PENGANTAR
Transformasi pedesaan(rural transformation) merupakan proses yang berkesinambungan
seiring dengan perkembangan pedesaan(Rosegrant & Hazell, 2000). Terlebih pada negara
berkembang, transformasi pedesaan di negara berkembang pesat seiring dengan proses
urbanisasinya(Hazell, 2013). Rural transformation merupakan proses perubahan sosial yang
komprehensif. Hasil dari transformasi pedesaan adalah hasil dari aksi global meliputi diversifikasi
ekonomi pedesaan yang berkembang lebih dari sekedar pertanian, globalisasi sistem pangan pertanian
dan urbanisasi pedesaan. Globalisasi tersebut menjelaskan sistem pangan pertanian di pedesaan yang
mengubah basis ekonomi dan strategi penghidupan dan rumah tangga masyarakatnya. Adapun
kekuatan global yang mendorong transformasi pedesaan adalah struktur lokal sosial, kerangka
kelembagaan, masyarakat lokal dengan berbagai tingkat lembaga manusia(Berdegu, Rosada, &
Bebbington, n.d.). Transformasi pedesaan lebih mengacu pada proses perubahan masyarakat yang
dipicu oleh suatu perubahan sistem atau aktivitas yang terjadi di pedesaan(Wiradi, n.d.). Transformasi
pedesaan juga merupakan proses yang berkesinambungan bertahap perubahan sosial di mana
karakter struktural masyarakat ( atau sub-sistem yang kompleks dari masyarakat ) berubah(P Martins,
2005).
Keberlanjutan sosial atau social sustainability adalah sebuah kehidupan-peningkatan kondisi
penghidupan dalam masyarakat, dan sebuah proses dalam masyarakat untuk mencapai kondisi
tersebut. McKenzie (2004) menjelaskan bahwa beberapa indikator dan langkah-langkah untuk
mewujudkan kondisi yang dituju antara lain adalah: pemerataan akses ke layanan utama(kesehatan,
pendidikan, transportasi,dll); Ekuitas antar generasi, yang berarti bahwa generasi mendatang tidak
akan dirugikan oleh kegiatan generasi saat ini; mekanisme bagi masyarakat untuk terlebih dahulu
memenuhi kebutuhan secara mandiri melalui community action; mekanisme untuk advokasi politik
untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh community action; dan lain-lain. Pada
intinya social sustainability memastikan bahwa kohesi masyarakat dan kemampuannya untuk bekerja
menuju tujuan bersama dipertahankan, dan kebutuhan dasar individu harus dipenuhi.
Seperti yang telah dijelaskan, transformasi pedesaan mengubah basis ekonomi dan strategi
penghidupan dan rumah tangga masyarakatnya. Hal tersebut serupa dengan transformasi pedesaan
yang terjadi Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan. Masyarakat di Kecamatan Plaosan pada
mulanya menjadikan ternak sapi potong sebagai basis ekonomi dan sumber penghidupan utamanya.
Namun sejak tahun 2010, basis ekonomi masyarakat di Kecamatan Plaosan mulai berubah, yakni
beralih ke ternak sapi perah. Peralihan tersebut dilakukan oleh sekelompok masyarakat di Kecamatan
Plaosan secara mandiri. Inisiatif untuk beralih dari sapi potong ke sapi perah yang dilakukan oleh
kelompok tersebut dikarenakan ternak sapi perah dianggap lebih menguntungkan dibandingkan
dengan sapi perah. Peternak sapi perah dapat bekerja secara efisien dengan kegiatah bertani dan
matun mengambil sayur dan ngarit(mengambil pakan ternak). Pada pagi hari petani dapat ke sawah
dan ke kebun untuk matun mengambil sayur dan ngarit(mengambil pakan ternak) dan pada malam hari
dapat memerah susu dan proses ternak sapi perah tidak mengganggu kegiatan bertani.
Peralihan ternak ke sapi perah selanjutnya diikuti oleh masyarakat lainnya di Kecamatan
Plaosan, Kabupaten Magetan. Pada tahun 2014, oleh Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Magetan
dijadikan daerah pengembangan sapi perah dengan skala layanan Provinsi Jawa Timur.
Pengembangan sapi perah di Kabupaten Magetan didukung oleh beberapa kelompok tani ternak, di
mana pada tahun 2010 hanya terdapat 1 kelompok tani ternak dan pada tahun 2016 sudah terdapat 5
1
51
50
Jumlah
40
28
30
Jumlah Sapi
20
10
2010
2011
11
0
2012
2013
2014
Tahun
Fasilitas penunjang yang dimaksud adalah belum adanya kandang komunal untuk sapi perah dan
fasilitas pengelola limbah ternak dengan standar yang memadai. Kondisi eksisting menunjukkan
bahwa masyarakat menggunakan ruang di samping rumah sebagai kandang sapi karena
keterbatasan finansial dalam menyediakan kandang. Pengelolaan limbah juga belum dilakukan
secara optimal karena keterbatasan finansial.
