Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

KISTA OVARIUM

A. DEFINISI
Kista ovarium (atau kista indung telur) berarti kantung berisi
cairan,normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium).
Kistaindung telur dapat terbentuk kapan saja, pada masa pubertas
sampaimenopause, juga selama masa kehamilan (Bilotta. K, 2012).
Kista ovarium (kista indung telur) berarti kantung berisi cairan,
normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium) (Nugroho,
2010: 101)
.

Gambar : Rahim normal dan kiata ovarium


Sumber : http://kistaovarium.org/

B. KLASIFIKASI
Menurut Nugroho (2010), klasifikasi kista ovarium adalah :
1. Tipe Kista Normal
Kista fungsional ini merupakan jenis kista ovarium yang paling
banyak ditemukan. Kista ini berasal dari sel telur dan korpus luteum, terjadi
bersamaan dengan siklus menstruasi yang normal.

Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU


PO7120419006 Prodi Ners 2020
Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan pecah pada
masa subur, untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap dibuahi
oleh sperma. Setelah pecah, kista fungsional akan menjadi kista folikuler
dan akan hilang saat menstruasi. Kista fungsional terdiri dari: kista
folikel dan kista korpus luteum. Keduanya tidak mengganggu, tidak
menimbulkan gejala dan dapat menghilang sendiri dalam waktu 6 – 8
minggu.
2. Tipe Kista Abnormal
a. Kistadenoma
Merupakan kista yang berasal dari bagian luar sel indung telur.
Biasanya bersifat jinak, namun dapat membesar dan dapat
menimbulkan nyeri.
b. Kista coklat (endometrioma)
Merupakan endometrium yang tidak pada tempatnya. Disebut kista
coklat karena berisi timbunan darah yang berwarna coklat kehitaman.
c. Kista dermoid
Merupakan kista yang berisi berbagai jenis bagian tubuh seperti
kulit, kuku, rambut, gigi dan lemak. Kista ini dapat ditemukan di
kedua bagian indung telur. Biasanya berukuran kecil dan tidak
menimbulkan gejala.
d. Kista endometriosis
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium
yang berada di luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan
tumbuhnya lapisan endometrium setiap bulan sehingga menimbulkan
nyeri hebat, terutama saat menstruasi dan infertilitas.
e. Kista hemorhage
Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga
menimbulkan nyeri di salah satu sisi perut bagian bawah.
f. Kista lutein
Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Kista lutein
yang sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus luteum haematoma.
Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU
PO7120419006 Prodi Ners 2020
g. Kista polikistik ovarium
Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecah dan
melepaskan sel telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap bulan.
Ovarium akan membesar karena bertumpuknya kista ini. Kista
polikistik ovarium yang menetap (persisten), operasi harus dilakukan
untuk mengangkat kista tersebut agar tidak menimbulkan gangguan
dan rasa sakit.

C. ETIOLOGI
Menurut Nugroho (2010: 101), kista ovarium disebabkan oleh gangguan
(pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium
(ketidakseimbangan hormon). Kista folikuler dapat timbul akibat hipersekresi
dari FSH dan LH yang gagal mengalami involusi atau mereabsorbsi cairan.
Kista granulosa lutein yang terjadi didalam korpus luteum indung telur yang
fungsional dan dapat membesar bukan karena tumor, disebabkan oleh
penimbunan darah yang berlebihan saat fase pendarahan dari siklus menstruasi.
Kista theka-lutein biasanya bersifay bilateral dan berisi cairan bening, berwarna
seperti jerami. Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan sel yang tidak
terkendali di ovarium, misalnya pertumbuah abnormal dari folikel ovarium,
korpus luteum, sel telur.

