Anda di halaman 1dari 14

Laporan Pendahuluan Fraktur

A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik
yang bersifat total maupun parsial (PERMENKES RI, 2014).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price dan
Wilson, 2006).
Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar
(PERMENKES RI, 2014).
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibulayang biasanya terjadi
pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian pergelangan kaki (Muttaqin, 2008).
B. ETIOLOGI
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor,
kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja menambah tingkat
aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai
latihan lari.

C. ANATOMI FISIOLOGI FRAKTUR


1.

Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari embrionic
hyaline cartilage yang mana melalui proses Osteogenesis menjadi tulang. Proses ini
dilakukan oleh sel-sel yang disebut Osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat
penimbunan garam kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya :

a.
Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis
terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh,
yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena
akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang
dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang
padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun
remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon
pertumbuhan,
estrogen,
dan
testosteron merangsang
pertumbuhan
tulang
panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis
berisi sumsum tulang.
b. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy) dengan
suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
c. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar
adalah tulang concellous.
d. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek.
e. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan
dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis
dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan
tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2%
subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan). Matriks merupakan
kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang
terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks
tulang ). Osteoklas adalah sel multinuclear ( berinti banyak) yang berperan dalam
penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon
terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui
prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan dengan
pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum.
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat
perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik.
Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel
pembentuk tulang.

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk
memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan
pada permukaan tulang).
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup) dan 70 % endapan
garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90 % serat kolagen dan
kurang dari 10 % proteoglikan (protein plus sakarida). Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium.
Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan.
Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap
tarikan yang meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki
kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan).
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa pemanjangan
dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah selama hidup. Pembentukan
tulang ditentukan oleh rangsangn hormon, faktor makanan, dan jumlah stres yang
dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel pembentuk tulang yaitu
osteoblas.
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu pertama kali
dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium mulai
mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan berikutnya.
Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang
sejati. Seiring dengan terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan
yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk suatu sistem saluran
mikroskopik di tulang.
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang, sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap sebagai
kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara tulang, cairan
interstisium, dan darah.
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang
disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang. Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai asam
dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Osteoklas biasanya terdapat
pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit.
Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan muncul osteoblas. 0steoblas mulai
mengisi daerah yang kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang
tua yang telah melemah diganti dengan tulang baru yang lebih kuat.

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus


menerus diperbarui atau mengalami remodeling. Pada anak dan remaja, aktivitas osteoblas
melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan menebal.
Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang pulih dari fraktur. Pada
orang dewasa muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total
massa tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas
dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang
yang mengalami imobilisasi. Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan, dominansi aktivitas
osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas
osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon.
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan stres
beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur tulang secara
drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen,
testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan
pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya
kadar hormon-hormon tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulangtulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung
pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas
berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang.
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung
dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong
kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum
dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D dalam jumlah besar
tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang.
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol
oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang terletak
tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon paratiroid meningkat sebagai respons
terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas
osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah.
Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan
pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon
paratiroid pada osteoklas.
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan menurunkan sekresi
kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga
menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon
paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid
sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki sedikit efek

menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi


tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.

2.

Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan lunak.
c. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan).
d. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema topoiesis).
e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma
dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu,
dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya
fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau
kekerasan tulang.
E. KLASIFIKASI FRAKTUR
1. Klasifikasi klinis
a.

Fraktur tertutup

Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Pada fraktur tertutup ada
klasifikasi berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
3)

Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan

pembengkakan.
4)

Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma

kompartement.
b. Fraktur terbuka
Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, karena adamya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka ada 3 derajat :
1) Derajat I
Luka <1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
2) Derajat II
Luka >1 cm, kerusakan jaringan lunak, fraktur kominutif sedang, kontaminasi sedang
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskuler serta
kontaminasi derajat tinggi
c.

Fraktur dengan komplikasi,missal malunion, delayed, union. Nonunion, infeksi tulang.


(Nanda NIC NOC 2013)

2. Berdasarkan jumlah garis


a.

Simple fraktur

: terdapat satu garis fraktur

b. Multiple fraktur : lebih dari satu garis fraktur


c.

Comminutive fraktur : lebih banyak garis fraktur dan patah menjadi fragmen kecil

3. Berdasarkan luas garis fraktur


a.

Fraktur inkomplit: tulang tidak terpotong secara total

b. Fraktur komplit : tulang terpotong secara total


c.

Hair line fraktur : garis fraktur tidak tampak

4. Berdasarkan bentuk fragmen


a.

Green stick : retak pada sebelah sisi tulang

b. Frakur transversal : fraktur fragmen melintang


c.

