Anda di halaman 1dari 16

Real Friend

Karya Regina Natalina Naomi


Kalau buntut masalah ini tidak panjang, aku juga tak akan memproblemkannya.
Tapi sekarang, semua orang menatapku seolah aku adalah kutu di rambut mereka.
Mereka semua menganggapku pengkhianat, jahat, antagonis. Aku benci semua itu.
Persahabatanku hancur, diikuti reputasiku. Aku berusaha kuat. Kuat saja, kuat. Aku tidak
ingin terlihat lemah di hadapan orang-orang yang hanya bisa menuduh tanpa
membuktikannya. Segala masalah ini membuatku lelah. Lebih baik aku beristirahat.
"Liat tuh, si pengkhianat. Hah, jahat banget dia. Masih belagak ga ada apa-apa lagi. Idih,
jijik gue." Suara seorang siswa mulai menghinaku. Aku bersikap santai dan tidak
menghadapi dengan harap dia lelah sendiri. Tapi nampaknya itu mustahil. Dia malah
terus menghinaku, terus. Dan itu didepan Andina dan membuatnya semakin benci
denganku. Apa jangan jangan... Dia pelakunya? Dara pelakunya? Astaga, apa yang dia
harapkan dengan berbuat seperti itu? Berharap Vieno beralih padanya? Mencari sensasi?
Atau apa? Tapi itu jelas tidak mungkin. Tidak mungkin.
Aku memejamkan mataku. Lelah mendera, menuntutku segera tidur. Tapi beban yang
menimpaku ini seolah menahanku, tidak dapat beristirahat dengan tenang. Memoriku
mengingat saat Andina pertama kali mendapat surat teror itu.
"Ada apa, An?"
"Tau nih, ada surat buat gue,"
"Surat cinta kali?"
Andina nyengir. "Pengennya sih gitu.
"Yaudah, buka aja!"
"Oke..."
Heh, Andina anak sok manis
Gue ingetin, jangan sok! Muak gue ngeliat lo. Inget ya. Awas lo. Jika lo terus tebar
pesona sama si dia gue bisa pastiin semua bisa mengancam hidup lo. Gue gak akan biarin
lo hidup tenang! Ngerti?

Wajah Andina syok, tapi sejenak kemudian dia bersikap santai dengan berkata, "Biarin
aja. Orang iseng kali!" Aku ingat, saat itu aku hanya mengangkat bahu tidak tahu.
Lagipula aku bisa menanggapi apa? pikirku kala itu. Aku mengerjapkan mata pelan.
Kupandangi sebuah gelang pemberian Andina yang melingkar di pergelanganku.
Benarkah Andina sahabatku? Kenapa dia mudah terhasut orang lain? Sahabat yang sejati
tak akan langsung mudah percaya pada perkataan tanpa bukti orang lain yang memfitnah
sahabatnya, bukan?
Ah, aku ingat ibuku sempat berkata bahwa ada surat untukku sebelum ia berangkat kerja.
Kubuka amplop itu.
Heh Sherly,
Gimana? Enak, diabaiin temen? Enak? Mudah mudahan lo suka. Tunggu aja deh, masih
ada kejutan lainnya buat lo. Semoga lo suka, haha! Pengen ga diganggu oleh masalah ini
lagi? Gue liat mata lo berkantung gitu ya. Haha. Mau gak gue kembaliin sahabat dan
reputasi lo? Tapi ada syaratnya. Jauhin Vieno!
From someone who hate you
Aku tercekat. Mataku mengerjap beberapa kali. Nyatakah ini? Siapa? Siapa yang tega
melakukan ini?
Dia ingin aku menjauhi Vieno? Vieno sahabatku, tetangga sejak kecilku, sekaligus
sepupu baikku?
Ini harus diluruskan. Ien, gw tunggu lo di tempat biasa yo. gpl. penting bro, cepet.
Begitulah isi SMS yang kukirimkan pada Vieno. Aku memang harus mengkoordinasikan
ini pada sepupu terdekatku ini. Jika tidak, masalah semakin panjang dan aku akan
semakin stres. Oke sis, gw dtng segera. Aku menghela napas lega. Semoga masalah pelik
ini dapat semakin cepat terurai.
"Ada apa, sis?"
"Gini, ..." Aku menjelaskan segala beban yang bertengger di pundakku yang kutanggung
sendiri selama sebulan ini.
Vieno mengangguk mengerti.
"Iya, gue emang keren, jadi banyak fansnya."
"Eh, gue udah panik gini lo malah narsis gitu, Ien? Woy, nyadar bro!"
"Becanda kali Sher! Oke, gini aja. Lo laksanain peritah orang nyebelin itu."

