Anda di halaman 1dari 30

PatogenesisSetiap abortus spontan pada mulanya didahului oleh proses perdarahan

dalam
desidua basalais kemudian diikuti oleh proses nekrosis pada jaringan sekitar daerah
yangmengalami perdarahan itu. Dengan demikian konseptus terlepas sebagian atau
seluruhnyadari tempat implantasinya. Pada keguguran yang terjadi sebelum
kehamilan kurang dari 8minggu pelepasannya dapat terjadi sempurna sehingga
terjadi abortus kompletus olehkarena villi koreales belum tumbuh terlalu mendalam
ke dalam lapisan desidua.
Padakeguguran yang lebih tua pelepasannya biasanya tidak sempurna oleh karena
villikoriales telah tumbuh dan menembus lapisan desidua jauh lebih tebal sehingga
ada bagian yang terissa melekat pada dinding rahim dan terjadi abortus inkompletu
s. Sisaabortus yang tertahan didalam rahim mengganggu kontraksinya hal
mana menyebabkan pengeluaran darah yang lebih banyak Konseptus yang telah
lepas dari perlekatannya merupakan benda asing di dalamuterus dan merangsang
rahum untuk berkontraksi. Rangsangan yang terjadi semakin
lamasemakin bertambah kuat dan terjadilah his yang memeras isi
rahim keluar. Apabilakantong kehamilan yang keluar itu dibuka dan didapatkan cair
an yang didalamnyaterdapat fetus yang telah mengalami maserasi. Pada kehamilan
anembrionik didalamcairan tidak terdapat fetus atau kalaupun ada fetusnya tidak b
erkembang sempurna.Dengan mikroskop villi terlihat kepenuhan cairan sehingga
menggembung dan ujungnya bercabang yang berakhir dengan gelembunggelembung kecil menyerupai sosis. Denganmasuknya cairan jaringan kedalamnya,
villi yang demikian mengalami degenerasi mola.Pada peristiwa yang tejadi perlahan
darah yang keluar membeku mengelilingi konseptusdan menjadikan darah beku
sebagai kapsulnya dengan ketebalan bervariasi dan didalamkapsul itu tersebar vili
koriales yang telah mengalami degenerasi. Isi kapsul yang terbuatdari bekuan
darah itu adalah kantong yang berisi cairan. Oleh tekanan bekuan darah
yangmengelilinginya biasanya kantong tersebut menglami distorsi.
Benda yang demikianterbentuk ini dinamakan mola kruenta. Apabila pigmen darah
telah diresorbsi dan
padayang tersisa telah terjadi organisasi maka benda tersebut akan menyerupai da
ging berwarna merah kehitaman dan disebut mola karnosa. Apabila perdarahan yan
g tejadimasuk ke ruangan antara lapisan amnion dengan lapisan korion maka
hematom-hematomyang terjadi berbentuk noduler dan benda itu disebut mola
tuberosa.Pada keguguran yang terjadi setelah fetus agak besar dapat tebentuk
fetus yangmengalami maserasi, fetus kompresus atau fetus papiraseus. Pada fetus
yang
mengalami proses maserasi, tengkorak kepala menjadi gepeng karena suturanya tid
ak utuh lagi, perutnya kembung karena berisi cairan dan bercampur darah,
fetus berwarna kemerahan,kulit terkelupas selagi masih didalam rahim atau mudah
sekali terkelupas oleh
sentuhanringan di luar rahim dan terpisah dari koriumnya. Organ-organ dalam men

galamidegenerasi dan nekrosis dan menjadi rapuh serta kehilangan kemampuannya


untuk menyerap zat warna. Apabila cairan amnion diresorbsi maka fetus akan kerin
g danterhimpit sehingga pipih di dalam rahim dan terbentuk fetus kompresus.
Kadang-kadangfetus demikian keringnya dan menjadi tipis karena
terkompres sehingga menyerupaikertas dan disebut fetus papiraseus. Fetus
papiraseus relatif lebih sering terdapat padakehamilan ganda yang satu fetusnya
mati jauh dini sementara fetus yang satunya lagitumbuh dan berkembang sampai
lahir aterm

PatogenesisSetiap abortus spontan pada mulanya didahului oleh proses perdarahan


dalam
desidua basalais kemudian diikuti oleh proses nekrosis pada jaringan sekitar daerah
yangmengalami perdarahan itu. Dengan demikian konseptus terlepas sebagian atau
seluruhnyadari tempat implantasinya. Pada keguguran yang terjadi sebelum
kehamilan kurang dari 8minggu pelepasannya dapat terjadi sempurna sehingga
terjadi abortus kompletus olehkarena villi koreales belum tumbuh terlalu mendalam
ke dalam lapisan desidua.
Padakeguguran yang lebih tua pelepasannya biasanya tidak sempurna oleh karena
villikoriales telah tumbuh dan menembus lapisan desidua jauh lebih tebal sehingga
ada bagian yang terissa melekat pada dinding rahim dan terjadi abortus inkompletu
s. Sisaabortus yang tertahan didalam rahim mengganggu kontraksinya hal
mana menyebabkan pengeluaran darah yang lebih banyak Konseptus yang telah
lepas dari perlekatannya merupakan benda asing di dalamuterus dan merangsang
rahum untuk berkontraksi. Rangsangan yang terjadi semakin
lamasemakin bertambah kuat dan terjadilah his yang memeras isi
rahim keluar. Apabilakantong kehamilan yang keluar itu dibuka dan didapatkan cair
an yang didalamnyaterdapat fetus yang telah mengalami maserasi. Pada kehamilan
anembrionik didalamcairan tidak terdapat fetus atau kalaupun ada fetusnya tidak b
erkembang sempurna.Dengan mikroskop villi terlihat kepenuhan cairan sehingga
menggembung dan ujungnya bercabang yang berakhir dengan gelembunggelembung kecil menyerupai sosis. Denganmasuknya cairan jaringan kedalamnya,
villi yang demikian mengalami degenerasi mola.Pada peristiwa yang tejadi perlahan
darah yang keluar membeku mengelilingi konseptusdan menjadikan darah beku
sebagai kapsulnya dengan ketebalan bervariasi dan didalamkapsul itu tersebar vili
koriales yang telah mengalami degenerasi. Isi kapsul yang terbuatdari bekuan
darah itu adalah kantong yang berisi cairan. Oleh tekanan bekuan darah
yangmengelilinginya biasanya kantong tersebut menglami distorsi.
Benda yang demikianterbentuk ini dinamakan mola kruenta. Apabila pigmen darah
telah diresorbsi dan
padayang tersisa telah terjadi organisasi maka benda tersebut akan menyerupai da
ging berwarna merah kehitaman dan disebut mola karnosa. Apabila perdarahan yan
g tejadimasuk ke ruangan antara lapisan amnion dengan lapisan korion maka

hematom-hematomyang terjadi berbentuk noduler dan benda itu disebut mola


tuberosa.Pada keguguran yang terjadi setelah fetus agak besar dapat tebentuk
fetus yangmengalami maserasi, fetus kompresus atau fetus papiraseus. Pada fetus
yang
mengalami proses maserasi, tengkorak kepala menjadi gepeng karena suturanya tid
ak utuh lagi, perutnya kembung karena berisi cairan dan bercampur darah,
fetus berwarna kemerahan,kulit terkelupas selagi masih didalam rahim atau mudah
sekali terkelupas oleh
sentuhanringan di luar rahim dan terpisah dari koriumnya. Organ-organ dalam men
galamidegenerasi dan nekrosis dan menjadi rapuh serta kehilangan kemampuannya
untuk menyerap zat warna. Apabila cairan amnion diresorbsi maka fetus akan kerin
g danterhimpit sehingga pipih di dalam rahim dan terbentuk fetus kompresus.
Kadang-kadangfetus demikian keringnya dan menjadi tipis karena
terkompres sehingga menyerupaikertas dan disebut fetus papiraseus. Fetus
papiraseus relatif lebih sering terdapat padakehamilan ganda yang satu fetusnya
mati jauh dini sementara fetus yang satunya lagitumbuh dan berkembang sampai
lahir aterm

Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi
belummencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500 gram (Derek
Liewollyn&Jones: 2002).Hal serupa dikemukakan Murray, 2002 bahwa abortus
adalah berakhirnya kehamilan
dengan pengeluaan hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan de
ngan usia gestasikurang dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram.
Patofisiologi Abortus
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis, kemudian diikuti
olehnekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi
terlepas sebagian atauseluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus.
Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.Pada
kehamilan kurang dari delapan minggu, hasil konsepsi biasanya
dikeluarkanseluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara
mendalam. Pada kehamilanantara 8-14 minggu villi koriales menembus desidua
lebih dalam, sehingga umumnya plasentatidak dilepaskan sempurna yang dapat
menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14minggu ke atas umumnya
yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapawaktu
kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan
lengkap.Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur.Hasil
konsepsi padaabortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya
kantong amnion kosong atautampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang

jelas (blighted ovum), mungkin pula janintelah mati lama (missed abortion)DAFTAR
PUSTAKA :Sarwono, Prawiroharjo. Abortus : Etiologi. Ilmu Kebidanan dan Kandungan,
edisi 4, 2008 ;37:465
0
A. KONSEP ABORTUS SPONTAN
1. Pengertian
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat akibat tertentu pada atau
sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu
untuk hidup di luar kandungan (Prawirohardjo,2006).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin
mampu hidup diluar kandungan (Nugroho,2010)
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi dari
luar untuk mengakhiri kehamilan tersebut, terminologi umum untuk masalah ini
adalah keguguran seperti abortus imminens, insipiens, komplit, inkomplit, dan
missed abortion. Sedangkan abortus buatan adalah abortus yang terjadi akibat
intervensi tertentu yang bertujuan untuk mengakhiri proses kehamilan, terminologi
untuk keadaan ini adalah pengguguran, aborsi atau abortus provokatus
(Prawirohardjo,2006).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan, sedangkan abortus inkomplit adalah sebagian hasil
konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal (Manuaba,
2008).
Abortus inkomplit adalah dimana sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal
di dalam uterus dimana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka
dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum,
perdarahannya masih terjadi dan jumlahnya bisa banyak atau sedikit bergantung
pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih
terbuka sehingga perdarahan berjalan terus (Saifuddin, 2002).
Abortus imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, di mana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan
tanpa adanya dilatasi serviks. Abortus insipiens adalah peristiwa terjadinya
perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dengan adanya dilatasi
serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih berada di dalam uterus
(Prawirohardjo,2006)
Abortus imminens adalah abortus yang mengancam, perdarahannya bisa berlanjut
beberapa hari atau dapat berulang. Dalam keadaan ini kehamilan masih mungkin
berlanjut atau dipertahankan. Beberapa kepustakaan menyebutkan beberapa resiko
dapat terjadi seperti prematuritas dan gangguan pertumbuhan janin dalam rahim
(Sujiyatini dkk,2009)
Abortus insipiens di diagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan
banyak, kadang kadang disertai gumpalan darah disertai nyeri karena kontraksi

rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi servik sehingga jari pemeriksa dapat
masuk dan ketuban dapat diraba. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan
kematian ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga
evakuasi harus segera dilakukan (Sujiyatini dkk,2009)
2. Manifestasi klinis
Karena abortus spontan banyak jenisnya maka untuk lebih memudahkan berikut
beberapa macam abortus dan manifestasi klinisnya :
Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Abortus (Manuaba,2007)
Jenis abortus Manifestasi klinisnya
Abortus imminen a. Terasa nyeri / kram ringan pada abdomen
b. Disertai perdarahan ringan, encer
c. Perdarahan bercak, dan sedang
d. Pemeriksaan dalam/spekulum:
1) Servik tertutup
2) Hegar positif
3) Piskacek positif
4) Chadwieck positif
e. Pembesaran uterus sesuai usia kehamilan
f. Hasil konsepsi masih dalam uterus
g. Tes kehamilan positif
Abortus insipien
a. Terasa nyeri / kram berat
b. Perdarahan banyak bahkan disertai gumpalan
c. Pemeriksaan dalam :
1) Servik membuka
2) Ketuban menonjol
3) Terasa kontraksi uterus berlanjut
d. Pembesaran uterus sesuai usia kehamilan
e. Belum terjadi ekspulsi hasil konsepsi
f. Tes kehamilan mungkin masih positif
Abortus inkomplit
a. Nyeri hebat
b. Perdarahan banyak
c. Sudah terjadi abortus dengan mengeluarkan jaringan tetapi sebagian masih
berada di dalam uterus
d. Pemeriksaan dalam :
1) Servik masih membuka, mungkin teraba jaringan sisa
2) Perdarahan mungkin bertambah setelah pemeriksaan dalam
e. Pembesaran uterus sesuai usia kehamilan
f. Tes kehamilan mungkin masih positif akan tetapi kehamilan tidak dapat
dipertahankan.
Abortus komplit a. Nyeri perut sedikit
b. Ekspulsi total jaringan hasil konsepsi

c. Perdarahan sedikit
d. Pemeriksaan dalam
1) Servik terbuka sedikit terkadang sudah menutup
2) Jaringan kosong
3) Perdarahan minimal
e. Uterus besarnya kecil dari usia kehamilan
f. Tidak ada lagi gejala kehamilan dan tes kehamilan negative
Abortus tertunda (missed abortion) a. Janin sudah meninggal dalam rahim tetapi
tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
b. Tanpa ada rasa nyeri
c. Perdarahan bisa ada, bisa tidak
d. Payudara terasa mengecil
e. Hilangnya tanda tanda kehamilan
g. Berat badan ibu menurun
h. Besar uterus lebih kecil dari umur kehamilan
Abortus sepsis a. Disertai rasa nyeri dan panas
b. Perdarahan ringan dari jalan lahir dan berbau
c. Rahim terasa nyeri saat perabaan
d. Adanya tanda tanda infeksi pada genitalia
Abortus habitualis Abortus spontan yang terjadi 3 kali berturut turut atau lebih
Gb. 2.1 Kondisi rahim sesuai dengan jenis abortus (Prawirohardjo,2006)
3. Etiologi
Abortus inkomplit merupakan salah satu abortus spontan, banyak faktor penyebab
terjadinya abortus spontan.
Penyebab abortus spontan (Manuaba,2009) :
a. Faktor genetik
1) Kelainan kromosom
Kelainan kromosom yang sering ditemukan pada abortus spontan adalah trisomi,
monosomi, triploid/tetraploid
2) Abortus dua kali karena kelainan kromosom terjadi 80%
3) Sindrom Ehlers Danlos
Yaitu suatu keadaan membran endometrium sangat rapuh sehingga mudah ruptur
atau pecah (rupture membrane abortus spontan)
b. Faktor hormonal
1) Defisiensi luetal
2) Abortus berulang karena faktor hormonal sekitar 35 50%
3) Ibu hamil menderita penyakit hormonal. Seperi diabetes mellitus dan gangguan
kelenjar tyroid
c. Kelainan anatomi uterus
1) Sub mukosa mioma uteri
2) Kelainan kongenital uterus seperti, septum, uterus arkuatus yang berat, terdapat
polip uteri
3) Serviks inkompeten

