PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang banyak
membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup
maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam
suatu hal yang berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh
masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu.
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya dalam
masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah
mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa
memberikan dampak positif maupun negative.
Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai
salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara
pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat
membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala
masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan
untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti
tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau
budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.
1.2. Rumusan Masalah
1.
2.
Bagaimana aspek sosial budaya yang berkaitan dengan pengaruh sosial budaya
pada pasien lansia ?
3.
Bagaimana cara mengkaji tentang mata rantai antara kebudayaan dan kesehatan ?
4.
Apa saja pengaruh sosial budaya terhadap kesehatan pada pasien lansia ?
5.
6.
Aspek sosial dan kultural apa saja yang mempengaruhi pelayanan kesehatan
lansia ?
7.
8.
9.
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan lansia dari aspek sosial budaya .
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
2.
3.
Agar penyusun lebih mengetahui tentang peran sosial dan budaya lansia.
Sebagai bahan referensi yang terkait mengenai askep lansia.
Sebagai bahan belajar dan pengetahuan tentang penanganan lansia dalam
lingkungan sosial .
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses
kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap
ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya
kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan
penampilan fisik sebagian dari proses penuaan normal, seperti rambut yang mulai
memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta
kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut.
Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri,
kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut
menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak
(Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan
dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah
fase akhir dari rentang kehidupan.
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di
ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi
dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas
dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi
manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam
setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya
(Darmojo, 2007).
Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang
yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan
hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2006) sedangkan
menuru UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang
yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 2004). Usia lanjut adalah sesuatu
yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan
diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2008).
Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 2006). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 2008).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi,
aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 2006).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses
penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu
semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal
ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem
organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari
pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak
lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa
kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan
masyarakat.
Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial
sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum
muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh
terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun.
Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang
harus dihormati oleh warga muda (Suara Pembaharuan 14 Maret 2007).
2.2. Pengertian Sosial
Sosial dapat berarti kemasyarakatan. Sosial adalah keadaan dimana terdapat
kehadiran orang lain. Kehadiran itu bisa nyata anda lihat dan anda rasakan, namun juga
bisa hanya dalam bentuk imajinasi. Setiap anda bertemu orang meskipun hanya melihat
atau mendengarnya saja, itu termasuk situasi sosial. Begitu juga ketika anda sedang
menelpon, atau chatting (ngobrol) melalui internet. Pun bahkan setiap kali anda
membayangkan adanya orang lain, misalkan melamunkan pacar, mengingat ibu bapa,
tidak dapat bersaing dengan orang-orang yang lebih muda dalam berbagai bidang
tertentu dimana kriteria nilai sangat diperlukan, dan sikap sosial terhadap mereka tidak
menyenangkan.
Lebih jauh lagi, orang lansia diharapkan untuk mengurangi peran aktifnya
dalam urusan masyarakat dan sosial. Demikian juga dengan dunia usaha dan
profesionalisme. Hal ini mengakibatkan pengurangan jumlah kegiatan yang dapat
dilakukan oleh lansia, dan karenanya perlu mengubah beberapa peran yang masih
dilakukannya.
Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi kaum lansia, pujian yang
mereka hasilkan dihubungkan dengan peran usia tua bukan dengan keberhasilan mereka.
Perasaan tidak berguna dan tidak diperlukan lagi bagi lansia menumbuhkan perasaan
rendah diri dan kemarahan, yaitu suatu perasaan yang tidak menunjang proses
penyesuaian sosial seseorang.
Sosial disini yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai
acuan dalam berinteraksi antar manusia dalam konteks masyarakat atau komuniti,
sebagai acuan berarti sosial bersifat abstrak yang berisi simbol-simbol berkaitan dengan
pemahaman terhadap lingkungan, dan berfungsi untuk mengatur tindakan-tindakan yang
dimunculkan oleh individu-individu sebagai anggota suatu masyarakat. Sehingga dengan
demikian, sosial haruslah mencakup lebih dari seorang individu yang terikat pada satu
kesatuan interaksi, karena lebih dari seorang individu berarti terdapat hak dan kewajiban
dari masing-masing individu yang saling berfungsi satu dengan lainnya.
