Anda di halaman 1dari 17

TEMPO.

CO, Jakarta - Cokelat batangan sangat mudah ditemukan di toko-toko


kelontong atau supermarket. Bentuknya kubus dengan isi kacang-kacangan, buah,
atau kismis. Akan tetapi, bagaimana datangnya coklat batangan dari biji coklat
yang bentuknya seperti bola rugby. Salah satu pendiri kafe cokelat Pipiltin, Tissa
Aunilla, menjelaskan prosesnya seperti berikut.

1. Panen
Proses panen adalah tahap awal pengolahan cokelat. Buah cokelat dipetik dari
pohonnya. Pilihan buah yang dipanen menentukan kualitas cokelat. Sebab, hanya
buah yang matang sempurna di pohon yang memberikan hasil terbaik dari sisi rasa
maupun aroma.

2. Fermentasi
Buah cokelat yang dipetik kemudian harus menjalani masa fermentasi selama lima
hari. "Fermentasi menggunakan getah dalam buah coklat itu sendiri," kata Tissa.
Getah biji mengeluarkan enzim alami. Pada proses ini perlu pengawasan karena
kalau terlalu lama, maka hasilnya tidak akan bagus. Tahapan pertama yang
dilakukan pada pengolahan pasca panen kakao adalah fermentasi biji. Fermentasi
dilakukan untuk meluruhkan lendir (pulp) yang terdapat pada kulit biji sehingga
setelah disangrai, biji kakao menjadi lebih beraroma dan bercitarasa kuat.
Fermentasi juga dapat meningkatkan mutu teknis biji kakao sehingga kadar air,
kadar jamur, dan kadar kulit biji semakin rendah.

Fermentasi dilakukan dengan meletakan biji-biji kakao segar ke dalam kotak kayu
yang sudah dilubangi bagian bawahnya. Lubang didasar kotak dibuat dengan
diameter 1 cm pada setiap jarak 10 cm. Lubang ini berfungsi sebagai jalan keluar
masuknya oksigen, karbondioksida, dan air yang dihasilkan dari proses fermentasi.

Tumpukan biji di dalam kotak ditutup menggunakan karung goni atau penutup
lainnya. Selama proses fermentasi, tumpukan biji kakao di aduk setiap satu hari
sekali agar panas yang dihasilkan dari proses fermentasi dapat merata. Lama
fermentasi biji kakao adalah antara 6-7 hari.

3. Pengeringan dan sortir

Biji cokelat hasil fermentasi kemudian dikeringkan dan disortir manual dengan
tangan. Pada tahap ini, biji akan dipilah-pilah berdasarkan berat jenisnya. Cara
mudahnya adalah dengan menghitung berat per 100 gram. Dalam 100 gram biji
coklat yang bagus, harus terdiri 80-90 biji. "Maksimal 95 biji," kata Irvan Helmi,
salah satu pendiri Pipiltin. Di luar jumlah tersebut, maka kualitasnya buruk.
4. Pemanggangan
Tak cukup dikeringkan, biji coklat harus dipanggang. "Biar aromanya keluar," kata
Tissa. Pada proses ini, tiap biji memiliki suhu dan waktu pemanggangan yang
berbeda.
5. Winnowing
Rampung panggang, biji masuk ke proses pemisahan cangkang dan inti biji (nibs).
Biasanya cangkang yang setengah hancur itu akan terpisah dalam proses
pengayaan.

6. Grinding
Dalam bentuk setengah hancur, inti biji coklat (nibs) digiling halus. Akan lebih
bagus kalau alat penggilingnya adalah batu. Nantinya dari hancuran massal ini
berupa cairan coklat yang kental.

7. Pengadukan
Cairan cokelat kental berupa pasta tersebut kemudian ditambahi susu dan gula
untuk menambah rasa.

8. Couching
Dari pasta berasa agak manis tersebut, masuklah ke proses pengadukan. "Proses ini
sekaligus cara untuk mengurangi keasaman," kata Tissa. Selama tiga hari, pasta
berasa tersebut diaduk nonstop hingga mengeluarkan hawa panas yang menandai
bahwa rasa asam dari pasta berkurang.

