Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salep (menurut FI III ) yaitu sediaan setengah padat yang mudah dioleskan
dan digunakan sebagai obat luar atau sediaan setengah padat ditujukan untuk
pemakaian topikal pada kulit atau selaput (menurut FI IV) . Bahan aktif harus
larut dan terdispersi dalam dasar salep yang cocok Untuk mencapai hasil yang
dimaksud. Dasar salep bila tidak dinyatakan lain adalah vaselin album, namun
tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pemakaiannya, dasar salep yang
digunakan untuk pembawa zat berkhasiat menurut di FI ed. IV ada 4 kelompok
yaitu: dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap , dasar salep yang dapat
dicuci dengan air, dan dasar salep yang larut dalam air.
Kloramfenikol merupakan senyawa fenil propan tersubstitusi yang
mempunyai dua unsur struktur tidak lazim untuk bahan alam yaitu suatu gugus
nitro aromatik dan residu diklor asetil.Gugus R pada turunan kloramfenikol
berpengaruh pada aktivitasnya sebagai anti bakteri Staphylococcus aureus.
Untuk mendapatkan senyawa turunan kloramfenikol baru dengan aktivitas
optimal, harusdiperhatikan agar gugus R bersifat penarik elektron kuat
dan mempunya sifat lipofilik lemah.
Salep sering memerlukan penambahan pengawet seperti antimikroba, pada
formulasi untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang terkontaminasi.
Pengawet pengawet ini termasuk hidroksibenzoat, fenol - fenol pengawet ini
termasuk hidroksibenzoat, fenol fenol, asam benzoate, asam sorbet, garam
ammonium kuartener dan campuran lainnya.

1.2 Prinsip Percobaan


- Pemilihan dasar salep antibiotik

- Cara pembuatan salep antibiotik


- Syarat salep antibiotik
- Evaluasi salep antibiotik
1.3 Tujuan Percobaan
- Mengetahui bentuk sediaan salep antibiotik
- Mengetahui bahan dasar salep antibiotik
- Mengetahui dan memahami cara pembuatan salep antibiotik
- Mengetahui persyaratan dan evaluasi salep antibioti k

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Preparat yang digunakan pada kulit antara lain untuk efek fisik, yaitu
kemampuan bekerja sebagai pelindung kulit, pelincir, pelembut, zat pengering dan
lain lain, atau untuk efek khusus dari bahan obat yang ada. Preparat ini dijual
bebas, sering mengandung campuran dari bahan obat yang digunakan dalam
pengobatan kondisi tertentu seperti, infeksi kulit yang ringan, gatal gatal, luka
bakar, merah bekas popok, sengatan dan gigitan serangga, kutu air, mata ikan,
penebalan kulit dank eras, kutil, ketombe, jerawat, penyakit kulit kronis dan
eksim. Bentuk sediaan obat yang dimaksudkan untuk pemakaiaan pada kulit
anatara lain salep, krim, sistempemberian obat melalui kulit, lotio, larutan topical
dan tinktur menggambarkan bentuk

sediaan dermatologi yang paling sering

dipakai (Ansel, 2005).


2.1 Pengertian Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep
yang cocok (F.I.ed III). Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain
kadar bahan obat dalm salep yang mengandung obat keras atau obat narkotik
adalah 10%. Salep dibuat dengan substansi berlemak seperti: Adeps lanae,
Vaselinum (Petrolatum) dan minyak mineral. Menurut pemikiran modern salep
adalah sediaan semi padat untuk pemakaiaan pada kulit dengan atau tanpa
penggosokkan. Oleh karena itu salep dapat terdiri dari substansi berminyak atau
terdiri dari emulsi lemak atau lilin yang mengandung air dalam proporsi yang
relative tinggi (Hydrophilic ointment). (Anief,1993)
2.2 Fungsi Salep
a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit.

b. Sebagai bahan pelumas pada kulit.


