Anda di halaman 1dari 33

By: Dedi Irawandi

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG
Sindroma steven jhonson merupakan gangguan kulit yang berpotensial fatal dan

kebanyakan terjadi eritema multiforme (Smeltzer, 2008). Sindrom Steven Johnson ditemukan
oleh dua dokter anak Amerika. A. M. Steven dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson
yang bisa disingkat SSJ merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan. Sindrom
Stevens-Johnson adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini
mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada versi efek samping ini yang lebih buruk,
yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik (toxik epidermal necrolysis/TEN). Ada juga
versi yang lebih ringan, disebut sebagai eritema multiforme (Adithan, 2006).
Sindroma Steven Johnson jarang terjadi. Di Indonesia kejadian Sindroma Steven Johnson
adalah kasus yang langka dan hanya 1 dari 2000 orang yang mengkonsumsi antibiotik penissilin
yang terkena Sindroma Steven Johnson. Berdasarkan data yang didapat dari bagian medical
record RSUD Dr Soedarso Pontianak, jumlah penderita Sindroma Steven Johnson dari bulan
januari sampai april 2010 tidak ada, namun penderita yang mengalami penyakit kulit dari bulan
Januari sampai April 2010 sebanyak 32 orang yang berjenis kelamin laki-laki 71,86 % dan
perempuan 28,14 %. (Masdin, 2010)
Sindrom Steven Johnson dapat timbul sebagai gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti
dengan bengkak dan kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang
menyebabkan tidak dihentikan, serta dapat timbul demam, sariawan pada mulut, mata, anus, dan
kemaluan serta dapat terjadi luka-luka seperti keropeng pada kulit. Namun pada keadaankeadaan kelainan sistem imun seperti HIV dan AIDS angka kejadiannya dapat meningkat secara
tajam. Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian umurnya bervariasi
dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous
sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodiomal berupa demam tinggi,
malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.

13

By: Dedi Irawandi

Dari masalah di atas, keterlibatan tim kesehatan lah yang bisa dianggap mampu
memberikan solusi dari masalah tersebut dan untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan
kerjasama antara tiap tim kesehatan. Perawat merupakan bagian dari tim kesehatan yang
memiliki lebih banyak kesempatan untuk melakukan intervensi kepada pasien, sehingga fungsi
dan peran perawat dapat dimaksimalkan dalam memberikan asuhan keperwatan terhadap
penderita seperti memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan kesehatan fisik, perawat juga
dapat melakukan pendekatan spiritual, psikologis dan mengaplikasikan fungsi edukatornya
dengan memberikan penyuluhan kesehatan terhadap penderita sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan pengetahuan penderita dan keluarga yang nantinya diharapkan dapat
meminimalisir resiko maupun komplikasi yang mungkin muncul dari Syndrom Steven Johnson
tersebut. Dalam penyusunan makalah ini, penyusun mengharapkan seorang perawat dapat
melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif berdasarkan teori yang telah diterima dan
kebutuhan dari pemulihan kondisi pasien. Perawat sebagai salah satu pelaksana asuhan
keperawatan yang akan memberikan pelayanan kesehatan untuk mencegah terjadinya komplikasi
yang akan muncul pada klien.
1.2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Rumusan Masalah
Apa definisi dari Syndrom Steven Johnson ?
Apa etiologi dari Syndrom Steven Johnson ?
Apa saja manifestasi klinis dari Syndrom Steven Johnson ?
Apa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien Syndrom Steven Johnson ?
Bagaimana Web Of Caution pada Syndrom Steven Johnson ?
Bagaimana pengkajian pada kasus pasien Syndrom Steven Johnson ?
Apa diagnosa yang muncul pada kasus pasien Syndrom Steven Johnson ?
Bagaimana intervensi pada kasus pasien Syndrom Steven Johnson ?
Bagaimana evaluasi pada kasus pasien Syndrom Steven Johnson ?

1.3
1.3.1
1.
2.
1.3.2
1.
2.
3.
4.
5.

Tujuan
Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep dasar dari Syndrom Steven Johnson
Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Syndrom Steven Johnson
Tujuan Khusus
Untuk mengetahui definisi dari Syndrom Steven Johnson ?
Untuk mengetahui etiologi dari Syndrom Steven Johnson ?
Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Syndrom Steven Johnson ?
Untuk mengetahui patofosiologi dari Syndrom Steven Johnson ?
Untuk mengetahui komplikasi dari Syndrom Steven Johnson ?

14

By: Dedi Irawandi

6.

Untuk mengetahui pelaanatalaksnaan medis yang dapat dilakukan pada pasien Syndrom

7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Steven Johnson ?
Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Syndrom Steven Johnson ?
Untuk mengetahui Web Of Caution pada Syndrom Steven Johnson ?
Untuk mengetahui pengkajian pada kasus pasien Syndrom Steven Johnson ?
Untuk mengetahui yang muncul pada kasus pasien Syndrom Steven Johnson?
Untuk mengetahui intervensi pada kasus pasien Syndrom Steven Johnson ?
Untuk mengetahui implementasi pada kasus pasien Syndrom Steven Johnson ?
Untuk mengetahui evaluasi pada kasus pasien Syndrom Steven Johnson ?