"Lalu?"
"Nanti kita omongin lagi. Oke, sekarang lo mau traktir gue?"
"Dasar!"
Sherly sok cantik!
Lo gak denger omongan gue kemaren? Kenapa lo malah nemuin Vieno? Pake becanda2
gitu lagi, iewh. Gue mau ketemu lo, sok cantik! Belakang sekolah, besok pulang sekolah.
Jangan ajak siapapun! Inget!
Mau apa sih, orang ini? Jahat sekali. Oke, aku akan pergi.
Kupandangi seluruh penjuru taman belakang ini. Mana si misterius itu? Pengecutkah dia
sehingga berubah pikiran?
"Gue kira lo ga dateng, Sherly."
Suara itu- Dara! Benar dugaanku. Aku memutar tubuhku.
"Kenapa lo nantangin gue kesini?" nada ucapanku gagah berani sekaligus menantang.
"Berani? Oke, gue minta lo jauhin Vieno!"
"Kenapa begitu?" tanyaku.
"Karena gue suka sama Vieno!"
"Kalo gue bilang, gue dan Vieno ga punya hubungan khusus, masalah lo apa?"
"Cih!" cibir Dara meremehkan. "Keliatan akrab begitu!"
"Karena gue sepupu Vieno!"
Dara membeku. Pipinya mulai berubah soft pink. Dia tak mampu berbicara. Aku
mengalahkannya dalam satu kalimat.
"Kenapa diem? Malu atau apa?"
Dara terduduk lemas. "Sori..."

"Trus gimana lo blikin semua ini? Bisa?"


"Gue coba..."
Keadaan membaik. Semua tak memandangku layak kotoran di sepatu.
Tetapi aku mendiamklan Andina. Ternyata Andina disuruh Dara, lalu Andina
menurutinya, dan itu membuatku berang! Sahabat sejak SD-ku dengan mudahnya
menuruti orang yang baru dikenalnya tidak sampai setahun. Huh, baik sekali.
Andina berusaha meminta maaf padaku, aku terus mengabaikannya. Ia mengikutiku saat
perjalanan pulang, mencoba menjelaskan. Semula, aku tak mengindahkannya. Tapi satu
kalimat langsung membuat persepsiku berubah.
"Gue ga mau lo terluka..."
Aku menoleh padanya.
"Gue ga mau lo disakitin Dara. Dia bilang akan nyakitin lo kalo gue ga ngelakuin apa
yang dia mau. Sebenernya, gue tersiksa, Sher, gue kesiksa ngeliat lo sedih banget gitu.
Tapi kalo gak..."
"Stt," potongku. "Thanks ya An... Perhatian lo baik banget. Maaf gue sempet prasangka
buruk sama lo..."
"Gue yang harusnya minta ma..."
'Sttt, udahlah. Yang penting... Friend?"
"Friend! Thanks Sher, lo mau maafin gue!"
Aku memeluk Andina. Sahabatku, selamanya takkan berubah. Sahabat sejatiku yang rela
mengorbankan perasaannya demi menyelamatkan hati sahabatnya, meski dia kurang
berpikir lebih jauh. Tapi dia tetap sahabat sejatiku. Andina balas memelukku. "Thanks..."
bisiknya.