c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit
dengan larutan berair dan rangsang kulit. (Anief,1993)
Menurut Farmakope Indonesia Edisi 3, Salep adalah sediaan setengah
padat yang mudah dioleskan dan digunkan sebagai obat luar. Bahan obat harus
larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok.
Pemerian : tidak boleh berbau tengik
Kadar : kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat
keras atau obat narkotik, kadar bahan obat adalah 10%
Dasar salep : kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep digunakan
vaselin putih. Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pemakaian, dapat
dipilih salah satu bahan dasar salep berikut;
Dasar salep hidrokarbon vaselin putih, vaselin kuning atau campurannya
dengan malam putij, dengan malam kuning atau dengan senyawa karbon lain yang
cocok.
Dasar salep serap Lemak bulu domba campuran 3 bagian kolesterol. 3
bagian stearil alkohol, 8 bagian malam putih dan 8 bagian vaselin putih, campuran
30 bagian malam kuning dan 70 bagian minyak wijen
Homogenitas: jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan
lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
Penandaan pada etiket harus juga tertera: obat luar
Salem kloramfenicol mengandung kloramfenicol C11H12Cl12N2O5 tidak
kurang dari 85% dan tidak lebih dari 105% dari jumlah yang tertera pada etiket.
(Depkes RI, 1979)
2.3 Penggolongan Salep
1. Menurut konsistensinya salep dapat dibagi:

a. Unguenta: salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak


mencair pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai
tenaga.
b. Cream (krim): salep yang banyak mengandung air, mudah diserap
kulit, suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.
c. Pasta: salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk),
suatu salep tebal karena merupakan penutup atau pelindung bagian
kulit yang dioles.
d. Cerata: salep berlemak yang mengandung persentase lilin (wax)
yang tinggi sehingga konsistensinya lebih keras (ceratum labiale).
e. Gelones / spumae / jelly: salep yang lebih halus, umumnya cair dan
sedikit mengandung atau tanpa mukosa, sebagai pelican atau basis,
biasanya terdiri atas campuran sederhana dari minyak dan lemak
dengan titik lebur rendah. Contoh: starch jellies (10% amilum
dengan air mendidih)
2. Menurut sifat farmakologi / terapeutik dan penetrasinya, salep dapat
dibagi:
a. Salep epidermis (epidermic ointment; salep penutup) guna melindungi
kulit dan menghasilkan efek lokal, tidak diabsorbsi, kadang kadang
ditambahkan antiseptik, astringensia, untuk meredakan rangsangan atau
anestesi lokal. Dasar salep yang baik adalah ds. senyawa hidrokarbon.
b. Salep endodermis: salep yang bahan obatnya menembus ke dalam kulit,
tetapi tidak melalui kulit, terabsorpsi sebagaian, digunakan untuk
melunakan kulit, terabsopsi sebagaian, digunakan untuk meredakan
rangsangan atau selaput lendir. Dasar salep yang terbaik adalah minyak
lemak.
c. Diadermis: salep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh
melalui kulit dan mencapai efek yang diinginkan, misalnya salep yang
mengandung senyawa merkuri iodida, beladona.
3. Menurut dasar salepnya, salep dapat dibagi:
a. Salep hidrofobik yaitu salep yang tidak suka air atau salep dengan
dasar salep berlemak (greasy bases) tidak dapat dicuci dengan air:
misalnya campuran lemak lemak, minyak lemak, malam.
b. Salep hindrofilik yaitu salep yang suka air atau kuat menarik air, biasa
ds. tipe M/ A.
4. Menurut Formularium Nasional (Fornas)
a. Dasar salep 1 (dasar salep senyawa hidrokarbon)

b. Dasar salep 2 (dasar salep serap)


