Anda di halaman 1dari 7

RURAL TRANSFORMATION DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEBERLANJUTAN

SOSIAL(SOCIAL SUSTAINABILITY)STUDI KASUS: KECAMATAN PLAOSAN, MAGETAN


1.

PENGANTAR
Transformasi pedesaan(rural transformation) merupakan proses yang berkesinambungan
seiring dengan perkembangan pedesaan(Rosegrant & Hazell, 2000). Terlebih pada negara
berkembang, transformasi pedesaan di negara berkembang pesat seiring dengan proses
urbanisasinya(Hazell, 2013). Rural transformation merupakan proses perubahan sosial yang
komprehensif. Hasil dari transformasi pedesaan adalah hasil dari aksi global meliputi diversifikasi
ekonomi pedesaan yang berkembang lebih dari sekedar pertanian, globalisasi sistem pangan pertanian
dan urbanisasi pedesaan. Globalisasi tersebut menjelaskan sistem pangan pertanian di pedesaan yang
mengubah basis ekonomi dan strategi penghidupan dan rumah tangga masyarakatnya. Adapun
kekuatan global yang mendorong transformasi pedesaan adalah struktur lokal sosial, kerangka
kelembagaan, masyarakat lokal dengan berbagai tingkat lembaga manusia(Berdegu, Rosada, &
Bebbington, n.d.). Transformasi pedesaan lebih mengacu pada proses perubahan masyarakat yang
dipicu oleh suatu perubahan sistem atau aktivitas yang terjadi di pedesaan(Wiradi, n.d.). Transformasi
pedesaan juga merupakan proses yang berkesinambungan bertahap perubahan sosial di mana
karakter struktural masyarakat ( atau sub-sistem yang kompleks dari masyarakat ) berubah(P Martins,
2005).
Keberlanjutan sosial atau social sustainability adalah sebuah kehidupan-peningkatan kondisi
penghidupan dalam masyarakat, dan sebuah proses dalam masyarakat untuk mencapai kondisi
tersebut. McKenzie (2004) menjelaskan bahwa beberapa indikator dan langkah-langkah untuk
mewujudkan kondisi yang dituju antara lain adalah: pemerataan akses ke layanan utama(kesehatan,
pendidikan, transportasi,dll); Ekuitas antar generasi, yang berarti bahwa generasi mendatang tidak
akan dirugikan oleh kegiatan generasi saat ini; mekanisme bagi masyarakat untuk terlebih dahulu
memenuhi kebutuhan secara mandiri melalui community action; mekanisme untuk advokasi politik
untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh community action; dan lain-lain. Pada
intinya social sustainability memastikan bahwa kohesi masyarakat dan kemampuannya untuk bekerja
menuju tujuan bersama dipertahankan, dan kebutuhan dasar individu harus dipenuhi.
Seperti yang telah dijelaskan, transformasi pedesaan mengubah basis ekonomi dan strategi
penghidupan dan rumah tangga masyarakatnya. Hal tersebut serupa dengan transformasi pedesaan
yang terjadi Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan. Masyarakat di Kecamatan Plaosan pada
mulanya menjadikan ternak sapi potong sebagai basis ekonomi dan sumber penghidupan utamanya.
Namun sejak tahun 2010, basis ekonomi masyarakat di Kecamatan Plaosan mulai berubah, yakni
beralih ke ternak sapi perah. Peralihan tersebut dilakukan oleh sekelompok masyarakat di Kecamatan
Plaosan secara mandiri. Inisiatif untuk beralih dari sapi potong ke sapi perah yang dilakukan oleh
kelompok tersebut dikarenakan ternak sapi perah dianggap lebih menguntungkan dibandingkan
dengan sapi perah. Peternak sapi perah dapat bekerja secara efisien dengan kegiatah bertani dan
matun mengambil sayur dan ngarit(mengambil pakan ternak). Pada pagi hari petani dapat ke sawah
dan ke kebun untuk matun mengambil sayur dan ngarit(mengambil pakan ternak) dan pada malam hari
dapat memerah susu dan proses ternak sapi perah tidak mengganggu kegiatan bertani.
Peralihan ternak ke sapi perah selanjutnya diikuti oleh masyarakat lainnya di Kecamatan
Plaosan, Kabupaten Magetan. Pada tahun 2014, oleh Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Magetan
dijadikan daerah pengembangan sapi perah dengan skala layanan Provinsi Jawa Timur.
Pengembangan sapi perah di Kabupaten Magetan didukung oleh beberapa kelompok tani ternak, di
mana pada tahun 2010 hanya terdapat 1 kelompok tani ternak dan pada tahun 2016 sudah terdapat 5
1

