Anda di halaman 1dari 20

Perdarahan Antepartum et causa Plasenta Previa

Alfonsus Rolando Sondakh

102008121

Ari Filogus Sugiarto

102008121

Sari Prasili Suddin

102010029

Emily Nadya Akman

102010115

Fredy Ferdian Pratama

102010117

Cathelin Stella

102010219

Peggy Falentin Loban

102010303

Neng Nurmalasari

102010326

Angela

102010349
Fakultas Kedokteran
Universitas Krida Wacana

E-mail : fredy_coolz_f2p@yahoo.co.id
Pendahuluan
Usaha-usaha menurunkan angka kematian maternal dan angka kematian perinatal masih
menjadi prioritas utama program Departemen Kesehatan RI.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka kematian maternal di
Indonesia pada tahun 1998-2003 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih
cukup jauh dari tekad pemerintah yang menginginkan penurunan angka kematian maternal
menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup untuk tahun 2010. Angka kematian maternal ini
merupakan yang tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Angka kematian maternal di
Singapura dan Malaysia masing-masing 5 dan 70 orang per 100.000 kelahiran hidup.1
Langkah utama yang paling penting untuk menurunkan angka kematian ibu adalah mengetahui
penyebab utama kematian. Di Indonesia sampai saat ini ada tiga penyebab utama kematian ibu
yaitu perdarahan dalam kehamilan 40-60%, infeksi 20-30% dan keracunan kehamilan 20-30%,
sisanya sekitar 5% disebabkan penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau
persalinan.Perdarahan sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas perdarahan antepartum dan
perdarahan postpartum.2
Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang berbahaya dan
mengancam ibu. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang
berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada
kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan

kehamilan tua ialah kehamilan 28 minggu (dengan berat janin 1000 gram), mengingat
kemungkinan hidup janin diluar uterus.
Perdarahan antepartum merupakan kasus gawat darurat yang kejadiannya berkisar 3% dari
semua persalinan, penyebabnya antara lain plasenta previa, solusio plasenta, dan perdarahan
yang belum jelas sumbernya.
Definisi perdarahan antepartum menurut WHO adalah perdarahan pervaginam setelah 29
minggu kehamilan atau lebih. Perdarahan yang terjadi umumnya lebih berbahaya dibandingkan
perdarahan pada umur kehamilan kurang dari 28 minggu karena biasanya hebat dan mengganggu
sirkulasi O2, CO2 dan nutrisi dari ibu ke janin. Penyebab tersering perdarahan pada trimester III,
yaitu : Solusio plasenta 30%, Plasenta previa 32%, Vasa previa 0,1%, Inpartu biasa 10%,
Kelainan lokal 4%, Tidak diketahui sebabnya 23,9%. Penyebab utama perdarahan antepartum
yaitu plasenta previa dan solusio plasenta, penyebab lainnya biasanya berasal dari lesi lokasi
pada vagina/serviks.3
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu.
Plasenta previa adalah suatu kesulitan kehamilan yang terjadi pada trimester kedua dan ketiga
kehamilan. Dapat meningkatkan kematian bagi ibu dan janin. Ini adalah salah satu penyebab
pendarahan vaginal yang paling banyak pada trimester kedua dan ketiga. Plasenta previa
biasanya digambarkan sebagai implantasi dari plasenta di dekat ostium interna uteri (didekat
serviks uteri).
Di AS plasenta previa ditemukan kira-kira 5 dari 1.000 persalinan dan mempunyai tingkat
kematian 0,03%. Data terbaru merekam dari 1989-1997 plasenta previa tercatat didapat pada 2,8
kelahiran dari 1.000 kelahiran hidup. Di indonesia, RSCM Jakarta mencatat plasenta previa
terjadi kira-kira 1 diantara 200 persalinan. Antara tahun 1971-1975 terjadi 37 kasus plasenta
previa diantara 4781 persalinan yang terdaftar, atau kira-kira 1 dari 125 persalinan.
Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablatio placenta adalah separasi
prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus uteri) dalam masa kehamilan
lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta terdapat banyak pembuluh darah
yang memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu ke janin, jika plasenta ini terlepas dari
implantasi normalnya dalam masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat.
Hebatnya perdarahan tergantung pada luasnya area plasenta yang terlepas.3
Selanjutnya pembahasan akan didasarkan pada scenario berikut:
1

