Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang banyak
membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup
maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam
suatu hal yang berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh
masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu.
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya dalam
masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah
mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa
memberikan dampak positif maupun negative.
Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai
salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara
pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat
membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala
masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan
untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti
tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau
budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.
1.2. Rumusan Masalah
1.

Apa definisi lansia ?

2.

Bagaimana aspek sosial budaya yang berkaitan dengan pengaruh sosial budaya
pada pasien lansia ?

3.

Bagaimana cara mengkaji tentang mata rantai antara kebudayaan dan kesehatan ?

4.

Apa saja pengaruh sosial budaya terhadap kesehatan pada pasien lansia ?

5.

Bagaimana cara mengkaji tentang kebudayaan dan perubahannya ?

6.

Aspek sosial dan kultural apa saja yang mempengaruhi pelayanan kesehatan
lansia ?

7.

Apa saja konsep - konsep yang relevan dengan budaya ?

8.

Bagaimana konsep dasar M.Leininger ?

9.

Bagaimana Asuhan Keperawatan pada lansia dengan gangguan sosial kultural?

1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan lansia dari aspek sosial budaya .
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
2.
3.

Agar penyusun lebih mengetahui tentang peran sosial dan budaya lansia.
Sebagai bahan referensi yang terkait mengenai askep lansia.
Sebagai bahan belajar dan pengetahuan tentang penanganan lansia dalam
lingkungan sosial .

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses
kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap
ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya
kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan
penampilan fisik sebagian dari proses penuaan normal, seperti rambut yang mulai
memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta
kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut.
Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri,
kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut
menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak
(Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan
dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah
fase akhir dari rentang kehidupan.
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di
ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi
dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas
dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi
manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam
setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya
(Darmojo, 2007).
Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang
yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan
hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2006) sedangkan
menuru UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang
yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 2004). Usia lanjut adalah sesuatu
yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan
diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2008).

Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 2006). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 2008).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi,
aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 2006).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses
penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu
semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal
ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem
organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari
pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak
lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa
kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan
masyarakat.
Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial
sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum
muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh
terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun.
Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang
harus dihormati oleh warga muda (Suara Pembaharuan 14 Maret 2007).
2.2. Pengertian Sosial
Sosial dapat berarti kemasyarakatan. Sosial adalah keadaan dimana terdapat
kehadiran orang lain. Kehadiran itu bisa nyata anda lihat dan anda rasakan, namun juga
bisa hanya dalam bentuk imajinasi. Setiap anda bertemu orang meskipun hanya melihat
atau mendengarnya saja, itu termasuk situasi sosial. Begitu juga ketika anda sedang
menelpon, atau chatting (ngobrol) melalui internet. Pun bahkan setiap kali anda
membayangkan adanya orang lain, misalkan melamunkan pacar, mengingat ibu bapa,

menulis surat pada teman, membayangkan bermain sepakbola bersama, mengenang


tingkah laku buruk di depan orang, semuanya itu termasuk sosial. Sekarang, coba anda
ingat-ingat situasi dimana anda betul-betul sendirian. Pada saat itu anda tidak sedang
dalam pengaruh siapapun. Bisa dipastikan anda akan mengalami kesulitan menemukan
situasinya. Jadi, memang benar kata Aristoteles, sang filsuf Yunani, tatkala mengatakan
bahwa manusia adalah mahluk sosial, karena hampir semua aspek kehidupan manusia
berada dalam situasi sosial.
2.2.1. Interaksi Sosial
Interaksi sosial adalah keadaan dimana seseorang melakukan hubungan
saling berbalas respon dengan orang lain. Aktivitas interaksinya beragam, mulai
dari saling melempar senyum, saling melambaikan tangan dan berjabat tangan,
mengobrol, sampai bersaing dalam olahraga. Termasuk dalam interaksi sosial
adalah chatting di internet dan bertelpon atau saling sms karena ada balas respon
antara minimal dua orang didalamnya.
Berdasarkan sifat interaksi antara pelakunya, interaksi sosial dibedakan
menjadi dua, yakni interaksi yang bersifat akrab atau pribadi dan interaksi yang
bersifat non-personal atau tidak akrab. Dalam interaksi sosial akrab terdapat
derajat keakraban yang tinggi dan adanya ikatan erat antar pelakunya. Hal itu
mencakup interaksi antara orangtua dan anaknya yang saling menyayangi,
interaksi antara sepasang kekasih, interaksi antara suami dengan istri, atau
interaksi antar teman dekat dan saudara.
Sebagian besar interaksi sosial manusia adalah interaksi sosial tidak
akrab. Umumnya interaksi dalam situasi kerja adalah interaksi tidak akrab.
Termasuk juga ketika anda mengobrol dengan orang yang baru saja anda kenal,
interaksi antar sesama penonton sepakbola di stadion, interaksi dalam wawancara
kerja, interaksi antara penjual dan pembeli, dan sebagainya.
2.3. Peran pada Lansia
Sama seperti orang berusia madya harus belajar untuk memainkan peranan
baru demikian juga dengan kaum lansia. Dalam kebudayaan dewasa ini, dimana
efisiensi, kekuatan, kecepatan dan kemenarikan bentuk fisik sangat dihargai,
mengakibatkan orang lansia sering dianggap tidak ada gunanya lagi. Karena mereka