1.4
1.
2.

Manfaat Penulisan
Agar kita dapat mengetahui konsep dasar dari Syndrom Steven Johnson
Agar kita dapat mengetahui asuhan keperawatan dari Syndrom Steven Johnson

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi
Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SSJ, adalah reaksi buruk yang

sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput
mukosa. Juga ada versi efek samping ini yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis
epidermis toksik (toxik epidermal necrolysis/TEN). Ada juga versi yang lebih ringan, disebut
sebagai eritema multiforme (EM). (Adithan, 2006).
Sindrom Steven Johnson dalah sindroma yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium
dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa
eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura

2.2

(Muttaqin arif, 2012).

Etiologi
Penyebab Steven Johnson ini paling banyak dipicu oleh penggunaan obat-obatan atau

dengan kata lain, penyebab Steven Johnson ini adalah karena alergi obat-obat tertentu, biasanya
15

By: Dedi Irawandi

adalah penggunaan obat antibiotik. Selain alergi obat penyebab lainnya adalah karena adanya
infeksi virus, bakteri, atau jamur tertentu, karena makanan seperti coklat, ketidak cocokan
lingkungan misal udara dingin, panas matahari dan bahkan bisa juga dipicu oleh penyakit
keganasan lainnya misal kanker. Sejujurnya, penyebab pasti dari Steven Johnson ini idiopatik
atau tidak selalu diketahui secara pasti, tapi yang paling banyak terjadi adalah karena reaksi
berlebihan

dari

tubuh

untuk

menolak

obat-obatan

yang

masuk

ke

dalam

tubuh.
Alergi obat tersering adalah golongan obat analgetik (pereda nyeri), antipiretik (penurun
demam) sekitar 45%, golongan karbamazepin sekitar 20% dan sisanya adalah jenis jamu-jamuan
(Muttaqin arif, 2012).

Beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab adalah:


a. Alergi obat secara sistemik (misalnya penisilin, analgetik, arti piuretik).
1) Penisilline dan semisentetiknya.
2) Sthreptomicine
3) Sulfonamida
4) Tetrasiklin
5) Anti piretik atau analgesik (derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan

b.
c.
d.
e.
2.3

paracetamol)
6) Kloepromazin
7) Karbamazepin
8) Kirin Antipirin
9) Tegretol
Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit).
Neoplasma dan faktor endokrin.
Faktor fisik (udara dingin, sinar matahari, radiasi, sinar-X).
Makanan.
Manifestasi Klinis
SSJ dan TEN biasanya mulai dengan demam, sakit kepala, batuk, dan pegal, yang dapat

berlanjut dari 1-14 hari. Kemudian pasien mengalami ruam datar berwarna merah pada muka dan
batang tubuh, sering kali kemudian meluas ke seluruh tubuh dengan pola yang tidak rata. Daerah
ruam membesar dan meluas, sering membentuk lepuh pada tengahnya. Kulit lepuh sangat
longgar, dan mudah dilepas bila digosok.
Pada TEN, bagian kulit yang luas mengelupas, sering hanya dengan sentuhan halus. Pada
banyak orang, 30 persen atau lebih permukaan tubuh hilang.Daerah kulit yang terpengaruh
16

By: Dedi Irawandi

sangat nyeri dan pasien merasa sangat sakit dengan panas-dingin dan demam.Pada beberapa
orang, kuku dan rambut rontok.
Pada SSJ dan TEN, pasien mendapat lepuh pada selaput mukosa yang melapisi mulut,
tenggorokan, dubur, kelamin, dan mata. Kehilangan kulit dalam TEN serupa dengan luka bakar
yang gawat dan sama-sama berbahaya.Cairan dan elektrolit dalam jumlah yang sangat besar
dapat merembes dari daerah kulit yang rusak. Daerah tersebut sangat rentan terhadap infeksi,
yang menjadi penyebab kematian utama akibat TEN. Mengenal gejala awal SSJ dan segera
periksa ke dokter adalah cara terbaik untuk mengurangi efek jangka panjang yang dapat sangat
mempengaruhi orang yang mengalaminya.
Gejala awal termasuk :
a. Ruam.
b. Lepuh dalam mulut, mata, kuping, hidung atau alat kelamin
c. Bengkak pada kelopak mata, atau mata merah.
d. Konjungitivitis (radang selaput yang melapisi permukaan dalam kelopak mata dan bola
mata).
e. Demam terus-menerus atau gejala seperti flu
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia kurang dari 3 tahun. Keadaan umumnya bervariasi
dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous
sampai koma. Mulainya dari penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi,
malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan.
Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa : Kelainan kulit, Kelainan selaput
lendir di orifisium dan Kelainan mata.
1.
Kelainan Kulit
Kelainan kulit terdiri atas eritema, papul, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula kemudian
memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga disertai purpura.
2.
Kelainan Selaput lender di orifisium
Kelainan di selaput lendir yang sering ialah pada mukosa mulut (100%), kemudian disusul
oleh kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan dilubang hidung dan anus jarang
ditemukan (masing-masing 8% dan 4%).
Kelainan berupa vesikal dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi
serta krusta kehitaman. Di mukosa mulut juga dapat terbentuk pescudo membran. Di bibir yang
sering tampak adalah krusta berwarna hitam yang tebal. Kelainan di mukosa dapat juga terdapat
di faring, traktus respiratorius bagian atas dan esophagus. Stomatitis ini dapat menyeababkan
penderita sukar/tidak dapat menelan. Adanya pseudo membran di faring dapat menimbulkan
keluhan sukar bernafas.
17

By: Dedi Irawandi

3.