9. Tempering
Ini adalah proses akhir pengolahan cokelat yang memisahkan jenis cokelat
berdasarkan pengolahan susu. Dalam tahap ini biasanya dihasilkan cocoa butter
dan cocoa powder. "Cocoa butter itulah yang sering disebut cokelat putih karena

warnanya seperti mentega," kata Tissa. Dalam tahap ini pulalah, cokelat gelap atau
dark chocolate biasanya dicetak dalam bentuk bar atau batangan.
Pencucian biji kakao

Setelah difermentasi, biji-biji kakao lalu dicuci menggunakan air bersih. Pencucian
dilakukan agar bentuk biji lebih bagus, warna kulit biji lebih mengkilap, kadar kulit
biji lebih rendah, dan biji lebih tahan serangan jamur dan serangga selama
penyimpanan.
Pencucian biji dapat dilakukan dengan tenaga manusia atau dengan mesin cuci
kakao. Jika dengan tenaga manusia, pencucian dilakukan dengan menggosok-gosok
atau mengaduk-aduk biji dalam ayakan bambu. Sedangkan jika dengan bantuan
mesin cuci biji kakao, pencucian dilakukan secara otomatis dengan meletakan biji
hasil fermentasi ke dalam mesin. Kapasitas mesin ini rata-rata 2 ton biji segar per
jamnya sehingga hanya cocok untuk pengolahan biji kakao skala besar.
Pengeringan biji kakao

Pengeringan dilakukan untuk menurunkan kadar air biji yang awalnya 60% menjadi
sekitar 6-7%. Kadar air yang demikian membuat kualitas biji tidak akan menurun
selama proses penyimpanan maupun pengangkutan. Pengeringan dapat dilakukan
dengan menjemur biji di bawah terik matahari, menggunakan alat pengering
(drying) atau menggunakan kombinasi keduanya.

Pengeringan dengan menjemur biji dibawah terik matahari merupakan metode yang
paling baik dan murah. Penjemuran ini dapat dilakukan di atas permukaan terpal,
lantai penjemuran, atau di atas rak bambu. Dari setiap luasan 1 m2 tempat
penjemuran, sebaiknya jumlah biji yang dijemur tidak lebih dari 15 kg agar
pengeringan dapat berjalan lebih cepat.

Selama proses penjemuran, hamparan secara rutin dibalik setiap 2 jam sekali agar
keringnya biji merata dengan sempurna. Saat pembalikan, bila ditemukan serpihan
kulit buah, biji cacat, plasenta, atau material asing seperti kerikil yang mungkin
ditemukan pada hamparan biji harus dibuang.

Saat musim hujan atau pada daerah yang penyinaran mataharinya tidak optimal,
pengeringan biji sebaiknya dilakukan dengan bantuan alat pengering (artifical

drying). Alat pengering yang dapat digunakan misalnya flat bed dryer. Dengan alat
ini pengeringan dapat dilakukan lebih cepat. Dengan kombinasi penjemuran sinar
matahari selama 1 hari dan pengeringan dengan flat bed dryer selama 24 jam
efektif pada suhu 60 derajat Celcius, akan diperoleh biji dengan kadar air 7% yang
sudah siap simpan.
Tempering biji kakao

Setelah pengeringan selesai dilakukan, biji yang diperoleh sebaiknya ditempering


lebih dahulu sebelum disortasi dan dikemas. Tempering adalah proses penyesuaian
suhu biji dengan suhu udara sekitar yang dilakukan dengan meletakan biji hasil
pengeringan di tempat terbuka selama minimal 5 jam. Tempering diperlukan agar
biji tidak mengalami kerusakan pada tahapan kegiatan berikutnya.
Pengemasan dan penyimpanan

Sortasi dilakukan untuk mengelompokkan biji berdasarkan penampakan fisik dan


ukuran bijinya. Biji-biji kakao kualitas ekspor (standar AA) dipisahkan dari biji
kualitas sedang (standar A dan B) dan kualitas rendah (standar C dan S). Biji-biji ini
dipisahkan karena masing-masing standar memiliki nilai jual yang berbeda.

Selama sortasi, segala macam kotoran harus dibuang agar tidak terikut dalam
penyimpanan. Kotoran-kotoran tersebut antara lain serpihan kulit buah, kerikil,
potongan kayu, logam, dan berbagai jenis benda asing lainnya.

Setelah disortir, biji-biji kering tadi kemudian dikemas dalam karung goni. Satu
karung goni umumnya hanya menampung tidak lebih dari 60 kg. Setiap karung
diberi label yang menunjukkan jenis mutu dan identitas produsen (kebun atau
koperasi, perusahaan).