c. Dasar salep 3 (dasar salep yang dapat dicuci dengan air atau ds emulsi
M/A)
d. Dasar salep 4 (dasar salep yang dapat larut dalam air)
(Syamsuni, 2007)
2.4 Dasar Salep
Kualitas dasar salep adalah :
a. Stabil, Selama masih dipakai mengobati maka salep harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam
kamar.
b. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi
lunak dan homogeny, sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi,
inflamasi dan ekskoriasi.
c. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah
dipakai dan dihilangkan dari kulit.
d. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep yang harus compatible secara
fisika dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh
merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas
obatnya pada daerah yang diobati.
e. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep
padat atau cair pada pengobatan. (Anief,1993).
2.5 Penggolongan Dasar Salep
Penggolongan dasar salep berdasarkan komposisi:
1. Dasar salep berminyak
2. Dasar salep absorbs
3. Dasar salep tercuci
4. Dasar salep emulsi
1. Contoh dasar salep berminyak
a. Vaselin (petrolatum), terdiri dari vaselin putih dan vaselin kuning.
Nama lain dari vaselin adalah Soft Paraffin.
Vaselin putih merupakan vaselin yang dipucatkan /dimurnikan. Karena
pemucatan menggunakn Asam Sulfat, maka hati hati jangan dipakai
untuk salep mata, karena dapat terjadi iritasi mata oleh kelebihan asam
sulfat yang dikandung dalam dasar salep.
Vaselin dapat menyerap sebanyak 5% air. Dengan penambahan
kolestrol, kemampuan mendukung air dapat dinaikkan. Selain kolestrol

dapat digunakan pula Span dan Tween, Natrium Lauril Sulfat dan
surfaktan lain (Anief,1993).
Daftar kemampuan vaselin menurut Warner
Banyak zat yang ditambahkan

Kemampuan vaselin

3% Kholesterol
3% Kholesterol + 3% Kholesterol asetat
3% Kholesterol + 3% Kholesterol laurat
3% Kholesterol + 3% Kholesterol palmitat
3% Kholesterol + 3% Kholesterol stearat
3% Isokholesterol
3% Kholesterol + Cetaeum

mendukung air
250%
500%
600%
700%
800%
300%
500%
(Anief, 1988)

b. Parafin, adalah Paraffinum solidum merupakan senyawa hidrokarbon


yang padat dan digunakan untuk mengeraskan salep, sebab menaikkan
titik lebur.
Selain itu digunakan pula paraffin cair yaitu Paraffinum liquidum
dengan dua macam kualitas yaitu yang viskositasnya ringan dan
digunakan

untuk

membuat

vanishing

cream,

sedang

yang

viskosistasnya berat digunakan untuk cold cream.


c. Minyak tumbuh tumbuhan.
Yang banyak dipakai adalah Oleum Sesami dan Oleum Olivarum dan
digunakan sebagai pelumas dan untuk menurunkan titik lebur dasar
salep.
Pada proses hidrogenasi minyak akan menjadi bentuk setengah padah
berwarna putih. Keuntungan dari proses ini ialah menjadi makin stabil,
tidak tengik serta menambah daya absorbsi air.
d. Jelene tersusun dari minyak hidrokarbon dan malam, structural
tersusun sedemikian sehingga fase cair mudah bergerak, dengan
demikian berbentuk gerakan intern yang menyesuaikan diri dengan
perubahan antar muka secara kontinu. Sehingga difusi obat ke media
sekelilingnya dapat terjadi lebih baik.
Jelene adalah lunak, tak berwarna,titik leburnya 90o 91o C, halus
pegangannya serta baik sebagai dasar salep (Anief,1993)
Keuntungan penggunaan jelene, dalam penyimpanan tetap dan cukup
lunak.

Jelene 50 W dikenal sebagai Plastibase (Squibb).


