Lapkas I
Lapkas I
LAPORAN KASUS
1.1
IDENTITAS
Nama
: Tn. U
Umur
: 71 tahun
Jenis kelamin
: laki-laki
Alamat
Agama
: Islam
Masuk Rs
: 14 Juni 2016
1.2
ANAMNESA
KELUHAN UTAMA
Tn. U, 71 tahun, datang ke IGD RSUD Cianjur dengan keluhan nyeri sendi tangan
dan kaki sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri disertai panas, bengkak,
kemerahan dan dirasakan semakin parah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit hingga
mengganggu aktifitas sehari-hari. Pasien juga mengeluhkan tangannya baal dan kesemutan
serta sulit digerakkan atau kaku. Pusing dirasakan karena tidak bisa tidur selama 3 hari
disebabkan nyeri sendi yang dirasakan. Mual dirasakan namun tidak sampai muntah. Demam
tidak ada. Perut terasa kembung. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien mengatakan
memiliki riwayat asam urat tinggi sudah 1 tahun belakangan ini. Pasien sangat suka makan
makanan jeroan dan emping. Pasien tidak merokok dan tidak suka minum kopi maupun teh.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Riwayat Trauma (-), DM (-), Hipertensi (-), Asma (-), Jantung (-), Stroke (-).
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
:
Hipertensi (-), DM (-), Jantung (-), Asma (-),
RIWAYAT PSIKOSOSIAL :
1
Pasien mengaku nafsu makan munurun, suka makan jeroan dan emping.
Merokok (-), Alkohol (-), penggunaan obat jangka panjang (-), dan tidak suka minum
kopi.
RIWAYAT PENGOBATAN :
Pasien mengaku sudah berobat ke dokter terdekat dan masih belum ada perbaikan.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: E= 4, M=6, V=5
TTV
:
TD
: 130/70 mmHg
Nadi : 82 x/ menit
RR
: 20 x/menit
Suhu : 36,8 C
Status Generalis
Kepala
: Normocephal
Mata
: Pupil Isokor, Reflek cahaya +/+, Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Hidung
Leher
Thorax
Normo Chest
Pulmo
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-)
2
Palpasi
Perkusi
batas jantung kanan pada ICS IV linea parasternalis dextra, batas jantung kiri
atas pada ICS III linea parasternalis sinistra, batas kiri bawah pada ICS V lateral linea
midaksillaris sinistra
Auskultasi BJ I dan II reguler. gallop (-), murmur (-)
Abdomen:
-
Inspeksi
Cembung
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
Atas
Bawah
-/-
-/-
Sianosis
Akral
Edema
-/-
-/-
Tofus
+/-
+/+
hangat
hangat
DIAGNOSIS SEMENTARA
3
1. Gout Arthritis
- Cek Darah Rutin, GDS, Asam Urat, UL, ureum, kreatinin
2. Gastropati
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal
14 Juni 2016
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
Hematologi
Hb
13,4
13,5-17,5
g/dl
Hematokrit
42-52
Eritrosit
4,7-6,1
106/uL
Leukosit
7600
4800-10.800
/uL
Trombosit
291.000
150.000-450.000
/uL
Kimia Darah
Gula Darah
100
<160
mg,%
Sewaktu
Faal Ginjal
Ureum
34
10-50
mg,%
Kreatinin
1,51
0,6-1,1
mg,%
Uric Acid
13,1
3,4-6,0
mg,%
Lemak
Kolesterol
158
<200
mg,%
Trigliserida
161
<150
mg,%
Kolesterol HDL
39
>45
mg,%
4
Kolesterol LDL
87
<150
mg,%
Faal Hati
Protein
Total
7,3
6,6-8,7
gr,%
Albumin
4,3
3,8-5
gr,%
Globulin
3,0
2,6-3
gr,%
Urin
pH
Protein
Glukosa
Normal
Aseton
Sediment
Cylinder
/ipb
Leukosit
3-4
/ipb
Eritrosit
Banyak
/ipb
Epitel
3-4
/ipb
Kristal
/ipb
Imunoserologi
Widal
Salmonela Typhi-O
Negatif
Salmonela Typhi-H
1/320
Negatif
5
DIAGNOSIS KERJA
1. Gout Artritis
- IVFD RL 2000 cc/ 24 jam
- Colchisin 2x1gr
- Allopurinol 1x100 mg
2. Gastropati
- Omeprazole 1 x 40 mg
- Ondansetron 2 x 8 mg
3. Tifoid Fever
- Ceftriaxone 1x 2 gr
FOLLOW UP
15 Juni 2016
