PENURUNAN KESADARAN
Pembimbing :
Disusun oleh :
Albertus Berfan
030.10.017
DAFTAR ISI
Daftar Isi.....................................................................................................................................2
BAB I
Pendahuluan.......................................................................................................3
BAB II
Tinjauan Pustaka................................................................................................4
Ringkasan.........19
BAB IV
Daftar Pustaka..........20
BAB I
PENDAHULUAN
Penurunan Kesadaran merupakan permasalahan medis yang terus menjadi perhatian
bagi banyak kalangan, baik dari jaman para klinisi Yunani kuno sampai masa sekarang.
Gangguan kesadaran sebagai bagian yang lebih luas dari koma telah menjadi pusat penelitian
dari banyak ilmuwan, namun hingga kini masih banyak aspek dari koma dan gangguan
kesadaran yang masih menjadi misteri. Meskipun demikian, banyak kemajuan yang telah
mampu dicapai oleh dunia medis dalam penelusuran sebab, diagnosis dan tatalaksana dari
penurunan kesadaran
Penurunan kesadaran merupakan gambaran dari adanya gangguan atau kerusakan
fungsi otak yang menyeluruh. Penanganan medis dan intervensi di dalam penurunan
kesadaran harus dilakukan secara tepat dan sesegera mungkin untuk meminimalisir kerusakan
dan memperbesar kemungkinan pemulihan pasien. Kedua hal tersebut perlu dilakukan oleh
karena otak manusia mempunyai cadangan fungsi yang terbatas, sehingga apabila
penanganan tidak dilakukan segera tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mengembalikan
atau mencegah kerusakan fungsi lebih lanjut.
Pada referat ini akan dibahas mengenai definisi penurunan kesadaran, fisiologi,
etiologi, patofisiologi, pemeriksaan, serta diagnosis penurunan kesadaran akibat metabolik
dan struktural dan tatalaksana penurunan kesadaran yang terbagi atas tatalaksana baik umum
maupun khusus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Sejak awal perkembangan ilmu pengetahuan, konsep tentang kesadaran mengalami
berbagai perubahan hingga pada akhirnya didapatkan kesepakatan ilmiah dalam
penggambaran kesadaran. Kesadaran itu sendiri merupakan suatu konsep ilmu pengetahuan
neurologi yang hingga sekarang telah dipergunakan secara luas dalam menilai berbagai aspek
dari fungsi otak makhluk hidup.
Kesadaran adalah suatu keadaan di mana seorang individu sepenuhnya sadar akan diri
dan hubungannya dengan lingkungan sekitar. Penilaian kesadaran dapat terganggu apabila
terdapat keadaan-keadaan di mana pasien sadar namun tidak dapat merespons terhadap
stimulus yang diberikan oleh pemeriksa, seperti keadaan kerusakan input sensorik,
kelumpuhan (locked in states) atau gangguan psikiatrik1.
Apa yang disebut sadar seringkali diartikan sebagai suatu sikap dan tanggapan
makhluk hidup terhadap lingkungannya. Martin (1949) dan Bailey (1957) menggambarkan
sadar ini sebagai awareness (pengenalan atau pengertian) akan diri sendiri dan
lingkungannya. Jasper (1948) mengaitkan sadar dengan kemampuan merabarasakan keadaan
pada suatu saat tertentu dan Ishii (1972) menyatakan bahwa seorang dikatakan sadar apabila
ia dapat mengenal lingkungannya dan secara otomatis dapat memberikan tanggapan terhadap
segala rangsangan yang dihadapinya. Sedangkan penurunan kesadaran merupakan keadaan
sebaliknya, dimana awareness terhadap diri sendiri dan lingkungannya tidak ada sama sekali,
bahkan walaupun subjek diberikan rangsangan eksternal. WHO mendefinisikan penurunan
kesadaran yang paling berat atau koma sebagai suatu keadaan dimana seorang tidak dapat
membuka mata, membuat suatu kata, dan tidak dapat melakukan perintah sederhana.
Diantara kedua keadaan yang ekstrem tersebut, yakni sadar dan koma ada beberapa
tingkat penurunan kesadaran. Definisi kesadaran sendiri sulit dibatasi dengan jelas atau
dirinci secara kuantitatif, mengingat bahwa penilaian tingkat kesadaran diperoleh berdasarkan
kesan pengamatan pada sikap dan tingkah laku subjek semata, serta juga seringkali faktor
psikologis subjek ikut berpengaruh.