Ny. M sedang hamil 8 bulan, suatu malam ketika sedang tidur, tiba-tiba Ny. M terbangun
karena sepreimya terasa basah, ia kaget karena dilihatnya sepreinyapenuh dengan darah. Oleh
suamninya Ny. M segera dibawa kerumah sakit
Definisi
Plasenta Previa adalah keadaan dengan pembuluh-pembuluh janin berjalan melewati selaput
ketuban dan terdapat di os interna. Plasenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu
pada segmen-bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalanlahir. Plasenta Previa adalah plasenta dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim, sehingga
dapat menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum.1,4
Anamnesis
Anamnesis adalah suatu bentuk wawancara dokter dan pasien guna memperoleh informasi
sebanyak-banyaknya sehingga dapat membantu dalam penegakkan diagnosa. Beberapa hal yang
perlu ditanyakan diantaranya:1,4
1. Identitas Pasien
2. Keluhan Utama

Ada perdarahan dengan rasa sakit atau tidak?

Jumlahnya sedikit atau banyak?

3. Keluhan Tambahan
4. Tentang Menstruasi

Kapan hari pertama haid terakhir

Menarche umur berapa?

Apakah haid teratur

Berapa lama

Nyeri haid

Perdarahan antara haid

5. Tentang Kehamilan

Berapa kali hamil


2

Adakah komplikasi pada kehamilan terdahulu

Apakah pernah keguguran, berapa kali, umur kehamilan

6. Tentang persalinan

Berapa kali bersalin?

Bagaimana persalinan terdahulu, komplikasi?

Berapa berat badan bayi waktu lahir?

Kalau persalinan dengan Sectio Caesarea apa alasannya

7. Riwayat Perkawinan

Berapa kali menikah

Pernikahan sekarang sudah berapa lama

8. Riwayat penyakit pasien

Penyakit berat yang pernah diderita pasien

Operasi didaerah perut dan alat kandungan.

9. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit pada anggota keluarga yang berhubungan dengan penyakit herediter

Adakah keturunan kembar

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan fisik umum dan obstetri1,2,5
1. Pemeriksaan umum
Pada pemeriksaan umum akan diperiksa keadaan umum, sikap,dan kesadaran pasien.
Selanjutnya dilakukan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital seperti tekanan darah, suhu
tubuh, denyut nadi, serta frekuensi pernapasan.
2. Pemeriksaan obstetri
Pemeriksaan ini terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
1. Inspeksi
Pada tahap ini, akan diperiksa beberapa hal diantaranya bentuk perut, terdapat bekas
luka/operasi, perubahan warna kulit (linea nigra,striae gravidarum) atau tidak, serta terdapat
tumor atau tidak.5
2. Palpasi
3

Palpasi yang dilakukan ada Leopold 1 4.


1. Leopold 1
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan tinggi fundus serta menentukan bagian
tubuh anak apa yang terletak dibagian atas. Cara pemeriksaannya adalah pasien tidur
terlentang dengan lutut ditekuk dan pemeriksa berdiri disebelah kanan pasien menghadap
kearah kepala pasien, dengan kedua tangan menentukan bagian apa dari anak yang
terletak dalam fundus. Apabila kepala maka akan didapatkan bentuk bulat, keras dan ada
ballottement. Sedangkan apabila bokong maka akan didapatkan bentuk yang tidak begitu
bulat, konsistensinya lunak, dan tidak ada ballottement. Pada letak lintang, fundus
kosong.
2. Leopold 2
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan letak punggung anak. Cara pemeriksaannya
adalah posisi pemeriksa sama halnya dengan Leopold 1, lalu dengan kedua belah jari-jari
uterus ditekan ketengah untuk menentukan dimana letak punggung anak : kanan atu kiri.
Punggung anak memberikan tahanan besar. Pada letak lintang dipinggir kanan kiri uterus
terdapat kepala atau bokong.
3. Leopold 3
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan bagian terendah anak apakah sudah masuk
ke pintu atas panggul atau tidak. Cara pemeriksaannya adalah posisi pemeriksa tetap
sama seperti leopold 1, pemeriksa memakai satu tangan menentukan apa yang menjadi
bagian bawah (kepala atau bokong), bagian bawah coba digoyangkan apabila masih bisa,
berarti bagian tersebut belum terpegang oleh panggul.
4. Leopold 4
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan seberapa jauh bagian tubuh anak sudah
memasuki rongga panggul. Cara pemeriksaan adalah posisi pasien tetap, pemeriksa
menghadap kearah kaki pasien, dengan kedua belah tangan ditentukan seberapa jauh
bagian tubuh anak yang paling bawah sudah memasuki rongga panggul. Hal ini
ditentukan dengan cara, apabila posisi tangan konvergen, berarti baru sebagian kecil
kepala masuk panggul, apabila posisi tangan sejajar, berarti separuh dari kepala masuk
kedalam rongga panggul, sedangkan apabila posisi tangan divergen, berarti sebagian
besar kepala sudah masuk panggul.5
4