2.3.1. Peran dalam Sosial Masyarakat
Sebagian besar tugas perkembangan usia lanjut lebih banyak berkaitan dengan
kehidupan pribadi seseorang daripada kehidupan orang lain. Orang tua diharapkan
untuk menyesuaiakan diri dengan menurunkan kekuatan, dan menurunnya kesehatan
secara bertahap. Hal ini sering diartikan sebagai perbaikan dan perubahan peran yang
pernah dilakukan didalam maupun diluar rumah. Mereka juga diharapkan untuk
mencari kegiatan untuk menganti tugas-tugas terdahulu yang menghabiskan sebagian
besar waktu dikala masih muda dahulu.
Bagi beberapa lansia berkewajiban mengikuti rapat yang meyangkut kegiatan
sosial dan kewajiban sebagai warga negara sangat sulit dilakukan karena kesehatan
dan pendapatan yang menurun setelah mereka pensiun. Akibat dari menurunnya
kesehatan dan pendapatan, maka mereka perlu menjadwalkan dan menyusun kembali
pola hidup yang sesuai dengan keadaan saat itu, yang berbeda dengan masa lalu.
2.4. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur
dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah
dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih
sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi
akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus
muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan
barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain
sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang
memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung
karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat
umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan.
Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup
membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya
sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.
2.5. Permasalahan Sosial terkait Kesejahteraan Lansia
Berbagai
permasalahan
sosial
yang
berkaitan
dengan
pencapaian
Umum :
Masih besarnya jumlah Lajut Usia yang berada dibawah garis
2.
kemiskinan.
Makin melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dan dihormati, berhubung
terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih
3.
berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien, yang secara tidak
4.
5.
lanjut usia.
Belum
membudaya
dam
melembaganya
kegiatan
pembinaan
Departemen
Sosial
Republik
Indonesia
(1998),
berbagai
b.
lingkungan sekitarnya.
c. Rendahnya produktivitas kerja lanjut usia dibandingkan dengan tenaga kerja
muda dan tingkat pendidikan serta ketrampilan yang rendah, menyebabkan
mereka tidak dapat mengisi lowongan kerja yang ada, dan terpaksa
menganggur.
d. Banyaknya lanjut usia yang miskin, terlantar dan cacat, sehingga diperlukan
bantuan dari berbagai pihak agar mereka tetap mandiri serta mempunyai
penghasilan cukup.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan masyarakat
individualistik, sehingga Lanjut Usia kurang dihargai dan dihormati serta
f.
Holisme / Seutuhnya.
Enkulturasi
Enkulturasi adalah proses mendapatkan pengetahuan dan menghayati nilainilai. Melalui proses ini oran bias mendapatkan kompetensi dari budayanya sendiri.
Anak-anak melihat orang tua dan mengambil kesimpulan tentang peraturan demi
perilaku. Pola- pola perilaku menyajikan penjelasan untuk kejadian dalam penghidupan
seperti, dilahirkan, maut, remaja, hamil, membesarkan anak, sakit penyakit .
C.
Etnosentris
Etnosentris adalah suatu kepercayaan bahwa hanya sendiri yang terbaik.
Sangat penting bagi perawat untuk tidak berpendapat bahwa hanya caranya sendiri yang
terbaik dan menganggap ide orang lkain tidak diketahui atuau di pandang rendah.
D.
Stereotip
Stereotip atau sesuatu yang bersifat statis / tetap merupakan kepercayaan yang
dibesar besarkan dan gambaran yang dilukiskan dengan populer dalam media massa
dan ilmu kebangsaan. Sifat ini juga menyebabkan tidak bekembangnya pemikiran
seseorang.
E.
penting terbangun dalam budaya dan nilainya. Nilai ini bersama memberikan stabilitas
dan keamanan budaya, menyajikan standart perilaku. Bila dua orang bersama sama
memiliki budaya yang serupa dan pengalamanya cenderung serupa nilai nilai mereka
akan serupa , walaupun dua orang tersebut tidak mungkin pola nilai yang tetap serupa ,
namun mereka cukup serupa untuk mengenal kesamaan dan utuk mengidentifkasi yang
lain sama sepeti saya (Gooenough, 2008) .
Konsep budaya menurut Linton adalah : suatu tatanan pola perilaku yang
dipelajari, diciptakan, serta ditularkan di antara suatu anggota masyarakat tertentu .
Batasan budaya menurut Koentjaraningrat adalah : keseluruhan system gagasan ,
tindakan dan Hasil karyamanusia, dalam rangka kehidupan bermasyarakat, yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar.Karakteristik budaya menurut TO. Ihromi
adalah :
1.
2.
3.