S : Tangan dan kaki nyeri (+), tangan baal dan kesemutan (+), mual (-), muntah (-), pusing
(+), tidak bisa tidur (+)
O:
A/P :
1. Gout Artritis
- IVFD D5 20 gtt
- Recolfar 2x1
- Rativol 2x1
- Neurobion 1x1
2. Gastropati
- Omeprazole 1 x 40 mg
- Sukralfat 3x2 cdo
3. Tifoid Fever
- Taxegram 2x1gr
16 Juni 2016
S : Tangan dan kaki nyeri sudah berkurang , tangan baal dan kesemutan (+), mual (-), muntah
(-), pusing (+), tidak bisa tidur (+)
O:
A/P :
1. Gout Artritis
- IVFD D5 20 gtt
- Recolfar 2x1
- Rativol 2x1
- Neurobion 1x1
2. Gastropati
- Omeprazole 1 x 40 mg
- Sukralfat 3x2 cdo
3. Tifoid Fever
- Taxegram 2x1gr
17 Juni 2016
S : Tangan dan kaki nyeri sudah berkurang sudah bisa berjalan, tangan baal dan kesemutan
berkurang, mual (-), muntah (-), pusing (-), sudah bisa tidur
O:
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
GOUT ARTRITIS
1.1 Definisi
Menurut American College of Rheumatology, gout adalah suatu penyakit dan potensi
ketidakmampuan akibat radang sendi yang sudah dikenal sejak lama, gejalanya biasanya
terdiri dari episodik berat dari nyeri infalamasi satu sendi.1
Gout adalah bentuk inflamasi arthritis kronis, bengkak dan nyeri yang paling sering di
sendi besar jempol kaki. Namun, gout tidak terbatas pada jempol kaki, dapat juga
mempengaruhi sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut, lengan, pergelangan tangan,
siku dan kadang di jaringan lunak dan tendon. Biasanya hanya mempengaruhi satu sendi pada
satu waktu, tapi bisa menjadi semakin parah dan dari waktu ke waktu dapat mempengaruhi
beberapa sendi. Gout merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik
yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia).1
1.2 Epidemiologi
Dalam beberapa dekade terakhir, prevalensi penyakit ini meningkat hampir 2 kali lipat
di Amerika. Di Cina, penduduk Cina yang mengalami keadaan hiperurisemia berjumlah
hingga 25%. Hal ini mungkin disebabkan karena gaya hidup seperti diet purin tinggi,
konsumsi alkohol yang berlebihan, dan medikasi-medikasi lain (Wortman, 2002).5
Alexander (2010) menyatakan prevalensi asam urat (gout) di Amerika serikat
meningkat dua kali lipat dalam populasi lebih dari 75 tahun antara 1990 dan 1999, dari 21 per
1000 menjadi 41 per 1000. Dalam studi kedua, prevalensi asam uratpada populasi orang
dewasa Inggris diperkirakan 1,4%, dengan puncak lebih dari 7% pada pria berusia 75 tahun.5
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta,
penderita penyakit goutdari tahun ke tahun semakin meningkat dan terjadi kecenderungan
diderita pada usia yang semakin muda. Hal ini tebukti dengan hasil rekam medik RSCM pada
tahun 1993-1995 mengalami kenaikan yaitu padatahun 1993 tercatat 18 kasus, pria 13 kasus
10
dan wanita 5 kasus (1kasus umur 2-25 tahun, 12 kasus umur 30-50 tahun, dan 5 kasus umur
>65 tahun). Pada tahun 1995 jumlah kasus yang tercatat adalah 46 kasus, 37 pria dan 9
wanita, 2 kasus umur 2-25 tahun, 40 kasus umur 30-50 tahun dan 4 kasus umur > 65 tahun
(Krisnatuti, 1997).5
Prevalensi penderita asam urat tertinggi di Indonesia berada pada penduduk di daerah
pantai dan yang paling tinggi di daerah Manado Minaha sebesar 29,2 % pada tahun
2003dikarenakan kebiasaan atau pola makan ikan dan mengonsumsi alkohol. Alkohol dapat
menyebabkan pembuangan asam urat lewat urine berkurang sehingga asam uratnya tetap
bertahan di dalam darah (Anonim, 2009).5
1.3 Etiologi
1.2.1 Hiperurisemia dan Gout Primer
Hiperurisemia primer adalah kelainan molekular yang masih belum jelas diketahui.