d. Faktor infeksi genitalia interna


1) Toxoplasmosis
2) Sitomegalovirus
3) Rubela
4) Herpes simpleks
5) Infeksi endometrium (klamidia, toksoplasmosis, mycoplasma hominis
e. Intoksikasi agen eksternal
1) Intoksikasi bahan anestesi
2) Kecanduan (alkohol. Perokok, agen lainnya)
f. Postur ibu hamil
1) Kurus, BB kurang dari 40 kg
2) Gemuk, BB diatas 80 kg
g. Faktor paternal
1) Hiperspermatozoa, jumlah sperma lebih dari 250 juta
2) Oligospermatozoa, jumlah sperma kurang dari 20 juta
3) Prinsipnya kekurangan DNA
h. Faktor imunologis
1) Faktor alloimmune
a) Penolakan maternal terhadap hasil konsepsi yang mengadakan implantasi
b) Jika tipe homolog HLA atau antipaternal antibody tinggi, akan berlangsung
abortus
c) Kehamilan dipertahankan oleh komponen :
(1) Lokal autoimmune reaksi sehingga menetralkan antipaternal antibody yang
dijumpai pada sebagian ibu hamil
(2) Faktor hormonal dari plasenta yaitu human chorionic gonadotropin dan
progesterone
2) Faktor antibody autoimun, terutama :
a) Antibody antiphosfolipid :
(1) Menimbulkan thrombosis, infrak plasenta, perdarahan
(2) Gangguan sirkulasi dan nutrisi menuju janin dan diikuti abortus
(3) Antibody anticardiolipin, dalam lupus anticoagulant (LAC)
(4) Menghalangi terbentuknya jantung janin sehingga akan menyebabkan abortus.
Nugroho juga membagi faktor pencetus terjadinya abortus menjadi dua
(Nugroho,2010)
a. Faktor fetal
Sekitar 2/3 dari abortus spontan pada trimester pertama merupakan anomaly
kromosom dengan dari jumlah tersebut adalah trisomi autosom dan sebagian lagi
merupakan triploidi, tetraploidi atau monosomi 45X.
b. Faktor maternal
1) Faktor faktor endokrin
a) Beberapa gangguan endokrin telah terlibata dalam abortus spontan berulang,
termasuk diantaranya adalah diabetes mellitus tak terkontrol, hipo dan hipertiroid,
hiperkresi luteinizing hormone, insufisiensi korpus luteum atau disfungsi fase luteal

dan penyakit polikistik ovarium


b) Pada perkembangan terbaru peranan hiperandrogenemia dan hiperprolaktinemia
telah dihubungkan dengan terjadinya abortus berulang
2) Faktor faktor anatomi
a) Anomaly uterus termasuk malformasi kongenital, defek uterus yang di dapat ,
leiomioma dan inkompetensia serviks.
b) Meskipun anomali anomali ini sering dihubungkan dengan abortus spontan,
insiden, klasifikasi dan peranannya dalam etiologi masih belum diketahui secara
pasti . Penelitian lain menunjukkan wanita dengan anomali didapat seperti
ashermans syndrome, adhesi uterus dan anomali didapat melalui paparan
dietilestilbestrol memiliki angka kemungkinan hidup fetus yang lebih rendah dan
meningkatnya angka kejadian abortus.
3) Faktor faktor immunologi
a) Pada kehamilan normal, system imun maternal tidak bereaksi terhadap
spermatozoa atau embrio, namun 40% pada abortus berulang diperkirakan secara
imunologis kehadiran fetus tidak dapat di terima.
b) Respon imun dapa dipicu oleh beragam faktor endogen dan eksogen, termasuk
pembentukan antobodi antiparental, gangguan autoimun yang mengarah pada
pembentukan antibodi autoimun (antibody antifosfolipid, antibody antinuclear,
aktivasi sel B poliklonal), infeksi, bahan bahan toksik dan stress.
4) Trombofilia
a) Trombofilia merupakan keadaan hiperkoagulasi yang berhubungan dengan
predisposisi terhadap trombolitik
b) Kehamilan akan mengawali keadaan hiperkoagulasi dan melibatkan
keseimbangan antara jalur prekoagulan dan antikoagulan
c) Trombofilia dapat merupakan kelainan yang herediter atau didapat
d) Terdapat hubungan antara antibodi antifosfolipid yang didapat dan abortus
berulang dan semacam terapi dan kombinasi terapi yang melibatkan heparin dan
aspirin telah direkomendasikan untuk menyokong pemeliharaan kehamilan sampai
persalinan.
e) Pada sindrom antifosfolipid, antibodi fosfolipid mempunyai hubungan dengan
kejadian trombisis vena, trombosis arteri, abortus atau trombositopenia. Namun,
mekanisme pasti yang menyebabkan antibodi fosfolipid mengarah ke trombosis
masih belum diketahui
f) Pada perkembangan terbaru, beberapa gangguan trombolitik yang herediter atau
didapat telah dihubungkan dengan abortus berulang termasuk faktor V leiden,
defisiensi protein antikoagulan dan antitrombin, hiperhomosistinemia, mutasi
genetik protrombin, dan mutasi homozigot pada gen metileneterhidrofolat
reduktase.
5) Infeksi
a) Infeksi infeksi maternal yang memperlihatkan hubungan yang jelas dengan
abortus spontan termasuk sifilis, parvovirus B19, HIV dan malaria.
b) Brusellosis, suatu penyakit zoonosis yang paling sering menginfeksi manusia
melalui produk susu yang tidak dipasteurisasi juga dapat menyebabkan abortus

spontan.
6) Faktor faktor eksogen
Meliputi bahan bahan kimia :
a) Gas anestesi
(1) Nitrat oksida dan gas gas anestesi lainnya diyakini sebagai faktor resiko untuk
terjadinya abortus spontan.
(2) Pada suatu tinjauan oleh Tannebaum dkk, wanita yang bekerja dikamar operasi
sebelum dan selama kehamilan mempunyai kecendrungan 1,5 sampai 2 kali untuk
mengalami abortus spontan.
(3) Pada suatu penelitian meta-analisis yang baru, hubungan antara pekerjaaan
maternal yang terpapar gas anestesi dan resiko abortus spontan digambarkan
adalah 1,48 kali dari pada yang tidak terpapar.
b) Air yang tercemar
(1) Suatu penelitian prospektif di California menemukan hubungan bermakna antara
resiko abortus spontan pada wanita yang terpapar trihalometanan dan terhadap
salah satu turunannya, bromodikhlorometana.
(2) Demikian juga dengan wanita yang tinggal di daerah Santa Clara, daerah yang
dengan kadar bromide pada air permukaan paling tinggi tersebut, memiliki resiko 4
kali lebih tinggi untuk mengalami abortus spontan.
c) Dioxin
Dioxin telah terbukti menyebabkan kanker pada manusi dan binatang dan
menyebabkan anomali reproduksi pada binatang. Beberapa penelitian pada
manusai menunjukkan hubungan antara dioxin dan abortus spontan.
d) Pestisida
Resiko abortus spontan telah diteliti pada sejumlah kelompok pekerja yang
menggunakan pestisida
7) Gaya hidup merokok dan alkoholisme
Penelitian epidemiologi mengenai merokok tembakau dan abortus spontan
menemukan bahwa merokok dapat sedikit meningkatkan resiko untuk terjadinya
abortus spontan. Namun hubungan antara merokok dan abortus spontan
tergantung pada faktorfaktor lain termasuk konsumsi alkohol, perjalanan
reproduksi, waktu gestasi untuk abortus spontan, kariotipe fetal, dan status sosial
ekonomi.
Peningkatan kejadian abortus spontan pada wanita alkoholik mungkin berhubungan
dengan akibat tak langsung dari gangguan terkait alkoholisme.
8) Radiasi
Radiasi ionisasi dikenal menyebabkan gangguan hasil reproduksi termasuk
malformasi kongenital, restriksi pertumbuhan intrauterine dan kematian embrio.
Sedangkan menurut Sarwono hal hal yang menyebabkan abortus spontan dibagi
atas : (Prawirohardjo,2006)
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau
cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian mudigah pada hamil-hamil
muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan diantaranya:

1) Kelainan kromosom. Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan ialah
trisomi, poliploidi dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks
2) Lingkungan kurang sempurna. Bila lingkungan di endometrium disekitar tempat
implantasi kurang sempurna, pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi akan
terganggu
3) Pengaruh dari luar. Radiasi, virus, obat-obat, dan sebagainya dapat
mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus.
Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen.
b. Kelainan plasenta
Endarteritis dapat terjadi pada vili koriales dan menyebabkan oksigenisasi plasenta
terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin.
Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi
menahun.
c. Penyakit ibu
Biasanya penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa abortus
tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, karena pada saat
terjadinya abortus lebih belakangan, pada sebagian kasus dapat ditentukan etiologi
abortus yang dapat dikoreksi. Sejumlah penyakit, kondisi kejiwaan dan kelainan
perkembangan pernah terlibat dalam peristiwa abortus euploidi.
Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria dan
lain-lain dapat menyebakan abortus. Toksin, bakteri, virus, atau plasmodium dapat
melalui plasenta masuk ke janin, sehingga menyebabkan kematian janin, dan
kemudian terjadilah abortus. Anemia berat, keracunan, laparotomi, peritonitis
umum, dan penyakit menahun seperti brusellosis, mononukleosis, infeksiosa,
toksoplasmosis, juga dapat menyebabkan abortus walaupun lebih jarang.
d. Kelainan traktus genitalis
Retroversio uteri, mioma uteri atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan
abortus. Tetapi harus diingat bahwa hanya retroversio uteri gravidi inkarserata atau
mioma submukosa yang memegang peranan penting. Sebab lain abortus dalam
trimester ke II adalah servik inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan
pada servik, dilatasi servik berlebihan, konisasi, amputasi, atau robekan servik yang
tidak dijahit.
4. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh
nekrosis jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas
sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus.
Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya
karena villi korialis belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan
antara 8 sampai 14 minggu villi korialis menembus desidua lebih dalam, sehingga
umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak
perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah
ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan

tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini
menyerupai persalinan dalam bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya
kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang
jelas dan mungkin pula janin telah mati lama. Apabila mudigah yang mati tidak
dikeluarkan dalam waktu yang cepat maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan
darah, isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apaila
pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi organisasi sehingga
semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose, dalam hal ini
amnion tampak berbenjol benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan
korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
mumifikasi diamana janin mengering dan karena cairan amnion berkurang maka ia
jadi gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti
kertas perkamen (fetus papiraseus)
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak segera dikeluarkan adalah terjadinya
maserasi, kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi
cairan dan seluruh janin berwarna kemerah merahan dan dapat menyebabkan
infeksi pada ibu apabila perdarahan yang terjadi sudah berlangsung lama.
(Prawirohardjo,2005),
5. Diagnosa dan Prognosa
Abortus dapat diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh
tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat, sering terdapat
pula terasa mules. Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditentukannya kehamilan
muda pada pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis atau
imunologik. Harus diperhatikan macam dan banyaknya perdarahan, pembukaan
servik dan adanya jaringan dalam kavum uteri atau vagina (Prawirohardjo,2006)
Dugaan abortus diperlukan beberapa kriteria sebagai berikut :
a. Terdapat keterlambatan datang bulan
b. Terjadi perdarahan
c. Disertai sakit perut
d. Dapat diikuti oleh pengeluaran hasil konsepsi
e. Pemeriksaan tes hamil dapat masih positif atau sudah negatif.
Hasil pemeriksaan fisik terhadap penderita bervariasi
a. Pemeriksaan fisik bervariasi tergantung jumlah perdarahan
b. Pemeriksaan fundus uteri :
1) Tinggi dan besarnya fundus tetap dan sesuai usia kehamilan
2) Tinggi dan besarnya sudah mengecil
3) Fundus uteri tidak teraba diatas simfisis
Pemeriksaan dalam :
a. Servik uteri masih tertutup
b. Servik sudah terbuka dan dapat teraba ketuban dan hasil konsepsi dalam kavum
uteri atau pada kanalis servikalis

c. Besarnya rahim atau uterus mengecil


d. Konsistensinya lunak.
(Sujiyatini,2009)
Sebagai kemungkinan diagnosis lain harus dipikirkan yaitu kehamilan ektopik yang
terganggu, mola hidatidosa, kehamilan dengan kelainan pada servik. Untuk
penegakan diagnose disesuaikan dengan gejala klinis masing masing abortus.
Sedangkan untuk prognosa abortus juga tergantung pada jenis abortus dan kondisi
pasien (Prawirohardjo,2006).
6. Penatalaksanaan
Penanganan umum :
a. Lakukan penilaian awal untuk menentukan kondisi pasien (gawat darurat,
komplikasi berat atau masih cukup stabil)
b. Pada kondisi gawat darurat, segera upayakan stabilisasi pasien sebelum
melakukan tindakan lanjutan (yindakan medic atau rujukan)
c. Penilaian medic untuk menentukan kelaikan tindakan di fasilitas kesehatan
setempat atau dirujuk kerumah sakit.
1) Bila pasien syok atau kondisinya memburuk akibat perdarahan hebat segera
atasi komplikasi tersebut
2) Gunakan jarum infuse besar (16G atau lebih besar) dan berikan tetesan cepat
(500 ml dalam 2 jam pertama) larutan garam fisiologis atau Ringer
d. Periksa kadar Hb, golongan darah dan uji padanan silang (crossmatch)
a. Bila terdapat tanda tanda sepsis, berikan antibiotic yang sesuai
b. Temukan dan hentikan segera sumber perdarahan
c. Lakukan pemantauan ketat tentang kondisi pasca tindakan dan perkembangan
lanjut
(Prawirohardjo,2006)
Tabel 2.2 Penatalaksanaan abortus sesuai dengan jenis abortus
(Prawirohardjo,2006)
Jenis abortus Penatalaksanaannya
Abortus imminen a. Tidak diperlukan pengobatan medic yang khusus
b. Istirahat (tirah baring), agar aliran darah ke uterus meningkat dan ransang
mekanik berkurang
c. Anjurkan untuk tidak melakukan aktifitas berlebihan atau melakukan hubungan
seksual
d. Bila perdarahan berhenti lakukan asuhan antenatal terjadwal
e. Bila perdarahan berlanjut, nilai kondisi janin melalui tes kehamilan atau USG
Abortus insipiens a. Uterus harus segera dikosongkan untuk menghindari
perdarahan yang banyak atau syok karena rasa mules dan sakit yang hebat
b. Pasang infuse, sebaiknya diertai oksitosin drip untuk mempercepat pengeluaran
hasil konsepsi
c. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilakukan dengan kuretase atau dengan cunam
abortus disusul dengan kerokan

d. Sebelum dilakukan kuretase diberikan antibiotika prifilaksis


e. Bila prosedur evakuasi tidak dapat segera dilakukan atau usia gestasi lebih besar
dari 16 minggu, lakukan tindakan pendahuluan dengan :
f. Infuse oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai dengan 8 tetes/menit
yang dapat dinaikkan hingga 40 tetes/menit, sesuai dengan kondisi kontraksi rahim
hingga terjadi pengeluaran hasil konsepsi
1) Ergometrin 0,2 mg IM yang diulangi 15 menit kemudian
2) Misoprostol 400 mg peroral dan apabila masih diperlukan dapat diulangi dengan
dosis yang sam setelah 4 jam dari dosis awal.
Abortus inkomplit
a. Bila disertai syok karena perdarahan segera pasang infuse dengan cairan NaCl
fisiologis atau cairan Ringer Laktat, bila perlu disusul dengan transfuse darah
b. Setelah syok teratasi, lakukan kerokan
c. Pasca tindakan berikan injeksi metal ergometrin maleat intra muscular untuk
mempertahankam kontraksi otot uterus
d. Perhatikan adanya tanda tanda infeksi
e. Bila tak ada tanda tanda infeksi berikan antibiotika prifilaksis (ampisilin 500 mg
oral atau doksisiklin 100 mg)
f. Bila terjadi infeksi beri ampisilin I g dan metronidazol 500 mg setiap 8 jam
Abortus komplit a. Tidak memerlukan pengobatan khusus, cukup uterotonika atau
kalau perlu antibiotika
b. Apabila kondisi pasien baik, cukup diberikan tablet ergometrin 31 tablet/hari
untu 3 hari
c. Apabila pasien mengalami anemia sedang, berikan tablet sulfas Ferosus 600
mg/hari selama 2 minggu disertai anjuran mengkonsumsi makanan bergizi (susu,
sayuran segar, ikan, daging, telur). Untuk anemi berat berikan transfusi darah
d. Jika infeksi berikan antibiotika profilaksis
Abortus tertunda (missed abortion) a. Karena sering plasenta melekat maka
penanganan harus dirumah sakit
b. Periksa kadar fibrinogen atau test perdarahan dan pembekuan darah sebelum
tindakan kuretase. Bila normal jaringan konsepsi dapat segera dikeluarkan, teapi
bila kadarnya rendah ( 7gr/dl (anemia) atau dicurigai adanya infeksi
Tubektomi Segera Sesuai untuk pasangan yang ingin menghentikan fertilitas, jika
dicurigai adanya infeksi, tunda samapi keadaan jelas. Jika Hb kurang dari 7g/dl,
tunggu sampai anemia telah diperbaiki. Sediakan metode alternatif seperti kondom.
B. KONSEP MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA ABORTUS INKOMPLIT
a. langkah I : Pengumpulan Data Dasar
1) Data Subjektif
a) Identitas ibu dan suami yang perlu dikaji adalah nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan , pekerjaan, nomor telepon dan alamat. Bertujuan untuk
menetapkan identitas pasien karena mungkin memiliki nama yang sama dengan
alamat dan nomor telepon yang berbeda serta untuk mengetahui faktor resiko yang