tidak dapat bersaing dengan orang-orang yang lebih muda dalam berbagai bidang
tertentu dimana kriteria nilai sangat diperlukan, dan sikap sosial terhadap mereka tidak
menyenangkan.
Lebih jauh lagi, orang lansia diharapkan untuk mengurangi peran aktifnya
dalam urusan masyarakat dan sosial. Demikian juga dengan dunia usaha dan
profesionalisme. Hal ini mengakibatkan pengurangan jumlah kegiatan yang dapat
dilakukan oleh lansia, dan karenanya perlu mengubah beberapa peran yang masih
dilakukannya.
Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi kaum lansia, pujian yang
mereka hasilkan dihubungkan dengan peran usia tua bukan dengan keberhasilan mereka.
Perasaan tidak berguna dan tidak diperlukan lagi bagi lansia menumbuhkan perasaan
rendah diri dan kemarahan, yaitu suatu perasaan yang tidak menunjang proses
penyesuaian sosial seseorang.
Sosial disini yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai
acuan dalam berinteraksi antar manusia dalam konteks masyarakat atau komuniti,
sebagai acuan berarti sosial bersifat abstrak yang berisi simbol-simbol berkaitan dengan
pemahaman terhadap lingkungan, dan berfungsi untuk mengatur tindakan-tindakan yang
dimunculkan oleh individu-individu sebagai anggota suatu masyarakat. Sehingga dengan
demikian, sosial haruslah mencakup lebih dari seorang individu yang terikat pada satu
kesatuan interaksi, karena lebih dari seorang individu berarti terdapat hak dan kewajiban
dari masing-masing individu yang saling berfungsi satu dengan lainnya.
2.3.1. Peran dalam Sosial Masyarakat
Sebagian besar tugas perkembangan usia lanjut lebih banyak berkaitan dengan
kehidupan pribadi seseorang daripada kehidupan orang lain. Orang tua diharapkan
untuk menyesuaiakan diri dengan menurunkan kekuatan, dan menurunnya kesehatan
secara bertahap. Hal ini sering diartikan sebagai perbaikan dan perubahan peran yang
pernah dilakukan didalam maupun diluar rumah. Mereka juga diharapkan untuk
mencari kegiatan untuk menganti tugas-tugas terdahulu yang menghabiskan sebagian
besar waktu dikala masih muda dahulu.
Bagi beberapa lansia berkewajiban mengikuti rapat yang meyangkut kegiatan
sosial dan kewajiban sebagai warga negara sangat sulit dilakukan karena kesehatan
dan pendapatan yang menurun setelah mereka pensiun. Akibat dari menurunnya

kesehatan dan pendapatan, maka mereka perlu menjadwalkan dan menyusun kembali
pola hidup yang sesuai dengan keadaan saat itu, yang berbeda dengan masa lalu.
2.4. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur
dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah
dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih
sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi
akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus
muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan
barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain
sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang
memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung
karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat
umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan.
Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup
membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya
sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.
2.5. Permasalahan Sosial terkait Kesejahteraan Lansia
Berbagai

permasalahan

sosial

yang

berkaitan

dengan

pencapaian

kesejahteraan Lanjut Usia, antara lain sebagai berikut :


A. Permasalahan
1.

Umum :
Masih besarnya jumlah Lajut Usia yang berada dibawah garis

2.

kemiskinan.
Makin melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dan dihormati, berhubung
terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih

3.

mengarah pada bentuk keluarga kecil.


Lahirnya kelompok masyarakat industri, yang memiliki ciri kehidupan
yang lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan

berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien, yang secara tidak
4.

langsung merugikan kesejahteraan lanjut usia.


Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan
lanjut usia dan masih terbatasnnya sarana pelayanan dan fasilitas khusus
bagi lanjut usia dengan berbagai bidang pelayanan pembinaan kesejahteraan

5.

lanjut usia.
Belum

membudaya

dam

melembaganya

kegiatan

pembinaan

kesejateraan lanjut usia


B. Permasalahan Khusus
Menurut

Departemen

Sosial

Republik

Indonesia

(1998),

berbagai

permasalahan khusus yang berkaitan dengan kesejahteraan lanjut usia adalah


sebagai berikut:
a.

Berlangsungnya proses menjadi tua, yang berakibat timbulnya masalah baik


fisik, mental maupun sosial. Mundurnya keadaan fisik yang menyebabkan
penuaan peran sosialnya dan dapat menjadikan mereka lebih tergantung

b.

kepada pihak lain.


Berkurangnya integrasi sosial Lanjut Usia, akibat produktivitas dan kegiatan
Lanjut Usia menurun. Hal ini berpengaruh negatif pada kondisi sosial
psikologis mereka yang merasa sudah tidak diperlukan lagi oleh masyarakat

lingkungan sekitarnya.
c. Rendahnya produktivitas kerja lanjut usia dibandingkan dengan tenaga kerja
muda dan tingkat pendidikan serta ketrampilan yang rendah, menyebabkan
mereka tidak dapat mengisi lowongan kerja yang ada, dan terpaksa
menganggur.
d. Banyaknya lanjut usia yang miskin, terlantar dan cacat, sehingga diperlukan
bantuan dari berbagai pihak agar mereka tetap mandiri serta mempunyai
penghasilan cukup.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan masyarakat
individualistik, sehingga Lanjut Usia kurang dihargai dan dihormati serta
f.

mereka tersisih dari kehidupan masyarakat dan bisa menjadi terlantar.


Adanya dampak negatif dari proses pembangunan seperti dampak lingkungan,
polusi dan urbanisasiyang dapat mengganggu kesehatan fisik lanjut usia.

2.6. Konsep-konsep yang Relefan dengan Budaya


A.

Holisme / Seutuhnya.

Antropologi percaya bahwa kebudayaan adalah fungsi yang terintegrasi


seluruhnya dengan bagian interelasi dan interdependensi. Demikian juga budaya lebih
baik dipandang dan dianalisa secara menyeluruh. Berbagai komponen dari budaya
seperti politik, ekonomi, agama, persaudaraan dan system kesehatan, melakukan fungsi
yan terpisah tetapi kemudian bercampur membentuk perbuatan yang menyeluruh. Jadi
untuk mengetahui system dari seseorang harus memandang masing-masing hubunganya
dengan orang lain dan dari keseluruhan kulturnya (Benedict, 2009).
Perubahan budaya biasanya mengundang tantangan tantangan baru dan
berbagai masalah. Perubahan meliputi adaptasi kreatif dari perilaku yang terdahulu yang
disebabkan Karena bahasa, adapt, kepercayaa, sikap, tujuan, undang undang, tradisi
dank ode moral. Pada saat yang terdahulu sudah keluar dari mode atau kurang bias
diterima dan menjadi sumber konflik yang potensial (Elling, 2009).
B.