Cinta Sejati

Karya Salmah
Harus! Titik! Nggak ada tapi-tapian lagi! Apapun yang terjadi dia harus bisa! Yap,
apalagi kalo bukan harus langsing! Itu misi terpentingnya. Itu cita-citanya yang paling
diimpikan siang malam, pagi sore, pokoknya segera. Darurat deh! Doo segitunya? Emang
seh, cita-citanya nggak semulia orang lain malah kesannya malu-maluin, tapi Suci nggak
peduli. Dia tetep keukeh pengen langsing mendadak, kalo bisa malah lebih instan
daripada buat mie.
Sebenernya kalo dipikir-pikir Suci tuh nggak gendut amat cuma agak kelebihan
berat badan doang (ye, itu sih sama aja!) dalam rangka merencanakan strategi
pelangsingan yang oke punya, maka disinilah Suci berada. Di depan kaca besar dalam
kamarnya yang serba pinky. Tepatnya sudah satu jam lebih 34 menit plus 10 detik.
Mungkin kalo kacanya bisa ngomong kayak di dongeng, doi bakalan misuh-misuh alias
bete abis Woiii, gue udah pegel nih diplototin mulu dari tadi! Berenti kenapa?
kurang lebih gitu kali. Sayang aja, kacanya nggak bisa protes. Dan Suci masih aja puterputer mirip gasing. Ih kurang kerjaan banget sih? Akhirnya Suci berhenti juga mutermuter dan coba-coba jilbab yang super ribet (baginya), kepalanya mulai pening, nyutnyutan gara-gara kebanyakan muter. Untung belum oleng, tapi Suci masih belum selesai
juga. Sekarang dipegangnya pipi yang lumayan gembil itu. Huh, apa tadi kata Dinda?
Tembem? Masak sih? Tapiemang tembem, sampe matanya jadi keliatan lebih kecil
ketutup dengan pipinya. Kebayang kan gimana betenya Suci? So, menimbang, memilih
dan memutuskan (ceile, lagaknya kayak direktur aja) hari ini Suci menyatakan perang
dengan segala makanan dan hal lain yang berkaitan erat dengan kegemukan termasuk
sama coklat yang paling dia sukai. Motto Suci yang tadinya tiada hari tanpa ngemil,
terpaksa harus disingkirkan. Tapi, apa sih sebenernya yang bikin Suci jadi mati-matian
mau langsing gitu?
Sebelumnya Suci oke-oke aja dengan bodynya yang lebih berisi dibanding cewek
seangkatannya. Tapi itu dulu! Waktu Suci masih wajib peke seragam putih biru. Sering
sih, dia diledek oleh teman sekelasnya. Tapi sejak beberapa bulan lalu, pas Suci udah jadi

siswa SMA, mulai deh uring-uringan. Tadinya dikit tapi tambah lama tambah berat.
Terus, mendadak jadi hal yang prinsipil.
Kantin sekolah (jam istirahat)
Din, Din!
Emangnya aku klakson?! Apaan sih! Gangguin kenikmatan orang lagi makan aja!
Liat deh, liat deh! Itu tuh, mas Yusuf ketua rohis sekolah kita lagi sama anak kelas satu
yang baru masuk.
Ada apa sama mereka?
Mesra amat, seh!
Yeebolehnya cembokur.
Ih, siapa yang cembuu? Heran aja. Ntu anak biasanya kan dingin banget sama
cewek
Kulkas kali
Eh, Din, Din
Uh, Sucikalo manggil nama aku sekali aja dong! Gak usah diulang-ulang, jadi kayak
klakson kedaraan tau! Kenapa lagi?
Apa cewek kelas satu itu nggak risih duduk berduaan sama cowok? Mana rapeet benget.
Padahal dia kan
Pake jilbab?
Iya. Harusnya dia malu dong sama jilbabnya! Masa akhakhapa namanya, Din?
Akhwat.

Iya. Akhwat, masa kelakuannya gawat gitu. Mana di tempat umum lagiapa dia gak
malu, diliatin sama anak-anak lain?
Tapi, Ci
Ih, mending lepas aja jilbabnya!
Lho, kok?
Buat apa pakai jilbab kalo kelakuannya gak Islami gitu?
Tapi Annisa
Ah, siapapun namanya, ketika seorang wanita telah memutuskan berjilbab, seharusnya
dia bisa menyesuaikan kelakuan dengan pakaian yang dikenakannya. Tapi anak kelas satu
itu
Annisa?
Iya, iya Annisa, kamu sendiri sebagai akh akh
Akhwat.
Iya itu, apa kamu nggak risih melihat mereka dua-duaan gitu? Aku aja belum pake jilbab
gak gitu-gitu amat kalo sama cowok
Ha ha ha kamu pasti cemburu sama Annisa, kan?
Idiih siapa yang cemburu?!
Gak cemburu tapi mukanya merah
Masak sih, Din?
Liat aja sendiri di kaca!