Fraktur obligue : fraktur fragmen miring

d. Fraktur spiral : fraktur fragmen melingkar


(Nanda NIC NOC 2013)

F. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstrimitas,
krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
Pertama, nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi,
spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Kedua, setelah terjadi fraktur bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang
bias di ketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya
otot.
Ketiga, pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Keempat, saat ekstrimitas di periksa, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainya.
Dan yang terakhir, pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera (Smelzter dan Bare, 2002).

(PERMENKES RI, 2014).


H. PENATALAKSAAN
Menurut PERMENKES RI, 2014, penatalaksanaan dapat dilakukan dengan:
1. Lakukan penilaian awal akan adanya cedera lain yang dapat mengancam jiwa.
2.

Pasang cairan untuk mengantisipasi kehilangan darah yang tidak terlihat misalnya pada fraktur

pelvis dan fraktur tulang panjang


3.

Lakukan stabilisasi fraktur dengan spalk, waspadai adanya tanda-tanda kompartemen syndrome

seperti odema, kulit yang mengkilat dan adanya nyeri tekan.

Sedangkan menurut Muttaqin (2008) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu
menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan
bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi (manipulasi/ reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen tulang yang patah
sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi
tertutup, traksi, atau reduksi terbuka.
Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur
menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.
3. Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam
posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna.

Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips,
atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang brperan sebagai
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit
untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus
menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan
satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan
untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis.
Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang diletakkan pada bagian
proksimal dan distal terhadap daerah atau zona trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu
sama lain dengan rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk
menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai temporary treatment untuk trauma
muskuloskeletal atau sebagai definitive treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi
pada tulang dan jaringan lunak
4. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari atropi atau
kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk
mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur menurut Price dan Wilson, 2006 antara lain:
1.

Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom kompartement,

kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.


a.

Syok

Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah eksternal maupun
yang tidak kelihatan yang bias menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel
ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum
tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress
pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjasinya globula lemak pada aliran darah.
c.

Sindroma Kompartement

Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk
kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia
yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun

peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai
masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi, CRT menurun, syanosis bagian
distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
e.

Infeksi

Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai
pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f.

Avaskuler nekrosis

Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias
menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya Volkmans Ischemia (Smeltzer dan Bare,
2001)
2.

Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union, delayed union, dan non

union.
a.

Malunion

Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak
seharusnya. Malunion merupaka penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan kecepatan yang lebih lambat
dari keadaan normal. Delayed union merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
c.

Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap,
kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada
sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran
darah yang kurang.

J. PATHWAY

I.

PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian keperawatan
Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur ada berbagai macam meliputi:
1) Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang kruris, pertolongan apa yang di
dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma lutut
berindikasi pada fraktur tibia proksimal. Adanya trauma angulasi akan menimbulkan fraktur tipe
konversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama
fraktur adalah kecelakaan lalu lintas darat.
2) Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang sebelumnya sering
mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis
sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko
mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes menghambat penyembuhan tulang.
3) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah salah satu faktor predisposisi
terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan secara genetik Muttaqin (2008)
4) Nyeri / kenyamanan
Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang
pada imobilisasi ), tidak ada nyeri akibat kerusakan syaraf (Gangguan sensibilitas). Spasme / kram
otot (setelah imobilisasi), Sulit digerakkan, Deformitas, Bengkak , Perubahan warna , Kelemahan otot
(PERMENKES RI, 2014).
5) Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi (look) Adanya deformitas dari jaringan tulang, namun tidak menembus kulit. Anggota
tubuh tdak dapat digerakkan.
2) Palpasi (feel)
a) Teraba deformitas tulang jika dibandingkan dengan sisi yang sehat.
b) Nyeri tekan

c) Bengkak
d) Mengukur panjang anggota gerak lalu dibandingkan dengan sisi yang sehat.
e) Gerak (move)
Umumnya tidak dapat digerakkan
(PERMENKES RI, 2014).
2. Diagnosa keperawatan
a.

Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal


c.

Ketidakefektifan perfusi jarinhgan perifer berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang


factor pemberat (merokok, gaya hidup), diabetes mellitus, hipertensi

d. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan


e.

Resiko syok berhubungan dengan hipotensi, hipovolemi, hipoksemia, sepsis

f.

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan zat kimia, radiasi, medikasi, perubahan pigmentasi

. Defisit self care berhubungan dengan hambatan mobilitas

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Ircham

Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama


Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya

di

Rumah,

di

Tempat

Kerja,

atau

di

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2014. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2013-2014. Jakarta: Prima Medika

Anda mungkin juga menyukai