Istilah kesadaran mengandung dua komponen fisiologis, yaitu content (isi kesadaran)
dan arousal (kualitas) dimana berbagai penyakit atau gangguan otak dapat mempengaruhi
tiap komponen baik tunggal ataupun secara bersamaan. Isi kesadaran merupakan gabungan
dari fungsi kognitif dan afek mental, sedangkan arousal lebih menampilkan sikap bangun
(wakefullness). Sehingga pasien yang bersikap seperti orang tidur dan tingkah lakunya tidak
memberikan respon terhadap rangsangan eksternal dikualifikasikan sebagai tidak sadar.
Penurunan kesadaran merupakan salah satu kegawatan neurologi yang menjadi
petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai hasil akhir dari gagal organ seperti
kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat
kematian sehingga penurunan kesadaran dapat menjadi pertanda disregulasi dan disfungsi
otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh. Dalam hal menilai penurunan
kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di klinik yaitu kompos mentis, somnolen,
stupor atau sopor, soporokoma dan koma. Terminologi tersebut bersifat kualitatif. Sementara
itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif, dengan menggunakan skala
koma Glasgow2.
II.2 Fisiologi Kesadaran
Tingkat kesadaran manusia merupakan refleksi dari tingkat arousal dan gabungan
fungsi kognitif otak. Arousal diperankan oleh integritas mekanisme fisiologis yang berasal
dari formatio retikularis dan struktur-struktur lainnya yang terletak di bagian atas batang otak,
mulai dari pertengahan pons hingga ke arah ventral yakni hipotalamus. Di lain pihak, tingkah
laku sadar cenderung diperankan oleh daerah-daerah fungsional hemisfer serebri yang satu
sama lain saling berinteraksi secara luas dan berkaitan dengan sistem aktivasi yang lebih
luhur dari batang otak bagian atas, hipotalamus dan talamus.
Mekanisme fisiologis kesadaran dan koma mulai memperoleh titik terang sejak
penelitian yang dilakukan oleh Berger (1928) dan kemudian Bremer (1937). Mereka
minyimpulkan bahwa salah satu pusat kesadaran berlokasi di daerah forebrain mengingat
bahwa keadaan koma merupakan akibat yang terjadi secara pasif bilamana rangsangan
sensorik pada forebrain dihentikan atau diputus. Pada masa berikutnya Morrison dan
Dempsey (1942) menemukan adanya talamo-kortikal difus yang tak terpengaruh oleh segala
sistem sensorik primer yang spesifik, atau dengan kata lain ternyata di samping hal diatas ada
mekanisme nonspesifik lain yang mempengaruhi kesadaran. Hal ini diperjelas oleh penemuan
Moruzzi dan Mogoun pada tahun 1949 tentang suatu daerah tambahan pada formasio
5
retikularis yang terletak di bagian rostral batang otak, yang bila di rangsang akan
menimbulkan aktivitas umum yang nonspesifik pada korteks serebri, yang disebut sebagai
Sistem Aktivasi Retikuler Asendens (ARAS). Sistem ini mencakup daerah-daerah di tengah
batang otak, meluas mulai dari otak tengah sampai hipotalamus dan talamus, dan
menjabarkan bahwa struktur tersebut mengirimkan transmisi efek-efek fisiologis difus ke
korteks baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam peranannya terhadap arousal
kesadaran3.
Secara singkat, pusat pengaturan kesadaran pada manusia secara anatomi terletak
pada serabut transversal retikularis dari batang otak sampai thalamus dan dilanjutkan dengan
formasio activator reticularis, yang menghubungkan thalamus dengan korteks cerebri.
Formasio reticularis terletak di substansi grisea otak dari daerah medulla oblongata sampai
midbrain dan thalamus. Neuron formasio reticularis menunjukkan hubungan yang menyebar.
Perangsangan formasio reticularis midbrain membangkitkan gelombang beta, individu
menjadi dalam keadaan bangun dan terjaga. Lesi pada formasio reticularis midbrain
mengakibatkan orang dalam stadium koma, dengan gambaran EEG gelombang delta. Jadi
formasio reticularis midbrain bekerja merangsang ARAS (Ascending Reticular Activating
System), suatu proyeksi serabut difus yang menuju bagian area di forebrain.