Ruang kelas XI ipa 4, 15 menit sebelum bel masuk berbunyi.


Din, Din!
Suci! Kali ini apa lagi? Cepetan kalo mau cerita, aku lagi sibuk ngerjain PR kimia!
Masih soal mas Yusuf sama anak kelas satu itu.
Kenapa lagi mas Yusuf sama Annisa?
Kemarin aku liat mereka jalan berdua di Sriwedari! Mereka bener-bener udah jadian,
ya?
Jadian?
Iya, pacaran!
Suci, mereka itu
Pacaran, kan? Uh, sebel banget deh ngliat mereka jalan berduaan
Hayo! Kamu naksir kan sama ketua rohis sekolah kita itu?
Naksir? Aku? Sama mas Yusuf?
Iya, kalo gak naksir, kenapa harus sebel melihat mereka jalan berduaan?
Oh, eh, iitu
Ngaku aja, deh! Naksir juga nggak apa-apa.
Ngg.. anu hehe iya sih, Din
Huh, ngomong gitu aja kok susah amatUdah ah, lagi sibuk, nih.. masih banyak soal
yang belum aku kerjakan.
Eh Din terus gimana, dong? Gimana caranya supaya mas Yusuf suka sama aku?

Lho! Bukannya selama ini mas Yusuf emang suka sama kamu?
Masa sih, Din? Kamu tau dari mana?
Yang aku liat begitu, Uci mas Yusuf itu suka ama kamu.
Yang bener, Din?
Iya, suka nyuekin kamu! Huahahahahaha
Dindaaaaaaaaaaa!!!...!
***
Emang sih kalo mau dibandingin Suci sama Annisa itu jauh banget, Annisa itu
cewek kalem, pintar, imut, n yang pasti nggak segendut Suci.
Teras depan rumah Dinda, siang menjelang sore.
Gawat, Din! Gawat Din! Aku liat mas Yusuf boncengin Annisa pakai motor!
Dimana letak gawatnya?
Annisa duduknya rapeeeeet banget, pake meluk pinggangnya mas Yusuf segala!
Biarin aja, biar gak jatoh kali. Diakan kecil anaknya, nggak kaya kamu!
Emang kenapa sama aku?
Kamu kan gede, jadi gak bakalan jatoh kalo ketiup angin, tapi
Tapi apa Din?
Jatoh juga sih!... kalo kamu yang bonceng, kamunya gede, mas Yusufnya kurus ya
bakal
Bakal apa?

Bakal jungkir balik, alis ngejengkal hihihi


Iiih Dinda
Apa iya mas Yusuf milih cewek yang ramping?
Iya kali
Hemm kalo gitu aku musti diet ketat nih!
Whats? Suci diet?! Apa nggak salah denger!
***
Ini jamu apa comberan ya? Kok baunya ngalahin got depan rumah? Suci gak abis
pikir, begitu beratkah perjuangan yang harus dilaluinya demi pinggul yang seksi, perut
yang rata dan ops, tentu aja, pipi yang nggak tembem kaya bakpao. Glek! Glek! Suci
merem sempet megap-megap sebentar. Hihi kayak ikan mas koki keabisan air.
Perutnya seperti dikitik-kitik, kayak mau muntahin sesuatu. Jamu tadi, tapi Suci udah
bertekad baja. Apapun yang terjadi, jamu itu harus ngendon di perutnya. Nggak boleh
keluar lagi. Hhhh Suci menderita sekali.
Seandainya mas Yusuf tau betapa besar pengorbanannya demi bisa diboncengin
ketua rohis itu, biar gak ngejengkal, kan kasihan juga mas Yusufnya. Ini sudah merk jamu
yang ketujuh, yang dicobanya. Dan tak sedikitpun perubahan terjadi pada bodynya.
Lemak pipinya tak berkurang meski hanya satu milimeter. Padahal ia sudah memasuki
babak kesepuluh hari sejak ia menyatakan perang terhadap kegendutan.
***
Jamu udah! Pil pelangsing udah! Teh hijau biar singset udah! Pake magnet di perut
sampe sesak nafas udah! No coklat, no es krim, udah! Padahal itu makanan favoritnya
lho. Berenang seminggu sekali (meski lebih banyak air kolam yang ketelen ketimbang
berenang). Juga udah! Anti makan nasi udah! Puasa makan pas lewat dari jam enam sore,
udah! Yang terakhir, seminggu belakangan ini, dia cuma makan apel doang. Beneran