3. Auskultasi
Auskultasi bisa dilakukan dengan stetoskop kebidanan atau dengan fetal heart detector
(Doppler). Pada auskultasi bisa didengar bermacam bunyi dari anak akan terdengar bunyi
jantung, bising tali pusat, gerakan anak selain itu juga dapat didengar bermacam bunyi dari
ibu diantaranya bising arteri uterina, bising aorta, bising usus. Bunyi jantung anak dengan
Doppler dapat didengar sejak umur kehamilan 12 minggu sedang dengan stetoskop baru
didengar pada umur kehamilan 26 minggu. Frekuensi bunyi jantung anak antara 120 -140 per
menit. Karena letak janin normal dalam posisi kyphose, dan didepan dada terdapat tangan,
maka bunyi jantung janin paling jelas terdengar didaerah punggung anak dekat kepala. Pada
presentasi kepala, tempatnya ialah di kiri atau kanan sedikit dibawah pusat. Bila janin masih
kecil, bunyi jantung anak dicari dengan Doppler digaris tengah diatas symphisis . Bunyi
jantung anak dihitung frekuensinya dan keteraturannya.1,5
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:6

Pemeriksaan inspekulo

amniocentesis

Pemeriksaan radio isotopic

Ultrasonografi
Tingkat akurasinya adalah sekitar 96-98%. Hasil positif palsu sering disebabkan oleh
distensi kandung kemih. Karena itu, ultrasonografi pada kasus yang tampaknya positif harus
diulang setelah kandung kemih dikosongkan. Sumber kesalahan yang jarang adalah
identifiaksi plasenta yang sebagian besar berimplantasi di fundus tetapi tidak disadari bahwa
plasenta tersebut besar dan meluas ke bawah sampai ke os interna serviks.Pemakaian
ultrasonografi transvaginal telah secara nyata menyempurnakan tingkat ketepatan diagnosis
plasenta previa.6
Pemeriksaan laboratorium juga dibutuhkan, terutama pemeriksaan darah lengkap, yang
diukur adalah Hb, Ht, trombosit, waktu tromboplastin, leukosit.6,7

Pemeriksaan dalam

pemeriksaan labolatorium ( darah rutin )


Tabel 1. Pemeriksaan laboratorium pada kasus perdarahan antepartum.1
Pemeriksaan
Darah Lengkap

Keterangan
Untuk mendapatkan gambaran keasaan darah dan persiapan untuk

Albumin

memberikan transfuse
Untuk menentukan jumlah absolute albumin yang mencerminkan
keadaan osmotic darah. Jika terlalu rendah dapat terjadi ekstravassasi

Trombosit darah

cairan darah dan menimbulkan edema


- Untuk menetapkan apakah terjadi gangguan pembekuan darah,

Waktu pembekuan

sekalipun hanya mungkin terjadi pada pendarahan antepartum yang

Waktu pendarahan

banyak
- Gangguan faktor pembekuan darah akan dapat disubstitusi sehingga
akan mengurangi perdarahan akibat gangguanfaktor pembekuan
darah
- Beberapa faktor pembekuan darah dapat diberikan, antara lain trombosit

Urine lengkap

atau fibrinogen
- Perhatikan jumlah urine setiap jam karena perdarahan banyak akan
menimbulkan oligouria bahan anuria
- Hasil lainnya akan menunjukkan kemungkinan sudah terjadinya
gangguan ginjal

Deferential Diagnosis
Solusio Plasenta
Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin lahir.6
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri sebelum
janin lahir.
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus,
sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi diatas 22
minggu atau berat janin diatas 500 gram.
6

Etiologi
Solusio plasenta merupakan keadaan gawat kebidanan yang memerlukan perhatian karena
penyulit yang ditimbulkan terhadap ibu maupun janin.5,6
Penyebab solusio plasenta adalah:
-

Trauma langsung terhadap uterus hamil:


1. Terjatuh terutama tertelungkup
2. Tendangan anak yang sedang digendong
3. Atau trauma langsung lainnya.

Trauma kebidanan artinya solusio plasenta terjadi karena tindakan kebidanan yang
dilakukan:
1. Setelah versi luar
2. Setelah memecahkan ketuban
3. Persalinan anak kedua hamil kembar
4. Dapat terjadipada kehamilan dengan tali pusat yang pendek(manuaba)

Faktor predisposisi terjadinya plasenta adalah:7


1. Hamil pada usia tua
2. Mempunyai tekanan darah tinggi
3. Bersamaan dengan pre-eklampsia atau eklampsia
4. Tekanan vena kafa inferior yang tinggi
5. Kekurangan asam folik.

Klasifikasi7

Gambar 11
-

Solusio plasenta dengan perdarahan keluar


1. Biasanya inkomplit
2. Jarang disertai toxaemia
3. Merupakan 80% dari solusio plasenta

Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi


1. Pelepasan biasanya komplit
2. Sering disertai toxaemia
3. Hanya merupakan 20% dari solutio plasenta.

Gambar 2. solusio plasenta2


Gambaran klinik solusio plasenta tergantung dari seberapa bagian plasenta yang terlepas8
1. Solusio plasenta ringan.
-

Terlepasnya plasenta kurang dari luasnya

Tidak memberikan gejala klinik dan ditemukan setelah persalinan

Keadaan umum ibu dan janin tidak mengalami gangguan

Persalinan berjalan dengan lancar pervaginam


2. Solusio plasenta sedang
8

Terlepasnya plasenta lebih dari , tetapi belum mencapai 2/3 bagian

Dapat menimbulkan gejala klinik:


a. Perdarahan dengan rasa sakit
b. Perut terasa tegang
c. Gerak janin berkurang
d. Palpasi bagian janin sulit diraba
e. Auskultasi jantung janin dapat terjadi asfiksia ringn dan sedang
f. Pada pemeriksaan dalam ketuban menonjol
g. Dapat terjadi gangguan pembekuan darah
3. Solusio plasenta berat

Lepasnya plasenta lebih dari 2/3 bagian

Terjadi perdarahan disertai rasa nyeri

Penyulit pada ibu


a. Terjadi syok dengan tekanan darah menurun, nadi dan pernapasan meningkat.
b. Dapat terjadi gangguan pembekuan darah
c. Pada pemeriksaan dijumpai turunnya tekanan darah sampai syok, tidak sesuai dengan
perdarahan dan penderita tampak anemis.
d. Pemeriksaan dalam ketuban tegang dan menonjol
e. Solusio plasenta berat dengan Couvelaire uterus terjadi gangguan kontraksi dan atonia
uteri.

Working Diagnosis
Plasenta previa ialah plansenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen-bawah uterus
sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta
terletak di bagian atas uterus. Plasenta previa dapat mengakibatkan pendarahan pada kehamilan
di atas 22 minggu.2,3,8
Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan
lahir pada waktu tertentu. Pembagiannya sebagai berikut:
1. Plasenta previa totalis. Seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta
9

2. Plasenta previa parsialis. Sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta


3. Plasenta previa marginalis. Pinggir plasenta tepat pada pinggir pembukaan
4. Plasenta letak rendah. Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen-segmen bawah
uterus, akan tetapi belum samapai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggur plasenta kirakira 3-4 cm di atas pinggir pmbukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan
lahir.
Adapun keadaan lain yang disebut vasa previa, yaitu keadaan dengan pembuluh-pembuluh janin
berjalan melewati selaput ketuban dan terdapat di os. Interna. Kondisi ini merupakan penyebab
penarahn antepartum yang jarang dan memiliki angka kematian janin yang tinggi.
Karena klsifikasi ini tidak didasarkan pada keadaan anatomic melainkan fisiologik, yaitu
bergantung pada pembukaan serviks saat diperiksa, maka klasifikasinya akan berubah setiap
waktu. Sebagai contoh: plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah
menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm. Sebaliknya, plasenta yang letaknya
rendah pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa parsial pada pembukaan 8 cm
karena serviks yang berdilatasi akan memanjangkan plasenta. Pada plasenta previa totalis dan
parsial, terlepasnya plasenta secara spontan sampai tahap tertentu merupakan konsekuensi yang
tidak terhindarkan dari pembentukan segmen bawah uterus dan pembukaan serviks. Pelepasan
ini menyebabkan pendarahan akibat robeknya pembuluh darah. Tentu saja observasi seperti ini
tidak akan terjadi apabila ditangani dengan baik. Palpasi dengan jari untuk memastikan
hubungan perubahan antara tepi plasenta dan os interna sewaktu serviks membuka dapat memicu
pendarahan hebat.3,7,8
Klasifikasi plasenta previa berdasarkan beratnya dan juga penatalaksanaan yang tepat, yaitu
grade I sampai grade IV. Grade I dan II termasuk kriteria minor dan masih memungkinkan
persalinan pervaginam. Sementara itu Grade III dan IV termasuk kriteria major yang tidak
memungkinkan untuk persalinan pervaginam sehingga dibutuhkan tindakan operasi..
Pembagian plasenta previa berdasarkan grade ini adalah sebagai berikut (Hamilton-Fairley D.
2004):
Table 2. grade pembagian plasenta previa2
Grade
Mino
r