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis Kista Ovarium Menurut Nugroho (2010: 104),
kebanyakan wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala sampai
periode tertentu. Namun beberapa orang dapat mengalami gejala ini :
1. Nyeri saat menstruasi.
2. Nyeri di perut bagian bawah.
3. Nyeri saat berhubungan seksual.
4. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
5. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.
6. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.
Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU
PO7120419006 Prodi Ners 2020
E. PATHOFISIOLOGI
Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel
yang terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel tersebut gagal
mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak
sempurna didalam ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium.
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang
disebut Folikel de Graff. Pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter
lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur akan
menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm
dengan kista ditengah- tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit,
korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif.
Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar
kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang
berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu
jinak (Nugroho, 2010).

Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU


PO7120419006 Prodi Ners 2020
F. PATHWAY
Etiologi :
 Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron
 Pertumbuhan folikel tidak seimbang
 Degenerasi ovarium
 Infeksi ovarium

Gangguan reproduksi

Komplikasi :
 Pembenjolan perut
Tanda dan gejala : Diagnosa :  Pola haid berubah
 Tanpa gejala  Anamnesa  Perdarahan
 Nyeri saat menstruasi  Pemeriksaan fisik  Torsio (putaran tangkai)
 Nyeri di perut bagian bawah  Pemeriksaan  Infeksi
 Nyeri saat berhubungan penunjang  Dinding kista robek
seksual  Perubahan keganasan
 Nyeri saat berkemih atau BAB
 Siklus menstruasi tidak teratur Kista ovarium

Kista fungsional Kista non fungsional

Konservatif :
 Observasi 1-2 bulan
Laparatomi Laparoskopi

Keluhan tetap :
 Aktivitas hormon Ovarian Salpingo-
 Discomfort cystectomy oophorectomy

Perawatan post operasi : Penyulit post operasi :


 Obat analgetik  Nyeri
 Mobilisasi  Perdarahan
 Personal hygiene
 Infeksi

Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU


PO7120419006 Prodi Ners 2020
Bagan 2.1 Pathway Kista Ovarium (Taufan Nugroho, 2010)
G. KOMPLIKASI
Menurut Wiknjosastro (2007: 347-349), komplikasi yang dapat terjadi
pada kista ovarium diantaranya:
1. Akibat pertumbuhan kista ovarium
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan
pembesaran perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan oleh
besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak
kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista
yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut kadang-kadang hanya
menimbulkan rasa berat dalam perut serta dapat juga mengakibatkan edema
pada tungkai.
2. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium
` Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu
sendiri mengeluarkan hormon.
3. Akibat komplikasi kista ovarium
a. Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur
menyebabkan kista membesar, pembesaran luka dan hanya
menimbulkan gejala-gejala klinik yang minimal. Akan tetapi jika
perdarahan terjadi dalam jumah yang banyak akan terjadi distensi yang
cepat dari kista yang menimbukan nyeri di perut.
b. Torsio atau putaran tangkai
Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai
dengan diameter 5 cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba fallopi
atau ligamentum rotundum pada uterus. Jika dipertahankan torsi ini
dapat berkembang menjadi infark, peritonitis dan kematian. Torsi
biasanya unilateral dan dikaitkan dengan kista, karsinoma, TOA, massa
yang tidak melekat atau yang dapat muncul pada ovarium normal. Torsi
ini paling sering muncul pada wanita usia reproduksi. Gejalanya
meliputi nyeri mendadak dan hebat di kuadran abdomen bawah, mual
Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU
PO7120419006 Prodi Ners 2020
dan muntah. Dapat terjadi demam dan leukositosis. Laparoskopi adalah
terapi pilihan, adneksa dilepaskan (detorsi), viabilitasnya dikaji,
adneksa gangren dibuang, setiap kista dibuang dan dievaluasi secara
histologis.
c. Infeksi pada tumor
Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.
d. Robek dinding kista
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat
trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada saat
bersetubuh. Jika robekan kista disertai hemoragi yang timbul secara
akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke dalam rongga
peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus disertai tanda-
tanda abdomen akut.
e. Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan
mikroskopis yang seksama terhadap kemungkinan perubahan
keganasannya. Adanya asites dalam hal ini mencurigakan. Massa kista
ovarium berkembang setelah masa menopause sehingga besar
kemungkinan untuk berubah menjadi kanker (maligna). Faktor inilah
yang menyebabkan pemeriksaan pelvik menjadi penting.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat
diperolehkepastian sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang
cermat dan analisis yang tajam dari gejala-gejala yang ditemukan dapat
membantudalam pembuatan differensial diagnosis. Beberapa cara yang
dapatdigunakan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah (Bilotta, 2012 :
1)
1. Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuahtumor
berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat tumor itu.
Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU
PO7120419006 Prodi Ners 2020
2. Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,apakah tumor
berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,apakah tumor kistik atau
solid, dan dapat pula dibedakan antara cairandalam rongga perut yang bebas
dan yang tidak.
3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.Selanjutnya,
pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanyagigi dalam tumor.
4. Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perludiperhatikan
bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi
kista bila dinding kista tertusuk.