Karung-karung tersebut kemudian disimpan atau dapat langsung dijual. Jika


disimpan, karung-karung harus ditumpuk dalam gudang yang bersih,memiliki
ventilasi udara, dan jauh dari benda-benda beraroma tajam seperti bensin, solar,
atau sampah organik. Penumpukan karung didalam gudang tidak boleh lebih dari 5
tumpukan agar biji kakao yang ada di dalam karung paling bawah tidak pecah.

Penumpukan karung yang berisi biji kakao harus diberi alas kayu setinggi 10 cm
agar biji tidak langsung bersentuhan dengan lantai. Jarak karung dengan
dindingpun diusahakan bersela minimal 15 cm. Hal ini bertujuan agar mutu biji
dalam karung tidak rusak akibat kelembaban yang tinggi.

1. Pendahuluan

Kakao Indonesia mempunyai peranan yang besar dalam perkakaoan dunia. Pada
tahun 2000, Indonesia merupakan negara produsen utama ketiga setelah Ivory Coast
dan Ghana, yaitu dengan peranan produksi sekitar 13,9%. Sedankan bila dilihat dari
ekspor dunia, ekspor kakao Indonesia mempunyai peranan ke dua setelah Ivory Coast,
yaitu dengan peranan ekspor sekitar 15,1%. Gambaran pangsa ekspor dan produksi
kakao Indonesia tahun 2000 dapat diikuti pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Peranan Kakao Indonesia dalam Per-Kakao-an Dunia Tahun 2000

Produksi

Ekspor

Negara

Negara
000 Ton

Ivory Coast

1.300,0

Pangsa (%)

000 Ton

Pangsa (%)

43,0 Ivory Coast

363,0

52,7

104.0

15,1

77,0

11,2

Ghana

445,0

14,7 Indonesia

Indonesia

420,0

13,9 Nigeria

Nigeria

165,0

5,5 Ecuador

21,0

3,1

Brazil

130,0

4,3 Cameroon

47,0

6,8

Cameroon

120,0

Lainnya

445,0

Jumlah

4,0 Malaysia

4,0

0,5

73,0

10,6

689,0

100,0

14,6 Lainnya

3.025,0

100,0 -

Kalau dibandingkan dengan kondisi tahun 1993, peranan kakao Indonesia di


pasar dunia mengalami peningkatan. Dari aspek produksi, peranan kakao meningkat
dari 10,6% menjadi 13,9% pada tahun 2000. Sedangkan dari aspek ekspor, peranan
kakao Indonesia meningkat dari 12,3% menjadi 15,1%. Gambaran pangsa ekspor dan
produksi kakao Indonesia tahun 1993 dapat diikuti pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Peranan Kakao Indonesia dalam Per-Kakao-an Dunia Tahun 1993

Produksi

Ekspor

Negara

Negara
000 Ton

Pangsa (%)

000 Ton

Pangsa (%)

Ivory Coast

840,0

34,7 Ivory Coast

788,0

42,2

Brazil

270,0

11,1 Ghana

261.0

14,0

Indonesia

258,0

10,6 Indonesia

229,0

12,3

Ghana

255,0

10,5 Nigeria

132,0

7,1

Malaysia

205,0

8,5 Malaysia

Nigeria

135,0

Lainnya

460,0

Jumlah

2.423,0

101,0

5,4

5,6 Brazil

86,0

4,6

19,0 Lainnya

272,0

14,4

1.869,0

100,0

100,0 -

Dalam 40 tahun terakhir, yaitu semenjak tahun 1960 sampai dengan 2001,
berdasarkan Annual Report ICCO, didaptkan gambaran produksi kopi dunia, grinding,
stok dan harga seperti gambar berikut.

Selama 40 tahun terakhir, perkembangan kakao dunia menunjukkan hal-hal


sebagai berikut:Produksi kakao dan industri grinding (konsumsi) kakao dunia selalu
mengalami peningkatan. Dari gambar tersebut terlihat bahwa industri grinding yang
merupakan konsumsi dari kakao biji selalu mengalami peingkatan dengan nilai dan
kecenderungan yang sama. Harga kakao biji berflutuasi, dimana nilai tertinggi dicapai
pada tahun 1975/1976.