mungkin terjadi.
b) Keluhan utama , merupakan alasan utama klien untuk datang ke pelayanan
kesehatan. Kemungkinan yang ditemui pada kasus abortus inkomplit ini adalah ibu
mengeluhkan bahwa keluar darah yang banyak dari kemaluannya, darah bergumpal
dan berwarna merah segar yang disertai nyeri hebat pada perut bagian bawah.
c) Riwayat menstruasi yang dikaji adalah menarche, siklus haid, lamanya,
banyaknya dan adanya dismenorrhoe saat haid yang bertujuan untuk membantu
menegakkan diagnosis apakah ibu benar-benar hamil .
d) Riwayat kehamilan sekarang yang dikaji yaitu HPHT, riwayat hamil muda dan tua,
frekuensi pemeriksaan ANC yang bertujuan untuk mengetahui tua kehamilan ibu
serta taksiran persalinan dan resiko yang akan terjadi dari adanya riwayat pada
kehamilan.
e) Riwayat penyakit dahulu yang dikaji adalah apakah ibu ada mengalami
keguguran sebelumnya, menderita penyakit jantung, DM, ipertensi, ginjal, asma,
TBC, epilepsi dan PMS serta ada tidaknya ibu alergi baik terhadap obat-obatan
ataupun makanan dan pernah transfusi darah ,atau operasi, serta ada tidaknya
kelainan jiwa.
f) Riwayat penyakit keluarga yang dikaji yaitu ada tidaknya keluarga ibu maupun
suami yang menderita penyakit jantung, DM, hipertensi, ginjal, asma, dan riwayat
keturunan kembar yang bertujuan agar dapat mewaspadai apakah ibu juga
berkemungkinan menderita penyakit tersebut.
g) Riwayat perkawinan yang dikaji yaitu umur berapa ibu kawin dan lamanya ibu
baru hamil setelah kawin, yang bertujuan untuk mengetahui apakah ibu memiliki
faktor resiko.
h) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu yang dikaji adalah fisiologi
jarak kehamilan dengan persalinan yang minimal 2 tahun, usia kehamilan aterm 3740 minggu atau apakah ibu ada mempunyai riwayat abortus, jenis persalinan yang
bertujuan untuk menentukan ukuran panggul dan adanya riwayat persalinan
dengan tindakan, sehingga menunjukkan bahwa 3P telah bekerja sama dengan
baik, penyulit yang bertujuan untuk mengetahui penyulit persalinan yang pernah
dialami ibu, nifas yang lalu kemungkinan adanya keadaan lochea, laktasi berjalan
dengan normal atau tidak serta keadaan anak sekarang.
i) Riwayat keluarga berencana, kemungkinan ibu pernah menggunakan alat alat
kontrasepsi atau tidak.
j) Makan terkhir bertujuan untuk mengetahui persiapan tenaga ibu untuk
persalinan.
k) BAK dan BAB terakhir bertujuan untuk mengetahui apakah ada penghambat saat
proses persalinan berlangsung.
2) Data Objektif
a) Pemeriksaan umum
Secara umum ditemukan gambaran kesadaran umum, dimana kesadaran pasien
sangat penting dinilai dengan melakukan anamnesa. Selain itu pasien sadar akan
menunjukkan tidak adanya kelainan psikologis dan kesadaran umum juga

mencakup pemeriksaan tanda-tanda vital, berat badan, tinggi badan , lingkar


lengan atas yang bertujuan untuk mengetahui keadaan gizi pasien.
b) Pemeriksaan khusus
I. Inspeksi
Periksa pandang yang terpenting adalah mata (konjungtiva dan sklera) untuk
menentukan apakah ibu anemia atau tidak, muka (edema), leher apakah terdapat
pembesaran kelenjar baik kelenjar tiroid maupun limfe sedangkan untuk dada
bagaimana keadaan putting susu, ada tidaknya teraba massa atau tumor, tandatanda kehamilan (cloasma gravidarum, aerola mamae, calostrum), serta dilihat
pembesaran perut yang sesuai dengan usia kehamilan, luka bekas operasi, dan
inspeksi genitalia bagian luar serta pengeluaran pervaginam dan ekstremitas atas
maupun bawah serta HIS.
II. Palpasi
Dengan menggunakan cara leopold:
Leopold I :
Untuk menentukan TFU dan apa yang terdapat dibagian fundus (TFU dalam cm) dan
kemungkinan teraba kepala atau bokong lainnya, normal pada fundus teraba bulat,
tidak melenting, lunak yang kemungkinan adalah bokong janin
Leopold II:
Untuk menentukan dimana letaknya punggung janin dan bagian-bagian kecilnya.
Pada dinding perut klien sebelah kiri maupun kanan kemungkinan teraba,
punggung, anggota gerak, bokong atau kepala.
Leopold III:
Untuk menentukan apa yang yang terdapat dibagian bawah perut ibu dan apakah
BTJ sudah terpegang oleh PAP, dan normalnya pada bagian bawah perut ibu adalah
kepala.
Leopold IV:
Untuk menentukan seberapa jauh masuknya BTJ ke dalam rongga panggul dan
dilakukan perlimaan untuk menentukan seberapa masuknya ke PAP.
III. Auskultasi
Untuk mendengar DJJ dengan frekuensi normal 120-160 kali/menit, irama teratur
atau tidak, intensitas kuat, sedang atau lemah. Apabila persalinan disertai gawat
janin, maka DJJ bisa kurang dari 110 kali/menit atau lebih dari 160 kali/menit
dengan irama tidak teratur.
IV. Perkusi
Pemeriksaan reflek patella kiri dan kanan yang berkaitan dengan kekurangan
vitamin B atau penyakit saraf, intoksikasi magnesium sulfat.
V. Penghitungan TBBJ
Dengan menggunakan rumus (TFU dalam cm 13) x 155 yang bertujuan untuk
mengetahui taksiran berat badan janin dan dalam persalinan postterm biasanya
berat badan janin terjadi penurunan karena terjadi perubahan anatomik yang besar
pada plasenta atau sebaliknya berat janin terus bertambah karena plasenta masih
berfungsi.

VI. Pemeriksaan Dalam


Yang dinilai adalah keadaan servik, pembukaan, keadaan ketuban, presentasi dan
posisi, adanya caput atau moulage, bagian menumbung atau terkemuka, dan
kapasitas panggul (bentuk promontorium, linea innominata, sacrum, dinding
samping panggul, spina ischiadica, coksigis dan arcus pubis > 900).
c) Pemeriksaan Penunjang
I. Darah
Yaitu kadar Hb, dimana Hb normal pada ibu hamil adalah 11 gr% (TM I dan TM III
11 gr % dan TM II 10,5 gr %)
Hb 11 gr% : tidak anemia
Hb 9-10 gr% : anemia ringan
Hb 7-8 gr% : anemia sedang
Hb 7 gr% : anemia berat
II. Urine
Untuk memeriksa protein urine dan glukosa urine.untuk klien dengan kehamilan
dan persalinan normal protein dan glukosa urine negative.
III. USG
Untuk memeriksa apakah kantong gestasi masih utuh dan cairan amnion masih
ada.
b. Langkah II: Interprestasi Data
Data dasar di interprestasikan menjadi masalah atau diagnosa spesifik yang sudah
di identifikasikan. Di dalam interprestasi data, terdapat tiga komponen penting di
dalamnya yaitu:
1) Diagnosa
Diagnosa setiap kala persalinan berbeda dan diagnosa ditetapkan bertujuan untuk
mengetahui apakah ada penyimpangan. Untuk persalinan postterm dapat
ditegakkan dengan mengetahui HPHT serta menetukan taksiran persalinan dan
mengetahui gerakan janin pertama kali dirasakan dan riwayat pemeriksaan ANC
lainnya.
2) Masalah
Dapat berupa keluhan utama atau keadaan psikologis ibu, keadaan janin yang
memburuk karena sudah keluarnya sebagian sisa jaringan.
3) Kebutuhan
Di sesuaikan dengan adanya masalah,seperti:
a) Berikan informasi dan konseling untuk mengatasi kecemasan ibu
b) Berikan ibu dukungan psikologis.
c) Kolaborasi dengan dokter untuk tindakan kuretase
c. Langkah III: Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial
Kemungkinan masalah potensial yang timbul adalah:
1) Infeksi
2) Perdarahan
3) Syok
4) Anemia .

d. Langkah IV : Identifikasi Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera.