Kelainan Mata
Kelainan mata, merupakan 80 % diantara semua kasus yang tersering ialah konjungtivitis

kataralis, selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefarop, ulkus
kornea, iritis dan iridosiklitis.
Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya : nefritis dan
onikolosis (Muttaqin arif, 2012).
2.4

Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV.

Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikropresitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil
yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran
(target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi
berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi
reaksi radang (Djuanda, 2000).
a.
Reaksi Hipersensitif tipe III
Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk
mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi
neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ
sasaran (target organ).
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah
mengendap di dalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada
jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen
asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat
tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi
kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah
tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel
serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000).
b.
Reaksi Hipersensitif Tipe IV
Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali
dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang. Pada
reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau sitotoksik
oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang

18

By: Dedi Irawandi

diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam
untuk terbentuknya (Corwin, 2000).
2.5

Komplikasi
Steven Johnson syndroom sering menimbulkan komplikasi pada mata berupa simblefaron

dan ulkus kornea .komplikasi lain adalah timbulnya sembab, demam atau hipotermia (Muttaqin
arif, 2012).
Berikut komplikasi yang sering pada steven Johnson syndrome :
a. Bronkopneumonia (80%).
b. Sepsis (infeksi sistemik).
c. Kehilangan cairan/darah.
d. Gangguan keseimbangan elektrolit.
e. Syok.
f. Kebutaan gangguan lakrimasi.
g. Kutaneus (timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi kulit sekunder).
2.6
a.

Pelaksanaan
Perawatan prehospital: paramedis harus mengetahui adanya tanda-tanda kehilangan cairan

b.
c.
d.

berat dan mesti diterapi sebagai pasien SSJ sama dengan pasien luka bakar.
Perawatan gawat darurat harus diberikan penggantian cairan dan koreksi elektrolit.
Luka kulit diobati sebagai luka bakar.
Pasien SSJ semestinya diberikan perhatian khusus mengenai jalan nafas dan stabilitas

e.

hemodinamik, status cairan, perawatn luka dan kontrol nyeri.


Penatalaksanaan SSJ bersifat simtomatik dan suportif.Mengobati lesi pada mulut dangan
mouthwashes, anestesi topikal berguna untuk mengurangi rasa nyeri.daerah yang

f.

mengalami pengelupasan harus dilindungi dengan kompres salin atau burrow solution
Penyakit yang mendasari dan infeksi sekunder perlu diidentifikasi dan diterapi. Obat

g.

penyebab harus dihentikan.


Penggunaan obat-obat steroid sistemik masih kontroversial.
Seluruh pengobatan harus dihentikan, khususnya yang diketahui menyebabkan reaksi SJS.

Penatalaksanaan awalnya sama dengan penanganan pasien dengan luka bakar, dan perawatan
lanjutan dapat berupa suportif (misalkan cairan intravena) dan simptomatik (misalkan analgesik,
dll), tidak ada pengobatan yang spesifik untuk penyakit ini.
Kompres

saline

atau

Burow

solution

untuk

menutupi

luka

kulit

yang

terkelupas/terbuka.Alternatif lainnya untuk kulit adalah penggunaan calamine lotion.Pengobatan


dengan kortikosteroid masih kontroversial semenjak hal itu dapat menyebabkan perburukan
19

By: Dedi Irawandi

kondisi dan peningkatan resiko untuk terkena infeksi sekunder. Zat lainnya yang digunakan,
antara lain siklofosfamid dan siklosporin, namun tidak ada yang berhasil.
Pemberian immunoglobulin intravena menunjukkan suatu hal yang menjanjikan dalam
mengurangi durasi reaksi alergi dan memperbaiki gejala. Pengobatan suportif lain diantaranya
penggunaan anestesi nyeri topikal dan antiseptik, yang dapat menjaga lingkungan tetap hangat,
dan penggunaan analgesic intravena. Seorang oftalmologis atau optometris harus dikonsultasikan
secepatnya.
Oleh karena SJS sering menyebabkan pembentukan jaringan parut di dalam bola mata
yang kemudian menyebabkan vaskularisasi kornea dan terganggunya penglihatan, dan gangguan
mata lainnya. Diperlukan pula adanya program fisioterapi setelah pasien diperbolehkan pulang
dari rumah sakit.
1.

Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednisone 30-

40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara
tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason
intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari. Umumnya masa kritis diatasi dalam
beberapa hari. Pasien steven-Johnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason
65 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru,
lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah
dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan tablet kortikosteroid,
misalnya prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari
kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan
kira-kira 10 hari.
Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan
Cl). Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500
mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia.Untuk mengatasi efek katabolik dari
kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat dan nanadrolon.
Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis untuk anak tergantung berat badan).
2.
Antibiotik

20

By: Dedi Irawandi

Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat menyebabkan


kematian, dapat diberi antibiotik yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat
bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.
3.
Infus dan tranfusi darah
Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau
tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun.Untuk
itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi
perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari
berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura
yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan
hemostatik.
4.
Topikal
Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orabase. Untuk lesi di kulit yang
erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.
2.7
a.

