Abstrak
Manajemen mutu berbasis sekolah bertujuan untuk memberdayakan semua komponen sekolah
agar lebih optimal dalam melayani siswa, orang tua, pihak pemakai/penerima lulusan, dan
guru/karyawan, serta masyarakat sekitarnya. Salah satu standar yang dapat dipakai untuk
mengukur tingkat efektivitas manajemen mutu sekolah adalah ISO 9001/IWA-2. Hasil survei
atas mutu manajemen 37 dari 640 sekolah (6%) di Kota Depok yang dilaksanakan pada tahun
2009 berdasarkan 5 klausul pemeriksaan ISO 9001/IWA-2, adalah bahwa untuk 4 klausul:
sistem manajemen sekolah, tanggung jawab manajemen sekolah, manajemen sumber daya
pendidikan, dan realisasi jasa pendidikan menunjukkan hasil yang sudah cukup baik (di atas
75%); tetapi untuk 1 klausul pengukuran, analisis dan peningkatan mutu pendidikan
memperlihatkan masih belum baik (kurang dari 50%).
Kata Kunci: Manajemen Mutu Sekolah, ISO 9001, IWA-2, Kota Depok
Abstract
Implement the Quality Management to education institution is to optimize the school resources
to serve student, parent, teacher, graduate student user, and society. ISO 9001/IWA-2 is one of
Quality Management standard for education. The result of survey by using ISO 9001/IWA-2 to
37 of 640 schools (elementary, yunior and senior high school) quality management at Depok
City held at 2009, is for 4 clauses: school management system, school management
responsibility, resources management, product realization were good (above 75% ); but for
monitoring, measurement, analysis and improvement was no good (under 50%).
Keywords: School Quality Management, ISO 9001, IWA-2, Depok City
Peneliti pada Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (P2SMTP-LIPI)
LATAR BELAKANG
Visi Pendidikan Nasional adalah terwujudnya insan Indonesia cerdas, beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berjati diri Indonesia, dan
kompetitif secara global. Dalam merespon visi tersebut, Indonesia sebagai negara yang
sedang berkembang harus bekerja keras untuk meningkatkan mutu sumber daya
manusianya yang masih jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan negara lain,
khususnya di kawasan Asia.
Upaya yang harus dilakukan dalam rangka memperbaiki mutu sumber daya
manusia adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan[1]. Fokus utama yang harus
diperhatikan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah peningkatan institusi sekolah
sebagai basis utama pendidikan, baik aspek manajemen, sumber daya manusia,
maupun sarana dan prasarananya. Salah satu program yang dilaksanakan pemerintah
agar perubahan dan perkembangan tersebut dapat direspon dengan cepat adalah
dengan meningkatkan mutu sekolah melalui pengembangan Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI) sebagaimana tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas pasal 50 ayat (3) yang berbunyi:
... Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu
satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan, untuk dikembangkan menjadi satuan
pendidikan yang bertaraf internasional[4].
Manajemen Mutu ISO 9001. Untuk memenuhi persyaratan tersebut tidak mudah.
Kajian ini bertujuan untuk memotret kondisi riil manajemen mutu pendidikan di
wilayah Kota Depok, dengan menitikberatkan pada mutu manajemen sekolah, yang
meliputi Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas,
dengan berdasarkan kepada ISO 9001/IWA 1 -2, dalam rangka menyukseskan Program
Pemerintah melalui Depdiknas untuk meningkatkan mutu pendidikan sekolah yang lebih
baik. Mengapa fokus penelitian adalah ISO 9001 khususnya ISO/IWA-2 [9] yang
merupakan standar sistem manajemen mutu untuk pendidikan? ISO/IWA-2 adalah
standar internasional SMM untuk pendidikan yang sudah diakui secara internasional,
dapat memberikan nilai tambah pada organisasi berupa peningkatan produktifitas,
efisiensi dan kepuasan pelanggan serta penurunan biaya.
1.1
Visi dan Misi Kota Depok
Memasuki era pemerintahan Periode 20062011, Pemerintah Kota Depok
mencanangkan visi Menuju Kota Depok yang Melayani dan Mensejahterakan.
Visi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam misi-misi sebagai berikut:
a) Mewujudkan pelayanan yang mudah, cepat dan transparan,
b) Membangun dan mengelola sarana dan prasarana infrastruktur yang baik dan
cukup merata,
c) Membangunan perekonomian masyarakat dunia usaha dan keuangan daerah,
d) Meningkatkan kualitas keluarga, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai agama.