Tidak tercampurkan dengan Pix liquida, Kamfer, Mentol, Gandapura,
karena akan membuat Jelene encer (Anief, 1988)
e. Silicon merupakan seri polimer sintetik dengan struktur dasar bukan
hidrokarbon, tetapi suatu rantai Si dan O yaitu (-O-Si-O-Si), dalam
perdagangan dikenal Dimetikon. Biasanya untuk salep dan kosmetik
dengan viskositas 50-1.000 Cs. Silicon stabil pada suhu tinggi dan
tahan terhadap oksidasi. (Anief,1993)
2. Contoh dasar salep absorbsi
Golongan dasar salep absorbsi meliputi minyak hidrofil seperti Adeps
Lanae, Hydrophylic Petrolatum dan dasar salep yang baru seperti
Aquaphor, Polysorb, Hydrosorb, dan Plastibase hydrophilic.
Hydrophylic petrolatum
R/ white petrolatum 86%
White wax
8%
Stearyl alcohol 3%
Kholesterol
3%
(Anief, 1986).
Dasar salep absorbs ada dua tipe :
a. Dasar salep anhidrus yang mampu menyerap air dan membentuk tipe
emulsi A/M seperti Adeps Lanae dan hydrophilic petrolatum.
Adeps lanae merupakan lemak bulu domba, mengandung
persentase tinggi kolestrol sebagai ester dan bentuk alcohol
hingga dapat mengabsorbsi air. Pada pemakaiaan pada kulit
dapat merupakan lapisan penutup, melunakkan kulit hingga
salep mudah dipakai. Keberatannya bau dan banyak yang alergi
terhadap adeps lanae.
Hydrophilic
petrolatum,

dengan

adanya

kolestrol

memungkinkan dasar salep menyerap air atau cairan obat


dalam air dan terbentuk krim A/M emulsi dan dasr salep sukar
dihilangkan dari kulit oleh air.
b. Dasar salep hidrus dan merupakan tipe emulsi A/M tapi masih mampu
menyerap air yang ditambahkan seperti cold cream, lanolin. Sifat lain
dasar salep absorbsi ialah tidak mudah dicuci. (Anief,1993)
3. Dasar salep tercuci
Dasar salep ini adalah anhidrus, larut dalam air dan mudah dicuci dengan
air. Hanya bagian kecil dari cairan dapat didukung oleh dasar salep tanpa
perubahan viskositas. (Anief,1993)

Contoh dasar salep tercuci


1. Polyethylene glycol ointment USP
R/ Polyethylene glycol 4.000 40%
Polyethylene glycol 400 60%
2. Tragacanth
3. P.G.A.
(Anief, 1986)
4. Dasar salep emulsi, ada dua macam yaitu :
a. Dasar salep emulsi tipe A/M seperti Lanolin dan Cold Cream.
b. Dasar salep emulsi tipe M/A seperti vanishing cream dan Hydrophilic
ointment. (Anief,1993)
Vanishing cream
R/ Cetyl alkohol
1,0
Lanolini
2,0
Paraffin Liquidi 5,0
Stearic acid
9,0
Pot. Hydroxide 0.5
Propylene glycol 5,0
Aqua ad
77,5
Emulsifying ointment B.P.
R/ Emulsifying wax 300
White soft parafin 500
Liquid paraffinum 200
Emulsifying wax
R/ Cetostearyl alkohol 90
Sod. Lauryl sulfate 10
Purified water
4 ml (Anief, 1986).
2.6 Pembuatan Salep
Baik dalam ukuran besar maupun kecil, salep dibuat dengan dua metode,
yaitu:
1. Pencampuran
Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur bersama
sama dengan segala cara sampai sediaan yang rata tercapai.
Pencampuran bahan padat.
Pembuatan

salep

menggunakan

menggerus/menggosokkannya

spatula,

serta

dengan

cara

meratakan

dan

mengumpulkan komponen komponenya pada permukaan


yang kasar dengan spatula sampai hasilnya lembut dan rata.
Pencampuran cairan.