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila disangka penyebabnya infeksi dapat

dilakukan kultur darah.


b.
Histopatologi
Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah,
degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di
epidermis.
c.
Imunologi
Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial serta terdapat
komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.
d.
Pemeriksaan darah lengkap (CBC)
Menunjukkan kadar sel darah putih yang normal atau leukositosis nonspesifik. Penurunan
tajam kadar sel darah putih dapat mengindikasikan kemungkinan infeksi bakterial berat.
e.
Determine renal function and evaluate urine for blood.
f.
Pemeriksaan elektrolit
g.
Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika infeksi dicurigai terjadi.
h.
Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD), dan kolonoskopi dapat
i.

dilakukan.
Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis (Muttaqin arif, 2012).

21

By: Dedi Irawandi

2.8

Web Of Caution
Farmakologi

Vaksin

Reaksi immune tipe II dan IV


Eritema multiforne ( EM )

EM Mayor ( SJS )

22

By: Dedi Irawandi

BAB 3
TINJAUAN KASUS
DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
STIKES HANG TUAH SURABAYA
A. Pengkajian Keperawatan Medikal Bedah
Waktu pengkajian
: 20 Maret 2015 (16.00)
Ruang/ kelas
: R.Mawar / 3
Diagnosa Medis
: Sindrom Steven Johnson
1. Identitas
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Agama

: Tn. X
: Laki-laki
: 30 tahun
: Islam

Keluarga
Status
Alamat

: Menikah
: Sidoarjo

Waktu MRS
No RM

: 20-03-2015 (11.00)
: 472xxx

Suku Bangsa
: Indonesia
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Petani
Penanggung Jawab :

2. RIWAYAT SAKIT DAN KESEHATAN


a. Keluhan Utama
Nyeri seperti panas terbakar
b. Riwayat Penyakit Sekarang
:
Pasien datang ke UGD pada tanggal 20 Maret 2015 pada pukul 11.00. pasien
mengatakan nyeri pada tenggorokan. Nyeri seperti panas terbakar sejak 3 hari yang
lalu. Pasien juga mengatakan tidak selera makan dan sulit menelan. Pasien juga
mengalami muah, muntah sejak kemarin.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah sakit seperti ini.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menular.
e. Genogram : (minimal 3 generasi)

23

By: Dedi Irawandi

Keterangan :
: Laki-laki

: Tinggal 1 Rumah

: Perempuan

: Pasien

: Laki-laki meninggal
: Perempuan meninggal
f. Riwayat alergi
Tidak ada.
3. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: compos mentis
Tanda-Tanda vital
:
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Antropometri
TB
: 165 cm

Kesadaran : compos mentis


RR : 18 x/menit

Suhu : 37o C

:
BB SMRS : 72 Kg

4. B1 Pernafasan (Breath)
Bentuk Dada : normo chest
Otot bantu nafas tambahan : ( - )
Irama nafas : reguler
Pola nafas
: reguler
Suara nafas : vesikuler
Sesak nafas : ( - )
Sputum
:(-)
Sianosis
:(-)
Kemampuan aktivitas: baik
Masalah Keperawatan: Tidak ada

Pergerakan

BB Stlh MRS : 68 Kg
: simetris

Kelainan
: tidak ada
Taktil/ Vocal fremitus : ( - )
Suara nafas tambahan : ( - )
Batuk : ( - )
Warna : ( - ) Ekskresi : ( - )
jika ada, lokasi: tidak ada

5. B2 Kardiovaskuler (Blood)
Ictus cordis : ics 5 pada linea midclavikula sinistra
24

Irama jantung : reguler

By: Dedi Irawandi

Nyeri dada
:(-)
Bunyi jantung : S1, S2 tanpa S3
CRT
: < 2 detik
Oedema
:(-)
Hepatomegali : ( - )
Perdarahan
:(-)
Masalah Keperawatan: Tidak ada
6. B3 Persarafan (Brain)
GCS :
Eye : 4
Refleks Fisiologis
Biceps : ( + )
Refleks Patologis
Kaku Kuduk : ( - )
Kernig
:(-)
Nervus Kranial
NI
: Normal
NII
: Normal
NIII : Normal
NIV : Normal
NV
: Normal
NVI : Normal
Nyeri Kepala : ( - )
Paralisis
:(-)

jika ya, jelaskan (PQRST) : tidak ada


Bunyi jantung tambahan : ( - )
Akral : hangat
Jika ya, jelaskan: tidak ada

Verbal : 5

Motorik : 6

Total : 16

Triceps : ( + )

Patella : ( + )

Bruzinski I : ( - )

Bruzinski II : ( - )

NVII : Normal
NVIII : Normal
NIX : Normal
NX
: Normal
NXI : Normal
NXII : Normal
Jika ya, jelaskan: tidak ada

Penciuman
Bentuk Hidung: simetris, tidak ada trauma, bersih
Septum : ( - )
Polip
:(-)
Kelainan : ( - )
Wajah & penglihatan
Mata

