tindakan
jumlah
keperawatan
nutrisi yang
selama 3x24
diperlukan.
jam diharapkan
4.
nyeri berkurang
atau hilang.
Kriteria
Hasil :
- Pasien
mampu
mengontrol
nyeri.
- Pasien
mengungkap
kan nyeri
berkurang
atau hilang.
- Mampu
mengenali
nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi dan
tanda-tanda
nyeri).
1. Observasi
skala
nyeri.
2. Bantu
pasien
untuk
mendapat
kan posisi
yang
nyama.
3. Ajarkan
teknik
managem
en nyeri
(relaksasi,
distraksi,
Tujuan :
Setelah
dilakukan
tindakan
kompres
hangat
atau terapi
keperawatan
musik).
4. Kolaboras
selama 3x24
i dalam
1. Untuk
mengetahui
keadaan
nyeri.
2. Untuk
menurunkan
ketegangan
atau spasme
otot dan
untuk
mendistribus
ikan kembali
tekanan
pada bagian
tubuh.
3. Untuk
jam diharapkan
pemberian
meminimalk
pasien mampu
obat
an atau
memperbaiki
analgesik.
mengurangi
koping.
nyeri.
4. Untuk
Kriteria
mengurangi
Hasil :
nyeri.
- Pasien
mampu
memantau
faktor
perilaku.
- Pasien
mampu
mengidentifik
asi resiko
1. Kaji
faktor
resiko
potensial.
2. Pantau
yang
lingkunga
meningkatka
n fisik
n kerentanan
untuk
terhadap
memfasilit
cedera.
- Pasien
asi
terjadinya
mampu
infeksi.
memodifikasi 3. Ajarkan
gaya hidup
pasien
untuk
untuk
mengurangi
meminima
resiko.
lkan
faktor
menentukan
strategi
penurunan
resiko.
2. Mengurangi
faktor
resiko.
3. Supaya
mencegah
terjadinya
kontaminasi
silang
4. Mengurangi
lingkunga
jumlah
n yang
bakteri pada
dapat
kulit
menyebab
kan
4
1. Untuk
infeksi.
4. Kolaboras
i dengan
dokter
dalam
pemberian
antibiotik.
D. Implementasi Keperawatan
Catatan
No
Dx
Waktu
(Tgl & jam)
1,2,3,4,
20/03/2015
14.00
14.15
14.30
1,2,3,4
3
1,2,3,4
1,2,3,4
16.00
16.30
18.00
20.00
1,2,3,4
21.00
1,2,3,4
22.00
1,2,3,4
22.15
Tindakan
TT
Waktu
(Tgl & jam)
20/03/2015
Perkembanga
n
(SOAP)
Dinas Siang
S = pasien
UGD
Mengkaji pasien
Mengobservasi pasien
TD : 120/70 mmHg, N : 86
mengatakan
x/menit, RR : 18 x/menit,
terbakar, nasfu
Suhu : 37o C
Melakukan Skin test
makannya
badannya nyeri
seperti panas
berkurang
Gentamisin
Menghidangkan makanan
Memberikan obat
(mual, muntah
dan nyeri
deksametason
Memantau tanda-tanda vital
TD : 120/80 mmHg, N : 90
tenggorokan).
O = skala
nyeri : skala
x/menit, RR : 20 x/menit,
nyeri 7 (0-10),
Suhu : 36o C
Memberikan obat fenil
pasien hanya
menghabiskan
5
TT
makanannya
1/3 porsi, kulit
pasien terlihat
kemerahan dan
terjadi
kerusakan kulit
(dermis)
A:
- Kerusakan
integritas
kulit belum
teratasi
- Ketidakseim
1,2,3,4
21/03/2015
06.00
21/03/2015
bangan
nutrisi
kurang dari
1,2,3,4
3
1,2,3,4
1,2,3,4
1,2,3,4
3
1,2,3,4
1,2,3,4
1,2,3,4
1,2,3,4
1,2,3,4
07.00
08.00
08.15
10.00
11.00
12.00
12.10
15.00
16.00
18.00
20.00
kebutuhan
tubuh belum
teratasi
- Nyeri akut
belum
teratasi
- Resiko
pasien
TD : 120/80 mmHg, N : 88
infeksi
x/menit, RR : 20 x/menit,
belum
Suhu : 36,5o C
Mengganti cairan infus Ns
Menghidangkan makanan
teratasi
P : intervensi
hangat
Pemberian terapi obat pada
dilanjutkan
Dinas Malam
S = pasien
21.30
propionat, gentamisin.
Dokter Visite
Mengobservasi pasien
TD : 120/70 mmHg, N : 86
mengatakan
badannya nasih
nyeri tetapi
x/menit, RR : 20 x/menit,
sudah tidak
Suhu : 36 C
6
Menghidangkan makanan
terasa panas
untuk pasien
Pemberian obat tropikal
Mengganti cairan infus Ns
Memberikan terapi obat
lagi, nasfu
tropikal
Mengobservasi pasien
TD : 120/80 mmHg, N : 86
membaik.