Enkulturasi
Enkulturasi adalah proses mendapatkan pengetahuan dan menghayati nilainilai. Melalui proses ini oran bias mendapatkan kompetensi dari budayanya sendiri.
Anak-anak melihat orang tua dan mengambil kesimpulan tentang peraturan demi
perilaku. Pola- pola perilaku menyajikan penjelasan untuk kejadian dalam penghidupan
seperti, dilahirkan, maut, remaja, hamil, membesarkan anak, sakit penyakit .

C.

Etnosentris
Etnosentris adalah suatu kepercayaan bahwa hanya sendiri yang terbaik.
Sangat penting bagi perawat untuk tidak berpendapat bahwa hanya caranya sendiri yang
terbaik dan menganggap ide orang lkain tidak diketahui atuau di pandang rendah.

D.

Stereotip
Stereotip atau sesuatu yang bersifat statis / tetap merupakan kepercayaan yang
dibesar besarkan dan gambaran yang dilukiskan dengan populer dalam media massa
dan ilmu kebangsaan. Sifat ini juga menyebabkan tidak bekembangnya pemikiran
seseorang.

E.

Nilai nilai Budaya


Sistem budaya mengandung berbagai orientasi nilai. Nilai merupakan bentuk
kepercayaan bagaimana seseorang harus berperilaku , kepercayaan adalah sesuatu
pertanyaan yang tujuannya berpegang kepada kebenaran tapi mungkin boleh atau tidak
boleh berlandaskan kenyataan empiris. Salah satu elemen yang paling penting terbangun
dalam budaya dan nilainya. Nilai ini bersama sama memiliki budaya yang paling

penting terbangun dalam budaya dan nilainya. Nilai ini bersama memberikan stabilitas
dan keamanan budaya, menyajikan standart perilaku. Bila dua orang bersama sama
memiliki budaya yang serupa dan pengalamanya cenderung serupa nilai nilai mereka
akan serupa , walaupun dua orang tersebut tidak mungkin pola nilai yang tetap serupa ,
namun mereka cukup serupa untuk mengenal kesamaan dan utuk mengidentifkasi yang
lain sama sepeti saya (Gooenough, 2008) .
Konsep budaya menurut Linton adalah : suatu tatanan pola perilaku yang
dipelajari, diciptakan, serta ditularkan di antara suatu anggota masyarakat tertentu .
Batasan budaya menurut Koentjaraningrat adalah : keseluruhan system gagasan ,
tindakan dan Hasil karyamanusia, dalam rangka kehidupan bermasyarakat, yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar.Karakteristik budaya menurut TO. Ihromi
adalah :
1.

Budaya diciptakan dan ditransmisikan lewat proses belajar .

2.

Budaya dimiliki bersama oleh sekelompok manusia dan merupakan pola


kelakuan umum.

3.

Budaya merupakan mental blue print.

4.

Penilaian terhadap budaya bersifat relatif .


Budaya bersifat dinamis, adaptif dan integratif.Pemahaman akan konsep

budaya, membawa kita pada kesimpulan bahwa gagasan, perasaan dan perilakumanusia
dalam kehidupan sosialnya sangat dipengaruhi oleh budaya yang berlaku di masyarakat.
Demikianpula pergeseran ataupun perubahan pada tatanan budaya dalam suatu
masyarakat akan diiringi denganperubahan perilaku dari individu yang hidup di
dalamnya.Budaya tercipta sebagai upaya manusia untuk beradaptasi terhadap masalah
-masalah yang timbul dari lingkungan hidupnya. Selanjutnya budaya mempengaruhi
pembentukan dan perkembangan kepribadian manusia dalam kelompoknya. Interaksi
keduanya membentuk suatu pola spesifik perilaku, proses pikir,emosi dan persepsi
individu atau kelompok dalam bereaksi terhadap tekanan-tekanan kehidupan. Dengan
demikian dapat dimengerti peranan budaya dalam masalah kesehatan jiwa.
2.7. Perbedaan Budaya
Sesungguhnya karena tradisi berbeda budaya dan peningkatan mobilitas dan
memiliki standart perilaku yang sama. Individu yang dibesarkan dalam kelompok seperti

itu mengikuti budaya oleh norma-norma yang menentukan jalan pikiran dan perilaku
mereka .
1.

Kolektifitas Etnis adalah kelompok dengan asal yang umum, perasaan


identitas dan memiliki standart perilaku yang sama. Individu yang bedasarkan
dalam kelompok seperti itu mengikuti budaya oleh norma-norma yang

2.

menentukan jalan ikiran dan perilaku mereka ( Harwood, 1981 ) .


Shok Budaya adalah salah satu sebab karena bekerja dengan individu yang
latar belakang kulturnya berbeda. Shock budaya sebagai perasaan yang tidak
ada yang menolong ketidaknyamanan dan kondisi disoirentasi yang dialami
oleh orang luar yang berusaha beradaptasi secara komprehensif atau secara
efektif dengan kelompok yang berbeda akibat akibat paraktek nilai-nilai dan
kepercayaan.( Leininger, 1976). Perawat dapat mengurangi shock budaya
dengan mempelajari tentang perpedaan kelompok budaya dimana ia terlibat.
Pemting untuk perawat mengembangkan hormat kepada orang lain yang
berbeda budaya sambil menghargai perasaan dirinya. Praktik perawatan
kesehatan memerlukan toleransi kepercayaan yang bertentangan dengan

3.

perawat.
Pola Komunikasi
Kendala yang paling nyata timbul bila kedua orang berbicara dengan bahasa
ang berbeda. Kebiasaan berbahasa dari klien adalah salah satu cara untuk
melihat isi dari budaya. Menurut Kluckhohn,1972, bahwa tiap bahasa adalah
merupakan jalan khusus untuk meneropong dan interprestasi pengalaman tiap
bahasa membuat tatanan seluruhnya dari asumsi yang tidak disadari tetang
dunia dan penghidupan. Kendala untuk komunkasi bisa saja terjadi walaupun
individu berbicara dengan bahasa yang sama. Perawat kadang kesulitan untuk
menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang sederhana, bebas dari bahasa yang
jlimet yang klien bisa menagkap. Sangat penting untuk menentukan ahwa
pesan kita bisa diterima dan dimengerti maksudnya .