4.
budaya, membawa kita pada kesimpulan bahwa gagasan, perasaan dan perilakumanusia
dalam kehidupan sosialnya sangat dipengaruhi oleh budaya yang berlaku di masyarakat.
Demikianpula pergeseran ataupun perubahan pada tatanan budaya dalam suatu
masyarakat akan diiringi denganperubahan perilaku dari individu yang hidup di
dalamnya.Budaya tercipta sebagai upaya manusia untuk beradaptasi terhadap masalah
-masalah yang timbul dari lingkungan hidupnya. Selanjutnya budaya mempengaruhi
pembentukan dan perkembangan kepribadian manusia dalam kelompoknya. Interaksi
keduanya membentuk suatu pola spesifik perilaku, proses pikir,emosi dan persepsi
individu atau kelompok dalam bereaksi terhadap tekanan-tekanan kehidupan. Dengan
demikian dapat dimengerti peranan budaya dalam masalah kesehatan jiwa.
2.7. Perbedaan Budaya
Sesungguhnya karena tradisi berbeda budaya dan peningkatan mobilitas dan
memiliki standart perilaku yang sama. Individu yang dibesarkan dalam kelompok seperti
itu mengikuti budaya oleh norma-norma yang menentukan jalan pikiran dan perilaku
mereka .
1.
2.
3.
perawat.
Pola Komunikasi
Kendala yang paling nyata timbul bila kedua orang berbicara dengan bahasa
ang berbeda. Kebiasaan berbahasa dari klien adalah salah satu cara untuk
melihat isi dari budaya. Menurut Kluckhohn,1972, bahwa tiap bahasa adalah
merupakan jalan khusus untuk meneropong dan interprestasi pengalaman tiap
bahasa membuat tatanan seluruhnya dari asumsi yang tidak disadari tetang
dunia dan penghidupan. Kendala untuk komunkasi bisa saja terjadi walaupun
individu berbicara dengan bahasa yang sama. Perawat kadang kesulitan untuk
menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang sederhana, bebas dari bahasa yang
jlimet yang klien bisa menagkap. Sangat penting untuk menentukan ahwa
pesan kita bisa diterima dan dimengerti maksudnya .
4.
privasi.
Padangan Sosiokultural tentang Penyakit dan Sakit
Budaya mempengaruhi harapan dan persepsi orang mengenai gejala cra
memberi etika kepada penyakit, juga mempengaruhi bilamana, dan kepada
siapa mereka harus mengkomunikasikan masalah masalah kesehatan dan
berapa lama mereka berada dalam pelayanan. Karena kesehatan dibentuk oleh
faktor faktor budaya, maka terdapat variasi dari perilaku pelayanan
kesehatan, status kesehatan, dan pola pola sakit dan pelayanan didalam dan
diantara budaya yang berbeda beda.
Perilaku pelayanan kesehatan merujuk kepada kegiatan-kegiatan sosial dan
biologis individu yang disertai penghormatan kepada mempertahankan
akseptabilitas status kesehatan atau perubahab kondisi yang tidak bisa
diterima. Perilaku pelayanan kesehatan dan status kesehatan saling
keterkaitkan dan sistem kesehatan ( Elling, 1977 ).
pembinaan
kesejahteraan
lansia,
serta
belum
membudayanya
dan
Yang dipakai sebagai pokok pembicaraan dari bab ini adalah tentang
kesehatan lansia yang bukan hanya berdasarkan pengetahuan dari penyakit fisik saja ,
tetapi juga atas pengaruh dari sosial kultural . Sering kali perawat harus
merencanakan dan memberikan asuhan kepada individu / keluarga pasien lansia
yang kepercayaan kesehatannya berbeda dari faham perawat . Guna memberikan
pelayanan yang efektif dan cocok perawat harus mengenal pentingnya pengaruh
budaya dan lain - lain kultural .
Secara sosial seseorang yang memasuki usia lanjut juga akan mengalami
perubahan- perubahan. Perubahan ini akan lebih terasa bagi seseorang yang
menduduki jabatan atau pekerjaan formal. la akan merasa kehilangan semua
perlakuan yang selama ini didapatkannya seperti dihormati, diperhatikan dan
diperlukan. Bagi orang-orang yang tidak mempunyai waktu atau tidak merasa perlu
untuk bergaul diluar lingkungan pekerjaannya, perasaan kehilangan ini akan
berdampak pada semangatnya, suasana hatinya dan kesehatannya. Di dalam keluarga,
peranannya-pun mulai bergeser. Anak-anak sudah "jadi orang", mungkin sudah punya
rumah sendiri, tempat tinggalnya mungkin jauh. Rumah jadi sepi, orangtua seperti
tidak punya peran apa-apa lagi.