O = skala
makannya
mulai
nyeri : skala
x/menit, RR : 20 x/menit,
nyeri 5 (0-10),
Suhu : 36,4 C
Menganjurkan pasien untuk
pasien
diberikan
makanan
sedikit tetapi
sering, kulit
pasien terlihat
kemerahan dan
terjadi
kerusakan kulit
1,2,3,4
1,2,3,4
22/03/2015
05.00
06.00
22/03/2015
(dermis)
A:
- Kerusakan
integritas
kulit belum
3
1,2,3,4
08.00
08.15
1,2,3,4
1,2,3,4
10.00
11.00
teratasi
- Ketidakseim
bangan
nutrisi
kurang dari
12.00
1,2,3,4
1,2,3,4
1,2,3,4
1,2,3,4
13.00
12.10
16.00
18.00
kebutuhan
tubuh
teratasi
sebagian
- Nyeri akut
teratasi
1,2,3,4
20.00
sebagian
7
1,2,3,4
22.00
- Resiko
infeksi
pasien
TD : 130/80 mmHg, N : 88
belum
x/menit, RR : 20 x/menit,
teratasi
P : intervensi
Suhu : 36,4o C
Menghidangkan makanan
dilanjutkan
hangat
Pemberian terapi obat pada
Dinas Pagi
S = pasien
mengatakan
propionat, gentamisin.
Dokter Visite
Mengobservasi pasien
TD : 120/70 mmHg, N : 86
badannya
x/menit, RR : 20 x/menit,
tidak terasa
Suhu : 36,5o C
Menghidangkan makanan
panas lagi,
masih nyeri
tetapi sudah
untuk pasien
Mengganti cairan infus
Pemberian obat tropikal
Memberikan terapi obat
muntah
berkurang.
O = skala
tropikal
Mengobservasi pasien
TD : 120/80 mmHg, N : 90
nyeri : skala
nyeri 5 (0-10),
pasien
x/menit, RR : 18 x/menit,
diberikan
Suhu : 36o C
Menganjurkan pasien untuk
makanan
sedikit tetapi
sering, kulit
pasien terlihat
kemerahan dan
terjadi
kerusakan kulit
(dermis)
A:
- Kerusakan
integritas
kulit belum
8
teratasi
- Ketidakseim
bangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
teratasi
sebagian
- Nyeri akut
teratasi
sebagian
- Resiko
infeksi
belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
Dinas Siang
S = pasien
mengatakan
nyeri sudah
berkurang,
masih mual dan
muntah
berkurang.
O = skala
nyeri : skala
nyeri 2 (0-10),
pasien
diberikan
makanan
sedikit tetapi
sering, kulit
9
pasien terlihat
kemerahan dan
terjadi
kerusakan kulit
(dermis)
A:
- Kerusakan
integritas
kulit belum
teratasi
- Ketidakseim
bangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
teratasi
sebagian
- Nyeri akut
teratasi
sebagian
- Resiko
infeksi
belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
Dinas Malam
S = pasien
mengatakan
nyeri sudah
berkurang,
mual berkurang
O = skala
nyeri : skala
10
nyeri 2 (0-10),
pasien
menghabiskan
makanan
porsi, kulit
pasien masih
terlihat
kemerahan.
A:
- Kerusakan
integritas
kulit teratasi
sebagian
- Ketidakseim
bangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
teratasi
sebagian
- Nyeri akut
teratasi
sebagian
- Resiko
infeksi
teratasi
sebagian
P : intervensi
dilanjutkan
Dinas Pagi
S = pasien
mengatakan
nyeri sudah
11
berkurang,
mual berkurang
O = skala
nyeri : skala
nyeri 2 (0-10),
pasien
menghabiskan
makanan 1
porsi, kulit
pasien masih
terlihat
kemerahan dan
terdapat luka
pada tubuhnya
A:
- Kerusakan
integritas
kulit teratasi
sebagian
- Ketidakseim
bangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
teratasi
- Nyeri akut
teratasi
sebagian
- Resiko
infeksi
teratasi
sebagian
P : intervensi
dilanjutkan
12
Dinas Siang
S = pasien
mengatakan
nyeri sudah
berkurang,
mual berkurang
O = skala
nyeri : skala
nyeri 2 (0-10),
pasien
menghabiskan
makanan 1
porsi, kulit
pasien masih
terlihat
kemerahan dan
terdapat luka
pada tubuhnya
A:
- Kerusakan
integritas
kulit teratasi
sebagian
- Nyeri akut
teratasi
sebagian
- Resiko
infeksi
teratasi
sebagian
P : intervensi
dilanjutkan
13
14