Adapun tindakan segera yang dilakukan adalah:
Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik
e. Langkah V:Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh
Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan sehingga dapat direncanakan asuhan
sesuai dengan kebutuhan yaitu:
Tindakan yang perlu dilakukan adalah:
1) Memberikan inform consent untuk tindakan kuretase
2) Melakukan pemeriksaan TTV
3) Pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit dengan pemberian infus.
4) Membantu melakukan tindakan kuretase
5) Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi obat-obatan
6) Memberikan dukungan psikologis.
7) Pemenuhan nutrisi dan hidrasi
8) Konseling alat kontrasepsi pasca abortus
f. Langkah VI:Melaksanakan Perencanaan
Perencanaan bisa dilakukan oleh bidan atau dokter dan sebagian oleh klien. Bidan
juga bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan yang telah di
rencanakan.
g. Langkah VII:Evaluasi
Merupakan langkah akhir dari proses asuhan kebidanan persalinan,dari hasil
pelaksanaan perencanaan dapat diketahui keefektifan dari asuhan yang telah
diberikan dan menunjukkan perbaikan kondisi apabila banyi ataupun ibu sempat
mengalami masalah yang harus segera ditangani.
h. Pendokumentasian
Pendokumentasian kasus dibuat dalam bentuk matrik dengan menggunakan 7
langkah varney
DAFTAR PUSTAKA
JNPK _KR. 2008. Pelayanan obsetri dan neonatal emergensi dasar (PONED)
Kusmiyati, Dkk. 2009. Perawatan ibu hamil. Yogjakarta : Fitramaya
Nugroho, taufan. 2010. Buku ajar obstetric. Yogjakarta : Nuha Medika
Manuaba. 2007. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
PPKC. 2002. Pelatihan manajemen asuhan kebidanan. Jakarta
Prawirohardjo, S. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka

APR

15

abortus inkomplit

2.1.1

Abortus
Istilah Abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Banyak kepustakaan menetapkan batasan berbeda tentang
Abortus dari segi usia kehamilan yaitu antara lain :

1. Abortus diartikan sebagai berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat akibat tertentu) pada atau
sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah ke hamilan belum mampu hidup di luar
kandungan ( Ika Pantikawati.2010)
2. Abortus adalah Keluarnya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di luar kandungan dengan berat
badan kurang dari 1000 gr atau umur kehamilan kurang dari 28 minggu (yeyeh, 2010).
2.1.2

Klasifikasi abortus
Menurut ika pantikawati (2010, hal 125), abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu:

1. Menurut terjadinya abortus dibedakan menjadi :


1) Abortus spontan
Adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi luar (buatan) untuk mengakhiri
kehamilan tersebut.
2) Abortus Provokatus
Adalah abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan untuk mengakhiri
proses kehamilan. Biasanya karena kehamilan yang tidak diinginkan. Abortus provokatus terdiri
dari abortus mediasinalis dan abortus kriminalis.
2. Menurut gambaran klinis, dibedakan atas:
1)Abortus Iminens
Terjadinya pendarahan uterus pada kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu, janin
masih dalam uterus, tanpa adanya dilatasi servik. (yulia fauziyah 2012)
2)Abortus Insipiens
Peristiwa peradangan uterus pada kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu dengan
adanya dilatasi servik.
3)Abortus Inkomplit

Pengeluaran sebagian janin pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa
dalam uterus.Pada pemeriksaan vagina servikalis terbuka dan jaringan dapat di raba dalam
kafum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum. Pendarahan tidak
akan berhenti sebelum sisa janin di keluarkan, dapat menyebabkan shok.
4)Abortus Komplit
Merupakan seluruh hasil konsepsi telah keluar dari uterus pada kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, ostium
uteri telah menutup, uterus telah mengecil sehingga pendarahan sedikit.
5)Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau janin yang telah meninggal dalam kandungan
sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih ada di dalam kandungan.
Penderita biasanya tidak merasa keluhan apapun kecuali merasakan pertumbuhan
kehamilannya tidak seperti yang diharapkan.Bila kehamilan di atas 14 minggu 20 minggu
penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder
pada payudara mulai menghilang.
6)Abortus infeksi dan abortus septik
Abortus infeksi adalah abortus yang disertai dengan infeksi genital. Kejadian ini
merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus yang paling sering terjadi apalgi bila
dilakukan kurang memperhatikanasepsis dan antisepsis. Abortus septik, adalah abortus yang
disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman ataupun toksinya kedalam peredaran darah atau
peritonium.
7)

Abortus Habitualis

Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut-turut atau lebih. Penderita pada umumnya
tidak sulit untuk menjadi hamil kembali tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran secara
berturut-turut.
2.1.3

Penyebab Terjadinya Abortus


Penyebab abortus menurut Rukiyah (2010) antara lain adalah :

1.

Faktor janin
Faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik, gangguan pertumbuhan zigot, embrio,
janin atau plasenta.

2.

Faktor ibu
Faktor endokrin (hormonal), faktor kekebalan, infeksi kelemahan otot leher rahim, kelainan
bentuk rahim.

3.

Faktor bapak
Kromosom dan infeksi sperma

4.

Faktor genetik
Penyebab yang paling sering menimbulkan abortus spontan adalah abnormalitas kromosom pada
janin, abnormalitas genetik, yang paling sering terjadi adalah aneoploidi (abnormalitas komposisi
kromosom).

5.

Faktor psikologi
Tingkat kepekaan terhadap terjadinya abortus adalah wanita yang belum matang secara emosi
atau jiwa.

6.

Faktor nutrisi
Malnutrisi umum nya yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar terjadinya
predisposisi abortus. (Rukiyah, 2010)

2.1.4

Patofisiologis
Pada awal abortus terjadi pendarahan dalam desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan
sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing di uterus. Kemudian
uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8
minggu, vili korialis belum menembus desidua secara mendalam, jadi hasil konsepsi dapat

dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8-14 minggu, villi korialis sudah menembus lebih
dalam hingga plasenta tidak dapat dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak pendarahan.
Pada kehamilan lebih dari 14 minggu, janin janin dikeluarkan terlebih dahulu dari pada plasenta.
Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau tampak
didalamnya benda kecil tanpa tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum). ( yeyeh rukiyah2010 )
2.1.5

Manifestasi klinis Abortus Inkomplit


manifestasi klinis abortus inkomplit antara lain sebagai berikut :

A. Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.


B. PP Test positif
C. Pada pemeriksaan fisik: keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah
normal atau menurun, denyut nadi normal, atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau
meningkat.
D. Pendarahan pervaginam, pendarahan yang bisa sedikit atau banyak biasanya berupa darah beku,
sudah ada keluar jaringan.
E. Rasa mulas atau nyeri perut di darerah atas simfisis, sering di sertai nyeri pinggang akibat
kontraksi uterus, kadang nyeri digambarkan menyerupai nyeri saat persalinan. (Nugroho, 2012)
2.1.6

Pemeriksaan ginekologi:
Pemeriksaan ginekologi abortus inkomplit antara lain sebagai berikut :

A. Inpeksi vulva: pendarahan pervaginam, ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium atau tidak
bau busuk dari vulva.
B. Inspekulo: pendarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak
jaringan yang keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
C. Colok vagina: porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam kavum
uteri, besar uteri lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang. ( Nugroho,
2012 )

2.1.7

Pemeriksaan penunjang Abortus Inkomplit


Menurut Sujiyatini ( 2009 ), pemeriksaan penunjang abortus inkomplit yaitu USG. USG
kehamilan untuk mendeteksi adanya sisa kehamilan. Pada USG didapatkan endometrium yang
tipis.