I
II

Deskriksi
Plasenta berada pada segmen bawah

rahim tetapi tepi

terbawah tidak mencapai ostium uteri internum.


Tepi terbawah dari plasenta letak rendah mencapai ostium
10

uteri
internum tetapi tidak menutupinya.
Tepi terbawah dari plasenta letak rendah mencapai ostium

Mayo
r

II

uteri

III
IV

internum tetapi tidak menutupinya.


Plasenta menutupi ostium uteri internum tetapi asimteris.
Plasenta menutupi ostium uteri internum secara simetris.

Gambar 3 placenta previa2


Etiologi
Plasenta previa merupakan salah satu penyebab serius perdarahan pada periode trimester ketiga.
Hal ini biasanya terjadi pada wanita dengan kondisi sebagai berikut :8
1. Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup diluar rahim (28
minggu) . Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara daripada
primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan vaskularisasi yang berkurang dan
perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan masa lampau. Aliran darah ke plasenta tidak
cukup dan memperluas permukaannnya sehingga menutupi pembukaan jalan lahir. Pada paritas
tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena keadaan endomentrium kurang subur.8,9

11

2. Usia ibu
Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Kematian maternal pada wanita
hamil dan melahirkan pada usia < 20 dan > 35 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada
kematian maternal yang terjadi pada usia 20-35 tahun.
Prevalensi plasenta previa meningkat 3 kali pada umur ibu > 35 tahun. Plasenta previa dapat
terjadi pada umur diatas 35 tahun karena endometrium yang kurang subur, sklerosis pembuluh
darah arteri kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak
merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk
mendapatkan aliran darah yang adekuat. Plasenta previa terjadi pada umur muda karena
endometrium masih belum sempurna.
3. Riwayat pembedahan rahim, termasuk seksio sesarea (risiko meningkat seiring peningkatan
jumlah seksio sesarea).
Seksio sesarea yaitu pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan
dinding uterus.3Riwayat persalinan sesarea akan meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa
yaitu (3,9 %) lebih tinggi bila dibandingkan dengan angka (1,9 %) untuk keseluruhan populasi
obstetric. Kejadian plasenta previa meningkat pada ibu dengan riwayat seksio sesarea di
sebabkan karena endometrium yang cacat akibat bekas luka sayatan.
4. Kehamilan kembar (ukuran plasenta lebih besar).
Kehamilan kembar yaitu Kehamilan dengan 2 janin atau lebih. Pada kehamilan kembar ukuran
plasenta lebih besar dari ukuran normal dan tempat implantasinya membutuhkan ruang yang
luas, untuk mendapatkan aliran darah yang lebih kuat.8,9
Epidemiologi
Angka kejadian plasenta previa sekitar 1 dari 200 persalinan. Insiden pada multipara
berkisar 1 dari 20 proses kelahiran. Di RS Parkland didapatkan prevalensi plasenta previa
0,5%. Clark dkk (1985) melaporkan prevalensi plasenta previa 0,3%. Nielson dkk (1989)
dengan penelitian prospektif menemukan 0,33% plasenta previa dari 25.000 wanita yang
bersalin, di Indonesia berkisar 2-7% [1]. Prevalensi plasenta previa di negara maju berkisar
antara 0,26 - 2,00 % dari seluruh jumlah kehamilan. Sedangkan di Indonesia dilaporkan oleh
beberapa peneliti berkisar antara 2,4 - 3,56 % dari seluruh kehamilan. Angka kejadian
plasenta previa relative tetap dalam tiga yaitu rata-rata 0,36-0,37 %, tetapi pada dekade
12