: simetris

Kelainan

: tidak ada

Pupil

: isokor

Refleks

: (+)

Konjungtiva : normal

Gangguan

: tidak ada

Skelera

: normal

Gangguan

: tidak ada

Visus

: 6/6

Pendengaran
Telinga

: simetris

Kelainan : ( - )

Kebersihan : tidak terdapat serum


Gangguan : ( - )

Alat bantu
25

:(-)

By: Dedi Irawandi

Lidah
Kebersihan : bersih

Uvula

: tepat berada di tengah

Palatum

: normal

Kesulitan telan : ( + )

Afasia

:(-)

Masalah Keperawatan: Anoreksi (Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh)


7. B4 Perkemihan (Blader)
Kebersihan : bersih
Kandung Kemih :
Eliminasi uri SMRS frek : 4-5 x/hari
Eliminasi uri MRS frek : 4-7 x/hari
Alat bantu : ( - )
Gangguan : ( - )

Ekskresi
Nyeri Tekan
Jumlah :
Jumlah :

: lancar
:(-)
Warna : kuning jernih
Warna : kuning seperti teh

Masalah Keperawatan: Tidak ada


8. B5 Pencernaan (Bowel)
Mulut : bersih
Gigi/ gigi palsu : ( - )

Membra mukosa : kering


Faring : tidak terkaji

Diit (makan&minum) SMRS : Pasien mengatakan 3x sehari dengan porsi nasi


dengan lauk pauk seadanya dan minum air putih 6-7
gelas.
Diit di RS

Abdomen

diit
: nasi tim
Nafsu makan : menurun
Muntah
:(+)
Jenis
: nasi tim
Porsi
: porsi
Frekuensi Minum : 5x sehari
Jenis
: air putih
Bentuk perut : simetris
Kelaianan Abd : tidak ada
Hepar
: normal
Lien
: normal
Nyeri abdomen : Tidak ada

Rectum dan anus


Hemoroid : ( - )
Eliminasi alvi SMRS
Frekuensi
: 1 x/hari
Konsistensi : padat

Frekuensi : 3x sehari
Mual : ( + )
NGT : ( - )
Jumlah : 1000 cc/hari
Peristaltik : 28 x/menit.

Warna : kuning

Eliminasi alvi MRS


26

By: Dedi Irawandi

Frekuensi
Konsistensi

: 1 x/hari
: lembek

Warna : kecoklatan
Colostomi : ( - )

Masalah Keperawatan: Tidak ada


9. B6 Muskuluskeletal & Integumen (Bone)
Rambut dan kulit kepala
Skabies : tidak ada
Warna kulit : sawo matang
Kuku : bersih
Turgor kulit : normal
ROM : bebas
Jika terbatas, pada sendi : tidak
Kekuatan Otot :

5555
5555

5555
5555

Deformitas : ( - )
Fraktur : (-)
Lain-lain: Terdapat lesi pada kulit
Masalah Keperawatan: Gangguan Integritas Kulit

10. Endokrin
Pembesaran KGB
Hiperglikemia
Hipoglikemia
DM

: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada

Masalah Keperawatan: Tidak ada


11. Seksual Reproduksi
Menstruasi terakhir : tidak ada
Masalah menstrusi : tidak ada
Pap smear terakhir
: tidak ada
Pemeriksaan payudara/ testis sendiri tiap bulan
Masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit

: tidak ada
: tidak ada

Masalah Keperawatan: Tidak ada

12. Kemampuan Perawatan Diri


Aktivitas
Mandi
Berpakaian/ dandan
Toileting/ eliminasi
Mobilitas di tempat tidur

SMRS
1
1
1
1
27

MRS
1
1
1
1

By: Dedi Irawandi

Alat bantu berupa


Berjalan
Niak Tangga
Berbelanja
Memasak
Pemeliharaan rumah
Berpindah

1
1
1
1
1
1
1

1
1
1
3
3
3
1

Keterangan
Skor

1:

Mandiri

2:

Alat bantu

3:

Dibantu orang lain dan alat

4:

Tergantung/ tdk mampu

Masalah Keperawatan: Tidak ada


13. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Tgl pemeriksaan: 20-03-2015
No
1.
2.
3.
4.

Jenis Pemeriksaan
Leukosit
Eosinofil
IgM
IgG

Hasil (satuan)
11.000/mm3
4%
0,3
35 ng/ml

Nilai Normal (satuan)


4.000-10.000/mm3
1-3 %
Index < 0,1
< 32 ng/ml

Photo : Tidak ada


Lain-lain

:Tidak ada

Terapi/ Tindakan Lain-lain:


Tgl : 20-03-2015
No

Nama Obat

Dosis

Rute
28

Indikasi

By: Dedi Irawandi

1.

Deksametason

65 mg

IV

2.

Fenil Propionat

25-50 mg

IV

2 x 80 mg.

IV

3.

Gentamisin

Penyakit kulit dan alergi dermatitis


Analgesik, antipiretik, dan anti
inflamasi
Infeksi kulit primer dan sekunder

Surabaya, 20 Maret 2015

Ttd perawat
B. Analisa Data (Diagnosa Keperawatan)
No
1.

Data (Symptom)
DS :
Pasien mengatakan nyeri seperti
panas terbakar pada kulitnya.