Formasio reticularis secara difus menerima dan menyebarkan rangsang, menerima
imput dari korteks cerebri, ganglia basalis, hipothalamus, sistem limbik, cerebellum, medula
spinalis dan semua sistem sensorik. Sedangkan serabut eferen formasio retikularis yaitu ke
medula spinalis, cerebellum, hipothalamus, sistem limbik dan thalamus yang lalu akan
berproyeksi ke korteks cerebri dan ganglia basalis. ARAS juga mempunyai proyeksi non
spesifik dengan depolarisasi global di korteks, sebagai kebalikan dari proyeksi sensasi
spesifik dari thalamus yang mempunyai efek eksitasi korteks secara khusus untuk tempat
tertentu. Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon kortikal spesifik ke sinyal sensori
spesifik dari thalamus. Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan ke korteks, sinyal sensorik
dari serabut sensori aferens menstimulasi ARAS melalui cabang-cabang kolateral akson. Jika
sistem aferen terangsang seluruhnya, proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal umum dan
terjaga.
II.3 Epidemiologi
Prevalensi dan insidensi dari koma dan gangguan kesadaran sulit untuk ditentukan
secara pasti, mengingat luas dan beragamnya faktor penyebab dari koma. Laporan rawat inap
6
nasional dari Inggris tahun 2002-2003 melaporkan bahwa 0,02% (2.499) dari seluruh
konsultasi rumah sakit disebabkan oleh gangguan terkait dengan koma dan penurunan
kesadaran, 82% dari kasus tersebut memerlukan rawat inap di rumah sakit. Koma juga
nampaknya lebih banyak dialami oleh pasien usia paruh baya dan lanjut usia, dengan rata-rata
usia rawat inap untuk koma adalah 57 tahun pada laporan yang sama4. Hasil lain dilaporkan
oleh dua rumah sakit daerah Boston, Amerika Serikat, di mana koma diperkirakan
menyebabkan hampir 3% dari seluruh diagnosis masuk rumah sakit. Penyebab yang paling
banyak dari laporan tersebut adalah alkoholisme, trauma serebri dan stroke, di mana ketiga
sebab tersebut menyebabkan kurang lebih 82% dari semua admisi5.
II.4 Etiologi
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan derajat
(kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness, alertness)
kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri,
apakah lesi supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya
kesadaran.
II.4.1. Gangguan Metabolik Toksik
Gangguan metabolik toksik merupakan salah satu etiologi dari terjadinya gangguan
kesadaran. Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada tercukupinya penyediaan
oksigen. Adanya penurunan aliran darah otak (ADO), akan menyebabkan terjadinya
kompensasi dengan menaikkan ekstraksi oksigen (O2) dari aliran darah. Apabila ADO turun
lebih rendah lagi, maka akan terjadi penurunan konsumsi oksigen di otak.
Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan teroksidasi
menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Untuk memelihara integritas neuronal, diperlukan
penyediaan ATP yang konstan untuk menjaga keseimbangan elektrolit.
O2 dan glukosa memegang peranan penting dalam memelihara keutuhan kesadaran.
Namun, meskipun penyediaan O2 dan glukosa tidak terganggu, kesadaran individu tetap
dapat terganggu oleh adanya gangguan asam basa darah, elektrolit, osmolalitas, ataupun
defisiensi vitamin.
Proses gangguan metabolik melibatkan batang otak dan kedua hemisfer serebri.
Penurunan kesadarah disini disebabkan kegagalan difus dari metabolisme saraf. Adapun
gangguan proses metabolisme dibagi menjadi:
2
3
4
5
6
7
Endokrin
Vaskular
Toksik
Nutrisi
Gangguan metabolik
Gagal organ
Keterangan
Hipo- atau hipernatremia, hiperkalsemia, gagal ginjal
dan gagal hati.
Hipoglikemia, ketoasidosis diabetik
Ensefalopati hipertensif
Overdosis obat, gas karbonmonoksida (CO)
Defisiensi vitamin B12
Asidosis laktat
Uremia, hipoksemia, ensefalopati hepatik
Penyebab struktural
Vaskular
Infeksi
Neoplasma
Trauma
Keterangan
Perdarahan subarakhnoid, infark batang kortikal
bilateral
Abses, ensefalitis, meningitis
Primer atau metastasis
Hematoma, edema, kontusi hemoragik
9
5
6
Herniasi
Peningkatan tekanan
intrakranial
apabila jenis proses desak ruang supratentorial itu berupa hematoma atau abses,
progresi yang lazimnya bertahap sesuai dengan urutan rostro-kaudal batang otak itu, bisa
mendadak berakhir pada kematian karena ruptur abses ke dalam ventrikel ketiga sehingga lesi
pada supratentorial lebih berbahaya.