selanjutnya angka kejadian meningkat menjadi 0,48 %, mungkin disebabkan karena


meningkatnya faktor risiko terjadinya plasenta previa seperti umur ibu hamil semakin tua,
kelahiran secara bedah sesar, paritas yang tinggi serta meningkatnya jumlah abortus yang
terjadi,terutama abortus provokatus.
Di Amerika Serikat plasenta previa ditemukan kira-kira 5 dari 1000 persalinan dan
mempunyai tingkat kematian 0.03%. Data terbaru merekam dari 1989-1997 plasenta previa
tercatat didapat pada 2,8 kelahiran dari 1000 kelahiran hidup. Di Indonesia, RSCM Jakarta
mencatat plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 diantara 200 persalinan. Antara tahun 10711975 terjadi 37 kasus plasenta previa diantara 4781 persalinan yang terdaftar atau kira-kira 1
dari 125 persalinan.
Menurut Kloosterman (1973), frekuensi plasenta previa pada primigravida yang berumur
lebih dari 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan pramigravida yang
berumur kurang dari 25 tahun, pada grande multipara yang berumur lebih dari 35 tahunkirakira 4 kali lebih sering dibandingkan dengan grande multipara yang berumur kurang dari 25
tahun (Wiknjosastro, 2005).8,9
Patofisiologi
Implantasi plasenta diprakarsai (initiate) oleh embrio (embryonic plate) menempel
diuterus (cauda) bagian bawah. Dengan pertumbuhan dan penambahan plasenta, perkembangan
plasenta dapat menutupi mulut rahim (cervical os). Bagaimanapun juga, diperkirakan bahwa
suatu vaskularisasi decidua (jaringan epitel endometrium) defective terjadi di atas (over) serviks,
mungkin ini sekunder terhadap inflamasi atau perubahan atrofik. Sebagian plasenta yang sedang
mengalami perubahan atrofik dapat berlanjut sebagai vasa previa.
Sebagai penyebab penting perdarahan pada trimester ketiga, plasenta previa memberikan
gambaran sebagai perdarahan tanpa disetai rasa nyeri (painless bleeding). Perdarahan ini
dipercaya memiliki hubungan dengan perkembangan segmen bawah rahim (the lower uterine
segmen) pada trimester ketiga. Tambahan (attachment) plasenta terganggu (distrupted) karena
daerah ini (segmen bawah rahim) menipis secara bertahap dalam rangka persiapan untuk
permulaan kelahiran (the onset of labor). Saat ini berlangsung, maka perdarahan terjadi pada
daerah implantasi/nidasi darah dari pembuluh darah yang terbuka. Thrombin yang dilepaskan

13

dari area perdarahan memacu (promotes) kontraksi uterus dan timbulnya lingkaran setan (vicious
cycle) : perdarahan-kontraksi-pemisahan plasenta-perdarahan.1-5,9
Manifestasi klinis
Pendarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dari plasenta previa.
Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa. Pendarahan pertama biasanya
tidak banyak, sehingga tidak akan berakibat fatal. Akan tetapi, pendarahan berikutnya hampir
selalu lebih banyak daripada sebelumnya, apalagi kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan
dalam. Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak
jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen-segmen uterus telah
terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen-bawah
uterus akan melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen
bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh
plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat
itu mulailah terjadi pendarahan. Darahnya berwarna merah segar, berlainan dengan darah yang
disebabkan oleh solution plasenta yang berwarna kehitam-hitaman. Sumber pendarahan ialah
sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan
sinus marginalis dari plasenta. Pendarahannya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan
serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan pendarahan itu, tidak
sebagaimana serabut otot uterus menghentikan pedarahan pada kala III dengan plasenta yang
letaknya normal. Makin rendah plasenta, makin dini pendarahan terjadi. Oleh karena itu,
pendarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah,
yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai.8
Turunnya bagian terbawah janin ke dalam pintu atas panggul akan terhalang karena adanya
plasenta di bagian bawah uterus. Apabila janin dalam presetasi kepala, kepalanya akan
didapatkan belum masuk ke dalam pintu atas panggul yang mungkin karena plasenta previa
sentralis; mengolak ke samping karena plasenta previa parsialis; menonjol di atas simfisis karena
plasenta previa posterior; atau bagian terbawah janin sukar ditentukan karena plasenta previa
anterior. Tidak jarang terjadi kelainan letak, seperti letak lintang atau letak sungsang.
Nasib janin tergantung dari banyaknya pendarahan, dan tuanya kehamilan pada waktu
persalinan. Pendarahan mungkin masih dapat diatasi dengan transfuse darah, akan tetapi

