Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan
penyusunan makalah pendidikan agama islam dengan judul "Tokoh Islam
Jamaludin Al-afghani" tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung
bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam
penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan
makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek
lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebarlebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun
kritik demi memperbaiki makalah ini.

Bengkulu,

April 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

Sampul
Makalah.........................................................................................................
..i
Kata
Pengantar......................................................................................................
.......01
Daftar
Isi..................................................................................................................
.....02
Bab 1
Pendahuluan.................................................................................................
......03
1.1

Latar

Belakang......................................................................................03
1.2

Rumusan

Masalah.................................................................................03
Bab 2
Pembahasan..................................................................................................
......04
2.1

Biografi Jamaludin Al-

afghani.............................................................04
2.2

Gerakan Pembaharuan Islam oleh Jamaluddin Al-

Afghani.................04
2.3

Konstribusi Pemikiran dalam pembaruan

Islam...................................05
2

Bab 3
Penutup......................................................................................... ...............
......12
Daftar
Pustaka.........................................................................................................
......14

BAB l
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Gerakan pembaharuan islam sebagai suatu gerakan yang berupaya untuk


mengubah kehidupan umat Islam dari keadaan kejumudan dan
ketertinggalan. Gerakan pembaharuan ini bermuatan yang cukup berarti
dengan adanya transformasi nilai yang harus berubah. Bahkan bila
diperlukan harus dibarengi dengan perbaikan-perbaikan terhadap aturanaturan atau tatanan-tatanan yang sudah dimiliki atau masih dianggap
belum mendapat satu kepastian hokum

Menyadari gerakan pembaharuan ataupun yang dikenal dengan


modernisme dalam islam merupakan suatu gerakan yang berusaha untuk
mengkondisikan kehidupan umat islamdari sifat statis ke sifat yang
dinamis. Gerakan ini sedianya bermula pada adanya kontak kekuatan
antara kaum muslimin dengan bangsa Eropa, yang dengannya
menimbulakn kesadaran bagi kaum muslimin itu sendiri bahwa
sesungguhnya memang mereka jauh tertinggal dibandingkan bangsa
Eropa. Hal ini baik dipandang dari ilmu pengatahuan, keterampilan, pola
pikir, kedisiplinan bahkan peralatan dan kekuatan yang dimiliki oleh
bangsa Barat.
Sayyid jamaluddin al-Afghani merupakan salah satu tokoh yang pertama
kali mentyatakan kembali tradisi muslim dengan cara yang sesuai dengan
berbagai problem penting yang muncul akibat Barat semakin mengusik
Timur Tengah di abad kesembilan belas. Dengan menolak tradisiolisme
murni yang mempertahankan warisan Islam secara tiak kritis di satu pihak
dan peniruan membabibuta terhadap Barat di pihak lain. Al-Afghani
menjadi perintis penafsiran ulang Islam yang menekankan kualitas yang
diperluakan di dunia modern, seperti penggunaan akal, aktifisme politik
serta kekuatan militer dan politik.
B.

Rumusan Masalah

1. Biografi Jamaluddin al-Afghani


2. Ide-ide pembaharuan Jamaluddin al-Afghani.
3. Konstribusi pemikiran Jamaludin al-afghani

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

BIOGRAFI JAMALLUDIN AL - AFGHANI

Jamaluddin al-Afghani dilahirkan di Asadabad, dekat Kanar di Distrik


4

Kabul, Afghanistan, pada tahun 1838 (1254 H). Al-afghani menghabiskan


masa kecilnya di Afghanistan, namun banyak berjuang di Mesir, India
bahkan Perancis. Pada usia 18 tahun di Kabul, Jamaluddin tidak hanya
menguasai ilmu keagamaan tetapi juga mendalami filsafah, hukum,
sejarah, metafisika, kedokteran, sains, astronomi dan astrologi.
Jamaluddin al-Afghani adalah salah seorang pemimpin pergerakan Islam
pada akhir abad ke -19.1[3] Sayyid Sand adalah ayah Afghani, yang
dikenal

dengan

gelar

Shadar

Al-Husaini.

