KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus :
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA - JAKARTA
Periode 27 Juli 03 Oktober 2015
Nama Mahasiswa
NIM
: 112014267
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. S.R.M
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
Suku Bangsa
: Sunda
Agama
: Islam
Pendidikan
:-
Tanggal masuk RS
: 04 Agustus 2015
Umur
Alamat
: 29 tahun
Tanda Tangan :
Pendidikan
: S1
Pekerjaan
: Karyawan
Penghasilan
Ibu
Umur
Alamat
Agama
: Islam
Pendidikan
: S1
Pekerjaan
Penghasilan
:(-)
: 24 tahun
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu pasien pada Kamis, 6 Agustus2015, pukul 09.00 WIB.
Keluhan Utama
Kejang sejak 1 jam SMRS
Keluhan Tambahan
Demam sejak 1 hari SMRS.
kembali.Demam tidakdisertai batuk dan pilek.Tidak ada mual dan muntah. Tidak ada
mimisan.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Sepsis
(-)
Meningoencephalitis (-)
Kejang Demam
(+)
Tuberkulosis (-)
Pneumonia
(-)
ISK
(-)
Asma
(-)
Alergic Rhinitis
(-)
Amoebiasis
(-)
Polio
(-)
Difteri
(-)
Sindrom Nefrotik
(-)
Diare akut
(-)
Diare kronis
(-)
Disentri
(-)
Kolera
(-)
Tifus abdominalis
(-)
DHF
(-)
Cacar air
(-)
Campak
(-)
Batuk rejan
(-)
Tetanus
(-)
Glomerulonephritis(-)
Lain-lain:
Kecelakaan(-)
Ya
Tidak
Alergi
Asma
Tuberkulosis
Hipertensi
Diabetes
Kejang Demam
Epilepsi
: Febris, trombositopenia
Kelahiran
Tempat kelahiran
: RSUD Koja
Hubungan
Masa gestasi
Keadaan bayi
: 2100 gram
Nilai APGAR
Kelainan bawaan
: Tidak ada
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Sektor personal sosial :
-
Sektor bahasa:
-
Tengkurap = 4 bulan
Merangkak = 6 bulan
Duduk = 8 bulan
Berdiri = - bulan
Berjalan = - bulan
RIWAYAT IMUNISASI
Imunisasi dasar sudah, imunisasi lengkap belum
Waktu Pemberian
Imunisasi Dasar
Booster
Bulan
Tahun
Imunisasi
0
BCG
DPT
I
I
II
III
12
18
Polio (OPV)
Hepatitis B
II
III
II
IV
III
Campak
Riwayat Nutrisi
Susu
Makanan padat
Makanan sekarang
Variasi
: bervariasi
Jumlah
: 1 mangkok kecil
Frekuensi
: 3 kali/hari
Lingkungan tempat tinggal pasien cukup bersih. Dengan keadaan rumah yang bersih,
tidak lembab, ventilasi udara baik dan sinar matahari dapat masuk dengan cukup.