I. PENATALAKSANAAN
1. Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor
(dipantau) selama 1 -2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang
dengan sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil
jika tidak curiga ganas (kanker) (Nugroho, 2010: 105).
2. Terapi bedah atau operasi
Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka tindakan
operasi harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada 22 gejala akut,
tindakan operasi harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan seksama.
Kista berukuran besar dan menetap setelah berbulan-bulan biasanya
memerlukan operasi pengangkatan. Selain itu, wanita menopause yang
memiliki kista ovarium juga disarankan operasi pengangkatan untuk
meminimalisir resiko terjadinya kanker ovarium. Wanita usia 50-70 tahun
memiliki resiko cukup besar terkena kenker jenis ini. Bila hanya kistanya
yang diangkat, maka operasi ini disebut ovarian cystectomy. Bila
pembedahan mengangkat seluruh ovarium termasuk tuba fallopi, maka
disebut salpingo oophorectomy.
Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU
PO7120419006 Prodi Ners 2020
Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain
tergantung pada usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak, kondisi
ovarium dan jenis kista.
Kista ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium terlilit
(twisted) dan menghentikan pasokan darah ke ovarium, memerlukan tindakan
darurat pembedahan (emergency surgery) untuk mengembalikan posisi
ovarium menurut Yatim, (2005: 23)
Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut Yatim,
(2005: 23) yaitu:
a. Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada pemeriksaan
sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan, biasanya dokter
melakukan operasi dengan laparoskopi. Dengan cara ini, alat laparoskopi
dimasukkan ke dalam rongga panggul 23 dengan melakukan sayatan
kecil pada dinding perut, yaitu sayatan searah dengan garis rambut
kemaluan.
b. Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan dengan
laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara
laparotomi, kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami proses
keganasan (kanker) atau tidak. Bila sudah dalam proses keganasan,
operasi sekalian mengangkat ovarium dan saluran tuba, jaringan lemak
sekitar serta kelenjar limfe.

Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU


PO7120419006 Prodi Ners 2020
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN KISTA OVARIUM
A. PENGKAJIAN
1. Langkah I (pertama) :
Pengumpulan Data Dasar Pada langkah pertama ini dikumpulkan
semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan
kondisi klien. Perawat mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila
klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter
dalam 30 manajemen kolaborasi perawat akan melakukan konsultasi.
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua data
yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. (Muslihatun, dkk.
2009: 115).
a. Data subyektif
1) Identitas pasien
a) Nama : Dikaji untuk mengenal atau memanggil agar tidak
keliru dengan pasien-pasien lain.
b) Umur : Untuk mengetahui apakah pasien masih dalam masa
reproduksi.
c) Agama : Untuk mengetahui pandangan agama klien mengenai
gangguan reproduksi.
d) Pendidikan : Dikaji untuk mengetahui sejauh mana tingkat
intelektualnya sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai
dengan pendidikannya.
e) Suku/bangsa : Dikaji untuk mengetahui adat istiadat atau kebiasaan
sehari-hari pasien.
f) Pekerjaan : Dikaji untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial
ekonominya.
g) Alamat : Dikaji untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan.

Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU


PO7120419006 Prodi Ners 2020
2) Alasan Kunjungan Alasan apa yang mendasari ibu datang.
Tuliskan sesuai uangkapan.
a) Keluhan Utama
Dikaji dengan benar-benar apa yang dirasakan ibu untuk
mengetahui permasalahan utama yang dihadapi ibu mengenai
kesehatan reproduksi.
b) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat kesehatan yang lalu
Dikaji untuk mengetahui penyakit yang dulu pernah diderita
yang dapat mempengaruhi dan memperparah penyakit yang
saat ini diderita.
(2) Riwayat kesehatan sekarang
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyakit yang diderita pada saat ini yang berhubungan dengan
gangguan reproduksi terutama kista ovarium.
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya
pengaruh penyakit keluarga terhadap gaangguan kesehatan
pasien.
c) Riwayat Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali menikah, syah
atau tidak, umur berapa menikah dan lama pernikahan.
d) Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tentang menarche umur berapa, siklus, lama
menstruasi, banyak menstruasi, sifat dan warna darah,
disminorhoe atau tidak dan flour albus atau tidak. Dikaji untuk
mengetahui ada tidaknya kelainan system reproduksi sehubungan
dengan menstruasi.
e) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU


PO7120419006 Prodi Ners 2020
Bertujuan untuk mengetahui apabila terdapat penyulit, maka bidan
harus menggali lebih spesifik untuk memastikan bahwa apa yang
terjadi pada ibu adalah normal atau patologis.
f) Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang pernah dan saat ini
digunakan ibu yang kemungkinan menjadi penyebab atau
berpengaruh pada penyakit yang diderita saat ini.
g) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
(1) Nutrisi
Dikaji tentang kebiasaan makan, apakah ibu suka memakan
makanan yang masih mentah dan apakah ibu suka minum
minuman beralkohol karena dapat merangsang pertumbuhan
tumor dalam tubuh.
(2) Eliminasi
Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan
buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau
serta kebiasaan air kecil meliputi frekuensi, warna, jumlah.
(3) Hubungan seksul
Dikaji pengaruh gangguan kesehatan reproduksi tersebut
apakah menimbulkan keluhan pada hubungan seksual atau
sebaliknya.
(4) Istirahat
Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat yang cukup
atau tidak.
(5) Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan
tubuh terutama pada daerah genetalia.
(6) Aktivitas
Dikaji untuk menggambarkan pola aktivitas pasien sehari hari.
Pada pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap
kesehatannya.
Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU
PO7120419006 Prodi Ners 2020
b. Data Objektif
Seorang perawat harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa
keadaan klien dalam keadaan stabil. Yang termasuk dalam komponen-
komponen pengkajian data obyektif ini adalah:
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum
Dikaji untuk menilai keadaan umum pasien baik atau tidak.
b) Kesadaran
Dikaji untuk menilai kesadaran pasien.
c) Vital sign
Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan kondisi
yang dialaminya, meliputi : Tekanan darah, temperatur/ suhu,
nadi serta pernafasan
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki.
a) Kepala : Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan
rambut rontok atau tidak, kebersihan kulit kepala.
b) Muka : Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem atau
tidak, pucat atau tidak.
c) Mata : Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera ikterik
atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak.
d) Hidung : Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris
atau tidak, bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak.
e) Telinga : Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan
sekret atau tidak.
f) Mulut : Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah
atau tidak, stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak.
g) Leher : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran
kelenjar tiroid, limfe, vena jugularis atau tidak.
h) Ketiak : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran
kelenjar limfe atau tidak.
Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU
PO7120419006 Prodi Ners 2020
i) Dada : Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau tidak,
ada benjolan atau tidak.
j) Abdomen : Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi dan
pembesaran perut.
k) Ekstermitas atas : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik
atau tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau tidak.
l) Ekstermitas bawah : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor
baik atau tidak, sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek
patella positif atau tidak.
m) Genitalia : Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses
ataupun pengeluaran yang tidak normal.
n) Anus : Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid atau
tidak.
3) Pemeriksaan khusus
a) Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk melihat
keadaan muka, payudara, abdomen dan genetalia.
b) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba atau tangan,
digunakan untuk memeriksa payudara dan abdomen.
4) Pemeriksaan Penunjang
Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, kelainan dan
penyakit.
2. Langkah II (kedua): Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan interpretasi data yang benar terhadap
diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang
benar atas data-data yang telah dikumpulkan (Muslihatun, dkk. 2009: 115).
Dalam langkah ini data yang telah dikumpulkan di interpretasikan
menjadi diagnosa keperawatan dan masalah.

Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU


PO7120419006 Prodi Ners 2020
a. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan yang berkaitan dengan nama
ibu, umur ibu dan keadaan gangguan reproduksi. Data dasar meliputi:
1) Data Subyektif
Pernyataan ibu tentang keterangan umur serta keluhan yang dialami
ibu.
2) Data Obyektif
Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
b. Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkaan pernyataan pasien Data dasar
meliputi:
1) Data Subyektif
Data yang di dapat dari hasil anamnesa pasien.
2) Data Obyektif
Data yang didapat dari hasil pemeriksaan.
3. Langkah III (ketiga): Mengidentifikasikan Diagnosa atau Masalah Potensial
Pada langkah ini, perawat mengidentifikasi masalah atau diagnosis
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi. Jika memungkinkan,
dilakukan pencegahan. Sambil mengamati kondisi klien, bidan diharapkan
dapat bersiap jika diagnosis atau masalah potensial benar-benar terjadi.
Langkah ini menentukan cara perawat melakukan asuhan yang aman
(Purwandari, 2008:79).
4. Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang
Memerlukan Penanganan Segera
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses
manajemen keperawatann. Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan dan
dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang gawat
dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa
ibu (Muslihatun, dkk. 2009: 117).

Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU


PO7120419006 Prodi Ners 2020
Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukan satu situasi yang
memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi
dari seorang dokter. Situasi lainya bisa saja tidak merupakan kegawatan
tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter (Muslihatun,
dkk. 2009: 117).
5. Langkah V (kelima): Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh
Pada langkah ini, direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan
oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen
terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi.
Pada langkah ini informasi atau data dasar yang tidak lengkap dapat
dilengkapi(Purwandari, 2008: 81).
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang
sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang
berkaitan, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita
tersebut tentang apa yang akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan
penyuluhan untuk masalah sosial ekonomi, budaya, atau 40 psikologis.
Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap
hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana asuhan harus
disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu perawat dan klien, agar dapat
dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian pelaksanaan
rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas perawat adalah
merumuskan rencana asuhan sesuai hasil pembahasan rencana bersama
klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya
(Purwandari, 2008: 81).
6. Langkah VI (keenam): Melaksanakan perencanaan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang
telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini bisa dilakukan oleh perawat atau sebagian dilakukan oleh
bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain.
Jika perawat tidak melakukannya sendiri ia tetap memikul tanggung jawab
untuk mengarahkan pelaksanaanya. Manajemen yang efisien akan
Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU
PO7120419006 Prodi Ners 2020
menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien
(Muslihatun, dkk. 2009: 118).
7. Langkah VII (terakhir): Evaluasi
Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan yang
diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis. Ada kemungkinan rencana
tersebut efektif, sedang sebagian yang lain belum efektif. Mengingat proses
manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum, perlu mengulang kembali
dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen tidak
efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut
(Purwandari, 2008: 82).
Langkah proses manajemen pada umumnya merupakan pengkajian
yang memperjelas proses pemikiran dan mempengaruhi tindakan serta
orientasi proses klinis. Karena proses manajemen tersebut berlangsung di
dalam situasi klinis dan dua langkah yang terakhir tergantung pada klien dan
situasi klinis, tidak mungkin manajemen ini dievaluasi dalam tulisan saja
(Purwandari, 2008: 83).
Data Perkembangan
Menurut Muslihatun, (2009: 123-124) pendokumentasian atau catatan
manajemen keperawatan dapat deterapkan dengan metode SOAP, yang
merupakan singkatan dari:
1) S (Subjektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah pertama
(pengkajian data), terutama data yang diperoleh dari anamnesis.
2) O (Objektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah pertama
(pengkajian data, terutama data yang diperoleh dari pemeriksaan fisik
pasien, pemeriksaan laboratorium) pemeriksaan diagnostik lain.
3) A (Assessment)
Merupakaan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan)
dari data subjektif dan objektif.
Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU
PO7120419006 Prodi Ners 2020
4) P (Planning)
Berisi tentang rencana asuhan yang disusun berdasarkan hasil analisis dan
interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan
tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan
kesejahteraannya.
B. DIAGNOSA
Herdman (2011), kemungkinan diagnosa yang muncul pada pasien dengan kista
ovarium adalah :
Pre Operasi
1. Nyeri akut b.d agen cedera biologi
2. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
Post Operasi
1. Nyeri akut b.d agen cedera biologi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
3. Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik

Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU


PO7120419006 Prodi Ners 2020
C. INTERVENSI
Pre Operasi

RENCANA KEPERAWATAN

N DIANGOSA
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
O KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan NIC :


cidera biologi keperawatan selama 3x24 jam Pain Management
diharapkan nyeri pasien - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
berkurang karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
NOC : - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Pain Level, - Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
 Pain control, pengalaman nyeri pasien
 Comfort level - Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Kriteria Hasil : - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
- Mampu mengontrol nyeri (tahu - Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
penyebab nyeri, mampu ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
menggunakan tehnik - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
nonfarmakologi untuk dukungan
mengurangi nyeri, mencari - Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
bantuan) ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Melaporkan bahwa nyeri - Kurangi faktor presipitasi nyeri
berkurang dengan menggunakan - Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
manajemen nyeri farmakologi dan inter personal)
- Mampu mengenali nyeri (skala, - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi

Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU


PO7120419006 Prodi Ners 2020
intensitas, frekuensi dan tanda - Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
nyeri) - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Menyatakan rasa nyaman - Tingkatkan istirahat
setelah nyeri berkurang - Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan
- Tanda vital dalam rentang nyeri tidak berhasil
normal

2. Kecemasan bd Setelah dilakukan asuhan NIC :


diagnosis dan keperawatan selama 3x 24 jam Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
pembedahan diharapakan cemasi terkontrol - Gunakan pendekatan yang menenangkan
NOC : - Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
 Anxiety control - Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
 Coping prosedur
Kriteria Hasil : - Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
- Klien mampu mengidentifikasi takut
dan mengungkapkan gejala - Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
cemas prognosis
- Mengidentifikasi, - Dorong keluarga untuk menemani anak
mengungkapkan dan - Lakukan back / neck rub
menunjukkan tehnik untuk - Dengarkan dengan penuh perhatian
mengontol cemas - Identifikasi tingkat kecemasan
- Vital sign dalam batas normal - Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
- Postur tubuh, ekspresi wajah, - Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
bahasa tubuh dan tingkat persepsi
aktivitas menunjukkan - Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
berkurangnya kecemasan - Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU


PO7120419006 Prodi Ners 2020
Post Operasi

 RENCANA KEPERAWATAN

N DIANGOSA
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
O KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan NIC :


injuri fisik keperawatan selama 3x24 jam Pain Management
diharapkan nyeri pasien - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
berkurang karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
NOC : - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Pain Level, - Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
 Pain control, pengalaman nyeri pasien
 Comfort level - Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Kriteria Hasil : - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
- Mampu mengontrol nyeri - Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
(tahu penyebab nyeri, mampu ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
menggunakan tehnik - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
nonfarmakologi untuk dukungan
mengurangi nyeri, mencari - Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
bantuan) ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Melaporkan bahwa nyeri - Kurangi faktor presipitasi nyeri
berkurang dengan - Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
menggunakan manajemen farmakologi dan inter personal)
nyeri - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
- Mampu mengenali nyeri - Ajarkan tentang teknik non farmakologi

Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU


PO7120419006 Prodi Ners 2020
(skala, intensitas, frekuensi - Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
dan tanda nyeri) - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Menyatakan rasa nyaman - Tingkatkan istirahat
setelah nyeri berkurang - Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan
- Tanda vital dalam rentang nyeri tidak berhasil
normal

2. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan NIC :


penurunan keperawatan selama 3x 24 jam Infection Control (Kontrol infeksi)
pertahanan primer diharapakan infeksi terkontrol - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
NOC : - Pertahankan teknik isolasi
 Immune Status - Batasi pengunjung bila perlu
 Knowledge : Infection control - Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
 Risk control berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
Kriteria Hasil : - Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
- Klien bebas dari tanda dan - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
gejala infeksi - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Mendeskripsikan proses - Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
penularan penyakit, factor - Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai
yang mempengaruhi penularan dengan petunjuk umum
serta penatalaksanaannya, - Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
- Menunjukkan kemampuan kencing
untuk mencegah timbulnya - Tingktkan intake nutrisi
infeksi - Berikan terapi antibiotik bila perlu
- Jumlah leukosit dalam batas
normal Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
- Menunjukkan perilaku hidup - Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
sehat - Monitor hitung granulosit, WBC
- Monitor kerentanan terhadap infeksi

Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU


PO7120419006 Prodi Ners 2020
- Batasi pengunjung
- Saring pengunjung terhadap penyakit menular
- Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
- Pertahankan teknik isolasi k/p
- Berikan perawatan kuliat pada area epidema
- Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
- Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
- Dorong masukkan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
3. Hambatan Setelah Dilakukan Tindakan NIC :
mobilisasi fisik Keperawatan selama 3x24 jam Terapi latihan fisik : Mobilitas sendi
berhubungan diharapkan hambatan mobilitas - Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon
dengan kelemahan fisik dapat teratasi. pasien saat latihan
fisik NOC : Mobilitas - Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
Kriteria Hasil : ambulasi
1. Klien meningkat dalam - Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
aktivitas fisik - Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
2. Mengerti tujuan dari mandiri sesuai kemampuan
peningkatan mobilitas - Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
3. Memverbalisasikan perasaan jika diperlukan.
dalam meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah

Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU


PO7120419006 Prodi Ners 2020
Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU
PO7120419006 Prodi Ners 2020
DAFTAR PUSTAKA
Benson Ralp C dan Martin L. Pernoll. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: EGC
Bilotta, Kimberli. 2012. Kapita Selekta Penyakit: Dengan Implikasi Keperawatan.
Edisi 2. Jakarta : EGC
Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.
Heffner, Linda J. & Danny J.Schust. (2008). At a Glance Sistem Reproduksi Edisi II.
Jakarta : EMS, Erlangga Medical Series.
Lowdermil, Perta. 2005. Maternity Women’s Health Care. Seventh edit.
Muslihatun, Nur Wafi. 2009. Dokumentasi Keperawatan. Yogyakarta: Fitramaya
Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya.
Yogyakarta : Nuha Medika
Purwandari Atik. 2008. Konsep Keperawatan. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta :
EGC
Winkjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan Ed.2. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwomo Prawirohardjo
Yatim, Faisal. 2005. Penyakit Kandungan, Myom, Kista, Indung Telur, Kanker
Rahim/Leher Rahim, serta Gangguan lainnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor

Merlin Gustiani Rivai POLTEKKES KEMENKES PALU


PO7120419006 Prodi Ners 2020

Anda mungkin juga menyukai