4.

Jarak Pribadi dan Kontak


Jarak pribadi adalah ikatan yang tidak terlihat dan fleksibel. Pengertian
tentang jarak pribadi bagi perawat kesehatan masyarakat memungkinkan
proses pengkajian dan peningkatan interaksi perawat klien. Profesional
kesehatan merasa bahwa mereka mempunyai ijin keseluruh daerah badan
klien. Kontak yang dekat sering diperlukan perawat saat pemeriksaan fisik,

perawat hendaknya berusaha untuk mengurangi kecemasan dengan mengenal


kebutuhan individu akan jarak dan berbuat yang sesuai untuk melindungi hak
5.

privasi.
Padangan Sosiokultural tentang Penyakit dan Sakit
Budaya mempengaruhi harapan dan persepsi orang mengenai gejala cra
memberi etika kepada penyakit, juga mempengaruhi bilamana, dan kepada
siapa mereka harus mengkomunikasikan masalah masalah kesehatan dan
berapa lama mereka berada dalam pelayanan. Karena kesehatan dibentuk oleh
faktor faktor budaya, maka terdapat variasi dari perilaku pelayanan
kesehatan, status kesehatan, dan pola pola sakit dan pelayanan didalam dan
diantara budaya yang berbeda beda.
Perilaku pelayanan kesehatan merujuk kepada kegiatan-kegiatan sosial dan
biologis individu yang disertai penghormatan kepada mempertahankan
akseptabilitas status kesehatan atau perubahab kondisi yang tidak bisa
diterima. Perilaku pelayanan kesehatan dan status kesehatan saling
keterkaitkan dan sistem kesehatan ( Elling, 1977 ).

2.8. Hubungan sosial budaya dengan lansia


Kebudayaan merupakan sikap hidup yang khas dari sekelompok individu yang
dipelajari secara turun temurun , tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah mengundang
resiko bagi timbulnya suatu penyakit . Kebudayaan tidak dibatasi oleh suatu batasan
tertentu yang sempit , tetapi mempunyai struktur-struktur yang luas sesuai dengan
perkembangan dari masyarakat itu sendiri.
Kebudayaan yang dianut oleh masyarakat tertentu tidaklah kaku dan bisa
untuk di rubah, tantangannya adalah mampukah seorang perawat memberikan penjelasan
dan informasi yang rinci tentang pelayanan kesehatan asuhan keperawatan yang akan di
berikan kepada lansia .
Sikap budaya terhadap warga usia lanjut mempunyai implikasi yang dalam
terhadap kesejahteraan fisik maupun mental mereka. Pada masyarakat tradisional warga
usia lanjut ditempatkan pada kedudukan yang terhormat, sebagai Pinisepuh atau Ketua
Adat dengan tugas sosial tertentu sesuai adat istiadatnya, sehingga warga usia lanjut
dalam masyarakat ini masih terus memperlihatkan perhatian dan partisipasinya dalam
masalah - masalah kemasyarakatan. Hal ini secara tidak langsung berpengurah kondusif
bagi pemeliharaan kesehatan fisik maupun mental mereka.
Sebaliknya struktur kehidupan masyarakat modern sulit memberikan peran
fungsional pada warga usia lanjut,posisi mereka bergeser kepada sekedar peran formal,

kehilangan pengakuan akan kapasitas dan kemandiriannya. Keadaan ini menyebabkan


warga usia lanjut dalam masyarakat modern menjadi lebih rentan terhadap tema - tema
kehilangan dalam perjalanan hidupnya. Era globalisasi membawa konsekuensi
pergeseran budaya yang cepat dan terus menerus , membuat nilai - nilai tradisional
sulit beradaptasi. Warga usia lanjut yang hidup pada masa sekarang,seolah-olah dituntut
untuk mampu hidup dalam dua dunia yakni : kebudayaan masa lalu yang telah
membentuk sebagian aspek dari kepribadian dan kekinian yang menuntut adaptasi
perilaku. Keadaan ini merupakan ancaman bagi integritas egonya, dan potensial
mencetuskan berbagai masalah kejiwaan .
2.9. Mata Rantai Antara Kebudayaan dan Kesehatan Lansia
Didalam masyarakat sederhana, kebiasaan hidup dan adat istiadat dibentuk
untuk mempertahankan hidup diri sendiri dan kelangsungan hidup suku mereka.
Berbagai kebiasaan dikaitkan dengan kehamilan, kelahiran, pemberian makanan bayi,
yang bertujuan supaya reproduksi berhasil, ibu dan bayi selamat. Dari sudut pandang
modern ,tidak semua kebiasaan itu baik. Ada beberapa yang kenyataannya malah
merugikan.
Menjadi sakit memang tidak diharapkan oleh semua orang apalagi penyakitpenyakit yang berat dan fatal. Masih banyak masyarakat yang tidak mengerti bagaimana
penyakit itu dapat menyerang seseorang. Ini dapat dilihat dari sikap mereka terhadap
penyakit tersebut. Ada kebiasaan dimana setiap orang sakit diisolasi dan dibiarkan saja.
Kebiasaan ini ini mungkin dapat mencegah penularan dari penyakit-penyakit infeksi
seperti cacar dan TBC.
Bentuk pengobatan yang di berikan biasanya hanya berdasarkan anggapan
mereka sendiri tentang bagaimana penyakit itu timbul. Kalau mereka menganggap
penyakit itu disebabkan oleh hal-hal yang supranatural atau magis, maka digunakan
pengobatan secara tradisional. Pengobatan modern dipilih bila meraka duga
penyebabnya adalah faktor ilmiah. Ini dapat merupakan sumber konflik bagi tenaga
kesehatan, bila ternyata pengobatan yang mereka pilih berlawanan dengan pemikiran
secara medis.
Didalam masyarakat industri modern iatrogenic disease merupakan problema.
Budaya menuntut merawat penderita di rumah sakit, pada hal rumah sakit itulah tempat
ideal bagi penyebaran kuman-kuman yang telah resisten terhadap anti biotika .