Penyebab (Etiologi)
Gangguan status

Masalah (Problem)
Kerusakan integritas

metabolik, Defisit

kulit

imunologis

DO :
Kulit pasien terlihat kemerahan.
Kerusakan pada daerah kulit
(dermis).
2.
DS :
Pasien mengatakan tidak nafsu
makan, mual, muntah dan

Kesulitan menelan, mual,


muntah, dan hilang nafsu
makan.

kesulitan untuk menelan


makanan.
DO :
A:
TD : 120/70 mmHg
Suhu : 37o C
Nadi : 86 x/menit
RR : 18 x/menit
29

Ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh.

By: Dedi Irawandi

TB : 165 cm
BB SMRS : 72 Kg
BB setelah MRS : 68 Kg
B : hasil lab
- Leokosit : 11.000/mm3
- Eosinofil : 4 %
- IgM : 0,3
- IgG : 35 ng/ml
C : mukosa kering, tampak
lemah, mual, muntah
D : pasien menghabiskan
3.

porsi ( 4 sendok makan)


makanan yang telah disediakan.

Nyeri akut.
Inflamasi ada kulit

DS :
Pasien mengatakan nyeri
P : nyeri timbul saat bergerak.
Q : nyeri seperti terbakar.
R : nyeri pada kulit.
S : skala nyeri 7 (0-10)
T : nyeri hilang timbul 4-5
menit
DO :
- Pasien tampak kesakitan
dengan tangan kanan
4.

memegang daerah yang sakit.


- Pasien tampak gelisah.
- TD : 120/70 mmHg.
S : 37o C, N : 86 x/menit.
RR : 18 x/menit.

Resiko infeksi
Kerusakan jaringan

DS : DO : -

Prioritas Masalah
No

Masalah Keperawatan

Tanggal
30

Paraf

By: Dedi Irawandi

1.
2.

Kerusakan integritas kulit.

ditemukan
20 maret 2015

Teratasi
Teratasi sebagian

Ketidakseimbangan

20 maret 2015

Teratasi

20 maret 2015

Teratasi

20 maret 2015

Teratasi

nutrisi : kurang dari


kebutuhan tubuh.

3.

Nyeri akut.

4.

Resiko infeksi

31

By: Dedi Irawandi

C. Intervensi Keperawatan
N
o
1.

Diagnosa
Keperawatan
Kerusakan
integritas kulit.

Tujuan dan
Kriteria Hasil
Tujuan :
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24
jam diharapkan

dari kebutuhan
tubuh

karakterist

mengetahui

ik, lokasi,

keparahan

kedalama
n, dan luas
luka.
2. Lakukan

dari luka.
2. Merawat
luka dengan
teknik
aseptik,

pada kulit

luka atau

dapat

berkurang.

perawatan

menjaga

kulit

kontaminasi

secara

luka dan

mampu
menunjukkan
integritas kulit
yang utuh.
- Tidak ada
lepuh atau

2.

1. Untuk

perawatan

Hasil :
- Pasien
an nutrisi kurang

1. Kaji

Rasional

rasa terbakar

Kriteria

Ketidakseimbang

Intervensi

materasi pada
kulit.
- Eritema kulit
minimal.

rutin.
3. Ubah dan
atur posisi
pasien
secara
sering.
4. Kolaboras
i dengan
dokter
dalam
pemberian

Tujuan :

obat

Setelah

topikal.

dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24
jam diharapkan
1

larutan yang
iritatif akan
merusak
jaringan
granulasi
yang timbul,
sisa balutan
jaringan
nekrosis
dapat
menghambat
proses
granulasi.
3. Untuk
melatih
gerak
mobilisasi
menurunkan

By: Dedi Irawandi

nafsu makan
bertambah, mul
dan muntah
berkurang atau
hilang.
Kriteria
Hasil :
- Pasien
menunjukkan
perilaku
perubahan
pola hidup
untuk

Resiko infeksi

1. Kaji
jumlah
nutrisi
yang

Nyeri akut

3.

tekanan dari

masuk.
2. Bantu
pasien
untuk
mendapat

tempat tidur
dan
menurunkan
resiko
infeksi
4. untuk
mencegah
infeksi lebih
lanjut

kan pola
nutrisi
yang baik.
3. Anjurkan

1. Untuk
mengetahui
berapa

meningkatka

pasien

banyak

n atau

untuk

nutrisi yang

mempertahan

mengguna

dimiliki

kan berat

kan teknik

badan yang

makan

sesuai.
- Pasien tidak

sedikit-

mengeluh
mual

sedikit
tapi
sering.

muntah.
- Nafsu makan
meningkat.
- Pasien

mendapat
pola nutrisi
yang baik.
3. Untuk
meningkatk
an asupan

4. Kolaboras
i dengan

mampu

ahli gizi

menghabiska

untuk

mendapat

makanannya

kan porsi

dalam 1

nutrisi

porsi.

yang
sesuai.

pasien.
2. Untuk

nutrisi
pasien,
menurunka
n
rangsangan
paristaltik
sehingga
pasien tidak

By: Dedi Irawandi

Tujuan :
Setelah

muntah.
4. Untuk

dilakukan

memenuhi

tindakan

jumlah

keperawatan

nutrisi yang

selama 3x24

diperlukan.

jam diharapkan
4.

nyeri berkurang
atau hilang.
Kriteria
Hasil :
- Pasien
mampu
mengontrol
nyeri.
- Pasien
mengungkap
kan nyeri
berkurang
atau hilang.
- Mampu
mengenali
nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi dan
tanda-tanda
nyeri).