Berdasarkan data ditemukan bahwa 99% kasus adalah gout dan hiperurisemia primer. Gout
primer yang merupakan akibat dari hiperurisemia primer, terdiri dari hiperurisemia karena
penurunan ekskresi (80-90%) dan karena produksi yang berlebih (10-20%). Hiperurisemia
karena kelainan enzim spesifik diperkirakan hanya 1% yaitu karena peningkatan aktivitas
varian dari enzim phosporibosylpyrophosphatase (PRPP) synthetase, dan kekurangan
sebagian dari enzim hypoxantine phosporibosyltransferase (HPRT). Hiperurisemia primer
karena penurunan ekskresi kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik dan menyebabkan
gangguan pengeluaran asam urat yang menyebabkan hiperurisemia.6
1.2.2 Hiperurisemia dan Gout Sekunder
Gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu kelainan yang menyebabkan
peningkatan biosintesis de novo, kelainan yang menyebabkan peningkatan degradasi ATP
atau pemecahan asam nukleat dan kelainan yang menyebabkan sekresi menurun.
Hiperurisemia sekunder karena peningkatan biosintesis de novo terdiri dari kelainan karena
kekurangan menyeluruh enzim HPRT pada syndome Lesh-Nyhan, kekurangan enzim
glukosa-6 phosphate pada glycogen storage disease dan kelainan karena kekurangan enzim
fructose-1 phosphate aldolase melalui glikolisis anaerob. Hiperurisemia sekunder karena
produksi berlebih dapat disebabkan karena keadaanyang menyebabkan peningkatan
pemecahan ATP atau pemecahan asam nukleat dari dari intisel. Peningkatan pemecahan ATP
akan membentuk AMP dan berlanjut membentuk IMP atau purine nucleotide dalam
11
12
1.3.5 Obat-Obatan
Beberapa obat-obat yang turut mempengaruhi terjadinya hiperurisemia. Mis. Diuretik,
antihipertensi, aspirin, dsb. Obat-obatan juga mungkin untuk memperparah keadaan. Diuretik
sering digunakan untuk menurunkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, tetapi hal
tersebut juga dapat menurunkan kemampuan ginjal untuk membuang asam urat. Hal ini pada
gilirannya, dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah dan menyebabkan serangan
gout. Gout yang disebabkan oleh pemakaian diuretik dapat "disembuhkan" dengan
menyesuaikan dosis. Serangan Gout juga bisa dipicu oleh kondisi seperti cedera dan
infeksi.hal tersebut dapat menjadi potensi memicu asam urat. Hipertensi dan penggunaan
diuretik juga merupakan faktor risiko penting independen untuk gout. (Luk, 2005)6
Aspirin memiliki 2 mekanisme kerja pada asam urat, yaitu: dosis rendah menghambat
ekskresi asam urat dan meningkatkan kadar asam urat, sedangkan dosis tinggi (> 3000 mg /
hari) adalah uricosurik.(Doherty, 2009)6
1.3.6 Jenis Kelamin
Pria memiliki resiko lebih besar terkena nyeri sendi dibandingkan perempuan pada
semua kelompok umur, meskipun rasio jenis kelamin laki-laki dan perempuan sama pada usia
lanjut. Dalam Kesehatan dan Gizi Ujian Nasional Survey III, perbandingan laki-laki dengan
perempuan secara keseluruhan berkisar antara 7:1 dan 9:1. Dalam populasi managed care di
Amerika Serikat, rasio jenis kelamin pasien laki-laki dan perempuan dengan gout adalah 4:1
pada mereka yang lebih muda dari 65 tahun, dan 3:1 pada mereka lima puluh persen lebih
dari 65 tahun. Pada pasien perempuan yang lebih tua dari 60 tahun dengan keluhan sendi
datang ke dokter didiagnosa sebagai gout, dan proporsi dapat melebihi 50% pada mereka
yang lebih tua dari 80 tahun. ( Luk, 2005)6
1.3.7 Diet Tinggi Purin
Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa HDL yang merupakan bagian dari
kolesterol, trigliserida dan LDL disebabkan oleh asupan makanan dengan purin tinggi dalam
kesimpulan penelitian tentang faktor resiko dari hiperurisemia dengan studi kasus pasien di
rumah sakit Kardinah Tegal. (Purwaningsih, 2010)6
1.4 Gejala Klinis
1.4.1 Hiperurisemia Asimptomatik
13
Artritis gout menahun biasanya disertai tofi yang banyak dan poliartikular. Tofi ini sering
pecah dan sulit sembuh dengan obat, kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder. Lokasi
tofi yang paling sering pada aurikula, MTP-1, olekranon, tendon achilles dan distal digiti.
Tofi sendiri tidak menimbulkan nyeri, tapi mudah terjadi inflamasi disekitarnya, dan
menyebabkan destruksi yang progresif pada sendi serta dapat menimbulkan deformitas. Pada
stadium ini kadang-kadang disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun.