Cuma apel tok! Pagi, sarapan apel, siang, makan apel, malem, apel lagi. Muka Suci aja
udah mirip apel, bulat kemerahan.
Sampe-sampe kemarin, pas upacara, dia hampir pingsan. Nyaris! Matanya kunangkunang. Yang keliatan cuma bintik-bintik putih yang rada mengkilat, terang, kedip-kedip.
Buru-buru dia pegangan di bahunya Dinda, kalo nggak, pasti deh dia udah gedubrak di
lantai.Yang ada di kepala Suci, Cuma bayangan apel, apel dan yap apel again!
Udah deh Suci jangan diterusin lagi
Ah, aku masih kuat kok
Kamu udah gila? Nggak cukup tadi kamu mau pake acara pingsan segala?
Itu kan nyaris, belum pingsan beneran!
Oke! Gini aja, aku nggak mau ngurusin kamu lagi kalo besok kamu pingsan beneran!
Yah, kamu segitunya ama aku, siapa lagi yang mau nolongin aku kalo bukan kamu,
pliss!
Salah kamu sendiri! Diet kok nggak kira-kira?
Abis gimana dong! Aku harus langsing, ini mutlak! Ini menyangkut mati hidupnya
aku!
Suciemang kalo kamu langsing, apa mas Yusuf pasti bakal mau jadi pacar kamu? Ini
lagi, kamu jadi ikut-ikutan pake jilbab, mending kalo pake jilbabnya karena Allah taala
tapi ini malah melenceng, cuma demi merebut perhatian mas Yusuf dari Annisa!
Namanya juga usaha!
Usaha sih boleh, tapi apa usahamu, pengorbananmu setimpal harganya dengan seorang
Yusuf?

Suci diam, iya juga sih! Kenapa mas Yusuf harus menjadi begitu penting baginya?
Mengalahkan rasa perih yang musti dideritanya saat menahan lapar. Mengalahkan
lelahnya setiap kali ia jogging, berenang, sit up. Mengalahkan nasib lambungnya yang
jadi bahan percobaan segala merek obat pelangsing. Mengalahkan kepalanya yang nyutnyutan karena seminggu ini ia bela-belain hanya memakan apel. Mengalahkan rasa
gerahnya pake jilbab karena buat nyaingin penampilan Annisa cewek kelas satu itu.
Beginikah susahnya? Padahal ia hanya ingin merasa disayangi, dicintai? Hanya itu. Tidak
lebih. Tidak berhakkah ia untuk merasakan semua itu?
***
Kamu pengen dicintai, disayangi dengan keadaan kamu yang apa adanya ini kan? Suci
menggeleng, tak mengerti ke arah mana pembicaraan Dinda.
Kamu pengen, ada yang menyayangimu, nggak peduli kamu gembrot, jerawatan, kulit
bersisik, rambut pecah-pecah, idung bulu keriting
Hei! Stop! Stop! Kok malah ngejekin aku?
Ups, sory! Aku terlalu bernafsu
Emangnya ada?
Oh, jelas! Bahkan lebih hebat dari siapapun dan apapun di dunia ini. Maha segalanya.
Gak ada tandingannya deh!
Kalo kamu misal suatu saat jadian sama mas Yusuf, pasti ada berantemnya. Pasti ada
sedihnya, betenya, empetnya, marahnya, belum lagi kalo mas Yusuf misal suka sama
cewek lain, wuih kamu pasti sakit ati banget kan?
Kok doa kamu jelek banget sih?
Bukannya gitu. Ini kan fakta yang bakal kamu alamin kalo jadian sama dia Nah kalo
sama yang aku calonin tadi, kamu nggak bakal sakit ati. Never deh! Promise! Dinda
mengangkat kedua jarinya membentuk huruf V.