1. Observasi
skala
nyeri.
2. Bantu
pasien
untuk
mendapat
kan posisi
yang
nyama.
3. Ajarkan
teknik
managem
en nyeri
(relaksasi,
distraksi,

Tujuan :
Setelah
dilakukan
tindakan

kompres
hangat
atau terapi

keperawatan

musik).
4. Kolaboras

selama 3x24

i dalam

1. Untuk
mengetahui
keadaan
nyeri.
2. Untuk
menurunkan
ketegangan
atau spasme
otot dan
untuk
mendistribus
ikan kembali
tekanan
pada bagian
tubuh.
3. Untuk

By: Dedi Irawandi

jam diharapkan

pemberian

meminimalk

pasien mampu

obat

an atau

memperbaiki

analgesik.

mengurangi

koping.

nyeri.
4. Untuk

Kriteria

mengurangi

Hasil :

nyeri.

- Pasien
mampu
memantau
faktor
perilaku.
- Pasien
mampu
mengidentifik
asi resiko

1. Kaji
faktor
resiko
potensial.
2. Pantau

yang

lingkunga

meningkatka

n fisik

n kerentanan

untuk

terhadap

memfasilit

cedera.
- Pasien

asi
terjadinya

mampu

infeksi.
memodifikasi 3. Ajarkan
gaya hidup

pasien

untuk

untuk

mengurangi

meminima

resiko.

lkan
faktor

menentukan
strategi
penurunan
resiko.
2. Mengurangi
faktor
resiko.
3. Supaya
mencegah
terjadinya
kontaminasi
silang
4. Mengurangi

lingkunga

jumlah

n yang

bakteri pada

dapat

kulit

menyebab
kan
4

1. Untuk

By: Dedi Irawandi

infeksi.
4. Kolaboras
i dengan
dokter
dalam
pemberian
antibiotik.

D. Implementasi Keperawatan
Catatan
No
Dx

Waktu
(Tgl & jam)

1,2,3,4,

20/03/2015
14.00
14.15
14.30

1,2,3,4
3
1,2,3,4
1,2,3,4

16.00
16.30
18.00
20.00

1,2,3,4

21.00

1,2,3,4

22.00

1,2,3,4

22.15

Tindakan

TT

Waktu
(Tgl & jam)
20/03/2015

Serah terima pasien dari

Perkembanga
n
(SOAP)
Dinas Siang
S = pasien

UGD
Mengkaji pasien
Mengobservasi pasien
TD : 120/70 mmHg, N : 86

mengatakan

x/menit, RR : 18 x/menit,

terbakar, nasfu

Suhu : 37o C
Melakukan Skin test

makannya

badannya nyeri
seperti panas

berkurang

Gentamisin
Menghidangkan makanan
Memberikan obat

(mual, muntah
dan nyeri

deksametason
Memantau tanda-tanda vital
TD : 120/80 mmHg, N : 90

tenggorokan).
O = skala
nyeri : skala

x/menit, RR : 20 x/menit,

nyeri 7 (0-10),

Suhu : 36o C
Memberikan obat fenil

pasien hanya
menghabiskan
5

TT

By: Dedi Irawandi

propionat dan gentamisin


Menganjurkan pasien untuk

makanannya
1/3 porsi, kulit

istirahat yang cukup


Mengganti caitan infus Ns

pasien terlihat
kemerahan dan
terjadi
kerusakan kulit
(dermis)
A:
- Kerusakan
integritas
kulit belum
teratasi
- Ketidakseim

1,2,3,4

21/03/2015
06.00

21/03/2015

bangan
nutrisi
kurang dari

1,2,3,4
3
1,2,3,4
1,2,3,4
1,2,3,4
3
1,2,3,4
1,2,3,4
1,2,3,4
1,2,3,4
1,2,3,4

07.00
08.00
08.15
10.00
11.00
12.00
12.10
15.00
16.00
18.00
20.00

kebutuhan
tubuh belum
teratasi
- Nyeri akut
belum

Melakukan observasi pada

teratasi
- Resiko

pasien
TD : 120/80 mmHg, N : 88

infeksi

x/menit, RR : 20 x/menit,

belum

Suhu : 36,5o C
Mengganti cairan infus Ns
Menghidangkan makanan

teratasi
P : intervensi

hangat
Pemberian terapi obat pada

dilanjutkan
Dinas Malam
S = pasien

pasien, dexametason, fenil


1,2,3,4

21.30

propionat, gentamisin.
Dokter Visite
Mengobservasi pasien
TD : 120/70 mmHg, N : 86

mengatakan
badannya nasih
nyeri tetapi

x/menit, RR : 20 x/menit,

sudah tidak

Suhu : 36 C
6

By: Dedi Irawandi

Menghidangkan makanan

terasa panas

untuk pasien
Pemberian obat tropikal
Mengganti cairan infus Ns
Memberikan terapi obat

lagi, nasfu

tropikal
Mengobservasi pasien
TD : 120/80 mmHg, N : 86

membaik.
O = skala

makannya
mulai

nyeri : skala

x/menit, RR : 20 x/menit,

nyeri 5 (0-10),

Suhu : 36,4 C
Menganjurkan pasien untuk

pasien
diberikan

beristirahat yang cukup


Mengganti cairan infus Ns

makanan
sedikit tetapi
sering, kulit
pasien terlihat
kemerahan dan
terjadi
kerusakan kulit