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda-tanda vital
Frekuensi Nadi
Suhu
: 38,3o C
Data Antropometri
Berat badan
: 9kg
5
Tinggi badan
: 80 cm
Statusgizi
Lingkar Kepala
: 46 cm
Lingkar Dada
: 46 cm
Lingkar Lengan
: 13 cm
gizi kurang
TB/U = 80 / 86 = 95%
baik
BB/TB = 9 / 11 = 81%
gizi baik
Palpasi
Perkusi
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: supel, turgor kulit baik, nyeri tekan (-), pembesaran hati (-), pembesaran limpa
(-), pembesaran ginjal (-)
Perkusi
+5
+5
Sianosis
+5
Edema:
+5
Rangsang meningeal: kaku kudu (-), Kernig (-), Brudzinsky (-), Laseque (-)
Saraf kranialis I-XII kesan dalam batas normal
Refleks patologis: babinsky -/-
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 3 Agustus 2015
Darah Rutin
Hemoglobin
Jumlah Leukosit
: 14,33 /L (4,00-12,00)
Hematokrit
: 37% (33-43)
Jumlah Trombosit
: 374.000 /L (182-369)
Kimia Klinik
Glukosa sewaktu
: 71 mg/dL (<200)
Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida
RESUME
Anak perempuan berusia 2 tahundengan berat badan 8 kg dan tinggi badan 83 cm dengan
status gizi kurang datang dengan keluhan kejang 1 jam SMRS. Saat kejang, mata pasien
mendelik ke atas, tangan pasien gemetar seperti orang menggigil, tubuh dan kaki pasien
kaku.Kejang berlangsung selama kurang lebih 1-2 menit.Saat kejang pasien dalam keadaan
tidak sadar.Pasien tidak muntah saat sedang kejang.Setelah kejang berhenti, pasien langsung
lemas.Kejang terjadi satu kali dan tidak ada kejang berulang.Kejang selalu didahului dengan
demam.Demam terjadi 1 hari SMRS.Demam yang dirasakan naik perlahan-lahan, demam
yang dirasakan turun sebentar kemudian demam kembali.Pasien memiliki riwayat kejang
demam sewaktu berusia 7 bulan.Riwayat imunisasi lengkap dan teratur. Pemeriksaan fisik
HR: 120x/m, RR: 30x/m dan T:38,3C, Pada pemeriksaan lab didapatkan Hb 12,8 g/dL, Ht
37%,leukosit 14,33/mm3, trombosit 374.000/mm3, GDS 71 mg/dL, Na 143 mEq/L dan K
3,75 mEq/L, Cl 104mEq/L.
8
DIAGNOSIS
Kejang demam sederhana
Dasar diagnosis :
Os kejang selama 1-2 menit
Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam
Kejang tonik klonik tanpa didahului adanya kejang parsial
Kejang didahului demam
Gizi kurang
Dasar diagnosis:
Pemeriksaan fisik didapatkan gizi kurang
Anak terlihat kurus
Tidak ada tanda-tanda edema atau penyakit serius lainnya
DIAGNOSIS BANDING
Kejang demam kompleks
Epilepsi
PENATALAKSANAAN
IVFD Asering 900 cc/24jam
Ceftizoxime 2x200 mg (iv)
Valepti ??? 2 x 2,5 cc
Stesolid supp 5 mg (kalau perlu)
PCT syr3x1/2 cth
Pamol supp 125 mg
EDUKASI
Untuk masalah kejang demam
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek
samping
PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal 5 Agustus 2015 jam 07.00
S : Demam masih naik turun dan tidak ada kejang.Mual dan muntah (-). Batuk dan pilek (). Kondisi anak sudah mulai membaik.Nafsu makan menurun.BAB dan BAK lancar.
O : Keadaan umum: tampak sakit ringan
Kesadaran: compos mentis (GCS 15)
TTV: Frekuensi nadi 126x/m, frekuensi pernapasan 34x/m, suhu 38,1C
Kepala: normosefal
Mata: SI -/-, CA -/Hidung: sekret (-), nafas cuping hidung (-)
10
12
Tinjauan Pustaka
KEJANG DEMAM
Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal
di atas 38C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada 2-4%
anak berumur 6 bulan - 5 tahun.1 Puncak umurnya mulainya adalah sekitar 14-18 bulan dan
insiden mendekati 3-4% anak kecil.2Kejang demam berdasarkan definisi dari The
International League Against Epilepsy adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh
lebih dari 38,4C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada
anak berusia di atas 1 tahun tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.1 Anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk
dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5
tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, misalnya infeksi SSP
atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.1,2
Epidemiologi
Kemungkinan berulang
DiAmerika Serikat dan Eropa prevalensi kejang demam berkisar 2-5%.Di Asia prevalensi
kejang demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan diEropa dan di Amerika. Di
Jepang kejadian kejang demam berkisar 8,3% - 9,9%. Prognosis kejang demam baik, kejang
13
demam bersifat benigna. Angka kematian hanya 0,64 % - 0,75 %.Sebagian besar penderita
kejang demam sembuh sempurna, sebagian kecil berkembang menjadi epilepsi sebanyak 27%. Empat persen penderita kejang demam secara bermakna mengalami gangguan tingkah
laku dan penurunan tingkat intelegensi.3
Etiologi
Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi
umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor
hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam
mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya.3
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam
dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam
adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media
akut(cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak
akan menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi
saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat
menyebabkan kejang demam.