Bahan cairan atau larutan obat dapat ditambahkan setelah


dipertimbangkan sifat sifat salepnya. Misalnya larutan atau
preparat berair akan menjadi sukar ditambahkan ke dalam salep
berlemak, kecuali dalam jumlah yang kecil.
2. Peleburan
Dengan metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep
dicampurkan dengan melebur bersama dan didinginkan dengan
pengadukan yang konstan sampai mengental (Ansel, 2005).
Termasuk dalam golongan sediaan salep ialah:
1. Cream : adalah suatu salep yang mengandung banyak air, mudah diserap kulit.
Suatu tipe yang dapat di cuci dengan air.
2. Pasta : adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk).
Suatu salep tebal, keras biasanya tidak meleleh pada suhu badan, jadi
merupakan penutup/pelindung bagian kulit yang diberi.
3. Cerata : adalah suatu salep berlemak yang mengandung persentase tinggi lilin
(waxex), hingga konsistensi jadi lebih keras. Contoh : Ceratum Labiale
(CMN).
4. Jelly : adalah suatu salep yang lebih halus, umumnya cair dan mengandung
sedikt atau tanpa lilin (wax), dipergunakan terutama pada membran mukosa,
sebagai pelicin atau basis, biasanya terdiri campuran sederhana dari minyak
dan lemak dengan titik lebur yang rendah. Washable Jelly mengandung
mucilagines, misalnya: gom, tragacanth, amylum. Contoh: starch jellies ( 10%
amylum dengan air mendidih).
Faktor-faktor yang mempengaruhi efek absorpsi obat dalam salep oleh kulit
adalah :
1. Dari segi fisiologi
a. Keadaan kulit
b. Luas daerah pemakaian dan
c. Banyaknya pemakaian
d. Letak pemakaian dan lama pemakaian
2. Keadaan hidrasi pada stratum corneum
3. Temperatur kulit
4. Adanya pelarut yang dapat campur atau melarut dalam stratum corneum
5. Konsentrasi obat
6. Sifat-sifat obatnya
a. Kelarutan karakteristik dari obat yang akan penetrasi

10

b. Koefisien partisi (PC) dari obat antara kulit perintang dan bahan pembawa
obat.
7. Komposisi dasar salep, hl ini kebanyakan berhubungan dengan efek :
a. Kelarutan obat dalam dasar salep
b. Koefisien aktivitas obat
c. Koefisien partisi (PC) obat dalam kulit/ bahan pembawa (Anief, 1986).
2.7 Pengawetan Salep
Salep sering memerlukan penambahan pengawet seperti antimikroba, pada
formulasi untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang terkontaminasi.
Pengawet pengawet ini termasuk hidroksibenzoat, fenol - fenol pengawet ini
termasuk hidroksibenzoat, fenol fenol, asam benzoate, asam sorbet, garam
ammonium kuartener dan campuran lainnya.
2.8 Pengemasan dan Penyimpanan Salep
Salep biasanya dikemas baik dalam botol atau tube. Tube dibuat dari
kaleng atau plastic. Tube salep untuk pemakaian topical lebih sering dari ukuran 5
sampai 30 gram. Tube umumnya diisi dengan alat pengisi dari bagian ujung
belakang yang terbuka dari tube yang kemudiaan ditutup dengan disegel. Salep
yang dibuat dengan cara peleburan dapat dituangkan langsung ke dalam tube.
Pada skala kecil seperti yang dibuat mendadak, pengisian dari tube salep oleh ahli
farmasi di apotek, tube dapat diisi dengan cara sbagai berikut :

Salep yang telah dibuat digulung di atas kertas perkamen menjadi bentuk
silinder, diameter silinder sedikit lebih kecil dari tube supaya dapat
diisikan dengan panjang kertas yang lebih dari silinder.

Dengan tutup dari tube dilepas supaya udara keluar, silinder dari salep
dengan kertas dimasukkan ke dalam bagian ujung bawah tube yang
terbuka (Ansel, 2005).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat

Lumpang dan stamfer


Neraca analitik
Anak timbangan

11

Kaca arloji
Sudip
Spatula
Kertas perkamen
Tube salep antibiotik
Kertas saring
Oven
Objek glass

3.2 Bahan

Kloramfenikol 200mg
Propilen glikol
Adeps lanae
Vaselin album

3.3 Resep
R/

Kloramfenikol

200mg

Propilen glikol

1g

Adeps lanae

1g

Vaselin album. ad.