Visi dan Misi Kota Depok tersebut selanjutnya perlu dijabarkan lebih detil sesuai
dengan lingkup kerja masing-masing satuan kerja di lingkungan Pemerintahan Kota
Depok, termasuk di dalamnya Dinas Pendidikan Kota Depok.
Pemerintah Kota Depok sesuai dengan program nasional di bidang pendidikan
telah menggulirkan berbagai program pendidikan dengan salah satu tujuan utama
adalah peningkatan akses masyarakat terhadap layanan pendidikan, juga meningkatkan
manajemen mutu pendidikan, khususnya untuk manajemen tingkat mikro, yaitu
manajemen sekolah.
1.2
Tujuan dan Manfaat Kajian
Kegiatan Kajian Mutu Manajemen Pendidikan Kota Depok, dengan lokus manajemen
mutu sekolah ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Mendapatkan gambaran atas kondisi terkini manajemen mutu sekolah-sekolah yang
sedang berjalan saat ini di Kota Depok.
menghasilkan produk yang lebih baik. Mutu berarti juga menemukan sesuatu apa yang
kita harapkan melalui perubahan, sehingga produk/jasa yang dihasilkan dapat
memenuhi harapan pengguna. Mutu berarti memahami apa yang diharapkan dan
bagaimana hendak diwujudkan.
Dalam konteks pendidikan, peningkatkan mutu pendidikan berarti belajar dari
apa yang dikerjakan menggunakan apa yang dipelajari, sebagai landasan
penyempurnaan mutu pelayanan melakukan pembaruan berkelanjutan memenuhi
kepuasan pelanggan internal maupun eksternal organisasi pendidikan.
Dalam menerapkan suatu standar terdapat dua kata kunci yaitu adanya kriteria
yang dipersyaratkan dan adanya proses pengukuran. Hal yang diukur dalam mutu
adalah proses dan hasil. Oleh karena itu indikator mutu meliputi indikator operasional
dan indikator produk/jasa. Kedua bidang itu penting untuk diukur karena dari hasil
penelitian bahwa produk yang baik itu datang dari proses yang bermutu. Proses yang
bermutu harus melahirkan produk/jasa yang bermutu pula. Jadi proses perkerjaan harus
akuntabel atau bermaslahat.
Berdasarkan uraian ringkas tersebut di atas, dapat dinyatakan bahwa
menerapkan standar itu berarti menetapkan kriteria pada tiap indikator mutu strategis
dan melaksanakan pengukuran ketercapaian hasilnya.
1.
2.2 Standar Nasional Pendidikan
Dalam Undang-undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 35
diatur Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang
berisi 17 Bab dan 97 Pasal sebagai petunjuk pelaksanaan UU tersebut, mendefinisikan
bahwa Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan
di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berfungsi sebagai
dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka
mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Lingkup Standar Nasional Pendidikan terdiri dari: (1) Standar isi; (2) Standar
proses; (3) Standar kompetensi lulusan; (4) Standar pendidik dan tenaga kependidikan;
(5) Standar sarana dan prasarana; (6) Standar pengelolaan; (7) Standar pembiayaan;
dan (8) Standar penilaian pendidikan.
2.3
Pendidikan dan Mutu
Memasuki abad ke-21 Indonesia dihadapkan pada masalah yang rumit seperti masalah
reformasi dalam kehidupan bernegara dan berbangsa, masalah krisis yang
berkepanjangan dan hingga saat ini belum tuntas, masalah kebijakan makro pemerintah
tentang sistem pemerintahan otonomi daerah yang memberdayakan masyarakat.
Indonesia juga menghadapi perubahan-perubahan besar dan amat fundamental
dilingkungan global. Perubahan lingkungan strategis pada tataran global tersebut
5
tercermin pada pembentukan forum-forum seperti GATT, WTO, dan APEC, NAFTA dan
AFTA, IMG-GT, IMS-GT, BIMP-EAGA, dan SOSEKMALINDO yang merupakan usaha
untuk menyongsong perdagangan bebas di mana pasti akan berlangsung tingkat
persaingan yang amat ketat.
Suatu perubahan regulasi yang semula monopoli (monopoly) menjadi
persaingan bebas (free competition). Demikian pula, terjadi pada pasar yang pada
awalnya berorientasi pada produk (product oriented) beralih pada orientasi pasar
(market driven), serta dari proteksi (protection) berpindah menjadi pasar bebas (free
market ).