Dalam pasar dunia, peluang pasar kakao Indonesia relatif masih terbuka.
Beberapa hasil studi mendukung bahwa daya saing produk kakao Indonesia, khususnya
biji kakao masih baik sehingga masih mempunyai peluang untuk meningkatkan ekspor,
disamping secara bertahap perlu mengembangkan pasar domestik khususnya dengan
upaya meningkatkan industri hilir kakao di dalam negeri. Uraian berikut merupakan
beberapa peluang dan prospek kakao Indonesia khususnya dalam upaya meningkatkan
peran penting kakao dalam perekonomian Indonesia.
a. Daya saing komoditi kakao Indonesia cukup kompetitif dipasar dunia. Sebagai salah
satu indikator yang digunakan adalah peningkatan ekspor kakao Indonesia yang
jauh diatas laju perdagangan kakao dunia. Pada periode 1989 1999, laju volume
ekspor kakao Indonesia adalah sekitar 16% per tahun, sedangkan laju pertumbuhan
ekspor dunia hanya 2,3% per tahun.

b. Liberalisasi perdagangan juga diperkirakan akan memperkuat posisi kakao


Indonesia di pasar internasional. Pengurangan bantuan domestik, subsidi ekspor,
dan perluasan akses pasar akan memberi peluang yang lebih besar pada kakao
Indonesia di pasar internasional. Beberapa produsen kakao utama seperti Pantai
Gading dan Ghana harus mengurangi berbagai bentuk dukungan dan subsidi pada
agribisnis kakaonya. Disisi lain, agribisnis kakao Indonesia pada saat ini hampir
tidak diproteksi atau mendapat subsidi. Indonesia diperkirakan merupakan salah
satu yang akan memperoleh manfaat dari liberalisasi perdagangan tersebut.
c. Untuk kakao olahan, produk yang paling strategis untuk dikembangkan adalah
lemak kakao (cocoa butter). Pemilihan lemak kakao sebagai produk yang paling
strategis untuk dikembangkan didasarkan pada beberapa pertimbangan seperti
aspek lapangan kerja, peluang pasar, dan nilai tambah. Hal ini juga sejalan dengan
kualitas bahan baku kakao Indonesia yang diproduksi rakyat yang umumnya tidak
difermentasi. Untuk memproduksi lemak kakao, bahan baku tidak harus
difermentasi karena untuk produk lemak kakao, citarasa bukan merupakan
penentu utama dari mutu, akan tetapi kandungan lemaknya.
d. Untuk pasar domestik, peluang untuk substitusi impor biji kakao masih sulit karena
kakao yang diimpor adalah untuk memenuhi keperluan blending yang berkaitan
dengan keunikan cita rasa seperti aroma (flavour) dan kadungan lemak (fat
content). Karakteristik tersebut sulit untuk disubstitusi oleh kakao Indonesia.
Namun demikian, peluang untuk mensubsitusi kakao olehan cukup terbuka
sehingga upaya substitusi impor lebih terbuka untuk kakao olahan.
e. Keunggulan kakao Indonesia dalam hal tingkat kekerasan kakao (hard butter) dan
karakteristik warna (light breaking effect).
f. Kapasitas terpasang industri pengolahan kakao yang belum terpenuhi, yaitu
terpasang 200.000 MT biji kakao akan tetapi kapasitas terpakainya kurang dari
100.000 MT biji kakao

Kakao adalah bahan yang sangat penting dalam industri berbagai makanan
seperti roti, biskuit, permen, dan lain sebagainya. Demikian juga dengan industri
berbagai minuman seperti susu, kopi, dan sebagainya, kakao juga dibutuhkan untuk
meningkatkan citarasa. Kakao yang dimaksud adalah berasal dari biji buah tanaman
kakao (Theobroma cacao L.) yang banyak dibudayakan di berbagai negara. Namun
sebelum dapat digunakan sebagai salah satu bahan campuran dalam industri makanan
dan minuman tersebut, buah kakao harus menjalani berbagai proses dalam
pengolahannya. Proses pengolahan kakao meliputi pemanenan, pengupasan,
pembersihan dan fermentasi biji, pencucian biji, pengeringan biji, sehingga dihasilkan
biji kakao yang siap diolah kembali menjadi berbagai produk makanan dan minuman.
Biji kakao kering (cocoa beans) diperdagangkan di dunia, dan bagi Indonesia ini adalah
salah satu komoditas ekspor. Selanjutnya biji kakao kering ini akan menjalani

serangkaian proses pengolahan yang kompleks seperti pembersihan, penyangraian,


dan penggilingan.