Ia

tergolong

bangsawan

terhormat dan mempunyai hubungan nasab dengan Hussein Ibn Ali r.a.,
dari pihak Ali At-Tirmizi, seorang perawi hadits. Oleh karena itu, di depan
nama Jamaluddin al-Afghani diberi title Sayyid. Afghani melanjutkan
belajar ke India selama satu tahun. Di india Afghani menekuni sejumlah
ilmu pengetahuan melalui metode modern. Didorong keyakinannya, ia
melanglang

buana

ke

berbagai

negara.

Dari

India,

Jamaluddin

melanjutkan perjalanan ke mekkah untuk menunaikan ibadah haji.


Sepulangnya ke Kabul ia diminta penguasa Afghanistan Pangeran Dost
Muhammad Khan, untuk membantunya. Tahun 1864,, ia diangkat menjadi
penasehat Sher Ali Khan, dan beberapa tahun kemudian diangkat menjadi
Perdana Menteri oleh Muhammad Azam Khan. Namun karena campur
tangan Inggris, Jamaluddin akhirnya meninggalkan Kabul ke Mekkah.
Inggris menilai Jamaluddin sebagai tokoh berbahaya karena ide-ide
pembaharuannya, terus mengawasinya.
2.2.Gerakan Pembaharuan Islam oleh Jamaluddin Al-Afghani
Kesalahan umat Islam dalam memahami qhada dan qhadar menurut
Jamaluddin Al-Afghani, menjadi factor yang ikut memundurkan umat Islam
tidak mau berusaha dengan sungguh-sungguh. Jamaluddin Al-Afghani
menyebutkan, qhada dan qhadar mengandung pengertian bahwa segala
sesuatu itu terjadi menurut sebab-musabbab (kausalitas). Factor-faktor ini
menjadikan umat Islam statis, fatalis, dan mundur lemahnya pendidikan
dan kurangnya pengetahuan umat tentang ajaran dasar-dasar agama,
1
5

lemahnya persaudaraan, perpecahan umat Islam yang diikuti


pemerintahan yang absolute, meepercayakan kepemimpinan kepada
yang tidak dipercaya, dan kurangnya pertahanan militer, merupakan
factor-faktor yang membawa kemunduran umat Islam. Faktor-faktor ini
menjadikan umat Islam statis, fatalis, dan mundur.
Menurut Al-Afghani, jalan untuk memperbaiki keadaan umat Islam ialah
sebagai berikut :
1.

Melenyapkan pengertian-pengertian salah yang dianut pada

umumnya, dan kembali pada ajaran-ajaran dasar Islam yang sebenarnya.


Hati mesti disucikan, budi pekerti luhur dihidupka kembali, demikian pula
kesediaan berkorban untuk kepentingan umat. Dengan berpedoman pada
ajaran-ajaran dasar, umat Islam akan dapat bergerak maju mencapai
kemajuan.
2.

Corak pemerintahan otokrasi harus diubah dengan corak

pemerintahan demokrasi. Kepala Negara harus mengadakan Syura


dengan pemimpin-pemimpin masyarakat yang mempunyai banyak
pengalaman. Pengetahuan manusia secara individual terbatas sekali.
Islam dalam pendapat Al-Afghani menghendaki pemerintahan republic
yang di dalamnya terdapat kebebasan mengeluarkan pendapat dan
kewajiban kepala Negara tunduk kepada undang-undang dasar.
3.

Di atas segala-galanya persatuan umat Islam diwujudkan kembali.

Dengan bersatu dan mengadakan kerja sama yang erat umat Islam akan
dapat kembali memperoleh kemajuan. Persatuan dan kerja sama
merupakan sendi yang amat penting dalam Islam.
Tugas utama yang diembannya ialah menghimpun kembali kekuatan Islam
yang tercecer, serta menyingkirkan kemusykilan dan kesulitan yang
dialami oleh kaum Muslim pada zamannya. Dia sendiri bekerja keras
untuk mengatasi berbagai kesulitan tersebut. Jika dia mengetahui bahwa
saudara Muslimnya ditimpa bencana, dengan secepat kilat dia berusaha
memahami kondisi mereka, serta berupaya memberikan bantuan dan
perbaikan..
2.3. Konstribusi Pemikiran dalam pembaruan Islam
A.