2.1.8

Komplikasi Abortus Inkomplit


Komplikasi Abortus menurut Sujiyati, ( 2009) antara lain sebagai berikut :

A. Pendarahan
Diatasi dengan pengosongan uterus dan sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian
transfusi darah. Kematian yang disebabkan oleh perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan
tidak diberikan pada waktunya.

B. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jikaterjadi peristiwa penderita perlu diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya,
perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas dan bentuk peforasi, penjahitan luka
operasi atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam
menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan lebih luas, mungkin pula terjadi perlukaan pada
kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan terjadinya perforasi, laparatomi harus segera
dilakukan untuk menentukan luasnya cidera ,untuk selanjutnya mengambil tindakan seperlunya
guna mengatasi komplikasi.
C. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan
abortus inkomplit yang berkaitan erat dengan suatu abortus yang tidak aman.
D. Shok
Syok pada abortus bisa terjadi karena pendarahan (shok hemoragik) dan karena infeksi berat
(shok endoseptik).
2.1.9

Diagnosis Abortus

Abortus dapat diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang
pendarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat, rasa mules. kecurigaan tersebut
diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan bimanual dengan tes
kehamilan secara biologis atau imunologik. Harus diperhatikan macam dan banyaknya
pendarahan, pembukaan serviks dan adanya jaringan dalam kavum uteri atau vagina ( Sujiyatini,
2009 ).
Abortus inkomplit pendarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau
sedikit tergantung pada jaringan yang tersisa dan membbahayakan ibu. Servik terbuka karena
masih ada benda didalam rahim yang dianggap sebagai benda asing. Oleh karena itu, uterus akan
berusaha mengeluarkannyadengan mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri. Besar
uterus lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gastasi sudah sulit dikenali. ( Ika Pantika,
2010 )
2.1.10 Penanganan Umum Abortus
Menurut sujiyanti (2009), Penanganan umum abortus antara lain sebagai berikut:
A. Riwayat penyakit dahulu
1. Kapan abortus terjadi, apakah pada trimester pertama atau pada trimester berikutnya. Adakah
penyebab mekanis yang menonjol.
2. Mencari kemungkinan adanya toksin, lingkungan dan pecandu obat terlarang.
3. Infeksi obstetrik dan ginekologi.
4. Faktor genetik antara suami dan istri.
5. Riwayat keluarga yang pernah mengalami terjadinya abortus berulang atau sindrom yang
berkaitan dengan kejadian abortus ataupun partus prematurus yang kemudian meninggal.
6. Pemeriksaan diagnostik yang terkait dan pengobatan yang pernah didapat.
B. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan fisik secara umum.
2. Pemeriksaan ginekolgi.
3. Pemeriksaan labolatorium.
4. kariotik darah tepi dari kedua orang tua.
5. Histerosangografi diikuti dengan histeroskopi atau laparaskopi apabila ada indikasi.

6. Biopsy endometrium pada fase luteal.


7. Pemeriksaan hormon TSH dan antibody anti tiroid.
8. Antibody antifosfolipid (cardiolipin, fosfatidilserin).
9. Lupus antikoagulan .
10. Pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit.
11. Cultur cairan serviks (mycoplasma, ureaplasma, chylamydia) bila diperlukan.

4. Patofisiologi Abortus (Wiknjosastro. H, 2007, Hal 303-304)


Gejala awal yang di timbulkan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang diikuti oleh
nekrosis jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya,
sehingga bagian yang terlepas ini merupakan benda asing dalam uterus. Ini menyebabkan
uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut, oleh karena adanya kontraksi
uterus maka akan memberi gejala umum berupa nyeri perut karena kontraksi disertai
perdarahan dan pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi.
14 minggu yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu
kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan
lengkap.Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua lebih dalam. Pada kehamilan antara 8
14 minggu villi korialis menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak
dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan

5. Komplikasi Abortus (Wiknjosastro. H, 2007, Hal 311-312)


Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi, infeksi, dan syok.
a. Perdarahan
Diatasi dengan pengosongan uterus dan sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian
transfusi darah. Kematian yang disebabkan oleh perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan
tidak diberikan pada waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi.
Jika peristiwa ini terjadi penderita perlu diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu
segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas dan bentuk peforasi, penjahitan luka
operasi atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang
awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan lebih luas, mungkin pula terjadi
perlukaan pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan terjadinya perforasi,
laparatomi harus segera dilakukan.
c. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan

abortus inkomplit dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan
asepsis dan antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih jauh terjadilah peritonitis umum atau
sepsis dengan kemungkinan diikuti syok.
d. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat
(syok endoseptik).
6. Diagnosis Abortus (Wiknjosastro, H, 2007, Hal 304)
Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang
perdarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat, rasa mules, kecurigaan tersebut
diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan bimanual dengan tes
kehamilan secara biologis atau imunologik. Harus diperhatikan macam dan banyaknya
perdarahan, pembukaan serviks dan adanya jaringan dalam kavum uteri atau vagina.
Abortus inkomplit diduga bila pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan
dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri
eksternum. Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan
syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.

7. Gejala Abortus Inkomplit dan Penanganannya (Maryunani, Anik, 2009, hal 23)
a. Tanda dan gejala abortus inkomplit sebagai berikut:
perdarahan bias sedikit bias banyak dan bis terdapat bekuan darah .
rasa mules(kontraks)i tanbah hebat.
Ostium uteri eksternum atau serviks terbuka.
Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat diraba dalam cavum uteri atau kadang-kadang
sudah menonjol dari eksternum atau sebagian jaringan keluar.
Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan dapat menyebabkan syok.
b. Penanganan umum
a) Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien, termasuk tanda-tanda
vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu).
b) Periksa tanda-tanda syok (pucat dan berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik kurang
dari 90 mmHg, nadi lebih 112 x/ menit).
c) Jika dicurigai terjadi syok, segera mulai penanganan syok. Jika tidak terlihat tanda-tanda
syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi
wanita karena kondisinya dapat memburuk dengan cepat.
d) Pasang infus dengan jarum infus besar (16 G atau lebih besar), berikan larutan garam
fisiologik atau ringer laktat dengan tetesan cepat (500 ml dalam 2 jam pertama).
c. Penanganan abortus incomplit .
a) Menentukan besar uterus, kenali dan atasi setiap komplikasi (perdarahan hebat, syok dan
sepsis).
b) Bila perdarahan tidak banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi
secara digital atau cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi.
c) Bila perdarahan berhenti beri ergometrin 0,2 mg / IM atau Misoprostol 400 gram/oral.
d) Bila perdarahan banyak dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu evakuasi sisa hasil

konsepsi dengan :
e) Aspirasi vakum manual (AVM)
Merupakan metode evakuasi yang dipilih. Jika aspirasi vakum tidak tersedia evakuasi dilakukan
dengan kuret tajam.
f) Bila evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg/IM (diulangi setiap menit
jika perlu) atau misorostol 400 gram/oral (dapat diulangi setelah 4 jam atau jika perlu)
g) Kehamilan lebih dan 16 minggu :
(1) Infus oksitoksin 20 unit dalam 500cc cairan IV (garam fisiologik/Ringer Laktat) dengan
kecepatan 40 tetes/menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi.
(2) Jika perlu berikan misoprostol 200 mg/vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil
konsepsi (maksimal 800 mg)
(3) Evakuasi sisa konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
h) Bila tidak ada tanda-tanda infeksi beri antibiotika profilaksis (sulbenisillin 2 gram/IM atau
sefuroksim 1 gram oral).
i) Bila terjadi infeksi beri ampicillin 1 gram dan Metrodidazol 500mg setiap 8 jam.
j) Bila pasien tampak anemik, berikan sulfasferosus 600 mg/hari selama 2 minggu (anemia
sedang) atau transfusi darah (anemia berat).

