OLEH :
Ni Putu Manik Suari Widanti
PO7120010033
II.2 Reguler
JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
2012
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN PTERIGIUM
I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir atau
konjungtiva yang bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di arah kornea.
Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena
biasanya akan berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke daerah kornea,
sehingga bisa menjadi menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika
sampai menutup pupil maka penglihatan kita akan terganggu. Suatu pterygium
merupakan massa ocular eksternal superficial yang mengalami elevasi yang sering
kali terbentuk diatas konjungtiva perilimbal dan akan meluas ke permukaan kornea.
Pterygia ini bisa sangat bervariasi, mulai dari yang kecil, jejas atrofik yang tidak
begitu jelas sampai yang besar sekali, dan juga jejas fibrofaskular yang tumbuhnya
sangat cepat yang bisa merusakkan topografi kornea dan dalam kasus yang sudah
lanjut, jejas ini kadangkala bisa menutupi pusat optik dari kornea.
Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata, menjadi
merah dan meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa mengganggu proses
cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun
pada kondisi lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan
hilangnya penglihatan si penderita. Evakuasi medis dari dokter mata akan menentukan
tindakan medis yang maksimal dari setiap kasus, tergantung dari banyaknya
pembesaran pterygium. Dokter juga akan memastikan bahwa tidak ada efek samping
dari pengobatan dan perawatan yang diberikan.
B. Etiologi
Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga merupakan suatu
neoplasma radang dan degenerasi. Namun, pterigium banyak terjadi pada mereka
yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan banyak terkena panas terik
matahari. Faktor resiko terjadinya pterigium adalah tinggal di daerah yang banyak
terkena sinar matahari, daerah yang berdebu, berpasir atau anginnya besar. Penyebab
paling umum adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang
diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan angin (udara panas)
yang mengenai konjungtiva bulbi berperan penting dalam hal ini. Selain itu dapat pula
dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti zat allegen, kimia dan zat pengiritasi lainnya.
Pterigium Sering ditemukan pada petani, nelayan dan orang-orang yang tinggal di
dekat daerah khatulistiwa. Jarang menyerang anak-anak.
C. Patofisiologi
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan
ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi
kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat
dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan
elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini
tidak bisa dihancurkan oleh elastase.
Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang
berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada
daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi stauma yang
berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi ini
menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma kornea bagian
atas.
PATWAYS
Sinar Ultra Violet
Angin
Asap
Debu
Menjalar ke kornea
Perubahan rasa
rasa nyaman
Perubahan
nyaman
(Rasa
kemeng
di
mata,
(sensasi benda asing
di
Sensasi benda
asing)
mata)
Risiko cidera
Menutupi kornea
Perubahan
persepsi sensori
Pandangan kabur
Ansietas
Perubahan persepsi
sensori
Risiko Infeksi
Nyeri
Risiko Cidera
D. Manifestasi Klinis
1. Mata iritatatif, merah, gatal, dan mungkin menimbulkan astigmatisme.
2. Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke kornea (Zone
Optic).
3. Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat kering) dan garis
besi yang terletak di ujung pteregium.
E. Klasifikasi Dan Grade
1. Klasifikasi Pterygium:
a. Pterygium Simpleks; jika terjadi hanya di nasal/ temporal saja.
b. Pterygium Dupleks; jika terjadi di nasal dan temporal.
2. Grade pada Pterygium :
a. Grade 1:
Tipis (pembuluh darah konjungtiva yang menebal dan konjungtiva sklera
masih dapat dibedakan), pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.
b.Grade 2:
Pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.
c. Grade 3:
Resiko kambuh, hiperemis, pada orang muda (20-30 tahun), mudah kambuh.
d.Grade 4:
Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.
F. Pemeriksaan Dan Penegakan Diagnostik
1. Anamnesis
Menanyakan pasien tentang keluhan yang diderita, durasi keluhan, faktor risiko
seperti pekerjaan, paparan sinar matahari dan lain-lain.
2. Pemeriksaan Fisik
Melihat kedua mata pasien untuk morfologi pterygium, serta memeriksa visus
pasien. Diagnosa dapat didirikan tanpa pemeriksaan lanjut. Anamnesa positif
terhadap faktor risiko dan paparan serta pemeriksaan fisik yang menunjang
anamneses cukup untuk membuat suatu diagnosa pterygium.
3. Pemeriksaan Slit Lamp
Jika perlu, dokter akan melakukan Pemeriksaan Slit Lamp untuk memastikan
bahwa lesi adalah pterygium dan untuk menyingkirkannya dari diagnosa banding
lain. Pemeriksaan slit lamp dilakukan dengan menggunakan alat yang terdiri dari
lensa pembesar dan lampu sehingga pemeriksa dapat melihat bagian luar bola
mata dengan magnifikasi dan pantulan cahaya memungkinkan seluruh bagian luar
untuk terlihat dengan jelas.