2.10. Permasalahan Aspek Sosial Budaya


Menurut Setiabudhi (2008), permasalahan sosial budaya lansia secara umum
yaitu masih besarnya jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan, makin
melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang
diperhatikan, dihargai dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan
keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga kecil, akhirnya
kelompok masyarakat industri yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu
kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas
dan efisien yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lansia, masih rendahnya
kuantitas tenaga professional dalam pelayanan lansia dan masih terbatasnya sarana
pelayanan

pembinaan

kesejahteraan

lansia,

serta

belum

membudayanya

dan

melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia .


2.10.1. Kebudayaan dan Perubahannya
Tentu saja kebudayaan itu tidak statis , kecuali mungkin pada masyarakat
pedalaman yang terpencil . Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan lansia
biasanya dipelajari pada masyarakat yang terisolasi dimana cara - cara hidup mereka
tidak berubah selama beberapa generasi , walaupun mereka merupakan sumber data data biologis yang penting dan model antropologi yang berguna , lebih penting lagi
untuk memikirkan bagaimana mengubah kebudayaan mereka itu. Pada Negara dunia
ke 3 laju perkembangan ini cukup cepat, dengan berkembangnya suatu masyarakat
perkotaan dari masyarakat pedesaan. Ide-ide tradisional yang turun temurun, sekarang
telah di modifikasi dengan pengalaman-pengalaman dan ilmu pengetahuan baru.
Sikap terhadap penyakit pun banyak mengalami perubahan .Kaum muda
dari pedesaan meninggalkan lingkungan mereka menuju kekota. Akibatnya tradisi
budaya lama di desa makin tersisih. Meskipun lingkungan dari masyarakat kota
modern dapat di kontrol dengan tekhnologi, setiap individu didalamnya adalah subjek
dari pada tuntutan ini, tergantung dari kemampuannya untuk beradaptasi.
Problema dalam menganalisa perubahan kebudayaan apakah memberikan
dampak yang sangat besar sulit diukur, sebagai contoh kenaikan tekanan darah pada
para penduduk yang berimigrasi ke kota. Kenyataan ini tidak dapat di pungkiri . Bila
mana budaya itu berubah suatu adaptasi yang sukses tidak hanya tergantung pada
Setiap masyarakat faktor lingkungan dan biologis. Kemampuan untuk memodifikasi
beberapa segi budaya juga penting .

2.10.2. Kebudayaan dan Asuhan Keperawatan pada Lansia


Bila suatu bentuk pelayanan kesehatan baru diperkenalkan ke dalam suatu
masyarakat dimana faktor-faktor budaya masih kuat. Biasanya dengan segera mereka
akan menolak dan memilih cara pengobatan tradisional sendiri. Apakah mereka akan
memilih cara baru atau lama, akan memberi petunjuk kepada kita akan kepercayaan
dan harapan pokok mereka lambat laun akan sadar apakah pengobatan baru tersebut
berfaedah , sama sekali tidak berguna, atau lambat memberi pegaruh. Namun mereka
lebih menyukai pengobatan tradisional karena berhubungan erat dengan dasar hidup
mereka. Maka cara baru itu akan dipergunakan secara sangat terbatas, atau untuk
kasus-kasus tertentu saja.
Pelayanan kesehatan yang modern oleh sebab itu harus disesuaikan dengan
kebudayaan setempat, akan sia-sia jika ingin memaksakan sekaligus cara-cara modern
dan menyapu semua cara-cara tradisional . Bila tenaga kesehatan berasal dari lain
suku atau bangsa, sering mereka merasa asing dengan penduduk setempat . ini tidak
akan terjadi jika tenaga kesehatan tersebut berusaha mempelajari kebudayaan mereka
dan menjembatani jarak yang ada diantara mereka. Dengan sikap yang tidak simpatik
serta tangan besi, maka jarak tersebut akan semakin lebar. Setiap masyarakat
mempunyai cara pengobatan dan kebiasaan yang berhubungan dengan ksehatan
masing-masing. Sedikit usaha untuk mempelajari kebudayaan mereka akan
mempermudah memberikan gagasan yang baru yang sebelumnya tidak mereka
terima.
Pemuka - pemuka di dalam masyarakat itu harus diyakinkan sehingga
mereka dapat memberikan dukungan dan yakin bahwa cara - cara baru tersebut bukan
untuk melunturkan kekuasaan mereka tetapi sebaliknya akan memberikan manfaat
yang lebih besar .Pilihan pengobatan dapat menimbulkan kesulitan. Misalnya , bila
pengobatan tradisional biasanya mengunakan cara-cara menyakitkan seperti mengirisiris bagian tubuh atau dengan memanasi penderita , akan tidak puas hanya dengan
memberikan pil untuk diminum . Hal tersebut diatas bisa menjadi suatu penghalang
dalam memberikan pelayanan kesehatan, tapi dengan berjalannya waktu mereka akan
berfikir dan menerima.
2.10.3 Sosial dan Kultural yang Mempengaruhi Asuhan Keperawatan Pada Lansia