Pemikiran dan Ajaran tentang filasafatnya


6

Fikiran Jamalu al-Din al-Afghani, disulam dengan keadaan hidupnya, yang


merupakan tiga jenis keadaan:
-Kelazatan ruhani
-Perasaan pembelaan agama dan moral tinggi
Yang kesemuanya ini, telah mempengaruhi dalam fikirannya dan
membayang dalam bukunya ar-Rad ala al-Dahryin, Penolakan atas kaum
Materialis.
Al-akkad, seorang pengarang Mesir yang ternama, menyatakan, bahwa alAfghani telah menjadi propagandis Islam, berhubung dengan kebencian
terhadap materialisme sebelum Marxisme popular, tumbuh di Eropah.
Pada suatu ketika, al-Afghani pernah berkata : Kadang-kadang orang
yang menamakan dirinya materialis itu, menyatakan, membersihkan otak
kita dari supppersitisi dan takhyul, atau untuk menerangi akal kita,
dengan akal yang mempunyai kebaikan yang benar. Kadand-kadang dia
menonjolkan dirinya kepada kita, sebagai sahabat bagi yang lemah dan
menjadi pembela orang-orang yang tertindas. Akan tetapi, apa juapun
yang dikatakan mereka mereka itu, segala tindakan-tindakannya
menggoncangkan suasana dan merusakan sendi-sendi masyarakat dan
memusnahkan jasa peluh keringat yang telah di kerjakan orang, sebagai
hasil pekerjaan. Perkataan-perkataannya, menusuk jantung hati fikiran
yang mulia, cita-cita mereka, meracuni jiwa kata. Segala gerak mereka,
menjadikan kerusuhan yang sambung bersambung yang di katakannya,
mendirikan susunan baru
Demikianlah al-Afghani, 70 tahun yang lalu, telah memperingatkan
bahaya Materialisme, jauh sebelum faham ini menjadi populer di Eropah.
Jamaluddin al-Afghani, telah memperingatkan kepada dunia, bahaya yang
akan datang, di mana golongan materialis, telah mempergunakan secara
partisan, interpretasi materialis tentang sejarah.2[14]
Terhadap perasaan agama, Jamalu ad-Din al-Afghani dalam pelbagai
tulisan pendek dan bukunya, kerana kedudukaannya sebagai pemimpin
2
7

agama dalam masyarakat, ia mengatakan: Agama, adalah sesuatu yang


penting adanya, bagi satu bangsa, karena agama itulah sumber
keberuntungan umat manusia. Selanjutnya ia mengatakan, bahwa
peradaban yang sebenarnya, adalah peradaban yang didasarkan kepada
pelajaran budi pekerti, al-Afghani melamparkan kutuk terhadap politik
kolonial imperialis negara-negara penjajah Barat, yang menggunakan
system yang didasarkan kepada kekajian dan memperbudak orang yang
lemah. Selanjutnya ia menegaskan, bahwa apa yang dinamakan oleh
orang Timur dengan kolonial, pada hakikatnya, tidak lain artinya dari pada
arti, yang berlawanan dengan dia, antonym, menurut istilah ahli bahasa.
Kolonial, lebih dekat artinya kepada rasa decolonisation atau
depopulation dan dectruction-penjajahan-pembunuhan penduduk,
perusak rakyat.
Orang-orang Barat, mengutuk perang sabil kaum Muslimin, suatu perang
suci membela agama, akan tetapi, mereka membayar perbelanjaan
raksasa untuk propaganda perang ekonomi, yang akhir tujuannya, adalah
pendududukan atas negeri orang lain dan lalu memperbudak rakyatnya,
dan kemudian, dinyatakan sebagai negeri yang kalah perang.
Selanjutnya al-Afghani menujukkan dengan jelas, perbedaan antara
socialisme Muslim, yang didasarkan kepada cinta dan kasih sayang, akal
dan kebebasan, sedangkan sosialisme komunis, didasarkan kepada
kebendaan yang mandul, dari kasih sayang, yang akhirnya, menimbulkan
perasaan benci-membenci. Komunis, berganti-ganti menjatuhkan kawan,
kerana sifat keakuan (selfishness) yang tak dapat dikekang dan memang
mereka tidak punya alat pengekang itu, karena tidak beragama dan
memecah dalam masyarakat mereka; tyranny yang diselimuti atas nama
rakyat. al-Afghani, pada waktu yang sama, merupakan seorang Muslim
sejati dan seorang rationalis, dan ia menuntut kepada segala mazhab
kaum Muslimin, untuk mengambil perhatian, agar menggunakan dasar
otak, untuk mencapai kemajuan. Suara ini, diteriakkannya sekuat
mungkin, karena pada masa itu, umat Islam tidak lagi mempergunakan
otaknya, akan tetapi sudah merasa cukup membaca yang tertulis dalam
8