2.11 Asuhan Keperawatan Gangguan Sosialcultural pada Lansia
2.11.1 Definisi
Proses asuhan
Lanjut usia aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang personal
hygiene, kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu, kebersihan
diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata, serta telinga; kebersihan
lingkungan seperti tempat tidur dan ruangan; makanan sesuai, misalnya porsi
2.
Pendekatan fisik
Perawatan yang memperhatikan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang
dialami klien lanjut semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat
kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah
atau ditekan progrevitasnya.
Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua
bagian, yakni:
1.
Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu
bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-
2.
Adapun
komponen
pendekatan
fisik
yang
lebih
mendasar
adalah
memperhatikan dan membantu para klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancar,
makan termasuk memilih dan menentukan makanan, minum, melakuan eliminasi, tidur,
menjaga sikap tubuh waktu berjalan, duduk, merubah posisi tiduran, beristirahat,
kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian, mempertahankan suhu badan,
melindungi kulit dan kecelakaan.
Toleransi terhadap kekurangan O2 sangat menurun pada klien lanjut usia,
untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus dicegah dengan posisi bersandar pada
beberapa bantal, jangan makan terlalu banyak dan jangan melakukan gerak badan yang
berlebihan.
2.
Pendekatan psikis
Di sini perawat mempunyai peranan
edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter
terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan
sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan waktu yang
cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa
puas. Perawat harus selalu memegang prinsip Tripple S, yaitu Sabar, Simpatik, dan
Service.
Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari
lingkungan, termasuk perawat yang memberikan perawatan. Untuk itu perawat harus
selalu menciptakan suasana aman, tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan
kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya.
Perawat harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia
dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah diri, rasa keterbatasan
sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya.
Hal ini perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi bersama dengan
berlanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya
daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi , berkurangnya kegairahan keinginan ,
peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk
tiduran di waktu siang, dan pergeseran libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita-cerita dari masa lampau yang
membosankan, jangan mentertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa atau
kesalahan. Harus diingat, kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuantujuan tertentu.
Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap
kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan-lahan dan bertahap, perawat
harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh
pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa
lanjut usia ini mereka dapat merasa puas dan bahagia.
3.
Pendekatan social
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya
perawat dalam pendekatan sosial. Memberikan kesempatan untuk berkumpul bersama
dengan sesama klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi,
pendekatan sosial ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang
dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam
pelaksanaannya perawat dapat menciptakan hubungan social antara lanjut usia dan
lanjut usia dan perawat sendiri.
Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia
untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, menonton
film, atau hiburan-hiburan lain.
Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar, seperti
menonton televisi, mendengarkan radio, atau membaca surat kabar dan majalah. Dapat
disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak kalah pentingnya dengan
upaya pengobatan medis dalam proses penyembuhan atau ketenangan para klien lanjut
usia.
Tidak sedikit klien tidak dapat tidur karena stress, stress memikirkan penyakit,
biaya hidup, keluarga yang di rumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan
atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Untuk menghilangkan rasa jemu dan
menimbulkan perhatian terhadap sekelilingnya perlu diberi kesempatan kepada lanjut
usia untuk menikmati keadaan di luar, agar merasa masih ada hubungan dengan dunia
luar.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian di antara lanjut usia
(terutama yang tinggal dipanti werda), hal ini dapat diatasi dengan berbagai usaha,
antara lain selalu mengadakan kontak dengan mereka, senasib dan sepenanggungan,
dan punya hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat tetap mempunyai
Pendekatan spiritual
Perawat harus bias memberikan ketentuan dan kepuasan batin dalam
hubungannya dengan tujuan atau agama yang dianutnya, terutama bila klien lanjut usia
dalam keadaan sakit atau mendekati kematian.sehubungan dengan pendekatan spiritual
bagi klien lanjut usia yang menekati kematian, DR Toni Setyobudhi mengemukakan
bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa takut semacam ini di dasari oleh
berbagai macam faktor seperti, ketidakpastian pengalaman selanjutnya, adanya rasa
sakit/penderitaan yang sering menyertainya, dan kegelisahan untuk tidak kumpul lagi
dengan keluarga/lingkungan sekitarnya.