Untuk itu perlu mengantisipasi keadaan ini dengan memperkuat kemampuan
bersaing di berbagai bidang dengan pengembangan Sumber Daya Manusia.
Sayangnya SDM kita saat ini memprihatinkan. Menurut UNDP, Indonesia menempati
peringkat 109 dari 174, peringkat daya saing ke-46 yang paling bawah di kawasan Asia
Tenggara, Singapura ke-2, Malaysia ke-27. Phillipina ke 32, dan Thailand ke 34, dan
termasuk negara yang paling korup di dunia.
Menurut Survei Human Development Index, kualitas SDM Indonesia saat ini
menduduki peringkat ke-105. Untuk ilustrasi, peringkat SDM di kawasan Asia Tenggara
yaitu Singapura menduduki peringkat 25, Brunei 26, Malaysia 56, Thailand 57 dan
Filiphina 77.
Dalam upaya peningkatan SDM, peranan pendidikan cukup menonjol. Oleh
karena itu sangat penting bagi pembangunan nasional untuk memfokuskan peningkatan
mutu pendidikan. Pendidikan yang bermutu akan diperoleh pada sekolah yang bermutu,
dan sekolah yang bermutu akan menghasilkan SDM yang bermutu pula.
Berkaitan dengan mutu, Joseph. M. Juran yang pikiran-pikirannya begitu
terkenal dan berpengaruh di Jepang sehingga pada tahun 1981 dia dianugerahi Order
of the Sacred Treasure oleh Kaisar Jepang, mengemukakan bahwa 85% dari masalahmasalah mutu terletak pada manajemen (pengelolaan), oleh sebab itu sejak dini
manajemen haruslah dilaksanakan seefektif dan seefisien mungkin. Salah satu bentuk
manajemen yang berhasil dimanfaatkan dalam dunia industri dan bisa diadaptasi dalam
dunia pendidikan adalah TQM (Total Quality Management) pada sistem pendidikan
yang sering disebut sebagai: Total Quality Management in Education (TQME).
2.4
Konsep Manajemen Peningkatan Mutu
Manajemen sekolah seyogyanya memahami perkembangan manajemen sistem industri
modern, sehingga mampu mendesain, menerapkan, mengendalikan, dan meningkatkan
kinerja sistem pendidikan yang memenuhi kebutuhan manajemen sistem industri
modern. Hal ini dimaksudkan agar setiap lulusan dari sekolah mampu dan cepat
beradaptasi dengan kebutuhan sistem industri modern. Dengan demikian sebelum
membahas tentang sistem pendidikan di sekolah, perlu diketahui tentang konsep dasar
6
sistem industri modern yang akan dipergunakan sebagai landasan utama untuk
membahas penerapan TQME (Total Quality Manajemen on Education) pada sistem
pendidikan modern di Indonesia.
TQM itu sendiri merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang
mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terusmenerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses dan lingkungannya. Untuk mencapai
usaha tersebut digunakan sepuluh unsur utama TQM, yaitu fokus pada pelanggan,
obsesi terhadap mutu/kualitas, pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang, kerjasama
tim, perbaikan berkesinambungan, pendidikan dan latihan, kebebasan terkendali,
kesatuan tujuan, dan ketertiban serta pemberdayaan karyawan.
Ada empat prinsip utama dalam TQM, yaitu: kepuasan pelanggan, respek
terhadap setiap orang, manajemen berdasarkan fakta, dan perbaikan
berkesinambungan.
Pada dasarnya proses industri harus dipandang sebagai suatu peningkatan
terus-menerus (continuous improvement), yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya
ide-ide untuk menghasilkan suatu produk/jasa, pengembangan produk/jasa, proses
produksi, sampai distribusi kepada konsumen/pengguna jasa.
Seterusnya, berdasarkan informasi sebagai umpan-balik yang dikumpulkan dari
pengguna produk (pelanggan) itu dapat dikembangkan ide-ide kreatif untuk
menciptakan produk baru atau memperbaiki produk lama beserta proses produksi yang
ada saat ini.
2.5
Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah
Ada tiga faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan yaitu: 1) kebijakan dan
penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational
production function atau input-input analisis yang tidak konsisten; 2) penyelenggaraan
pendidikan dilakukan secara sentralistik; 3) peran serta masyarakat khususnya orang
tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim .
Berdasarkan penyebab tersebut dan dengan adanya era otonomi daerah yang
sedang berjalan maka kebijakan strategis yang diambil Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah dalam meningkatkan mutu pendidikan untuk mengembangkan
SDM adalah: (1) Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (school based
management) di mana sekolah diberikan kewenangan untuk merencanakan sendiri
upaya peningkatan mutu secara keseluruhan; (2) Pendidikan yang berbasiskan pada
partisipasi komunitas (community based education) di mana terjadi interaksi yang positif
antara sekolah dengan masyarakat, sekolah sebagai community learning center; dan (3)
Dengan menggunakan paradigma belajar atau learning paradigm yang akan menjadikan
pelajar-pelajar atau learner menjadi manusia yang diberdayakan.
Selain itu pada tanggal 2 Mei 2002, bertepatan hari pendidikan nasional,
7
III
METODOLOGI
Sekolah Negeri
Sekolah Swasta
Jumlah
SD
285
87
372
SMTP
16
134
150
SMTA
110
118
309
331
640
Jumlah
4.3
Pelaksanaan Survei
Distribusi, pengisian dan pengumpulan kuesioner survei telah dilaksanakan pada
tanggal 26 sampai dengan 31 Oktober 2009, dengan mengerahkan 12 personil surveyor
ke 60 sekolah yang telah ditentukan.
Dari 60 responden yang telah dibagikan kuesioner, yang mengisi kuesioner dan
telah mengembalikannya kepada surveyor adalah sebanyak 37 sekolah (61%), melebihi
batas minimal 30 sampel dalam penelitian sosial. Klasterisasi responden berdasarkan
jenjang sekolah ditunjukkan di Tabel 4.2. sebagai berikut:
Tabel 2 Jumlah Responden Berdasarkan Jenjang dan Jenis Sekolah
No
2.
10
Jenis Sekolah
SD
Jumlah Responden
17
3.
MI
4.
SMP
5.
MTs
6.
SMA
7.
MA
8.
SMK
2
Jumlah Total
37
Hasil hasil pengolahan data hasil survei beserta hasil analisisnya dijelaskan dengan detil
sebagai berikut:.
Berdasarkan 5 klausul manajamen mutu institusi pendidikan di ISO/IWA:2,
masing-masing klausul yang berhubungan dengan kondisi sistem manajemen mutu
sekolah di Kota Depok dapat dijelaskan sebagai berikut.
5.1
Sistem Manajemen Sekolah
Pernyataan Sekolah menjamin keselarasan antara perencanaan kegiatan sekolah
dengan UU, peraturan, standar dan kurikulum, KBM, ulangan, dan lain-lain; dijawab
selalu oleh 54% sekolah, sering 32% sekolah, dan kadang-kadang oleh 14% sekolah
(gambar 5.1).
Secara ideal, seharusnya seluruh sekolah (100%) menjamin keselarasan antara
perencanaan kegiatan sekolah dengan peraturan yang ada, termasuk peraturan daerah.
Sekolah mencatat secara sistematis atas hasil pemantauan semua proses
belajar-mengajar di sekolah telah selalu dilakukan oleh 46% sekolah, 38% sekolah
sering mencatat, 11% kadang-kadang, dan 5% jarang mencatat secara sistematis
(gambar 5.2)
Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Jarang
Tidak Pernah
54%
Selalu
Sering
46%
Kadang-Kadang
Jarang
Tidak Pernah
5%
14%
32%
38%
11%
11
5.2
Tanggung Jawab Manajemen Sekolah
Sekolah menggunakan informasi untuk mendukung tugas manajemen (Kepala Sekolah,
Wakil Kepala Sekolah dan atau Kepala Guru), selalu dilakukan oleh 51% sekolah, sering
dilakukan oleh 30%, yang kadang-kadang dan jarang masing-masing 8%, serta 3%
tidak pernah menggunakan informasi untuk mendukung tugas manajemen (gambar
5.3).
Selalu
Sering
Kadang-Kadang
51%
Jarang
Tidak Pernah
3%
8%
8%
30%
Para guru dan bagian administrasi memperoleh data dan informasi di sekolah
dengan cepat dan efektif untuk meningkatkan proses belajar mengajar, selalu dilakukan
oleh 41% sekolah, sering dilakukan oleh 35% sekolah dan dilakukan kadang-kadang
oleh 24% sekolah di Depok (gambar 5.4).
Secara ideal, di era informasi ini, seluruh sekolah (100%) telah dapat
memanfaatkan informasi secara efektif dan efisien untuk mendukung kegiatan belajarmengajar. Pernyataan Sekolah menganalisis data dan informasi yang berasal dari luar
sekolah. dijawab selalu dan sering oleh masing-masing 35% sekolah, kadang-kadang
24% sekolah, dan jarang serta tidak pernah menganilis data/informasi dari luar sekolah
oleh 3% (gambar 5.5).