al-Qur an dan hadist Nabi, dan otak-otak sudah berhenti berfikir. Tentang
ini ia mengatakan: Diantara segala agama, hanya Islamlah yang
mengutuk pendirian percaya saja dengan tidak membanding
kebenarannya dan tidak menyukai seseorang yang mengikut faham orang
lain, dengan tidak mendapat kepastian kebenarannya jua, Islam itu
berkata, ia akan berkata dengan akal, kitab suci orang Muslim itu
menyatakan, bahwa keberuntungan itu, terletak dalam cara yang benar
bagi seorang yang menggunakan akalnya.
Sebagai seorang yang menggagungkan akal dan fikiran, al-Afghani
menyokong pendapat golongan yang membebaskan dirinya dari pada
pelajaran Takdir. Faham ini, dinamakan dunia modern dengan fatalisme,
percaya kepada takdir dengan menyampingkan kekuatan akal, untuk
menghindarkan tiap bahaya. Dalam persoanal ini, al-Afghani
menerangkan, bahwa yang dikatakan al-Qada wal-Qadar itu, adalah
seperti pengertian predestination dalam bahasa Inggeris, sebagai tujuan
permulaan. Ia mempunyai perbedaan yang besar sekali, sebagai yang di
artikan oleh Orientalis Barat, sebagai fatalisme, yang dalam bahasa Arab,
disebutkan al-Jabr al-Qada wal-Qadar, adalah suatu kepercayaan yang
menguatkan kekuatan fikiran, untuk mengambil putusan dari kaum
Muslimin. Dengan mempercayai al-Qada wal-Qadar itu, seseorang
tawakkal dan sabar untuk mencapai tujuannya. Berlainan sekali dengan
arti al-Jabr, penyerahan diri yang sesat, suatu bidah yang dimasukan
kedalam pelajaran Islam, oleh musuh-musuh Islam, untuk
melumpuhkannya dari dalam dan pula untuk suatu politik yang tertentu
B. Pemikiran dan Ajaran tentang politiknya
Jamaludin al-Din al-Afghaniadalah salah seorang tokoh penting penggerak
pembaruan dan kebangkitan Islam abad ke-19. Ia disenangi sekaligus
dimusuhi oleh Dunia Islam sendiri. Ia disenangi karena aktivitas dan
gagasan politiknya menjadi inprirasi bagi upaya pembebasan umat Islam
dari penjajahan bangsa-bangsa Barat. Sebaliknya, ia dimusuhi karena
menjadi batu sandungan bagi penguasa-penguasa Dunia Islam yang

otoriter, korup, dan despotis ketika itu. Jamalu al-Din al-Afghani dianggap
membahayakan kekuasaan mereka.
Jamalu al-Din al-Afghani, dinamakan oleh penulis-penulis, sebagai bapa
Pan-Islamisme, yang mengajarkan, agar semua umat Islam seluruh dunia
bersatu, dalam sebuah Khalifah, untuk membebaskan mereka dari
perbudakan bangsa asing. Dikatakannya, negara-negara Barat, telah
membenarkan penyerangan dan kekejaman-kekejaman yang dilakukan
oleh mereka, atas negara-negara Timur, olah kerana, yang akhir ini
berada dalam kelemahan. Bukan saja negeri-negeri Barat telah
mengadakan penyerangan dan penjajahan, akan tetapi, mereka juga telah
menggunakan segala usaha, untuk mencegah tumbuhnya kekuatan
negara-negara Timur kembali, walaupun mereka akan mengadakan
perang kerana itu. Segala bentuk kerja, untuk refrom, segala gejala yang
membawa kepada renaissance, dari setiap negeri Islam, ditumpas habis
dengan segenap kekuatan. Apakah yang tinggal lagi bagi rakyat Muslim,
sebagai manisia? Oleh karena hal yang dimikian itulah, perlu negeri Islam
bersatu, dalam suatu pertahanan bersama, untuk mencapai ini, harus
orang Islam mempunyai kepandaian teknik, dalam rangka kemajuan Barat
dan wajib belajar segala rahasia kekuatan orang Eropah.
Pendapat ini, selalu diulang-ulangnya dalam majallah al-Urwatel-Wustqa.
Dalam sebuah karangannya yangberkepala Persatuan Islam ia
menyatakan, bahwa umat Islam telah pernah bersatu merupakan
kesatuan umat di bawah pemerintahan yang gilang-gemilang. Pada waktu
itu,mereka mencapai kemajuan dalam ilmu dan pelajaran, mereka
terkemuka dalam filsafat dan ilmu-ilmu yang lain. Semua yang kita capai
pada saat itu, sekarang ini menjadi pusaka dan menjadi kebanggaan umat
Islam sampai sekarang. Kerana itu menjadi penyokong tercapainya
kesatuan itu. Mereka harus insaf dan harus harus mengerti, bahwa
mereka tidak diperbolehkan dalam keadaan bagaimanapun juga berdamai
dan bekerja sama dengan orang yang menjajah mereka, sehingga
tercapai kekuatan yang penuh, di mana mereka sendiri menentukan nasib
mereka.
10