1,2,3,4
1,2,3,4

22/03/2015
05.00
06.00

22/03/2015

(dermis)
A:
- Kerusakan
integritas
kulit belum

3
1,2,3,4

08.00
08.15

1,2,3,4
1,2,3,4

10.00
11.00

teratasi
- Ketidakseim
bangan
nutrisi
kurang dari

12.00

1,2,3,4
1,2,3,4
1,2,3,4
1,2,3,4

13.00
12.10
16.00
18.00

kebutuhan
tubuh
teratasi
sebagian
- Nyeri akut
teratasi

1,2,3,4

20.00

sebagian
7

By: Dedi Irawandi

1,2,3,4

22.00

Mengganti cairan infus Ns


Melakukan observasi pada

- Resiko
infeksi

pasien
TD : 130/80 mmHg, N : 88

belum

x/menit, RR : 20 x/menit,

teratasi
P : intervensi

Suhu : 36,4o C
Menghidangkan makanan

dilanjutkan

hangat
Pemberian terapi obat pada

Dinas Pagi
S = pasien

pasien, dexametason, fenil

mengatakan

propionat, gentamisin.
Dokter Visite
Mengobservasi pasien
TD : 120/70 mmHg, N : 86

badannya

x/menit, RR : 20 x/menit,

tidak terasa

Suhu : 36,5o C
Menghidangkan makanan

panas lagi,

masih nyeri
tetapi sudah

masih mual dan

untuk pasien
Mengganti cairan infus
Pemberian obat tropikal
Memberikan terapi obat

muntah
berkurang.
O = skala

tropikal
Mengobservasi pasien
TD : 120/80 mmHg, N : 90

nyeri : skala
nyeri 5 (0-10),
pasien

x/menit, RR : 18 x/menit,

diberikan

Suhu : 36o C
Menganjurkan pasien untuk

makanan

beristirahat yang cukup


Mengganti cairan infus Ns

sedikit tetapi
sering, kulit
pasien terlihat
kemerahan dan
terjadi
kerusakan kulit
(dermis)
A:
- Kerusakan
integritas
kulit belum
8

By: Dedi Irawandi

teratasi
- Ketidakseim
bangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
teratasi
sebagian
- Nyeri akut
teratasi
sebagian
- Resiko
infeksi
belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
Dinas Siang
S = pasien
mengatakan
nyeri sudah
berkurang,
masih mual dan
muntah
berkurang.
O = skala
nyeri : skala
nyeri 2 (0-10),
pasien
diberikan
makanan
sedikit tetapi
sering, kulit
9

By: Dedi Irawandi

pasien terlihat
kemerahan dan
terjadi
kerusakan kulit
(dermis)
A:
- Kerusakan
integritas
kulit belum
teratasi
- Ketidakseim
bangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
teratasi
sebagian
- Nyeri akut
teratasi
sebagian
- Resiko
infeksi
belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
Dinas Malam
S = pasien
mengatakan
nyeri sudah
berkurang,
mual berkurang
O = skala
nyeri : skala
10

By: Dedi Irawandi

nyeri 2 (0-10),
pasien
menghabiskan
makanan
porsi, kulit
pasien masih
terlihat
kemerahan.
A:
- Kerusakan
integritas
kulit teratasi
sebagian
- Ketidakseim
bangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
teratasi
sebagian
- Nyeri akut
teratasi
sebagian
- Resiko
infeksi
teratasi
sebagian
P : intervensi
dilanjutkan
Dinas Pagi
S = pasien
mengatakan
nyeri sudah
11

By: Dedi Irawandi

berkurang,
mual berkurang
O = skala
nyeri : skala
nyeri 2 (0-10),
pasien
menghabiskan
makanan 1
porsi, kulit
pasien masih
terlihat
kemerahan dan
terdapat luka
pada tubuhnya
A:
- Kerusakan
integritas
kulit teratasi
sebagian
- Ketidakseim
bangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
teratasi
- Nyeri akut
teratasi
sebagian
- Resiko
infeksi
teratasi
sebagian
P : intervensi
dilanjutkan
12

By: Dedi Irawandi

Dinas Siang
S = pasien
mengatakan
nyeri sudah
berkurang,
mual berkurang
O = skala
nyeri : skala
nyeri 2 (0-10),
pasien
menghabiskan
makanan 1
porsi, kulit
pasien masih
terlihat
kemerahan dan
terdapat luka
pada tubuhnya
A:
- Kerusakan
integritas
kulit teratasi
sebagian
- Nyeri akut
teratasi
sebagian
- Resiko
infeksi
teratasi
sebagian
P : intervensi
dilanjutkan

13

By: Dedi Irawandi

14

Anda mungkin juga menyukai