Keterbatasan Finasial Masyarakat dalam Pengelolaan Susu Sapi Segar Menjadi Produk Lain
Hasil susu pada dasarnya dapat didiversifikasikan menjadi produk lain seperti yoghurt, stick susu,
fakturisasi, dan permen susu. Sejauh ini masyrakat baru memproduksi produk olahan lain dari susu
berupa permen susu. Adapun untuk yoghurt dan stick susu dirasa masyarakat masih terlalu rumit
karena membutuhkan pengolahan lebih dengan bahan-bahan tertentu yang tentunya akan
menambah cost produksi. Sedangkan untuk fakturisasi, alat yang dibutuhkan untuk menunjang
proses teresebut sangat mahal dan masyarakat belum mampu membeli.
Pendidikan dan Ketrampilan Peternak Yang Cenderung Masih Rendah
Masyarakat pengolah sapi perah cenderung belum memiliki keterampilan lebih dalam menglolah
hasil susu. Manajemen penglolaan dari kelompok tani ternak juga belum memiliki ketentuan dan
pembukuan keuangan yang jelas. Dibutuhkan pelatihan-pelatihan lebih untuk membentuk masyarakat
Plaosan yang lebih siap dalam mengelola sapi perah dan mengatur manajemennya.
Skala Kepemilikan Ternak Masih Relatif Kecil
Kebanyakan dalam satu kelompok tani ternak, sapi yang dimiliki cenderung sedikit. Sapi milik
pribadi masing-masing anggota rata-rata hanya 1 sampai 2 ekor. Sedangkan terdapat beberapa ekor
sapi bersama subsidi pemerintah. Apabila dibandingkan dengan kebutuhan susu di Magetan, jumlah
sapu perah di Kecamatan Plaosan masih kurang. Masih terdapat peluang kebutuhan pasar terhadap
susun yang dapat penuhi jika masyarakat memiliki jumlah sapi perah lebih.
Eksternal
Opportunities (Peluang)
Peluang dalam penjualan di
pasar domestik dan global
masih relatif besar
Strenghts (Kekuatan)
Weakness (Kelemahan)
Semangat masyarakat dalam mengembangkan Belum adanya fasilitas penunjang
peternakan sapi perah
peternakan sapi perah
Keterbatasan finasial masyarakat dalam
Potensi Sumber daya Alam berupa lingkungan
pengelolaan susu sapi segar menjadi
yang menyediiakan pakan ternak berlimpah
produk lain
Keterbatasan dalam menyediakan tempat
Memiliki komunitas yang mengelola peternakan
penampungan susu yang memakan 2000
sapi perah
watt listrik
Temperatur/suhu di daerah Magetan yang
Sistem pencatatan produksi dan
cocok untuk pemeliharaan sapi perah
manajemen yang masih buruk
Skala kepemilikan ternak masih relatif
Ketersediaan air cukup tinggi
kecil
Tersediannya Tempat Penmpungan Susu
Pendidikan dan ketrampilan peternakan
dengan kapasitas 1000 liter
yang masih rendah
Strategi OS
Strategi OW
Meningkatkan pemanfaatan teknologi untuk
meningkatkan laju produksi
Permintaan susu dalam negeri Perawatan ternak agar terhindar dari penyakit
belum terpenuhi
sehingga dapat meningkatkan produktivitas
Telaga sarangan sebagai
Memanfaatkan kelompok-kelpompok
tempat penjualan susu segar
peternakan, koperasi susu sesuai fungsinya
Adanya bantuan dari Dinas
Peternakan dan Pertanian
Meningkatkan kerjasama antara komunitas
Kecamatan Plaosan, Kabupaten peternak, koperasi susu dan dinas peternakan
Magetan
Pemasaran susu sapi sudah
sampai ke PT Nestle
Pertymbuhan penduduk yang Pemasaran susu sapii ke objek wisata yang ada
di Kabupaten Magetan
semakin meningkat, akan
mempengaruhi jumlah
permintaan susu sapi
Threats (Ancaman)
Strategi TS
Banyak pesaing yang tumbuh Memperbaiki sistem pemeliharaan dana
dibidang sapi perah
manajemen dalam usaha sapi perah
Kurangnya penyuluhan
Adanya penyakit yang dapat
Melakukan pemeriksaan terhadap sapi perah
membuat sapi tidak
secara berkala dan pemberian vitamin
mengeluarkan susu atau bahkan
mati
Sumber: Analsisi Kelompok Pengembangan Desa, 2B, 2016
Strategi TW
Dari analisis SWOT diatas dapat diketahui, startegi-strategi apa saja yang dapat dikembangkan
dalam peningkatan usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Plaosan, selain itu transformasi dari
sapi potong ke sapi perah tentunya membawa perubahan pada masyarakat.di Kecamatan Plaosan,
Kabupaten Magetan. Perubahan tersebut dapat diketahui dari mulai terbentuknya kelompok-kelompok
yang saling membahu satu sama lain untuk mengembangkan ternak sapi perah. Interaksi sosial
masyarkat juga menjadi lebih kuat dengan adanya peran satu sama lain dari masyarakat baik terhadap
4