G. Penatalaksanaan
Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila
pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan.
Pengobatan pterygium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan
bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau
pterygium yang telah menutupi media penglihatan.
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan udara kering
dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata buatan dan
bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata
buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokontriktor (prednisone asetat) maka perlu
kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikkan maka pengobatan dihentikan.
Tindakan Operatif :
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan bila
pterygium telah mengganggu penglihatan. Pterygium dapat tumbuh menutupi seluruh
permukaan kornea atau bola mata.
Tindakan operasi, biasanya bedah kosmetik, akan dilakukan untuk mengangkat
pterygium yang membesar ini apabila mengganggu fungsi penglihatan atau secara
tetap meradang dan teriritasi. Paska operasi biasanya akan diberikan terapi lanjut
seperti penggunaan sinar radiasi B atau terapi lainnya.
H. Komplikasi
Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:
1. Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan
2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi penglihatan dan memberi
kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah otot rektus umumnya
menyebabkan diplopia pada pasien dengan pterygium yang belum dilakukan
pembedahan. Pada pasien dengan pterygia yang sudah diangkat, terjadi pengeringan
focal kornea mata akan tetapi sangat jarang terjadi.
Komplikasi postooperasi pterygium meliputi:
1. Infeksi
2. Reaksi material jahitan
3. Diplopia
4. Conjungtival graft dehiscence
5. Corneal scarring
6. Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan
vitreous, atau retinal detachment.
Komplikasi akibat terlambat dilakukan operasi dengan radiasi beta pada pterygium
adalah terjadinya pengenceran sclera dan kornea. Sebagian dari kasus ini dapat
memiliki tingkat kesulitan untuk mengatur.
Merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering terjadi pada
pasien dengan pterygium adalah penurunan ketajaman penglihatan. Sejak kapan
dirasakan, sudah berapa lama, gambaran gejala apa yang dialami, apa yang
memperburuk atau memperingan, apa yang dilakukan untuk menyembuhkan
gejala.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti DM,
hipertensi, pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolik lainnya
memicu resiko pterygium.
5. Riwayat penyakit keluarga
Ada atau tidak keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama seperti
pasien.
6. Data Bio Psiko Sosial Spiritual
a. Aktifitas istirahat
Gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan aktifitas biasanya
atau hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.
b. Neurosensori
Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah gangguan penglihatan kabur /
tidak jelas.
c. Nyeri / kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan mata menjadi merah sekali,
pembengkakan mata, mata gatal, iritasi, dan pandangan kabur.
d. Rasa Aman
Yang harus dikaji adalah kecemasan pasien akan penyakitnya maumun
tindakan operatif yang akan dijalaninya.
e. Pembelajaran / pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata ( pterigium ) kaji riwayat
keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji
riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena,
ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi,
steroid / toksisitas fenotiazin.
7. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data fokus pada mata : adanya jaringan yang tumbuh
abnormal pada mata biasanya tumbuh menuju ke kornea.
B. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1. Perubahan rasa nyaman (sensasi benda asing) berhubungan dengan adanya
penebalan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea.
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma okuler
3. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan.
4. Ansietas berhubungan dengan tindakan operatif yang akan dijalani.
Post Operasi
1. Perubahan kenyamanan (nyeri akut) berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
akibat pembedahan.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan port de entry sebagai akibat diskontinuitas
jaringan.
3. Perubahan dalam presepsi sensori (perseptual) sehubungan dengan luka post
operasi.
4. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
perawatan diri dan penatalaksanaan di rumah.
C. Perencanaan
Pre Operasi
1. Perubahan rasa nyaman (rasa kemeng, sensasi benda asing) berhubungan dengan
adanya penebalan konjungtifa bulbi yang menjalar ke kornea.
a. Tujuan :
setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien merasa nyaman, dan
dapat memahami penjelasan perawat.
b. Kriteria Hasil :
Pasien merasa nyaman.
Pasien dapat rileks
Intervensi
Rasional
kepada
pasien.
pasien 2) Agar pasien paham dan mengerti
tentang penyakitnya.
3) Beri
penjelasan
mengenai
tindakan
yang
pasien
dapat
kemunginan
kontak
4) Untuk
mengetahui
perkembangan
mempercepat
proses
penyembuhan.
pasien
untuk
dalam
pelaksanaan
eksterpasi pterygium.
Rasional
komplikasi
tanda-tanda disorientasi.
2) Orientasikan
klien
lingkungan.
3) Perhatikan tentang
tehadap
suram
atau
dapat
terjadi
bila
dapat
mengurangi
Rasional
1)
Orientasikan
pasien
2)
lingkungannya.
Awasi pasien
3)
pemeriksaan berlangsung.
Bimbing pasien berjalan selama
selama
dengan
proses
4)
pasien
dan
yang
dilewati
yakinkan
ruangan
pada pasien.