Dalam menghadapi kematian, setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksireaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara mereka menghadapi hidup
ini. Sebab itu, perawat harus meneliti dengan cermat di manakah letak kelemahan dan
di mana letak kekuatan klien, agar perawat selanjutnya akan lebih terarah lagi. Bila
kelemahan terletak pada segi spiritual, sudah seelayaknya perawat dan tim
berkewajiban mencari upaya agar klien lanjut usia ini dapat diringankan
penderitaannya. Perawat bisa memberikan kesempatan pada klien lanjut usia untuk
melaksanakan ibadahnya, atau secara langsung memberikan bimbingan rohani dengan
menganjurkan melaksanakan ibadahnya seperti membaca kitab atau membantu lanjut
usia dalam menunaikan kewajiban terhadap agama yang dianutnya.
Apabila kegelisahan yang timbul disebabkan oleh persoalan keluarga, maka
perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa keluarga tadi ditinggalkan, masih
ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan bila ada rasa bersalah yang
menghantui pikiran lanjut usia, segera perawat segera menghubungi seorang
rohaniawan untuk dapat mendampingi lanjut usia dan mendengarkan keluhankeluhannya maupun pengakuan-pengakuannya.
Umumnya pada waktu kematian akan datang, agama atau kepercayaan
seseorang merupakan faktor yang penting sekali. Pada waktu inilah kehadiran seorang
imam sangat perlu untuk melapangkan dada klien lanjut usia.
Dengan demikian pendekatan perawat lanjut usia bukan hanya terhadap fisik,
yakni membantu mereka dalam keterbatasan fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut
menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.
2.11.4 Tujuan Asuhan Keperawatan Lansia
2.
3.
4.
usia.
Merawat dan menolong klien lanjut usia yang menderita penyakit atau
5.
6.
diagnosa yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai suatu kelainan tertentu.
Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang
1.
1.
2.
3.
4.
2.
3.
4.
5.
6.
2.12.2
c.
kehidupannnya
Lingkungan
Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana pasien dengan
budayanya saling berinteraksi, baik lingkungan fisik, sosial dan simbolik.
d.
Keperawatan
Keperawatan dipandang sebagai suatu ilmu dan kiat yang diberikan kepada pasien
dengan berfokus pada prilaku, fungsi dan proses untuk meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan atau pemulihan dari sakit.
Culture Care
Nilai-nilai, keyakinan, norma, pandangan hidup yang dipelajari dan
diturunkan
serta
diasumsikan
yang
dapat
membantu
mempertahankan
World View
Cara pandang individu atau kelompok dalam memandang kehidupannya
sehingga menimbulkan keyakinan dan nilai.
c.
d.
e.
Profesional system
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan
yang memiliki pengetahuan dari proses pembelajaran di institusi pendidikan
formal serta melakukan pelayanan kesehatan secara professional.
f.
g.
h.
i.
2.12.3
Proses
Sunrise Model
Keperawatan
Pengkajian
dan Pengkajian terhadap Level satu, dua dan tiga yang meliputi :
Diagnosis
Evaluasi
2.12.5 Analisis Teori Transcultural Nursing
a.
b.
Teori dan model yang dikemukan oleh Leininger relatif tidak sederhana, namun
demikian teori ini dapat didemontrasikan dan diaplikasikan sehingga dapat diberikan
justifikasi dan pembenaran bagaimana konsep-konsep yang dikemukakan saling
berhubungan.
c.
d.
Testabilitas teori
Teori Cultural care diversity and Universality dikembangkan berdasarkan atas
riset kualitatif dan kuantitatif.
e.
f.
Teori ini sangat relevan dan dapat diterapkan secara nyata dalam praktek
keperawatan, karena teori ini mengemukakan adanya pengaruh perbedaan budaya
terhadap perilaku hidup sehat. Dan dalam aplikasinya teori ini sangat relevan dengan
penerapan praktek keperawatan komunitas.
Konsistensi Teori
g.
BAB IV
PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
Pengaruh social budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan social budaya
mencapai masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah
tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan social dan
budaya bisa memberikan dampak positif maupun negative.
Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan pasien lansia biasanya dipelajari pada
masyarakat yang terisolasi dimana cara-cara hidup mereka tidak berubah selama
beberapa generasi,
4.2.
Saran
Semoga dengan pembuatan maklah ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa
dalam mempelajari askep gerontik khususnya yang berhubungan dengan masalah social
budaya pada lansia yang berhubungan dengan perubahan peran pada lansia