Negara-negara utama penghasil kakao diperlihatkan dalam Gambar 1,


sedangkan volume produksi masing-masing negara diperlihatkan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Volume produksi tujuh negara utama penghasil kakao

Negara

Produksi Tahun 1997/1998


(ribu ton)

Pantai Gading
Ghana
Indonesia
Brazil
Nigeria
Kamerun
Malaysia

2. Pemanenan dan Pengupasan

1.150
370
310
160
155
125
100

Tanaman kakao tumbuh baik di dataran rendah yang agak basah pada daerah
tropis seperti dataran rendah di Amerika Tengah dan Amerika Selatan, Afrika Barat,
dan Asia Tenggara. Buah kakao dipanen dari tanamannya, menggunakan tangan untuk
ketinggian yang terjangkau, atau menggunakan tongkat pengait bila buah berada pada
posisi yang terlalu tinggi. Pemetikan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak
merusak cabang-cabang pohon tempat buah menempel. Buah kakao kemudian
dikumpulkan dalam keranjang dan dibawa ke tempat pengolahan. Di tempat
pengolahan buah kakao dipecahkan bijinya dipisahkan dari kulitnya, baik secara
manual maupun menggunakan mesin pengolahan.

Gambar 2. Buah kakao dan pemetikan buah pada tanaman kakao menggunakan
tongkat pengait
3. Fermentasi

Biji kakao yang telah dipisahkan kemudian dibersihkan dari lendir yang
berlebihan. Pembersihan lendir yang berlebihan ini penting untuk dilakukan sebab
akan menyebabkan biji terasa asam setelah difermentasikan. Pembersihan dapat

dilakukan menggunakan mesin pembersih, yang memisahkan lendir berlebihan dan


membuangnya, baik menggunakan air ataupun tidak.

Biji kakao basah yang telah dikurangi lendirnya kemudian difermentasikan.


Secara tradisional, biji kakao basah ditempatkan di atas hamparan daun pisang,
kemudian kembali ditutupi oleh lembaran-lembaran daun pisang sehingga tertutup
rapat. Maksud dari penutupan dengan daun pisang adalah untuk mencegah panas yang
keluar dari biji kakao basah tidak keluar. Panas yang tertahan dalam tumpukan biji
kakao akan mempercepat proses fermentasi, dsiamping juga melindungi tumpukan biji
kakao dari kontaminsasi kotoran dan serangga. Setelah fermentasi selesai, selaput
lendir yang menempel pada biji akan mudah lepas karena ikatannya sudah lemah
akibat penguraian oleh enzim selama proses fermentasi. Selain itu, dan ini lebih
penting, biji kakao mengalami perubahan kimia sehingga mutunya meningkat. Warna
bagian dalam biji yang semula berwarna ungu berubah menjadi coklat, sedangkan
aroma berubah dari asam menjadi aroma khas coklat. Biji kakao kemudian dicuci
untuk mendapatkan biji kakao basah yang sudah bebas dari lendir dan bermutu lebih
tinggi.

Gambar 3. Fermentasi biji kakao basah secara tradisional


4. Pengeringan

Setelah biji kakao bersih dan beraroma khas coklat didapatkan, harus segera
dikeringkan. Pengeringan segera penting untuk dilakukan untuk menghentikan proses
fermentasi. Bila proses fermentasi terus berlangsung, maka yang terjadi adalah
penurunan mutu biji kakao. Pengeringan secara tradisional biasanya melalui
penjemuran di bawah sinar matahari yang memerlukan waktu beberapa hari hingga
satu minggu. Untuk meningkatkan kebersihan dan menghemat waktu, pengeringan
juga dapat dilakukan menggunakan alat pengering berbagai tipe yang telah banyak
dikembangkan. Cara kombinasi juga sangat baik untuk diterapkan karena masingmasing metoda mempunya kelebihan dan kekurangan. Pengeringan dilakukan hingga
biji kakao mencapai kadar air yang aman untuk disimpan, kemudian dimasukkan ke
dalam karung-karung kemasan untuk disimpan atau dikirim ke pabrik produsen
makanan atau minuman yang membutuhkan, atau ke negara tujuan ekspor.