10

3.4 Prosedur Percobaan


o Ditimbang kloramfenikol 200 mg, propilen glikol 1 g (diatas kaca arloji),
adeps lanae 1 g dan vaselin 7,8 g.
o Digerus halus kloramfenikol didalam lumpang, kemudian ditambahkan
propilen glikol dan adeps lanae lalu dihomogenkan.
o Ditambahkan vaselin sedikit demi sedikit kedalam lumpang hingga semua
homogen.
o Diuji evaluasi salep dengan uji kebocoran
3.5 Uji Evaluasi
-

a. Uji kebocoran.
Salep dimasukkan ke dalam tube salep antibiotik, serta dibungkus

dengan kertas saring.


Diletakkan tube diatas loyang posisi horizontal.

12

Masukkan kedalam oven, diamkan selama 8jam, dengan temperatur

60 3C.
Tidak boleh terjadi kebocoran (kertas saring harus tetap kering).

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Diperolah sediaan salep kloramfenikol 200mg, warna cream. Evaluasi
sediaan untuk uji kebocoran tidak memenuhi syarat karena terjadi kebocoran.
4.2 Pembahasan
Percobaan yang dilakukan adalah membuat sediaan obat kloramfenikol
200 mg dalam bentuk salep, dengan menggunakan adeps lanae dan vaselin album
sebagai dasar salep, pada komposisi bahan terdapat propylenglikol yang berfungsi
sebagai zat yang membantu bahan obat (kloramfenikol) agar bisa larut sempurna.
Sediaan salep yang sudah jadi dilakukan evaluasi sediaan . Evaluasi sediaan yang
dilakukan adalah uji kebocoran salep dalam tube untuk melihat apakah terjadi

13

kebocoran wadah atau tidak, hasil pengujian menunjukan bahwa terjadi kebocoran
yaitu ditandai dengan adanya bekas minyak pada kertas saring pembungkus tube
(wadah yang berisi sediaan salep) hal ini mungkin saja terjadi karena pada waktu
proses pengepakan wadah (tube) kurang kuat sehingga tube tidak tertutup dengan
sempurna. Sedangkan bentuk sediaan sudah sesuai dengan persyaratan yakni
sediaan setengah padat yang mudah dioleskan, sesuai dengan literatur bahwa salep
(unguenta) adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar (Depkes RI, 1979).

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
-

Sediaan salep antibiotik yang digunakan dalam tube ukuran 10 gr.


Bahan dasar salep mata yang digunakan adalah vaseline.

Salep mata tidak memenuhi persyaratan evaluasi uji kebocoran dimana


tidak boleh terjadi kebocoran tube (kertas penyerap harus kering)

5.2 Saran
-

Praktikan hendaknya mengetahui prosedur kerja dengan benar dari

percobaan.
Praktikan hendaknya melakukan prosedur percobaan dengan baik agar
diperoleh hasil yang baik sehingga tidak ada tube yang bocor setelah

pengeringan dalam oven


Pengeringan dalam oven harus dijaga suhunya 60-700C.
Pada saat penimbangan semua bahan harus dilakukan dengan teliti agar
bahan obat yang termasuk obat keras benar dosis nya.

14

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. (1993). Farmasetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.


Hal : 110 115.
Anief, Moh. (1986). Ilmu Farmasi. Jakarta : Ghalia Indonesia. Hal 74-76.
Anief, Moh. (1988). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press. Hal 52-63.

Ansel, Howard. C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi keempat.


Jakarta : Universitas Indonesia. Hal : 489.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia Edisi
III. Jakarta : Depkes RI.

Syamsuni, H.A. (2007). Ilmu Resep. Jakarta : ECG

15

LAMPIRAN

16

Anda mungkin juga menyukai