Yang dipakai sebagai pokok pembicaraan dari bab ini adalah tentang
kesehatan lansia yang bukan hanya berdasarkan pengetahuan dari penyakit fisik saja ,
tetapi juga atas pengaruh dari sosial kultural . Sering kali perawat harus
merencanakan dan memberikan asuhan kepada individu / keluarga pasien lansia
yang kepercayaan kesehatannya berbeda dari faham perawat . Guna memberikan
pelayanan yang efektif dan cocok perawat harus mengenal pentingnya pengaruh
budaya dan lain - lain kultural .
Secara sosial seseorang yang memasuki usia lanjut juga akan mengalami
perubahan- perubahan. Perubahan ini akan lebih terasa bagi seseorang yang
menduduki jabatan atau pekerjaan formal. la akan merasa kehilangan semua
perlakuan yang selama ini didapatkannya seperti dihormati, diperhatikan dan
diperlukan. Bagi orang-orang yang tidak mempunyai waktu atau tidak merasa perlu
untuk bergaul diluar lingkungan pekerjaannya, perasaan kehilangan ini akan
berdampak pada semangatnya, suasana hatinya dan kesehatannya. Di dalam keluarga,
peranannya-pun mulai bergeser. Anak-anak sudah "jadi orang", mungkin sudah punya
rumah sendiri, tempat tinggalnya mungkin jauh. Rumah jadi sepi, orangtua seperti
tidak punya peran apa-apa lagi.
2.11 Asuhan Keperawatan Gangguan Sosialcultural pada Lansia
2.11.1 Definisi
Proses asuhan

keperawatan pada usia lanjut adalah kegiatan yang

dimaksudkan untuk memberikan bantuan, bimbingan, pengawasan, perlindungan dan


pertolongan kepada lanjut usia secara individu, seperti di rumah/lingkungan keluarga,
panti werda maupun puskesmas, yang diberikan oleh perawat untuk asuhan
keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial
yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan
langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah atau
panti (Depkes, 1993 1b).
2.11.2 Klasifikasi
Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada
kelompok lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain;
1.

Lanjut usia aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang personal
hygiene, kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu, kebersihan

diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata, serta telinga; kebersihan
lingkungan seperti tempat tidur dan ruangan; makanan sesuai, misalnya porsi
2.

kecil bergizi, bervariasi dan mudah dicerna, dan kesegaran jasmani.


Lanjut usia pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu
diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia pasif
pada dasarnya sama seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh
anggota keluarga atau petugas.

2.11.3 Pendekatan Perawatan Lansia


1.

Pendekatan fisik
Perawatan yang memperhatikan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang
dialami klien lanjut semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat
kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah
atau ditekan progrevitasnya.
Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua
bagian, yakni:
1.

Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu
bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-

2.

hari masih mampu melakukan sendiri.


Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan
fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit, perawat harus mengetahui
dasar perawatan klien lanjut usia ini terutama tentang hal-hal yang
berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk memepertahankan
kesehatannya. Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha
menceggah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul
bila kebersihan kurang mendapat perhatian.

Di samping itu, kemunduran kondisi fisik akibat proses ketuaan, dapat


mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar.
Untuk klien lanjut usia yang masih aktif dapat diberikan bimbingan mengenai
kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut dan kuku,
kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara memakan obat, dan
cara pindah dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting karena meskipun
tidak selalu, keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala-gejala yang ditemukan
memerlukan perawatan, tidak jarang para klien lanjut usia dihadapkan pada dokter
dalam keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif.

Adapun

komponen

pendekatan

fisik

yang

lebih

mendasar

adalah

memperhatikan dan membantu para klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancar,
makan termasuk memilih dan menentukan makanan, minum, melakuan eliminasi, tidur,
menjaga sikap tubuh waktu berjalan, duduk, merubah posisi tiduran, beristirahat,
kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian, mempertahankan suhu badan,
melindungi kulit dan kecelakaan.
Toleransi terhadap kekurangan O2 sangat menurun pada klien lanjut usia,
untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus dicegah dengan posisi bersandar pada
beberapa bantal, jangan makan terlalu banyak dan jangan melakukan gerak badan yang
berlebihan.
2.

Pendekatan psikis
Di sini perawat mempunyai peranan

penting mengadakan pendekatan

edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter
terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan
sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan waktu yang
cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa
puas. Perawat harus selalu memegang prinsip Tripple S, yaitu Sabar, Simpatik, dan
Service.
Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari
lingkungan, termasuk perawat yang memberikan perawatan. Untuk itu perawat harus
selalu menciptakan suasana aman, tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan
kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya.
Perawat harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia
dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah diri, rasa keterbatasan
sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya.
Hal ini perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi bersama dengan
berlanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya
daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi , berkurangnya kegairahan keinginan ,
peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk
tiduran di waktu siang, dan pergeseran libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita-cerita dari masa lampau yang
membosankan, jangan mentertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa atau

kesalahan. Harus diingat, kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuantujuan tertentu.
Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap
kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan-lahan dan bertahap, perawat
harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh
pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa
lanjut usia ini mereka dapat merasa puas dan bahagia.
3.

Pendekatan social
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya
perawat dalam pendekatan sosial. Memberikan kesempatan untuk berkumpul bersama
dengan sesama klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi,
pendekatan sosial ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang
dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam
pelaksanaannya perawat dapat menciptakan hubungan social antara lanjut usia dan
lanjut usia dan perawat sendiri.
Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia
untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, menonton
film, atau hiburan-hiburan lain.
Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar, seperti
menonton televisi, mendengarkan radio, atau membaca surat kabar dan majalah. Dapat
disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak kalah pentingnya dengan
upaya pengobatan medis dalam proses penyembuhan atau ketenangan para klien lanjut
usia.
Tidak sedikit klien tidak dapat tidur karena stress, stress memikirkan penyakit,
biaya hidup, keluarga yang di rumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan
atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Untuk menghilangkan rasa jemu dan
menimbulkan perhatian terhadap sekelilingnya perlu diberi kesempatan kepada lanjut
usia untuk menikmati keadaan di luar, agar merasa masih ada hubungan dengan dunia
luar.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian di antara lanjut usia
(terutama yang tinggal dipanti werda), hal ini dapat diatasi dengan berbagai usaha,
antara lain selalu mengadakan kontak dengan mereka, senasib dan sepenanggungan,
dan punya hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat tetap mempunyai

hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap mempunyai hubungan


komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung
berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia dipanti werda.
4.