RURAL TRANSFORMATION DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEBERLANJUTAN


SOSIAL(SOCIAL SUSTAINABILITY)STUDI KASUS: KECAMATAN PLAOSAN, MAGETAN
kelompok tani ternak. Adapun kekuatan global yang mendorong transformasi sapi potong ke sapi perah
di Kecamatan Plaosan adalah adalah masyarakat, yang berperan proaktif dan mandiri terhadap
pengembangan awal usaha sapi perah. Selanjutnya usaha sapi perah masyarakat mendapat dukungan
dari pemerintah berupa subsidi sapi dan beragam pelatihan yang diberikan kepada masyarakat.
Serangkaian interaksi tersebut menjelaskan bahwa transformasi pedesaan memang terjadi atas peran
dari masyarakat dan berbabagai lembaga maupun institusi(pemerintah). Berikut data statistik yang
menunjukkan peningkatan jumlah sapi perah di Kecamatan Plaosan:
Tabel 1.1
Jumlah Sapi Perah Tahun 2010-2014 Kecamatan Plaosan, Magetan
60

51

50

Jumlah

40
28

30

Jumlah Sapi

20
10

2010

2011

11

0
2012

2013

2014

Tahun

Sumber:Badan Pusat Statistik Kabupaten Magetan, 2014


Transformasi ke sapi perah tentunya membawa perubahan pada masyarakat.di Kecamatan
Plaosan, Kabupaten Magetan. Perubahan tersebut dapat diketahui dari mulai terbentuknya kelompokkelompok yang saling membahu satu sama lain untuk mengembangkan ternak sapi perah. Interaksi
sosial masyarkat juga menjadi lebih kuat. Lebih jauh, perekonomian masyarakat juga meningkat,
karena setiap hari sapi perah menghasilkan susu dan memberikan keuntungan, yakni hasil penjualan
ke PT Nestle dan dijual sebagai susu segar. Transformasi dari sapi potong ke sapi perah juga
membawa dampak terhadap social sustainability, hal tersebut dapat diketahui dari adanya kohesi
masyarakat dan kemampuan masyarakat yang bekerja bersama untuk meningkatkan perekonomian
mereka. Kebutuhan dasar masyarakat seperti kebutuhan tempat tinggal, kebutuhan sandang dan
pangan juga dapat dipenuhi oleh masyarakat di Kecamatan Plaosan dengan usaha ternak sapi perah.
Selain peningkatan ekonomi bagi pemilik usaha sapi perah, peningkatan ekonomi juga dirasakan oleh
pihak non-pemilik sapi perah. Mereka adalah pihak reseller atau tukang loper susu segar yang menjual
kembali susu segar dari pemasok awal ke pembeli sehingga dalam hal ini pihak reseller mendapatkan
keuntungan.
2.
POTENSI DAN MASALAH
A. Potensi
Potensi dari pengembangan usaha ternak sapi perah di Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan
dapat dilihat dari potensi Sumber Daya Alam(SDA) lingkungan Kecamatan Plaosan dan Sumber
Daya Manusia(SDM) dari masyarakatnya sebagai berikut:
Tersedianya Pakan Ternak Berlimpah
Kecamatan Plaosan memiliki hutan di lereng Gunung Lawu yang subur dan mampu
menghasilkan pakan untuk sapi perah dengan melimpah. Iklim yang mendukung membuat subur

RURAL TRANSFORMATION DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEBERLANJUTAN


SOSIAL(SOCIAL SUSTAINABILITY)STUDI KASUS: KECAMATAN PLAOSAN, MAGETAN
pakan sapi perah tersebut dan siklus pakan sapi perah terhitung lancar. Mekanisme masyarakat
untuk mendapatkan lahan sumber pakan adalah dengan menyewa kepada departemen perhutani
dalam waktu yang telah disepakati. Meskipun masyarakat harus menyewa, namun masyarakat tetap
diuntungkan karena hasil pakan di lahan hutan lereng Gunung Lawu yang melimpah dan mencukupi
kebutuhan pakan sapi perah.
Ketersediaan Air yang Cukup Tinggi
Lokasi Kecamatan Plaosan yang berada di dataran tinggi memberikan peluang mendukung
pemenuhan kebutuhan air untuk sapi. Hal tersebut didukung oleh curah hujan yang tinggi di kawasan
tersebut. Dengan adanya ketersediaan air yang cukup, kebutuhan sapi akan air minum dapat
terjamin.
Adanya Modal Sosial Pengembanga Peternakan Sapi Perah
Sesuai dengan pendapat Solow (1999), modal sosial diwujudkan dalam perilaku yang dapat
mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk bekerjasama dan berkoordinasi untuk menghasilkan
kontribusi besar terhadap keberlanjutan produktivitas. Hal tersebut juga berlaku pada masyarakat di
Kecamatan Plaosan yang bekerjasama dan berkoordinasi untuk mengembangkan sapi perah.
Masyarakat juga memiliki tujuan bersama berupa keberlanjutan produktivitas hasil sapi perah.
B. Masalah
Masalah terkait pengembangan ternak sapi perah antara lain adalah:
Belum Adanya Fasilitas Penunjang Peternakan Sapi Perah

Fasilitas penunjang yang dimaksud adalah belum adanya kandang komunal untuk sapi perah dan
fasilitas pengelola limbah ternak dengan standar yang memadai. Kondisi eksisting menunjukkan
bahwa masyarakat menggunakan ruang di samping rumah sebagai kandang sapi karena
keterbatasan finansial dalam menyediakan kandang. Pengelolaan limbah juga belum dilakukan
secara optimal karena keterbatasan finansial.
Keterbatasan Finasial Masyarakat dalam Pengelolaan Susu Sapi Segar Menjadi Produk Lain

Hasil susu pada dasarnya dapat didiversifikasikan menjadi produk lain seperti yoghurt, stick susu,
fakturisasi, dan permen susu. Sejauh ini masyrakat baru memproduksi produk olahan lain dari susu
berupa permen susu. Adapun untuk yoghurt dan stick susu dirasa masyarakat masih terlalu rumit
karena membutuhkan pengolahan lebih dengan bahan-bahan tertentu yang tentunya akan
menambah cost produksi. Sedangkan untuk fakturisasi, alat yang dibutuhkan untuk menunjang
proses teresebut sangat mahal dan masyarakat belum mampu membeli.
Pendidikan dan Ketrampilan Peternak Yang Cenderung Masih Rendah
Masyarakat pengolah sapi perah cenderung belum memiliki keterampilan lebih dalam menglolah
hasil susu. Manajemen penglolaan dari kelompok tani ternak juga belum memiliki ketentuan dan
pembukuan keuangan yang jelas. Dibutuhkan pelatihan-pelatihan lebih untuk membentuk masyarakat
Plaosan yang lebih siap dalam mengelola sapi perah dan mengatur manajemennya.
Skala Kepemilikan Ternak Masih Relatif Kecil
Kebanyakan dalam satu kelompok tani ternak, sapi yang dimiliki cenderung sedikit. Sapi milik
pribadi masing-masing anggota rata-rata hanya 1 sampai 2 ekor. Sedangkan terdapat beberapa ekor
sapi bersama subsidi pemerintah. Apabila dibandingkan dengan kebutuhan susu di Magetan, jumlah
sapu perah di Kecamatan Plaosan masih kurang. Masih terdapat peluang kebutuhan pasar terhadap
susun yang dapat penuhi jika masyarakat memiliki jumlah sapi perah lebih.