14

persalinan yang terpaksa diselesaikan dengan janin yang masih premature tidak selalu dapat
dihindarkan.
Apabila janin telah lahir, plasenta tidak selalu mudah dilahirkan karena sering mengadakan
perlekatan yang erat dengan dinding uterus. Apabila plasenta telah lahir, pendarahan post partum
sering kali terjadi karena kekurangmampuan serabut-serabut otot segmen-bawah uterus untuk
berkontraksi menghentikan pendarahan dari bekas insersio plasenta; atau, karena perlukaan
serviks dan segmen-bawah uterus yang rapuh dan mengandung banyak pembuluh darah besar,
yang dapat terjadi bila persalinan berlangsung per vaginam.8
Penatalaksanaan
1. Terapi ekspektatif (pasif)8,9
Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita dirawat tanpa melakukan
pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara non invasif.
Pemantauan klinis dilakukan secara ketat dan baik.
Syarat-syarat terapi ekspektatif :
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
Penanganan pasif pada kasus kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit kemudian
berhenti di maksudkan dapat memberikan kesempatan pada janin untuk tetap tumbuh dan
berkembang dalam kandungan sampai janin matur. Dengan demikian angka kesakitan dan
kematian neonatal karena kasus preterm dapat ditekan.
b. Belum ada tanda-tanda in partu.
Menunda tindakan pengakhiran kehamilan segera pada kasus plasenta previa bila tidak
terdapat tanda-tanda inpartu ditujukkan untuk mempertahankan janin dalam kandungan. Hal
ini memberikan peluang janin untuk tetap berkembang dalam kandungan lebih lama sampai
aterm, dan dengan demikian pula kemungkinan janin hidup di luar kandungan lebih besar
lagi.
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).
Selama ibu tidak memiliki riwayat anemia, terapi pasif dapat dilakukan karena kemungkinan
perdarahan berkelanjutan kecil terjadi karena kadar Hb normal bila sebelumnya tidak
dilakukan pemeriksan dalam.
d. Janin masih hidup.

15

Bila janin masih hidup, berarti besar kemungkinan janin masih dapat bertahan dalam
kandungan sampai janin matur. Sehingga tidak perlu mengakhiri kehamilan dengan segera
karena hanya akan memperkecil kesempatan hidup janin bila sudah berada di luar
kandungan.
2. Terapi aktif
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus
segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin. Cara menyelesaikan
persalinan dengan plasenta previa :.
a.

Seksio sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu,
sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini
tetap dilakukan.

b.

Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan tersebut dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1)

Amniotomi dan akselerasi


Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/ marginalis dengan pembukaan >
3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, plasenta akan mengikuti
segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada
atau masih lemah, akselerasi dengan infus oksitosin.

2)

Versi Braxton Hicks


Tujuan melakukan versi Baxton Hicks ialah mengadakan tamponade plasenta dengan
bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih
hidup.

3)

Traksi dengan Cunam Willet


Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri beban secukupnya
sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk menekan plasenta dan
seringkali menyebabkan pendarahan pada kulit kepala. Tindakan ini biasanya
dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan tidak aktif.8,9

16

Menurut Manuaba , Plasenta previa dengan perdarahan merupakan keadaan darurat


kebidanan yang memerlukan penanganan yang baik. Bentuk pertolongan pada plasenta
previa adalah :
1) Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu dan anak untuk
mengurangi kesakitan dan kematian.
2)
Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk dapat
melakukan pertolongan lebih lanjut.
3)
Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat mengambil sikap
melakukan rujukan ke tempat pertolongan yang mempunyai fasilitas yang cukup.9
Komplikasi
Berikut ini adalah kemungkinan komplikasi plasenta previa :1,8,9
1. Pertumbuhan janin lambat karena pasokan darah yang tidak mencukupi. Adanya atrofi pada
desidua dan vaskularisasi yang berkurang menyebabkan suplai darah dari ibu ke janin
berkurang. Dalam darah terdapat oksigen dan zat-zat makanan yang dibutuhkan tubuh janin
untuk berkembang. Kekurangan suplai darah menyebabkan suplai makanan berkurang.
2. Anemia janin
Tekanan yang ditimbulkan terus menerus pada plasenta akan mengurangi sirkulasi darah
antara uterus dan plasenta sehingga suplai darah ke janin berkurang.
3. Shock dan kematian ibu jika pendarahan berlebihan.
Pada kasus yang terbengkalai, bila ibu tidak mendapatkan pertolongan transfuse darah
akibat banyak kehilangan darah akibat perdarahan hebat dapat menyebabkan shock bahkan
kematian pada ibu.
4. Infeksi dan pembentukan bekuan darah
Luka pada sisa robekan plasenta rentan menimbulkan infeksi intrauterine. Ibu dengan
anemia berat karena perdarahan dan infeksi intrauterine, baik seksio sesarea maupun
persalinan pervaginam sama-sama tidak mengamankan ibu maupun janinnya.6