Pendekatan spiritual
Perawat harus bias memberikan ketentuan dan kepuasan batin dalam
hubungannya dengan tujuan atau agama yang dianutnya, terutama bila klien lanjut usia
dalam keadaan sakit atau mendekati kematian.sehubungan dengan pendekatan spiritual
bagi klien lanjut usia yang menekati kematian, DR Toni Setyobudhi mengemukakan
bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa takut semacam ini di dasari oleh
berbagai macam faktor seperti, ketidakpastian pengalaman selanjutnya, adanya rasa
sakit/penderitaan yang sering menyertainya, dan kegelisahan untuk tidak kumpul lagi
dengan keluarga/lingkungan sekitarnya.
Dalam menghadapi kematian, setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksireaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara mereka menghadapi hidup
ini. Sebab itu, perawat harus meneliti dengan cermat di manakah letak kelemahan dan
di mana letak kekuatan klien, agar perawat selanjutnya akan lebih terarah lagi. Bila
kelemahan terletak pada segi spiritual, sudah seelayaknya perawat dan tim
berkewajiban mencari upaya agar klien lanjut usia ini dapat diringankan
penderitaannya. Perawat bisa memberikan kesempatan pada klien lanjut usia untuk
melaksanakan ibadahnya, atau secara langsung memberikan bimbingan rohani dengan
menganjurkan melaksanakan ibadahnya seperti membaca kitab atau membantu lanjut
usia dalam menunaikan kewajiban terhadap agama yang dianutnya.
Apabila kegelisahan yang timbul disebabkan oleh persoalan keluarga, maka
perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa keluarga tadi ditinggalkan, masih
ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan bila ada rasa bersalah yang
menghantui pikiran lanjut usia, segera perawat segera menghubungi seorang
rohaniawan untuk dapat mendampingi lanjut usia dan mendengarkan keluhankeluhannya maupun pengakuan-pengakuannya.
Umumnya pada waktu kematian akan datang, agama atau kepercayaan
seseorang merupakan faktor yang penting sekali. Pada waktu inilah kehadiran seorang
imam sangat perlu untuk melapangkan dada klien lanjut usia.

Dengan demikian pendekatan perawat lanjut usia bukan hanya terhadap fisik,
yakni membantu mereka dalam keterbatasan fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut
menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.
2.11.4 Tujuan Asuhan Keperawatan Lansia
2.

Agar lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri.


Mempertahankan kesehatan dan kemampuan dari mereka yang usianya telah

3.

lanjut usia dan jalan perawatan dan pencegahan.


Membantu mempertahankan serta membesarkan semangat hidup klien lanjut

4.

usia.
Merawat dan menolong klien lanjut usia yang menderita penyakit atau

5.

mengalami gangguan tertentu (kronis maupun akut).


Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan

6.

diagnosa yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai suatu kelainan tertentu.
Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang

1.

menderita suatu penyakit atau gangguan , masih dapat mempertahankan


kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan
2.11.5 Fokus Keperawatan Lansia
Peningkatan kesehatan (health promotion).
Pencegahan penyakit (preventif).
Mengoptimalkan fungsi mental.
Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

1.
2.
3.
4.

2.12 APLIKASI TEORI MADELEINE LEININGER


2.12.1 Konsep Awal
Leininger (1978) mendefinisikan transkultural di keperawatan sebagai: bidang
kemanusiaan dan pengetahuan pada studi formal dan praktik dalam keperawatan yang
difokuskan pada perbedaan studi budaya yang melihat adanya perbedaan dan
kesamaan dalam perawatan, kesehatan, dan pola penyakit didasari atas nilai-nilai
budaya, kepercayaan dan praktik budaya yang berbeda di dunia, dan menggunakan
pengetahuan untuk memberikan pengaruh budaya yang spesifik pada masyarakat.
Tiga tipe budaya yang berhubungan dengan keputusan dan tindakan dipakai
untuk menyakinkan bahwa pelayanan keperawatan memberikan penyesuian tentang
nilai dan norma. Hal tersebut adalah :
1.

Budaya asuhan kultural

2.

Keputusan dan tindakan dirancang untuk membantu mendukung, atau


meningkatkan kemampuan pasien untuk memelihara atau mempertahankan

3.
4.

kesehatan, menyembuhkan sakit dan kematian.


Akomodasi asuhan kultural
Keputusan dan tindakan dirancang untuk membantu, mendukung atau
meningkatkan kemampuan pasien untuk mengadaptasi atau merundingkan

5.
6.

kemampuan atau kepuasan status kesehatan atau kematian.


Pengolahan ulang asuhan kultural
Keputusan dan tindakan dirancang untuk membantu, menyongkong atau
menampukan pasien untuk merubah cara hidup ke pola yang baru atau
berbeda yang secara budaya berarti dan memuaskan atau mendukung
pemanfaatan dan pola hidup sehat.

2.12.2

Paradigma Keperawatan Teori Keperawatan Leininger


a. Manusia / pasien
Manusia adalah individu atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan normanorma yang diyakini yang berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan
tindakan. Manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya
b.

pada setiap saat dimanapun dia berada.


Kesehatan
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki pasien dalam mengisi

c.

kehidupannnya
Lingkungan
Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana pasien dengan
budayanya saling berinteraksi, baik lingkungan fisik, sosial dan simbolik.

d.

Keperawatan
Keperawatan dipandang sebagai suatu ilmu dan kiat yang diberikan kepada pasien
dengan berfokus pada prilaku, fungsi dan proses untuk meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan atau pemulihan dari sakit.