RURAL TRANSFORMATION DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEBERLANJUTAN


SOSIAL(SOCIAL SUSTAINABILITY)STUDI KASUS: KECAMATAN PLAOSAN, MAGETAN
3.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Tabel 3.1
Analisis Swot Pengembangan Ternak Sapi Perah di Plaosan
Internal

Eksternal

Opportunities (Peluang)
Peluang dalam penjualan di
pasar domestik dan global
masih relatif besar

Strenghts (Kekuatan)
Weakness (Kelemahan)
Semangat masyarakat dalam mengembangkan Belum adanya fasilitas penunjang
peternakan sapi perah
peternakan sapi perah
Keterbatasan finasial masyarakat dalam
Potensi Sumber daya Alam berupa lingkungan
pengelolaan susu sapi segar menjadi
yang menyediiakan pakan ternak berlimpah
produk lain
Keterbatasan dalam menyediakan tempat
Memiliki komunitas yang mengelola peternakan
penampungan susu yang memakan 2000
sapi perah
watt listrik
Temperatur/suhu di daerah Magetan yang
Sistem pencatatan produksi dan
cocok untuk pemeliharaan sapi perah
manajemen yang masih buruk
Skala kepemilikan ternak masih relatif
Ketersediaan air cukup tinggi
kecil
Tersediannya Tempat Penmpungan Susu
Pendidikan dan ketrampilan peternakan
dengan kapasitas 1000 liter
yang masih rendah
Strategi OS
Strategi OW
Meningkatkan pemanfaatan teknologi untuk
meningkatkan laju produksi

Permintaan susu dalam negeri Perawatan ternak agar terhindar dari penyakit
belum terpenuhi
sehingga dapat meningkatkan produktivitas
Telaga sarangan sebagai
Memanfaatkan kelompok-kelpompok
tempat penjualan susu segar
peternakan, koperasi susu sesuai fungsinya
Adanya bantuan dari Dinas
Peternakan dan Pertanian
Meningkatkan kerjasama antara komunitas
Kecamatan Plaosan, Kabupaten peternak, koperasi susu dan dinas peternakan
Magetan
Pemasaran susu sapi sudah
sampai ke PT Nestle
Pertymbuhan penduduk yang Pemasaran susu sapii ke objek wisata yang ada
di Kabupaten Magetan
semakin meningkat, akan
mempengaruhi jumlah
permintaan susu sapi
Threats (Ancaman)
Strategi TS
Banyak pesaing yang tumbuh Memperbaiki sistem pemeliharaan dana
dibidang sapi perah
manajemen dalam usaha sapi perah
Kurangnya penyuluhan
Adanya penyakit yang dapat
Melakukan pemeriksaan terhadap sapi perah
membuat sapi tidak
secara berkala dan pemberian vitamin
mengeluarkan susu atau bahkan
mati
Sumber: Analsisi Kelompok Pengembangan Desa, 2B, 2016

meningkatkan IPTEK untuk


meningkatkan potensi genetik sapi perah
Kemudahan modal yang diberikan
pemerintah untuk mendukung usaha
peternakan sapi perah dan pengelolaan
susu sapi segar menjadi produk lain

Menambah jumlah sapi perah sehingga


kebutuhan pasar dapat dipenuhi dan
pendapatan peternak sapi perah dan
pedagangnya bertambah

Strategi TW

Membuat penyuluhan terhadap sistem


pemeliharaan dan manajemen dalam
usaha sapi perah

Dari analisis SWOT diatas dapat diketahui, startegi-strategi apa saja yang dapat dikembangkan
dalam peningkatan usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Plaosan, selain itu transformasi dari
sapi potong ke sapi perah tentunya membawa perubahan pada masyarakat.di Kecamatan Plaosan,
Kabupaten Magetan. Perubahan tersebut dapat diketahui dari mulai terbentuknya kelompok-kelompok
yang saling membahu satu sama lain untuk mengembangkan ternak sapi perah. Interaksi sosial
masyarkat juga menjadi lebih kuat dengan adanya peran satu sama lain dari masyarakat baik terhadap
4

RURAL TRANSFORMATION DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEBERLANJUTAN


SOSIAL(SOCIAL SUSTAINABILITY)STUDI KASUS: KECAMATAN PLAOSAN, MAGETAN
sesama anggota kelompok ternak tani, maupun antar kelompok ternak tani. Pendapatan masyarakat
juga meningkat dan kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya juga semakin
meningkat. Masyarakat menyebutkan bahwa usaha ternak susu merupakan usaha yang mampu
menghidupi kebutuhan mereka. Lebih jauh, terdapat multiplier effect dari pengembagan sapi perah,
yakni bagi para reseller yang mendapat keuntungan kembali menjual suus segar. Lebih jauh,
perekonomian masyarakat juga meningkat, karena setiap hari sapi perah menghasilkan susu dan
memberikan keuntungan, yakni hasil penjualan ke PT Nestle dan dijual sebagai susu segar. Susu sapi
segar siap olah dihargai 7000/liternya. Dimana para peternak sapi perah dikecamatan ini telah mampu
menghasilkan 500 liter susu sapi segar setiap harinya.
Transformasi dari sapi potong ke sapi perah juga membawa dampak terhadap social
sustainability, hal tersebut dapat diketahui dari adanya kohesi masyarakat dan kemampuan masyarakat
yang bekerja bersama untuk meningkatkan perekonomian mereka. Kohesi masyarakat yang saling
bekerjasama tersebut pada dasarnya dapat menjadi modal sosial yang kuat dalam proses
pengembangan usaha ternak sapi perah. Salah satu indikator dari keberlanjutan sosial/ social
sustainability adalah terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kebutuhan dasar masyarakat tersebut
merupakan kebutuhan tempat tinggal, kebutuhan sandang dan pangan yang secara riil sudah dapat
dipenuhi oleh masyarakat di Kecamatan Plaosan dengan usaha ternak sapi perah. Hasil dari usaha
sapi perah juga mampu menjadi uang untuk mensekolahkan anak-anak dan menjadi sumber
penghidupan. Adapun dari segi indikator social sustainability yang lain, yakni segi ekuitas antar
generasi, hal tersebut belum dapat dicapai, hal tersebut dikarenakan pengelolaan limbah dari
peternakan sapi belum dikelola dengan baik, dan masih dapat memberi resiko kerugian bagi generasi
selanjutya. Selain itu, kandang peternakan sapi perah yang berada dekat dengan hunian(ada di
sampingnya), hal ini apabila dibiarkan dalam waktu yang lama akan berdampak negatif terhadap
keberlangsungan hidup manusia disekitarnya, sehingga tidak akan mengalami ekuitas antar generasi
karena hal ini akan merugikan keberlangsungan hidup generasi mendatang. Untuk membentuk
keberlanjutan sosial secara seutuhnya, diperlukan pengelolaan limbah dan kandang sapi komunal
sehingga kegiatan ternak sapi perah dapat lebih ramah lingkungan dan tidak memberikan dampak
yang buruk bagi generasi selanjutnya.
4. KESIMPULAN
Terdapat transformasi pedesaan di Kecamatan Plaosan berupa bertransformasinya sumber
penghidupan utama masyarakat, yakni dari ternak sapi potong ke sapi perah. Hasil dari
transformasi pedesaan tersebut adalah penduduk Plaosan yang menjadi masyarakat dengan
interaksi yang tinggi, adanya diversifikasi hasil olahan susu dari sapi perah menjadi permen
susu, dan interaksi dengan pihak luar(urban) sebagai konsumen dari hasil susu perah.
Kohesi masyarakat menjadi semakin kuat dengan adanya usaha ternak sapi perah yang dibina
dan dikelola secara bersama oleh kelompok masyarakat
Transformasi pedesaan tersebut telah membawa dampak terhadap social sustainability, berupa
peningkatan akses masyarakat terhadap fasilitas dasar dan terpenuhinya kebutuhan hidup
masyarakat. Semua kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh pendapatan masyarakat yang telah
bertambah, yakni yang didapat dari hasil susu perah.
Pengembangan susu perah saat ini di Kecamatan Plaosan belum ditunjang dengan fasiltas
dasar yakni kandang komunal dan pengelolaan limbah sesuai dengan standar. Oleh karena itu
5

RURAL TRANSFORMATION DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEBERLANJUTAN


SOSIAL(SOCIAL SUSTAINABILITY)STUDI KASUS: KECAMATAN PLAOSAN, MAGETAN
diperlukan fasilitas penunjang untuk meningkatkan performa usaha sapi perah dan menjadikan
usaha tersebut ramah lingkungan
Pengembangan ternak sapi perah di Kecamatan Plaosan memang didukung oleh karakteristik
alam yang sangat cocok untuk pengembangan sapi perah
5. REKOMENDASI
1. Peningkatan fasilitas penunjang peternakan sapi perah
Fasilitas penunjang peternakan sapi perah diantaranya adalah ketersediaan kandang yang harus
sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dan sudah ditetapkan oleh Dinas Peternakan dan
Pertanian, dimana kandang sapi perah harus berada cukup jauh dari permukiman penduduk.
Akantetapi, di Kecamatan Plaosan, kandang sapi perah berada kurang lebih 5 meter dari
permukiman penduduk, sehingga tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini apabila
dibiarkan secara terus menerus akan berdampak pada kesehatan masyarakat disekita peternakan.
Sehingga perlu dibangun faslitas penunjang peternakan sapi perah yang sesuai standart dan jauh
dari kawasan permukiman.
2. Peningkatan dukungan pemerintah
Pemberian modal dari pemerintah untuk mendukung usaha peternakan sapi perah akan
mempermudah para peternak dalam peningkatan produktivitas sapi. Selain itu, pelatihan
pengelolaan susu sapi menjadi produk lainnya juga dapat dilakukan, hal ini guna meningkatkan
pendapatan penduduk. Karena harga produk susu sapi olahan memiliki nilai jual yang lebih tinggi
dibanding susu sapi segar biasa. Meningkatnya pendapatan penduduk akan berdampak langsung
pada kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan mendukung keberlanjutan
sosial masyarakat Plaosan.
3. Adanya organisasi (koperasi) yang mengurusi pengelolaan sapi perah secara formal
Di Kecamatan Plaosan sudah terdapat komunitas peternak sapi perah, akantetapi komunitas
ini belum memiliki aturan yang jelas. Sehingga dalam pengelolaan dan manajemennya belum
memiliki arahan. Untuk itu perlu dibuat sebuah organisasi yang mengurusi pengelolaan sapi perah
secara formal dan memiliki aturan-aturan yang jelas.

RURAL TRANSFORMATION DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEBERLANJUTAN


SOSIAL(SOCIAL SUSTAINABILITY)STUDI KASUS: KECAMATAN PLAOSAN, MAGETAN
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kabupaten Magetan. (2014). Data Statistik Daerah Kabupaten Magetan.
Kabupaten Magetan: Badan Pusat Statistik.
Berdegu, J. A., Rosada, T., & Bebbington, A. J. (n.d.). The Rural Transformation. Environmental and
Health,
144.
Retrieved
from
http://www.developmentideas.info/website/wpcontent/uploads/Ch27_Rural_Transformation_Berdegue_et_al_2013.pdf
Hazell, P. (2013). No Title. Urbanization and Farm SizeChanges in Africa and Asia:Cross Regional
Comparison and Implications for Agricultural Research In:Background Paper for theI SPC
Foresight
Study
on
Farm
Size
and
Urbanization.
Retrieved
from
http://www.sciencecouncil.cgiar.org/sections/strategy-trends
McKenzie, S. (2004). Social sustainability: Towards Some Definitions. Hawke Research Institute
Working Paper Series, (27), 131. http://doi.org/10.1002/sres
P Martins, R. J. (2005). Transitions in a globalising world. Future, 11331144.
Rosegrant, M. W., & Hazell, P. B. R. (2000). TRANSFORMING THE RURAL ASIAN ECONOMY: THE
UNFINISHED REVOLUTION. London: Oxford University Press. Retrieved from
http://www.adb.org/sites/default/files/publication/28034/transforming-rural-asian-economy.pdf
Solow, R. M. (1999). Notes Social Capital and Economic Performance. Washington DC: World Bank.
Wiradi, G. (n.d.). Transformasi Agraria dan Transisi Agraria. Retrieved June 5, 2016, from
http://binadesa.co/transformasi-agraria-dan-transisi-agraris/

Anda mungkin juga menyukai