Gambar 6. Tatalaksana penanganan abortus


Sumber : Manuaba, I. B.G, 1998, Hal 22
8. Prosedur Kerja
a Pengeluaran sisa jaringan secara digital
Tindakan ini dilakukan untuk menolong penderita di tempat-tempat yang tidak ada fasilitas
kuretase, sekurang-kurangnya untuk menghentikan pendarahan. Hal ini sering dilakukan pada
keguguran yang sedang berlangsung (abortus insipiens) dan abortus inkompletus.
Pembersihan secara digital hanya dapat dilakukan bila telah ada pembukaan serviks uteri yang
dapat dilalui oleh satu jari longgar dan vacum uteri cukup luas. Karena manipulasi ini, akan
menimbulkan rasa nyeri maka sebaiknya dilakukan dalam narkosa umum intravena (katalar)
atau anastesi blok pars servikal.
Caranya adalah dengan dua tangan (bimanual); jari telunjuk dengan jari tengah tangan kanan
dimasukkan ke dalam jalan lahir untuk mengeluarkan hasil konsepsi, sedangkan tangan kiri
menekan korpus uteri sebagai fiksasi. Dengan kedua jari tangan kikislah hasil konsepsi
sebanyak mungkin atau sebersihnya.
b. Pengeluaran sisa jaringan dengan kuretase atau kerokan (Saifuddin. A.B., 2001, Hal 441).
Prosedur kerja kuretase adalah suatu rangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada
dinding cavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrument (sendok kuret).
Sendok kuret akan melepas jaringan tersebut dengan tehnik pengerokan secara sistematis.
1) Prosedur kerja kuretase terdiri atas :
a) Persetujuan tindakan medik (informat counsent)
b) Persiapan pasien :
(1) Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi
(2) Cairan dan slang infus sudah terpasang, perut bagian bawah dan lipatan paha sudah
dibersihkan dengan air dan sabun.
(3) Uji fungsi kelengkapan peralatan resusitasi kardiopulmoner
(4) Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah
(5) Medikamentosa :
(a) Analgetika (pethidin 1-2 mg/kg BB, ketamin HCL 0,5 mg/kg BB, tramadol 1-2 mg/kg BB).
(b) Sedativa (diazepam 10 mg)
(c) Atropiny sulfas 0,25 0,50 mg/ml
(d) Oksitoksin 1 amp dan ergometrin 1 amp
(6) Larutan bethadine
(7) Oksigen dengan regulator

(8) Instrument :
(a) Speculum sims 2 buah
(b) Cunam tampong 1 buah
(c) Cunam peluru atau tenakulum 1 buah
(d) Sonde uterus 1 buah
(e) Dilatator 1 set
(f) Kuret tajam 1 buah dan kuret tumpul 1 buah
(g) Klem ovum (penster) 1 buah lurus dan lengkung 1 buah
(h) Sendok kuret 1 set
(i) Kateter karet 1 buah
(j) Spoit 3 cc sekali pakai 2 buah
(k) Kain kasa dan kapas steril
(l) Doek steril 2 buah
(m) Mangkok logam 2 buah
(n) Ember penampung darah dan jaringan 1 buah
(o) Ember yang berisikan larutan klorin 0,5 %
(p) Lampu sorot 1 buah
c) Penolong (operator dan asisten)
(1) Baju kamar tindakan, apron, masker dan kacamata pelindung.
(2) Sarung tangan DTT/steril 2 pasang
(3) Alas kaki (sepatu/bot karet) 2 pasang
2) Tindakan :
a) Instruksikan asisten untuk memberikan sedatif dan analgetik (dokter Obgyn)
b) Lakukan kateterisasi kandung kemih
c) Lakukan pemeriksaan bimanual ulangan untuk menentukan serviks, besar, arah dan
konsistensi uterus.
d) Bersihkan lakukan dekontaminasi sarung tangan dengan larutan klorin 0,5 %.
e) Pakai sarung tagan DTT / steril yang baru
f) Satu tangan masukkan speculum sims / L secara vertikal kedalam vagina setelah itu putar
kebawah sehingga posisi bilah menjadi transversal.
g) Minta asisten untuk menahan spekulum bawah pada posisinya.
h) Dengan sedikit menarik spekulum bawah hingga (lumen vagina tampak jelas) masukkan
bilah speculum secara vertikal kemudian putar dan tarik keatas hingga jelas terlihat serviks.
i) Minta asisten untuk memegang spekulum atas pada posisinya.
j) Bersihkan jaringan dan darah dalam vagina (dengan kapas antiseptik yang dijepit dengan
cunam tampon). Tentukan bagian serviks yang akan dijepit (jam 11.00 dan 13.00).
k) Jepit serviks dengan tenakulum pada tempat yang telah ditentukan.
l) Setelah penjepitan terpasang dengan baik, keluarkan spekulum atas.
m) Lakukan pemeriksaan kedalaman dan lengkung uterus dengan sonde uterus. Pegang
gagang tenakulum, masukkan klem ovum yang sesuai dengan pembukaan serviks hingga
mengentuh fundus.
n) Pegang gagang sendok kuret dengan ibu jari dan telunjuk, masukkan ujung sendok kuret
melalui kanalis servikalis kedalam uterus hingga menyentuh fundus uteri.

o) Lakukan kerokan dinding uterus secara sistematis dan searah jarum jam hingga bersih.
p) Keluarkan semua jaringan dan bersihkan darah yang menggenangi lumen vagina bagian
belakang.
q) Lepaskan jepitan tenakulum pada serviks.
r) Lepaskan spekulum bagian bawah.
s) Kumpulkan jaringan untuk dikirim ke laboratorium patologi
t) Beritahukan kepada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai dilakukan.
3) Pasca tindakan :
(a) Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan apabila terjadi
kelainan/komplikasi.
(b) Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan (dokter) didalam kolom yang tersedia.
(c) Lanjutkan pengobatan dan pemantapan kondisi pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, 2005, Obstetri Williams, Edisi 21. EGC. Jakarta
Depkes, 2010, Profil Kesehatan, Makassar.
Hidayat Asri,2010, Asuhan Persalinan,Nuha Medika. Yogjakarta.
Mandriati G.A, 2007, Asuhan Kebidanan Ibu Hamil, EGC. Jakarta.
Manuaba I.B.G, 1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, EGC.
Jakarta.
Maryunani Anik, 2009, Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan, Trans Info Media, Jakarta.
Nugroho Taufan, 2010, Kasus Emrgenci Kebidanan,Nuha Medika. Yogjakarta.
Rustam Mochtar, 1998, Sinopsis Obstetri, Edisi II. Cetakan I. EGC. Jakarta..
Sastra Winata S, 2004, Obstetric Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi, Edisi II. Cetakan I.EGC.
Jakarta.
Simatupang Erna Juliana, 2006, Penerapan Unsur-Unsur Manajemen, Awan Indah. Jakarta.
Soepardan Suryani, 2007, Konsep Kebidanan,Eka Annisa Mardella. EGC. Jakarta.
Sujiatini, 2009, Asuhan Patologi Kebidanan, Cetakan I. Nuha Medika. Yogjakarta.
Syaifuddin A.B, 2004, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal,
Edisi I. Cetakan VI. YBP-SP. Jakarta.

Varney Helen,2001, Buku Saku Bidan, EGC. Jakarta.


Wijono, 2002, Pengaruh Aborsi, http://www.Pikiranrakyat.com diakses 27 Maret 2011.
Wiknjosastro Hanifa, dkk, 2007, Ilmu Kebidanan, Edisi III. Cetakan IX. YBP SP. Jakarta.
Wiknjosastro Hanifa, dkk, 2008, Ilmu Kandungan, Edisi II. Cetakan VI. PT Bina Pustaka.
Jakarta.

http://wahyuni-abortusinkomplit.blogspot.co.id/

Anda mungkin juga menyukai