Prognosis

17

Plasenta Previa1-3,8
Ibu
Dengan adanya fasilitas diagnosa dini (USG), transfusi darah, teknik anestesi dan operasi
yang baik dengan indikasi SC yang lebih liberal, prognosis ibu cukup baik. Prognosis
kurang baik jika penolong melakukan VT di luar Rumah Sakit dan mengirim pasien sangat
terlambat dan tanpa infus.
Janin
Kematian janin umumnya disebabkan prematuritas.
Solusio Plasenta
Ibu
Tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan,
derajat koagulasi, adanya hipertensi menahun atau preeklampsia, tersembunyi tidaknya
perdarahannya, dan jarak waktu antara terjadinya solusio plasenta sampai pengosongan
uterus. Angka kematian ibu 0,5%-5% di seluruh dunia. Kebanyakan karena perdarahan
(segera atau lambat) atau gagal jantung atau ginjal
Janin
Pada solusio plasenta berat sekitar 50%-80% mengalami kematian. 15% sudah tidak
terdengar denyut jantung janin saat tiba di Rumah Sakit, dan 50% dalam kondisi gawat
janin. Pada solusio plasenta ringan dan sedang kematian janin tergantung dari luas plasenta
yang terlepas dan usia kehamilan.

Kesimpulan
Berdasarkan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa perdarahan antepartum adalah perdarahan yang
terjadi pada kehamilan berumur diatas 22 minggu. Penyebabnya antara lain placenta previa, solusio
placenta, dan perdarahan yang belum jelas sumbernya. Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya
abnormal, yaitu pada segmen-bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan
jalan lahir. Gejala klinis yang khas adalah perdarahan yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya rasa
sakit. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penyakit ini terdiri dari terapi ekspektatif dan
terapi aktif. Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya anemia, pertumbuhan janin lambat,
18

shock, serta infeksi. Prognosis penyakit ini tergantung dari kecepatan penanganan terhadap
penyakit ini. Oleh karena itu, dengan pemaparan makalah ini diharapkan dapat memberi
informasi seputar plasenta previa sehingga dapat membantu menurunkan prevalensi penyakit ini.

Daftar Pustaka
1. Ariani DW, Astari MA, Anita H. Pengetahuan Sikap dan Perilaku tentang Kehamilan,
Persalinan, serta Komplikasinya pada Ibu Hamil Nonprimigravida di RSUPN Cipto
Mangunkusumo. Majalah Kedokteran Indonesia, vol 55, Jakarta,2005:637-48.
2. Chalik TMA. Plasenta Previa. Dalam : Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi, Ed I.
Widya Medika, Jakara,2005:129-43.
3. Rachimhadi T, Wibowa B. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan Prawirohardjo
S., Winkjosastro H., Saifudin A B., Rachimhadi T., eds, edisi ketiga. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,2005:362-76.
4. Winkjsosastro, Hanifa dkk. Perdarahan Antepartum. Dalam : Sinopsis Obstetri, Edisi 1.
EGC,Jakarta,2005:105-11.
5. Pritchard

JA,

MacDonald

PC,

Gant

NF.

Obstetri

Williams,

edisi

21.

Airlangga,Surabaya,2001:456-70.
6. Prawirohardjo, Sarwono. 2007. lmuKebidanan edisi ketiga cetakan kesembilan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
7. Manuaba, Ida Bagus. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC. 2007. Hal:481-96
8. Oxorn, H. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia
Medika. 2003. Hal: 90-5
9. Datta, Misha. Rujukan Cepat Obstetri & Ginekologi. Jakarta: EGC. 2010. Hal: 111-2

19

Anda mungkin juga menyukai