3) Agar pasien
merasa
aman
dan
memperjelas
penglihatan
5)
dalam
pasien.
5) Mencegah terjadinya cidera pada
6)
pasien.
6) Mencegah terjadinya cidera pada
7)
pasien.
7) Mencegah
terjadinya
cidera/jatuh
pada pasien.
berkurang.
Kriteria Evaluasi
Pasien tidak cemas
Pasien tampak rileks
Intervensi
1) Kaji
tingkat
ansietas,
Rasional
derajat
pasien
terhadap
ancaman
diri,
saat ini.
Diskusikan
kemungkinan
mengontrol TIO.
2) Menurunkan ansietas
mencegah
masalah
dan
kehilangan
penglihatan tambahan.
3) Dorong pasien untuk mengakui
mengekspresikan
sehubungan
fakta
untuk
membuat
pilihan
perasaan.
menerima
situasi
nyata,
pemecahan masalah.
4) Pasien mengerti tentang prosedur
operasi sehingga kecemasan pasien
akan berkurang.
5) Memberikan keyakinan bahwa pasien
tidak
sendiri
dalam
menghadapi
masalah.
Post operasi
1. Perubahan kenyamanan (nyeri akut) berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
akibat pembedahan.
a. Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan nyeri pasien berkurang atau
terkontrol.
b. Kriteria hasil :
Rasional
1) Mengetahui
keadaan
umum
pasien.
2) Kaji tingkat nyeri yang dialami
oleh klien.
pasien.
distraksi / relaksasi.
5) Anjurkan pasien untuk tidak
5) Vasokontraksi
dapat
meningkatkan
vasokontraksi,
beruntun.
6) Ciptakan tempat tidur yang
nyaman.
7) Mengurangi
nyeri
secara
farmakokinetik.
Rasional
dan
kalor,
tanda-tanda infeksi.
dolor,
tumor,
dan
mengidentifikasi
adanya
fungsiolaesa).
2) Gunakan tehnik aseptik dalam
perawatan post operatif.
2) Untuk
mencegah
terjadinya
3) Beri
tahu
klien
tentang
3) Mencegah
terjadinya
infeksi.
cuci
air
mikrooorganisme pathogen ke
dalam luka.
tangan
dibawah
dengan
kapas
yang
beberapa
jenis
mikroorganisme pathogen
dalam
pemberian
antibiotika.
5) Membantu membunuh
mikroorganisme patogen.
Rasional
2) Orientasikan
klien
pada
2) Memudahkan
pasien
sekitar.
3) Letakkan
3) Memudahkan pasien
barang
yang
sering
4) Anjurkan
klien
mengkonsumsi
bergizi,
untuk
nutrisi
misalnya
yang
buah-buahan
5) Mempercepat penyembuhan
5) Berikan obat-obatan sesuai terapi.
secara farmakokinetik.
dengan
lingkungannya.
2) Bimbing pasien berjalan selama
sangat kabur.
3) Bersihkan jalan yang dilewati pasien
pasien.
3) Untuk menghindari risiko cidera,
dan
yakinkan
pasien
Rasional
ruangan
dalam
keadaan terang.
4) Anjurkan pasien tidak melakukan
pasien.
4) Peningkatan tekanan pada bola mata
yang
terdapat
luka
berisiko
luka.
5) Tidur kearah mata yang sakit dapat
menyebabkan meningkatnya tekanan
pada bola mata yang sakit, sehingga
saat tidur.
berisiko
6) Anjurkan
pasien
untuk
makan
menyebabkan
cidera/
menjadi lancar.
7) Libatkan
keluarga
keluarga
untuk
cidera.
7) Mencegah terjadinya cidera pada
pasien.
8) Mencegah terjadinya cidera pada
pasien.
berbahaya
lingkungan
pasien
di
dan
9) Mencegah
terjadinya
cidera/jatuh
pada pasien
penjelasan
Rasional
mengenai
1) Menambah
pengetahuan
pasien
kondisi
penyakit,
proses
tentang penyakitnya.
teratur
di
pelayanan
2) Menambah
pengetahuan
pasien
kesehatan terdekat.
3) Libatkan orang terdekat klien dalam
melaksanakan aktivitas kehidupan
3) Memudahkan
dalam
membantu
sehari-hari.
D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat
sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus,
dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien.
E. EVALUASI
1. Pasien merasa nyaman, dan dapat memahami penjelasan perawat.
2. Tidak terjadi infeksi pada mata pasien.
3. Pasien tidak mengalami cedera.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Salim
Anissa
www.google.com,
(2005),
Asuhan
Keperawatan
pada
Pasien
Pterigium,
LEMBAR PENGESAHAN
Denpasar, 23 Mei 2012
Mengetahui
Pembimbing Praktik,
Mahasiswa,
NIM. PO3120014220
Mengetahui
Pembimbing Akademik,
NIP.