Dan juga ia berjasa dalam kekalnya pikiran dan pengetahuan Islam di


kalangan kaum terpelajar di Dunia Islam. Hal ini telah di nyatakan oleh
orientalist besar Jerman Carl Brocklemann, ketika ia mengatakan:
Islam mempunyai pengaruh yang menguasai kehidupan rohaniah di
Mesir, dan keadaan itu tetap berlangsung disebabkan jasa seorang Persi
yang bernama Jamalu al-Din al-Afghani, yang disebabkan oleh faktorfaktor politik menyebutkan dirinya berkebangsaan Afghanistan, yakni
negeri di mana ia tinggal di masa mudanya
Orang-orang Eropah, yang rakus dan tamak terhadap negeri-negeri kaum
Muslimin, berusaha memecahkan persatuan umat Islam dan mereka
mengambil keuntungan dari perpecahan kaum Muslimin itu. Segala fikiran
yang datang kedalam otak kaum Muslimin, yang membenarkan umat
Islam berpecah, fikiran yang demikian itu, bukanlah fikiran Islam, akan
tetapi fikiran yang di hembuskan dari luar kedalam otaknya, oleh musuhmusuh Islam.3[19]
Demikianlah pengertian, apa yang di namakan Pan-Islamisme yang
dianjurkan oleh al-Afghani itu.
C. Pemikiran tentang Patriotisme
Betapa rasa gelora-an panas yang dituangkan al-Afghani kedalam hati
tiap-tiap Muslim yang membaca tulisannya, akan terapi ia tidak pernah
mencoba menukar semangat agama itu dengan bentuk national
patriotisme Ia hanya berusaha, mendekatkan setiap Muslim itu, dalam
bentuk perseorangan, dan kalau Muslim itu merupakan negara, ia
berusaha umtuk menimbulkan pengertian satu bagi setiap warga
negaranya dengan tali Islam, yang dianut mereka. Persatuan ini, supaya
digunakan untuk mencapai kebebasan politik. Ia berusaha mempermuda,
membaharui alam fikiran Turki, Persia, India dan Mesir, disamping ia
mempermuda dan membaharui alam fikiran umat Islam yang berada di
sekitarnya. Orang-orang Islam yang masih beruntung mempunyai negara
meskipun dalam banjir semangat dan kerakusan penjajahan Barat masih
3
11