Kedua jenis penurunan kesadaran, yaitu yang diakibatkan oleh lesi supra atau
infratentorial diensefalik dan yang diakibatkan oleh lesi bihemisferik difus, mempunyai
gambaran klinis yang berbeda. Pada lesi infra dan supratentorial terdapat gambaran klinis
berupa gejala-gejala defisit neurologik seperti hemiparesis, hemihipestesia, kejang, afasia,
disartria, ataupun ataksia. Gejala-gejala tersebut dapat disertai dengan gangguan kesadaran
yang dinamakan organic brain syndrome. Disamping itu, gambaran klinis gangguan
bihemisferik difus atau gangguan yang terjadi karena metabolisme neuronal kedua belah
hemisferium terganggu secara difus memiliki gambaran klinis berbeda dimana penurunan
kesadaran tidak disertai gejala defisit neurologik apapun dan terdapat kelainan dari hasil
pemeriksaan laboratorium tergantung pada penyakit penyebab terjadinya penurunan
kesadaran tersebut.
.
II.5 Patofisiologi
Penurunan kesadaran merupakan bentuk disfungsi otak yang melibatkan hemisfer kiri
dan kanan atau struktur-struktur lain dalam dari otak atau keduanya6. Penurunan kesadaran
disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh misalnya pada gangguan
metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di batang otak, terhadap
formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon7.
Secara anatomik, letak lesi yang menyebabkan penurunan kesadaran dapat dibagi
menjadi dua, yaitu : supratentorial (15%), infratentorial (15%), dan difus (70%) misalnya pada
intoksikasi obat dan gangguan metabolik7.
optimal terhadap seluruh rangsangan dari luar maupun dari dalam (arousal atau waspada),
atau dalam keadaaan awas dan waspada. Penurunan kesadaran dapat terjadi baik secara akut
maupun secara kronik9. Terganggunya kesadaran secara akut, antara lain:
diberikan.
Stupor kondisi dimana pasien mengalami tidur yang dalam atau tidak merespon,
respon hanya timbul pada stimulan yang kuat dan terus menerus. Dalam keadaan ini
dari keadaan koma atau perburukan dari kelainan neurologis yang progresif.
Vegetative state (VS) bukan merupakan tanda perbaikan dari pasien yang
mengalami penurunan kesadaran,meskipun tampak mata pasien terbuka, namun
pasien tetap dalam keadaan koma. Pada keadaan ini regulasi pada batang otak
dipertahankan oleh fungsi kardiopulmoner dan saraf otonom, tidak seperti pada pasien
koma dimana hemisfer cerebri dan batang otak mengalami kegagalan fungsi. Keadaan
ini dapat mengalami perbaikan namun dapat juga menetap (persistent vegetative
state). Dikatakan persisten vegetative state jika keadaan vegetative menetap selama
Motorik (M):
M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
M6 reaksi motorik sesuai perintah
Verbal (V):
V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)
V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused)
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)
Penegakan diagnosis penurunan kesadaran
Jumlah nilai GCS dapat menentukan tingkat kesadaran, dimana nilai total GCS 15
berarti pasien kompos mentis, 13-14 berarti pasien somnolen atau menderita cedera kepala
ringan, 9-12 berarti pasien sopor atau menderita cedera kepala sedang, dan nilai 3-8 berarti
pasien mengalami koma.
II.8 Penegakan diagnosis penurunan kesadaran9
Pendekatan diagnostik pada penurunan kesadaran tidak berbeda dengan kasus-kasus
yang lainnya, yaitu melalui urutan anamnesa, pemeriksaan fisik neurologik, dan pemeriksaan
penunjang. Perbedaannya terletak pada tuntutan kecepatan berpikir dan bertindak.
13
Sedangkan pada usia tua, penurunan kesadaran yang tiba-tiba lebih mungkin
disebabkan oleh perdarahan serebral atau infark.
b.
enciuman,
perubahan
penglihatan,
sulit
menelan,
gangguan
d.
a.
Tanda vital
Perhatikan jalan nafas, tipe pernafasannya dan perhatikan tentang sirkulasi
yang meliputi: tekanan darah, denyut nadi dan ada tidaknya aritmia.
b.
Bau nafas
Bau nafas dapat memberi petunjuk adanya proses patologik tertentu misalnya
uremia, ketoasidosis, intoksikasi obat, dan bahkan proses kematian yang sednag
berlangsung.
c.
Pemeriksaan kulit
Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda-tanda trauma, stigmata kelainan hati
dan stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan. Pada penderita dengan
trauma, kepala pemeriksaan leher itu, harus dilakukan dengan sangat berhati-hati atau
tidak boleh dilakukan jikalau diduga adanya fraktur servikal. Jika kemungkinan itu
tidak ada, maka lakukan pemeriksaan kaku kuduk dan lakukan auskultasi karotis
untuk mencari ada tidaknya bruit.
d.