2.12.3 Konsep Utama Teori Transkultural


a.

Culture Care
Nilai-nilai, keyakinan, norma, pandangan hidup yang dipelajari dan
diturunkan

serta

diasumsikan

yang

dapat

membantu

mempertahankan

kesejahteraan dan kesehatan serta meningkatkan kondisi dan cara hidupnya.


b.

World View
Cara pandang individu atau kelompok dalam memandang kehidupannya
sehingga menimbulkan keyakinan dan nilai.

c.

Culture and Social Structure Dimention


Pengaruh dari factor-faktor budaya tertentu (sub budaya) yang mencakup
religius, kekeluargaan, politik dan legal, ekonomi, pendidikan, teknologi dan nilai
budaya yang saling berhubungan dan berfungsi untuk mempengaruhi perilaku
dalam konteks lingkungan yang berbeda

d.

Generic Care System


Budaya tradisional yang diwariskan untuk membantu, mendukung,
memperoleh kondisi kesehatan, memperbaiki atau meningkatkan kualitas hidup
untuk menghadapi kecacatan dan kematiannya.

e.

Profesional system
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan
yang memiliki pengetahuan dari proses pembelajaran di institusi pendidikan
formal serta melakukan pelayanan kesehatan secara professional.

f.

Culture Care Preservation


Upaya untuk mempertahankan dan memfasilitasi tindakan professional
untuk mengambil keputusan dalam memelihara dan menjaga nilai-nilai pada
individu atau kelompok sehingga dapat mempertahankan kesejahteraan.

g.

Culture Care Acomodation


Teknik negosiasi dalam memfasilitasi kelompok orang dengan budaya
tertentu untuk beradaptasi/berunding terhadap tindakan dan pengambilan
kesehatan.

h.

Cultural Care Repattering.


Menyusun kembali dalam memfasilitasi tindakan dan pengambilan
keputusan professional yang dapat membawa perubahan cara hidup seseorang.

i.

Culture Congruent / Nursing Care


Suatu kesadaran untuk menyesuaikan nilai-nilai budaya / keyakinan dan
cara hidup individu/ golongan atau institusi dalam upaya memberikan asukan
keperawatan yang bermanfaat.

2.12.3

Transkultural Care Dengan Proses Keperawatan


Model konseptual asuhan keperawatan transkultural dapat dilihat pada gambar
berikut :
Penerapan teori Leineger (Sunrise Model) pada proses keperawatan
dapat dijelaskan sebagai berikut :

Proses

Sunrise Model

Keperawatan
Pengkajian
dan Pengkajian terhadap Level satu, dua dan tiga yang meliputi :
Diagnosis

Level satu : World view and Social system level


Level dua : Individual, Families, Groups communities and
Institution in diverse health system

Level tiga : Folk system, professional system and nursing


Perencanaan dan Level empat : Nursing care Decition and Action
Implementasi

Culture Care Preservation/maintanance


Culture Care Accomodation/negotiations
Culture Care Repatterning/restructuring

Evaluasi
2.12.5 Analisis Teori Transcultural Nursing
a.

Kemampuan teori menghubungkan konsep dalam melihat penomena


Teori Transcultural Nursing yang digambarkan dalam Sunrise Model
menunjukan bahwa level satu dan dua dari teori memilki banyak kesamaan dengan
beberapa teori keperawatan lainnya sedangkan pada level ketiga dan keempat memiliki
perbedaan spesifik dan bersifat unik jika dibandingkan dengan teori lainnya.
Tingkat Generalisasi Teori

b.

Teori dan model yang dikemukan oleh Leininger relatif tidak sederhana, namun
demikian teori ini dapat didemontrasikan dan diaplikasikan sehingga dapat diberikan
justifikasi dan pembenaran bagaimana konsep-konsep yang dikemukakan saling
berhubungan.
c.

Tingkat Kelogisan Teori


Kelogisan teori Leininger adalah pada fokus dari pandangganya dengan melihat
bahwa latar belakang budaya pasien (individu, keluarga, kelompok, masyarakat) yang
berbeda sebagai bagian penting dalam rangka pemberian asuhan keperawatan.

d.

Testabilitas teori
Teori Cultural care diversity and Universality dikembangkan berdasarkan atas
riset kualitatif dan kuantitatif.

e.

Kemanfaatan Teori bagi Peningkatan Body Of Knowledge

Beberapa penelitian tentang konsep perawatan dengan memperhatikan budaya


telah memberikan arti akan pentingnya pengetahuan dan pemahaman tentang perbedaan
dan persamaan budaya dalam praktek keperawatan.
Kemanfaatan Teori pada Pengembangan Praktek Keperawatan

f.

Teori ini sangat relevan dan dapat diterapkan secara nyata dalam praktek
keperawatan, karena teori ini mengemukakan adanya pengaruh perbedaan budaya
terhadap perilaku hidup sehat. Dan dalam aplikasinya teori ini sangat relevan dengan
penerapan praktek keperawatan komunitas.
Konsistensi Teori

g.

Leininger menyampaikan pentingnya pemahaman budaya dalam rangka hubungan


perawat pasien yang juga sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Imoge King yang
menekankan pentingnya persamaan persepsi perawat pasien untuk pencapaian tujuan.

BAB IV
PENUTUP
4.1.

Kesimpulan
Pengaruh social budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan social budaya
mencapai masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah
tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan social dan
budaya bisa memberikan dampak positif maupun negative.
Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan pasien lansia biasanya dipelajari pada
masyarakat yang terisolasi dimana cara-cara hidup mereka tidak berubah selama
beberapa generasi,

4.2.

Saran

Semoga dengan pembuatan maklah ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa
dalam mempelajari askep gerontik khususnya yang berhubungan dengan masalah social
budaya pada lansia yang berhubungan dengan perubahan peran pada lansia

Anda mungkin juga menyukai