dapat mempergunakan pengaruh mereka, bersamaan dalam lapangan


kehidupan politik dan sosial membendung kerakusan Barat, terhadap
pelbagai negeri-negeri Islam yang terjajah.
Dalam anjurannya. Terhadap membela negeri masing-masing al-Afghani
menguraikan pendapatnya dalam Urwat al-Wustqa sebagai berikut :
Untuk mempertahankan tanah tumpah darah adalah undang-undang
alam, yang merupakan suatu kewajiban hidup yang diikat dengan
kehendak alam, melalui instink, sebagai makan dan minum. Tidak ada
seorangpun yang memuji instink ini kalau hanya pembelaan itu, kalau
tidak disertai semangat patriot yang bernyala-nyala. Sebalik kata, lawan
dari patriot, adalah traitor atau pengkhianat bangsa.
Terhadap pengertian pengkhianat ini, al-Afghani menyatakan
pendapatnya: Dengan istilah pengkhianat, kita tidak menunjukkan
kepada seseorang yang menjual negerinya untuk kepentingan keuangan
dengan menyerahkan negerinya, dan sebagai balasannya ia menerima
pembayaran, besar atau kecil. Setiap penjualan negara bagaimanapun
besarnya harga yang diterima, akan tetapi itu dianggap sangat rendah.
Yang dimaksudkan dengan pengkhianat yang sebenarnya, adalah
perseorangan yang bertanggung jawab atas musuh yang selangkah demi
selangkah masuk ke dalam tanah airnya. Barang siapa yang membuka
kesempatan bagi musuh, yang menjejakkan kaki dalam negerinya,
sedangkan ia sanggup untuk menghalangi yang dimikian itu, inilah yang
dinamakan pengkhianat, apa juapun topeng yang dipakainya, apa juapun
helah yang dikemukakannya, untuk menyelimuti perbuatannya, tidaklah
berfaedah. Barangsiapa yang sanggup bertindak dengan kekuatan atau
bertindak dengan otaknya, untuk melakukan counter aksi terhadap
tindakan musuh, akan tetapi ia sendiri diam berpangku tangan dan duduk
bungkem, orang ini adalah termasuk orang yang dinamakan pengkhinat.
Setelah al-Afghani menguraikan pendapat ini, ia melanjutkan lagi: Tidak
usahlah merasa malu bagi negara bagaimanapun kecilnya, betapapun
lemah dengan sedikit rakyatnya, jikalau ia bangun mengangkat senjata
melawan suatu negara besar dan jauh lebih kuat dari padanya, manakala
12

negeri itu melanggar kehormatannya. Kepahitan yang diperoleh dalam


perjalanan waktu, tidak dapat dihapuskan, baik oleh suatu bangsa, atau
oleh individual, atau oleh golongan, akan tetap mengikat leher mereka di
bawah kemerasan musuh. Kejadian ini datang, baik karena kelalaian
dalam mengurus persoalan negeri sendiri, atau terjadi karena harapkan
keuntungan yang sifatnya sementara, orang-orng yang melakukan ini,
dianggap sebagai agent dari kerubuhan mereka sendiri.4[20]
D. Pemikiran tentang Kebudayaan nasional
Jamalu al-Din al-Afghani, mengatakan bahwa orng-orang Barat melakukan
di Timur, cara-cara kasar, untuk menekan semangat patriot, dengan
membekukan pendidikan-pendidikan nasional dan merusak kebudayaan
Timur. Mereka menghambat langkah oran Timur, untuk ikut memikirkan
nasib negerinya dan mencegah orang-orangnya yang berhasrat, untuk
mencapai kesempurnaan. Selain dari pada itu, orang-orang Barat
berusaha untuk meniadakan segala kebaikan yang terdapat di Timur.
Dikatakan, tidak ada terdapat, baik dalam bahasa Arab, Persia atau India,
sesuatu yang dapat dianggap bernilai sastera, dan tidak ada sebuah
juapun yang dapat dituliskan tentang sejarah mereka, karena tidak ada
yang penting. Mereka menekankan kepercayaan, bahwa bahasa-bahasa
Timur tidak sanggup dijadikan bahasa ilmu, karena itu dianjurkan
rakyatnya, supaya mempelajari bahasa-bahasa Barat. Kemudian, yang
pandai bahasa Barat ini dipuja-puja dan di berikan facilitet yang banyak.
Dan yang tidak pandai berbahasa Barat, dianggap tidak mendapat,
dianggap tidak mendapat kemajuan. Demikianlah, akibat penjajahan,
banyak orang-orang Timur yang tidak dapat lagi mengutarakan
pendapatnya dalam bahasanya sendiri. Maka datanglah rasa dalam hati,
bahwa untuk memperoleh pengetahuan peradaban dan kebudayaan
manusia, haruslah dapat menguasai salah satu bahasa Barat Kepercayaan
ini datang, karena di usahakan agar pengetahuan-pengetahuan tidak
dituliskan dalam bahasa timur.5[21]
4
5
13

Jamalu al-Din al-Afghani, melanjutkan pendapatnya, haruslah dapat


difahamkan oleh orang-orang Timur, bahwa sesuatu bangsa yang tidak
menggunakan bahasanya sendiri, mereka tidak akan dapat mengadakan
perasaan yang baik dalam masyarakat. Jikalau bahasa telah mati, maka
kesusastraannya pun ikut mati. Habislah harga sebagai bangsa, jikalau
tidak mempunyai sejarah sendiri. Sejarah tidak akan dapat dilahirkan,
jikalau rakyatnya tidak mengakui kebaikan-kebaikan yang telah di
kerjakan oleh orang senegerinya6[22]
Demikianlah, al-Afghani, berusaha mengembalikan rasa kebangsaan yang
telah hilang dari beberapa negeri-negeri Islam, yang telah memandang
mulia segala yang datang dari barat dan memandang hina atau
melecahkan apa-apa yang terbit di dunia Timur.

BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Jamalu al-Din al-Afghani, lahir di Afghanistan pada tahun 1839, dan
meniggal dunia di Istambul di tahun 1897. Banyak terjadi pembicaraan,
dalam menentukan negeri asal Jamalu al-Din al-Afghani. Beberapa penulis
sejarah, dari pelbagai negeri Islam, umpamanya Turki, Persia, India dan
Afghanistan, sampai sekarang, masih belum mendapat penyelesaian,
karena masing-masing menyatakan orang negerinya Menurut namanya,
Afghani, ia datang dari Afghanistan, dari daerah mana, ia banyak
menumpahkan pengaruhnya. Akan tetapi, kalau dipandang kepada
pengaruh ini saja, seluruh dunia Islam sekarang penuh dengan pengaruh
al-Afghani. Oleh karena itu, al-Afghani mengatakan bahwa seluruh dunia
Islam adalah negerinya, dan begitu pula, dunia Eropah tidaklah pula asing
baginya.
6
14

Pada umur 18 tahun, ia telah mempunyai pengetahuan yang istimiwa


dalam ilmu-ilmu Islam, umpamamya filasafat dan ilmu-ilmu yang lain.
Ketika dia kembali ke Afghanistan, ia mencempungkan dirinya dalam
gelombang politik, kemudiandi minta penguasa Afghanistan Pangeran
Dost Muhammad Khan, untuk membantunya angkat menjadi penasihat
Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian diangkat menjadi Perdana
Menteri oleh Muhammad Azam Khan.
Sebagaiseorang yang menggagungkan akal dan fikiran, al-Afghani
menyokong pendapat golongan yang membebaskan dirinya dari pada
pelajaran Takdir. Faham ini, dinamakan dunia modern dengan fatalisme,
percaya kepada takdir dengan menyampingkan kekuatan akal, untuk
menghindarkan tiap bahaya.
Jamalu ad-Din al-Afghanisebagai pemimpin agama dalam masyarakat
yang memilikiperadapan yang didasarkankepadapelajarnbudipekerti. Dan
sebagaidiasebagai Muslim
sejatiberfikirrasionaldanmenggunakandasarotakuntukmencapaikemajuan.
Kemudiandiamenuangkankedalamhatitiap-tiapMuslim yang membaca
tulisannya, akan terapi ia tidak pernah mencoba untuk menukar semangat
agama itu dengan bentuk national patriotisme Ia hanya berusaha
mendekatkan setiap Muslim dalam bentuk perseorangan.Dan Muslim itu
merupakan negara, ia berusaha untuk menimbulkan pengertian satu bagi
setiap warga negaranya dengan tali Islam, yang dianut mereka. Persatuan
ini, supaya digunakan untuk mencapai kebebasan politik.
Adapun diaberpendapat bahwa haruslah dapat difahamkan oleh orangorang Timur, bahwa sesuatu bangsa yang tidak menggunakan bahasanya
sendiri, mereka tidak akan dapat mengadakan perasaan yang baik dalam
masyarakat. Jikalau bahasa telah mati, maka kesusastraannya pun ikut
mati. Habislah harga sebagai bangsa, jikalau tidak mempunyai sejarah
sendiri.
3.2. Saran

15

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.


Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.bagusmakalah.com/2014/04/sejarah-pemikiran-jamaluddin-alafghani.html
16

http://nikmatulmaskuroh.blogspot.co.id/2013/12/gerakan-pembaharuanislam-oleh.html
http://ilhamkadirmenulis.blogspot.co.id/2013/03/jamaluddin-al-afgani-danide-pembaruan.html
http://newjoesafirablog.blogspot.co.id/2012/05/biografi-jamaludin-alafgani.html
http://fandybayolubis.blogspot.co.id/2014/11/makalah-pmdipembaharuan-pemiiran-sayid.html

17

Anda mungkin juga menyukai