Gambar 4. Biji kakao kering setelah proses pengeringan


4. Pengolahan Biji Kakao

Di pabrik pengolahan makanan dan minuman yang menggunkan biji coklat


sebagai salah satu bahan produk yang akan dibuat, biji kakao kering akan mengalami

proses pengolahan kembali. Pengolahan di tingkat ini seringkali disebut proses refinasi
kakao menjadi bubuk coklat selanjutnya menjadi bahan berbagai produk makanan dan
minuman. Secara umum proses produksi bubuk coklat hampir sama di mana pun,
hanya ada perbedaan kecil yang disebabkan oleh perbedaan sifat-sifat biji kakao yang
diproses karena berasal dari spesies yang berbeda. Tetapi, umumnya pabrik
pengolahan biji kakao menggunakan mesin yang sama untuk mengolah biji kakao
menjadi cocoa butter dan cocoa powder. Secara umum , proses pengolahan biji kakao
menjadi cocoa butter dan cocoa powder disajikan dalam Gambar 5.

Gambar 5. Proses pengolahan biji kakao menjadi berbagai produk olahan

Pertama kali, biji kakao kering disangrai dan dipisahkan kulitnya. Biji kakao
yang telah disangrai dan dibersihkan dari kulit arinya disebut nib, yang akan berubah
menjadi lunak bila dipanaskan. Selanjutnya, pada adonan coklat lunak ini
ditambahkan citarasa yang diinginkan, dan juga susu dan gula. Setelah itu adonan
diaduk hingga rata, lalu adonan disimpan atau dikirim kepabrik pencetakan. Akhirnya,
mesin pengemasan akan mengemas cetakan-cetakan coklat sehingga mereka siap
untuk didistribusikan dan dipasarkan.

a. Penyangraian

Hal pertama yang dilakukan terhadap biji kakao kering yang masuk ke pabrik
adalah penyangraian. Penyangraian akan menimbulkan warna, rasa dan aroma yang
diinginkan seperti yang dapat kita temui pada produk coklat berkualitas baik. Kulit
luar dari biji yang telah disangrai akan kering, pecah-pecah, dan lepas dari biji. Untuk
membersihkan kulit ari yang telah lepas tadi, dilakukan proses winnowing. Setelah
proses penyangraian ini biji kakao matang dan bebas dari kulit ari ini disebut nib.

Gambar 6. Proses penyangraian dan winnowing di pabrik pengolahan coklat

b. Penggilingan Nib

Nib kemudian digiling hingga hancur. Karena mengandung lemak yang tinggi dan
telah mengalami penyangraian, dan selama penggilingan juga timbul panas akibat
gesekan, nib yang digiling akan berubah menjadi cairan atau adonan kental. Adonan
kental dikenal dengan nama coklat murni atau massa coklat. Seringkali, untuk kakao

dengan kandungan lemak yang tinggi, nib dipres terlebih dahulu untuk mengeluarkan
sebagian lemaknya yang kemudian disebut butter, baru digiling.

Massa kokoa hasil penggilingan kemudian dicampur kembali dengan butter


sambil bahan-bahan lain seperti gula dan susu, atau sesuai dengan formula produk
yang akan dibuat.

Gambar 7. Proses penggilingan nib di pabrik pengolahan coklat


c. Pencampuran dan Pencetakan

Setelah pencampuran dengan bahan-bahan tambahan tergantung pada produk


yang akan dibuat, adonan kemudian diaduk terus untuk menghasilkan campuran yang
homogen. Berbagai jenis coklat manis dpat dibentuk melalui penerapan formula yang
berbeda, untuk menghasilkan produk akhir dengan citarasa yang unik dan bervariasi.
Beberapa formula untuk beberapa produk coklat yang umumnya dihasilkan dalam
pengolahan coklat adalah sebagai berikut:

Coklat susu, menggunakan bahan campuran tepung kakao, butter, gula, susu
cair atau susu bubuk, lesitin, dan vanili.

Coklat putih, menggunakan bahan campuran cairan kakao, butter, gula, susu
cair atau susu bubuk, lesitin, dan vanili.

Coklat gelap plain, menggunakan bahan campuran tepung kakao, cairan kakao,
butter, gula, lesitin, dan vanili.

Setelah proses pencampuran menghasilkan campuran yang homogen,


pencetakan adalah proses akhir untuk menghasilkan produk makanan coklat. Untuk
mempercepat membekunya cetakan, biasanya cetakan ditempatkan di ruang
pendingin. Kemudian cetakan yang telah membeku dilepaskan dan coklat yang
dihasilkan dikemas dan didistribusikan untuk dipasarkan.

Gambar 8. Proses pencetakan dan pengemasan coklat di pabrik pengolahan coklat

Anda mungkin juga menyukai