Kepala
Perhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur.
e.
Leher
Perhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai fraktur servikal
(jejas, kelumpuhan 4 ekstremitas, trauma di daerah muka).
f.
14
gangguan metabolik
perhatikan letak tungkai dan lengan: fleksi (dekortikasi) gangguan
hemisfer, batang otak masih baik; ekstensi (deserebrate) gangguan batang
otak
cepat,
tak
teratur)
gangguan
di
terganggu. Besar dan bentuk pupil normal. Refleks cahaya positif normal
Lesi di talamus kedua mata melihat ke hidung (medial bawah), pupil kecil,
reflekscahaya negatif.
lesi di pons kedua mata di tengah, gerakan bola mata tidak ada, pupil kecil,
15
pemeriksaan
ekoensefalografi
tidak
perlu
dikerjakan.
Pemeriksaan
16
fungsi metabolisme di otak contohnya seperti pada penyakit diabetes melitus yang
menyebabkan ketoasidosis metabolisme atau gagal ginjal yang menyebabkan
ensefalopati uremikum.
II.10 Prognosis
Prognosis penurunan kesadaran bersifat luas tergantung kepada penyebab, kecepatan
serta ketepatan dari pengobatan yang diberikan. Sehingga pemeriksaan dan penegakan
diagnosis pada kasus penurunan kesadaran harus dilakukan sesegera mungkin untuk
mencegah timbulnya kelainan yang sifatnya ireversible.
Prognosis jelek bila didapatkan gejala-gejala adanya gangguan fungsi batang otak,
seperti dolls eye, refleks kornea yang negatif, refleks muntah yang negatif; Pupil lebar tanpa
adanya refleks cahaya; dan GCS yang rendah (1-1-1) yang terjadi selama lebih dari 3 hari.
BAB III
RINGKASAN
Penurunan kesadaran adalah manifestasi klinis yang disebabkan oleh karena adanya
gangguan terhadap sistem aktivasi retikular, baik oleh penyebab mekanis struktural seperti
lesi kompresi atau oleh penyebab metabolik destruktif seperti hipoksia dan overdosis obat.
Keragaman penyebab penurunan kesadaran memerlukan pemahaman yang menyeluruh
mengenai mekanisme dan gambaran klinis yang berbeda-beda tergantung penyebabnya. Hal
ini merupakan kondisi kegawat-daruratan yang memerlukan penatalaksaan yang cepat namun
akurat, oleh karena penyebab penurunan kesadaran yang beragam, penatalaksanaan yang
secara signifikan berbeda dan dampak luas yang ditimbulkannya.
Langkah utama dalam penatalaksanaan penurunan kesadaran adalah membedakan
mekanisme penyebabnya, apakah berupa kelainan struktural atau metabolik, dengan
18
anamnesa, pemeriksaan fisik dan neurologis serta diagnostik yang terarah. Setelah
penyebabnya diketahui terapi dapat dilakukan secara terarah sesuai dengan penyebabnya
tersebut.
Prognosis penurunan kesadaran bersifat luas tergantung kepada penyebab, kecepatan
serta ketepatan dari pengobatan yang diberikan. Sehingga pemeriksaan dan penegakan
diagnosis pada kasus penurunan kesadaran harus dilakukan sesegera mungkin untuk
mencegah timbulnya kelainan yang sifatnya ireversible.
DAFTAR PUSTAKA
1. Posner JB, Saper CB, Schiff ND, Plum F. Plum and Posner's Diagnosis of Stupor and
Coma. New York : Oxford University Press, 2007. ISBN 978-0-19-532131-9.
2. Harsono. 2005. Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
3. Greenberg, MS. 2001. Coma dalam Handbook of Neurosurgey. 5th ed. Thieme. NY.
Hal 119-123
4. England Department of Health. Hospital Episode Statistics 2002-2003. 2003
5. Solomon P, Aring CD. Causes of coma in patients entering general hospital. 1934, Am
J Med Sci, Vol. 188, p. 805.
6. Harsono. 2008. Koma dalam Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
7. Mardjono M, Sidharta P. 2012. Kesadaran dan fungsi luhur dalam neurologi klinis
dasar. Dian rakyat. Jakarta.
8. Dian S, Basuki A, 2012. Altered consciousness basic, diagnostic, and management.
Bagian/UPF ilmu penyakit saraf. Bandung.
19
20