Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan
fossa
Rossenmuller
dan
atap
nasofaring.
jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi
kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi
sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epsteinbarr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi
(Efiaty & Nurbaiti, 2001).
C. PATOFISIOLOGI
Terbukti juga infeksi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan karsinoma nasofaring.
Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada
penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan
menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan
kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai petanda (marker)
dalam mendiagnosa karsinoma nasofaring, yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP- 2A dan LMP2B. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya pada 50% serum penderita karsinoma
nasofaring LMP-1 sedangkan EBNA-1 dijumpai di dalam serum semua pasien karsinoma
nasofaring.
Selain itu, dibuktikan oleh hasil penelitian Khrisna dkk (2004) dalam Rusdiana (2006)
terhadap suku Indian asli bahwa EBV DNA di dalam serum penderita karsinoma nasofaring
dapat dipakai sebagai biomarker pada karsinoma nasofaring primer.
Hubungan antara karsinoma nasofaring dan infeksi virus Epstein-Barr juga
dinyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian yang berbeda di dunia ini . Pada pasien
karsinoma nasofaring dijumpai peninggian titer antibodi anti EBV (EBNA-1) di dalam serum
plasma. EBNA-1 adalah protein nuklear yang berperan dalam mempertahankan genom virus.
Huang dalam penelitiannya, mengemukakan keberadaan EBV DNA dan EBNA di dalam sel
penderita karsinoma nasofaring. Terdapat 5 stadium pada karsinoma nasofaring yaitu:
1. Stadium 0: sel-sel kanker masih berada dalam batas nasopharing, biasa disebut nasopharynx
in situ
2. Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian nasopharing
3. Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke rongga hidung. Atau
dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah bening pada salah satu sisi leher.
4. Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua sisi leher
5. Stadium 4: kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah.
Konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen dapat
mengaktifkan Virus Epstein Barr ( EBV). Ini akan menyebabkan terjadinya stimulasi
pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan proliferasi
protein laten (EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker pada nasofaring,
dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller.
Gejala nasofaring
Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung.
2.
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa
Rosenmuller). Gangguan yang timbul akibat sumbatan pada tuba eustachius seperti tinitus,
tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)
3.
4.
1. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga
tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
2. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B.
3. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10 %.
4. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Radioterapi merupakan pengobatan utama
2.
fluorouracil
oral
sebelum
diberikan
radiasi
yang
bersifat
RADIOSENSITIZER.
Riwayat Kesehatan
Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.
b.
Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan
makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan).
c.
Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan
kebiasaan hidup.
Pola Eliminasi
Kaji bagaimana pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan
bising usus, distensi abdomen. Biasanya pasien tidak mengalami gangguan eliminasi.
f.
Kaji bagaimana pasien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya. Apakah pasien
merasa rendah diri. Biasanya pasien akan merasa sedih dan rendah diri karena penyakit yang
dideritanya.
h. Pola peran hubungan
Kaji bagaimana peran fungsi pasien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di Rumah
Sakit. Dan bagaimana hubungan social pasien dengan masyarakat sekitarnya. Biasanya
pasien lebih sering tidak mau berinteraksi dengan orang lain.
i.
j.
Pemeriksaan Fisik
1)
2) Pemeriksaan THT
Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.
Rinoskopia anterior
Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin hanya banyak sekret.
Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung, tertutup sekret
mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.
Rinoskopia posterior
Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak menonjol, tak rata
dan paskularisasi meningkat.
Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
Faringoskopi dan laringoskopi
Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan retrofaring; reflek muntah dapat
menghilang.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek yang ditimbulkan oleh radioterapi
4. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan pada citra diri.
3. RENCANA KEPERAWATAN
No
1
Diagnosa
Nyeri
kronisSetelah
Tujuan
dilakukan
Intervensi
askepManajemen nyeri :
berhubungan
dengan
kenyamanan
pembengkakan
jaringan
karsinoma
dapat
melaporkan
nasofaring.
pada
petugas,
nyeri
Observasi reaksi nonverbal dari
frekuensiketidaknyamanan.
Kurangi
faktor
presipitasi
nyeri.
Pilih dan lakukan penanganan
nyeri
(farmakologis/non
farmakologis)..
Ajarkan
farmakologis
teknik
non
(relaksasi,
Berikan
analgetik
untuk
mengurangi nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila
ada
komplain
pemberian
tentang
analgetik
tidak
berhasil.
Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
Cek
program
pemberian
Perubahan nutrisi:Setelah
kurang
kebutuhan
berhubungan
dengan
ketidakmampuan nutrisi,
menelan.
dilakukan
tingkat
energi
Kolaborasi dg ahli gizi untuk
adekuat, masukan nutrisipenyediaan nutrisi terpilih
adekuat
sesuai
dengan
kebutuhan
pasien.
Anjurkan
pasien
meningkatkan
untuk
asupan
nutrisinya.
Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
Berikan
informasi
kebutuhan
tentang
nutrisi
dan
yang
mengharuskan
pasien makan.
Monitor lingkungan selama
makan.
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan
tidak
bersamaan
gangguan
kalori.
dilakukan Peningkatan
askep
harga diri:
Dengan criteria :
Anjurkan
pasien
utuk
Menjaga
postur
terbuka
Menjaga kontak mata
Komunikasi terbuka
pengalaman
yang
mendengarkan
kelompok
kritik
keberhasilan
kelompok social
dalamsendiri.
Yakinkan pasien percaya diri
Menggambarkandalam
kebanggaan terhadap diri pendapatnya
menyampaikan
Sampaikan
percaya
diri
pasien
menetapkan
negatif
terhadap
dirinya.
Anjurkan
pasien
untuk
Kerusakan
integritas
Setelah
kulitselama
berhubungan
dilakukan
324
radioterapi
jam mengetahui
efek
samping
Mandikan
olehDengan criteria :
dengan
pasien
untuk
menghindari
krim
kulit
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien.
5. EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan :
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
3. R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta :
EGC ; 1997
4.