Selalu
Sering
Kadang-Kadang
41%
Selalu
Sering
Kadang-Kadang
35%
Jarang
Tidak Pernah
Jarang
Tidak Pernah
3%
35%
35%
24%
3%
24%
sekolah, telah dilakukan oleh 51%, sering 30%, kadang-kadang dan jarang masingmasing oleh 8%, dan ada 3% sekolah yang tidak pernah melakukannya. (gambar 5.6).
Bila ada perubahan kebijakan di sekolah, maka perubahan tersebut selalu
dicatat secara sistematis oleh 53% sekolah, sering dilakukan oleh 31% sekolah,
kadang-kadang dilakukan oleh 11% dan jarang dilakukan oleh 6% sekolah (gambar 5.7).
51%
Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Selalu
Sering
Kadang-Kadang
53%
Jarang
Tidak Pernah
Jarang
Tidak Pernah
3%
8%
6%
8%
30%
11%
31%
5.3
Manajemen Sumber Daya Pendidikan
Sekolah mengadministrasikan seluruh proses belajar mengajar di sekolah, secara efektif
(gambar 5.8), telah selalu dilakukan oleh 51% sekolah, sering 43% sekolah, dan
kadang-kadang oleh 5% sekolah.
Pencatatan atas hasil pantauan proses belajar-mengajar secara rutin (gambar
5.9), telah selalu dilakukan oleh 38% sekolah, sering dilakukan oleh 49% sekolah,
kadang-kadang oleh 11% sekolah, dan jarang dilakukan oleh 3% sekolah.
Selalu
Sering
51%
Selalu
Sering
38%
Kadang-Kadang
Jarang
Tidak Pernah
Kadang-Kadang
Jarang
Tidak Pernah
3%
5%
49%
11%
43%
oleh 3% sekolah.
Atas pernyataan Sekolah mengurangi kegiatan-kegiatan yang tidak/kurang
bermanfaat (gambar 5.11), dijawab bahwa telah selalu dilakukan oleh 54% sekolah,
sering dilakukan oleh 24% sekolah, dan kadang-kadang oleh 22% sekolah.
Selalu
Sering
41%
Selalu
Sering
54%
Kadang-Kadang
Kadang-Kadang
Jarang
Tidak Pernah
Jarang
Tidak Pernah
3%
41%
16%
22%
24%
5.4
Realisasi Jasa Pendidikan
Pencatatan atas bukti adanya peningkatan kinerja sekolah secara rutin (gambar 5.12),
telah selalu dilakukan oleh 22% sekolah, sering dilakukan oleh 51% sekolah, kadangkadang oleh 19% sekolah, dan jarang dilakukan oleh 8% sekolah.
Catatan/dokumentasi tentang usaha-usaha untuk meningkatan strategi belajarmengajar yang lebih efektif (gambar 5.13), telah selalu dilakukan oleh 38% sekolah,
sering dilakukan oleh 41% sekolah, kadang-kadang oleh 16% sekolah, dan jarang
dilakukan oleh 5% sekolah.
22%
51%
Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Jarang
Tidak Pernah
Selalu
Sering
Kadang-Kadang
38%
Jarang
Tidak Pernah
5%
8%
41%
19%
16%
Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Jarang
Tidak Pernah
51%
Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Jarang
Tidak Pernah
46%
3%
3%
5%
11%
43%
38%
Selalu
Sering
Kadang-Kadang
51%
Selalu
Sering
Kadang -Kadang
46%
Jarang
Tidak Pernah
Jarang
Tidak Pernah
3%
3%
5%
38%
11%
43%
5.5
Pengukuran, Analisis dan Peningkatan Mutu Pendidikan
Pengukuran kepuasan orang tua/wali murid dan masyarakat atas pelayanan sekolah
melalui angket/kuesioner (gambar 5.18), telah selalu dilakukan oleh hanya 3% sekolah,
sering dilakukan oleh 30% sekolah, kadang-kadang dilakukan oleh 30% sekolah, jarang
dilakukan oleh 27% sekolah, dan tidak pernah dilakukan oleh 11% sekolah.