Siapa sih?
Allah!
Kok semuanya serba putih? Dimana dia? Apa ini mimpi? Suci menatap nanar
sekelilingnya. Ia mengangkat tangan kanannya hendak mencubit pipi, biar ia segera tahu
ini mimpi atau bukan. Tapi, waa kok ada selang infus di tangannya? Buat apa?
Memangnya dia sakit? Kapan? Kok dia nggak ngeh? Diliriknya Dinda yang
menelungkup di pinggir tempat tidur. Kayaknya sih tidur, kalo gitu, beneran dong ini
rumah sakit! Pengen ngebangunin Dinda, mau nanya kenapa ia bisa ada di sini tapi kok
ya nggak tega. Liat aja muka Dinda, meski cuma separo pipinya yang keliatan, tapi
jelas ada lingkaran hitam di sekeliling matanya. Pasti kurang tidur, ngapain dia
begadang? Ye, tulalit amat! Begadang nungguin dia lah, siapa lagi? Suci berusaha
mengingat hal terakhir yang dilakukannya.
Mmm... apaan ya? Kayaknya di sekolahan deh! Trus apa ya? Suci berusaha keras
mengingatnya. Kepalanya jadi cenut-cenut. Tapi Suci nggak berenti mikir. Ah, ya! Dia
ingat sekarang! Waktu itu, perutnya perih banget, jalannya udah lemes, diseret-seret
karena tenaganya udah drop. Dia telentang di Mushola SMA nungguin Dinda yang lagi
sholat. Dia sendiri? Hihi masih bolong-bolong sholatnya. Tergantung mood, meskipun
dia udah berjilbab. Huss! Bukannya nyadar kok malah ngikik. Abis itu apa ya? Kayaknya
sampe disitu deh! Seterusnya gelap, ya gelap.
Kepala Dinda bergerak, tangannya menggeliat, air mukanya terkejut, campur
bahagia melihat Suci yang udah bangun.
Eh, kamu udah bangun ya?
Aku bego ya, Din?
Siapa yang bilang kayak gitu?
Aku bener-bener idiot, kan?

Ssshh nggak bagus ngomong kayak gitu.


Aku bego mau-maunya kayak gini cuma gara-gara
Air mata Suci mulai merembes.
Kamu nggak bego cuma khilaf
Udah deh, Din! Nggak usah ngehibur aku! Aku tau, aku ini bener-bener stupid!
Eh kamu tahu Annisa itu?
Udah deh Din! Aku nggak mau nginget-nginget tentang itu!
Mereka kakak beradik
Hah! Yang bener kamu?
Ye, kamu nya sih kebiasaan, kalo orang ngomong itu dengerin dulu, jangan nyerocos
terus!
Jadi! Bukannya karena mas Yusuf suka sama cewek yang langsing & pake jilbab kaya
Annisa itu?
Wah, kalo itu mana aku tahu
Uh, udah dibela-belain diet ketat plus pake jilbab sampe kepala aku rasanya gatel
banget, lagi
Terus, kamu mau lepas jilbab kamu?
Yah, ehm gimana ya
Kamu nggak malu lepas jilbab? Jilbab itu bukan buat mainan tau!
Aku gak lepas jilbabku.

Nah, gitu dong!


Tapi aku masih bisa kan ngecengin mas Yusuf?
Suci, udah deh, aku gak mau nungguin kamu di rumah sakit lagi kalo kamu jatuh sakit
lagi gara-gara pengen diet!
Ya, ya aku bakal berenti diet!
Nah, itu baru Suci temanku.
Aww, sakit tau pipiku dicubit!
Habis kamu ngegemesin sih!
Entah darimana datangnya, tiba-tiba saja, otak Suci memutar ulang memorinya
tentang ucapan Dinda waktu itu. Tentang ada yang bisa menyayanginya bagaimanapun
buruknya rupa dia. Ada yang bisa menyayanginya tanpa ia harus berkorban menjadi
langsing.
Ada! Suci yakin sekali, dia memang selalu menyertai kita, memperhatikan kita,
mengawasi kita, menyayangi kita lebih dari siapapun, dialah Allah swt. Hanya Allah-lah
yang mengerti tentang diri kita. Dan hanya kepada Allah-lah kita patut mencurahkan
cinta sejati.

Anda mungkin juga menyukai