Klasifikasi
Klasifikasi kejang demam:1
1. Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum, tonik-klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak
berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh
kejang demam.
2. Kejang demam kompleks
Kejang demam dengan kompleks merupakan kejang demam dengan salah satu ciri berikut
ini yaitu: kejang lama >15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum
didahului kejang parsial, dan berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
14
Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan
air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %.
Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat.
Manifestasi klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaandengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan olehinfeksi diluar susunan saraf pusat,
misalnya tonsilitis, otitis media akut,bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang
15
biasanya terjadi dalam24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat
bangkitandapat berbentuk tonik klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik
(kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama10-20 detik),
gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat danberirama, biasanya berlangsung
selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit,gigi atau rahangnya terkatup rapat,
inkontinensia (mengeluarkan air kemihatau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan,
apneu (henti nafas),dan kulitnya kebiruan. Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang
berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit
kemudiananak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demamyang
berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkangejala sisa. Tetapi
kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangatberbahaya dan dapat menimbulkan
kerusakan permanen dari otak.4,5
Diagnosis
Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-penyakit
lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat, perubahan
akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural pada
system saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.
1.
Anamnesis
-
Kesadaran
sebelum
dan
sesudah
kejang
(menyingkirkan
diagnosis
meningoensefalitis)
-
Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau
naik turun)
Trauma kepala
16
2.
Pemeriksaan fisik
-
Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan
yang disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol
menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan
oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan
kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau
fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi
pada ibu.
Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial
yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
Pemeriksaan
tanda
rangsang
meningeal
(menyingkirkan
diagnosis
meningoensefalitis)
3.
Pemeriksaan laboratorium
-
Elektrolit, glukosa darah. Diare, muntah, hal lain yang dapat mengganggu
keseimbangan elektrolit atau gula darah.
Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS, jika meningkat dapat dicurigai
Ensefalitis akut / Ensefalopati.
17
4.
Pemeriksaan penunjang
-
Lumbal Pungsi jika dicurigai adanya meningitis, umur kurang dari 12 bulan
sangat dianjurkan, dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.
CT-scan atau MRI hanya dilakukan jika ada indikasi, misalnya: kelainan neurologi fokal
yang menetap (hemiparesis) atau terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Diagnosis Banding
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan
apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat.Kelainan di dalam otak
biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.oleh sebab
itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak
yang masih muda.Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan
neurologisnya kurang nyata.Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal
dapat dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi
lumbal.Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam
atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.6
Tabel Diagnosa Banding
No
Kriteri Banding
Kejang
Epilepsi
Meningitis
Demam
1.
Kejang
Ensefalitis
Pencetusnya
Tidak
berkaitan Salah
demam
dengan demam
gejalanya demam
2.
Kelainan Otak
(-)
(+)
(+)
3.
Kejang berulang
(+)
(+)
(+)
4.
Penurunan kesadaran
(+)
(-)
(+)
18
satu
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:1
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain,
misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.Pemeriksaan laboratorium yang
dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6-6,7%. Pada
bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis
karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada:
a. Bayi (kurang dari 12 bulan) sangat dianjurkan dilakukan
b. Bayi 12-18 bulan dianjurkan
c. Anak umur >18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak peru
dilakukan pungsi lumbal.
3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi tidak dapat memprediksikan berulangnya kejang atau
memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya, tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan
pada
keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya kejang demam kompleks pada anak usia
lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
4. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi, seperti kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI,
dan papiledema.
Prognosis
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
19
Kejadian
kecacatan
sebagai
komplikasi
kejang
demam
tidak
pernah
0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 12 mg/menit atau dalam waktu 35 menit,
dengan dosis maksimal20 mg. Obat praktis dan dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah
adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5
mguntuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari
10 kg. Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis
7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum
berhenti,dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan intervalwaktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit.
Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang
tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20mg/kg/kali
dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin
kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang
berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang
demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.1
Pemberian obat pada saat demam
Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang
demam,
namun
para
ahli
diIndonesia
sepakat
bahwa
antipiretik
tetap
dapat
- adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental dan hidrocephalus.
- kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:1
- kejang berulang dua kaliatau lebih dalam 24 jam
- kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
- kejang demam 4 kali per tahun.
Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hariefektif dalam menurunkan risiko
berulangnya kejang.Berdasarkanbukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengomatan rumat diberikan
terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguanperilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.Obat pilihan saatini
adalah asam valproat.Pada sebagian kecil kasus, terutama yangberumur kurang dari 2 tahun
asam valproat dapat menyebabkangangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40
mg/kg/hari dalam2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.Pengobatan
rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudiandihentikan secara bertahap selama 12 bulan.5.7
ANALISIS KASUS
Anak perepmpuan dengan status gizi kurang datang ke RSUD KOJA dengan keluhan
kejang 1 jam SMRS. Saat kejang, mata pasien mendelik ke atas, tangan pasien
gemetar seperti orang menggigil, tubuh dan kaki pasien kaku. Kejang berlangsung
selama kurang lebih 1-2 menit.
Saat kejang pasien dalam keadaan tidak sadar. Setelah kejang berhenti, pasien
langsung lemas. Kejang terjadi satu kali dan tidak ada kejang berulang.
Kejang selalu didahului dengan demam. Demam terjadi 1 hari SMRS. Demam yang
dirasakan naik perlahan-lahan.
Riwayat imunisasi lengkap dan teratur. Pemeriksaan fisik HR: 120x/m, RR: 30x/m
dan T:38,3C.
22
Pada 1 jam SMRS, pasien mengalami kejang. Saat kejang, mata pasien
mendelik ke atas, tangan pasien gemetar seperti orang menggigil, tubuh dan
kaki pasien kaku. Kejang berlangsung selama kurang lebih 1-2 menit. Saat
kejang pasien dalam keadaan tidak sadar.
Setelah kejang berhenti, pasien langsung lemas. Kejang terjadi satu kali dan
tidak ada kejang berulang. Kejang didahului oleh demam.
Kejang didahului oleh demam sejak 1 hari SMRS. Demam yang dirasakan
naik perlahan-lahan. Demam juga disertai batuk dan pilek.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rectal di atas 38C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada
2-4% anak berumur 6 bulan - 5 tahun.1 Puncak umurnya mulainya adalah sekitar 14-18 bulan
dan insiden mendekati 3-4% anak kecil.2Kejang demam berdasarkan definisi dari The
International League Against Epilepsy adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh
lebih dari 38,4C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada
anak berusia di atas 1 tahun tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.1 Anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk
dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5
tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, misalnya infeksi SSP
atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam
23
Demam sudah 1 hari SMRS, pola demam naik perlahan-lahan dan turun sebentar
kemudian naik lagi
Gizi kurang
Dasar diagnosis:
Prognosis pada pasien ini adalah bonam karena terapi berhasil dan tidak ditemukan adanya
komplikasi.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Widodo DP. Konsensus tata laksana kejang demam. Dalam: Gunardi H, Teheteru ES,
Kurniati N, Advani N, Setyanto DB, Wulandari HF, penyunting. Kumpulan tips pediatri.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia;2008.h.193-203.
2. Wahab AS, Noerhayati, Soebono H, Suanrto, Sunartini, Juffrie M. Ilmu kesehatan anak
Nelson. Jakarta: EGC;2000.h.2059-60.
3. Soetomenggolo TS, Ismael S. Buku ajar neurologi anak. Jakarta : IDAI ;19991.h.244-53.
4. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 2060.
5. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran
No. 27. 1982 : 6 8.
6. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000. Hal
2059-2067.
7. Pusponegoro HD, Widodo DP, Sofyan I. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.
Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006 : 1 14.
25