15
Selalu
Sering
30%
32%
Kadang-Kadang
Jarang
Tidak Pernah
30%
14%
3%
Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Jarang
Tidak Pernah
14%
11%
19%
27%
22%
Sekolah mempunyai catatan atas keluhan, saran dan masukan orang tua/wali murid dan
masyarakat (gambar 5.20), telah selalu dilakukan oleh 24% sekolah, sering dilakukan
oleh 30% sekolah, kadang-kadang dilakukan oleh 30% sekolah, jarang dilakukan oleh
14% sekolah, dan tidak pernah dilakukan oleh 3% sekolah.
Pencatatan atas rencana tindakan untuk mengatasi keluhan, saran dan
masukan orang tua/wali murid dan masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan mereka
(gambar 5.21), telah selalu dilakukan oleh 27% sekolah, sering dilakukan oleh 38%
sekolah, kadang-kadang dilakukan oleh 27% sekolah, jarang dilakukan oleh 5%
sekolah, dan tidak pernah dilakukan oleh 3% sekolah.
Selalu
Sering
Selalu
Sering
24%
30%
Kadang-Kadang
Jarang
Tidak Pernah
27%
Kadang-Kadang
Jarang
Tidak Pernah
38%
3%
5%
3%
14%
30%
16
27%
VI
Berdasarkan uraian masalah, landasan teori, potret kondisi manajemen mutu sekolah di
Kota Depok dan analisisnya, maka dari hasil kajian ini dapat diambil kesimpulan dan
rekomendasi sebagai berikut.
6.1
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat penulis disimpulkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan rendahnya mutu SDM pada era otonomi daerah dan menyongsong era
global, maka perlu bagi pemerintah untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional.
Dalam perbaikan mutu pendidikan tersebut manajemen mutu yang diadaptasi dari
Total Quality Management yang ada Industri Modern, layak untuk diadaptasi dalam
Manajemen Pendidikan di sekolah, juga di Pemerintah Kota/Kabupaten c.q. Dinas
Pendidikan. Pada prinsipnya manajemen mutu ini berbasis sekolah
memberdayakan semua komponen sekolah, dan sekolah sebagai unit produksi
yang melayani siswa, orang tua, pihak pemakai/penerima lulusan, dan
guru/karyawan.
2. Hasil survei atas mutu manajemen sekolah di Kota Depok berdasarkan 5 klausul
pemeriksaan ISO/IWA-2, yang meliputi sistem manajemen sekolah, tanggung jawab
manajemen sekolah, manajemen sumber daya pendidikan, realisasi jasa pendidikan
dan pengukuran, analisis dan peningkatan mutu pendidikan, adalah sebagai berikut:
a. Manajemen Mutu Pendidikan/Sekolah di Kota Depok yang meliputi klausul sistem
manajemen sekolah, tanggung jawab manajemen sekolah, manajemen sumber
daya pendidikan, dan realisasi jasa pendidikan menunjukkan hasil yang sudah
cukup baik (di atas 75%);
b. Manajemen Mutu Pendidikan/Sekolah di Kota Depok untuk klausul pengukuran,
analisis dan peningkatan mutu pendidikan hasil surveinya memperlihatkan masih
belum baik (di bawah 50%).
6.2
Rekomendasi
Dari kesimpulan tersebut di atas, maka hal-hal yang perlu Pemerintah Kota Depok c.q.
Dinas Pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Manajemen Peningkatan Mutu yang sering diseminarkan dan dikenalkan pada
dunia pendidikan, ternyata banyak warga sekolah terutama guru yang belum tahu,
kenal, dan memahaminya. Kebanyakan hanya diketahui oleh kepala sekolah, dan
calon kepala sekolah. Disarankan agar hal ini disebarluaskan dan betul-betul bisa
dilaksanakan di sekolah-sekolah.
2. Perlu ditingkatkan etos kerja, motivasi, kerjasama tim, moral kerja yang baik, punya
17
rasa memiliki, mau bekerja keras agar Manajemen Mutu Pendidikan dapat
terlaksana secara optimal sehingga mampu menghasilkan Mutu SDM. Di samping
itu diperlukan seorang kepala sekolah yang berjiwa pemimpin dengan visi yang
baik.
3. Sosialisasi delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) perlu lebih ditingkatkan
frekuensinya oleh Pemerintah Kota Depok c.q. Dinas Pendidikan.
4. Seminar dan workshop mengenai delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) perlu
lebih dilakukan oleh Pemerintah Kota Depok c.q. Dinas Pendidikan dan ditujukan
kepada pegawai Dinas Pendidikan, Pengawas Sekolah, Kepala Sekolah dan
Perwakilan Guru/Tenaga Pendidik.
VII
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
18