(Putra, 2009)7
1.5 Diagnosis
Gold standard dalam menegakkan gout arthritis adalah ditemukannya kristal urat MSU
(Monosodium Urat) di cairan sendi atau tofus. Untuk memudahkan diagnosis gout arthritis
akut, dapat digunakan kriteria dari ACR (American College Of Rheumatology) tahun 1977
sebagai berikut :
A. Ditemukannya kristal urat di cairan sendi, atau
B. Adanya tofus yang berisi Kristal urat, atau
C. Terdapat 6 dari 12 kriteria klinis, laboratoris, dan radiologis sebagai berikut :
1. Terdapat lebih dari satu kali serangan arthritis akut
2. Inflamasi maksimal terjadi dalam waktu 1 hari
3. Arthritis monoartikuler
4. Kemerahan pada sendi
5. Bengkak dan nyeri pada MTP-1
6. Arthritis unilateral yang melibatkan MTP-1
7. Arthritis unilateral yang melibatkan sendi tarsal
8. Kecurigaan terhadap adanya tofus
9. Pembengkakan sendi yang asimetris (radiologis)
10. Kista subkortikal tanpa erosi (radiologis)
11. Kultur mikroorganisme negative pada cairan sendi7
Yang harus dicatat adalah diagnosis gout tidak bisa digugurkan meskipun kadar asam
urat normal.(Hidayat, 2009)7
15
1.6 Penatalaksanaan
Secara umum, penanganan gout arthritis adalah memberikan edukasi, pengaturan diet,
istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan
sendi ataupun komplikasi lain. Pengobatan gout arthritis akut bertujuan menghilangkan
keluhan nyeri sendi dan peradangan dengan obat-obat, antara lain: kolkisin, obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS), kortikosteroid atau hormon ACTH. Obat penurun asam
urat penurun asam urat seperti alupurinol atau obat urikosurik tidak dapat diberikan pada
stadium akut. Namun, pada pasien yang secara rutin telah mengkonsumsi obat penurun asam
urat, sebaiknya tetap diberikan. Pada stadium interkritik dan menahun, tujuan pengobatan
adalah menurunkan kadar asam urat, sampai kadar normal, guna mencegah kekambuhan.
Penurunan kadar asam urat dilakukan dengan pemberian diet rendah purin dan pemakaian
obat alupurinol bersama obat urikosurik yang lain. (Putra, 2009)8
Penelitian terbaru telah menemukan bahwa konsumsi tinggi dari kopi, susu rendah
lemak produk dan vitamin C merupakan faktor pencegah gout.(Doherty, 2009)8
16
2. Gastropati
Gastropati didefenisikan sebagai setiap kelainan yang terdapat pada mukosa
lambung (Tugushi, 2011). Gastropati menunjukkan suatu kondisi dimana terjadi
kerusakan epitel atau endotel tanpa inflamasi pada mukosa lambung. Istilah gastropati
dibedakan dengan gastritis, dimana gastritis menunjukkan suatu keadaan inflamasi
yang berhubungan dengan lesi pada mukosa lambung. Manifestasi klinis dari
gastropati adalah kumpulan gejala berupa anoreksia, nyeri ulu hati, mual, dan muntah
(Papadakis & McPhee, 2013).
3. DEMAM TIFOID
17
(5) .
bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain
meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak
meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu
tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik
namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau 60
C (140 F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu
18
yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu
dalam sampah, bahan makanan kering, dan bahan tinja.
Antigen OMP S typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar membran
sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap lingkungan
sekitarnya. OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein porin dan protein nonporin.
Porin merupakan komponen utama OMP, terdiri atas protein OMP C, OMP D, OMP F
dan merupakan saluran hidrofilik yang berfungsi untuk difusi solut dengan BM <
6000. Sifatnya resisten terhadap proteolisis dan denaturasi pada suhu 85100C.
Protein nonporin terdiri atas protein OMP A, protein a dan lipoprotein, bersifat
sensitif terhadap protease, tetapi fungsinya masih belum diketahui dengan jelas.
Beberapa peneliti menemukan antigen OMP S typhi yang sangat spesifik yaitu antigen
protein 50 kDa/52 kDa.
C. Patofisiologi
HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya
Salmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk bersama-sama
cairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap
mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan menurun
pada waktu terjadi pengosongan lambung, sehingga Salmonella spp lebih mudah masuk
ke dalam usus penderita. Salmonella spp kemudian memasuki folikel-folikel limfe yang
terdapat di dalam lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengan cepat untuk
menghasilkan lebih banyak Salmonella spp.
Setelah itu, Salmonella spp memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai
aliran darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia pada penderita. Dengan melewati
kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding empedu atau secara tidak langsung melalui
kapiler-kapiler hati dan kanalikuli empedu, maka bakteria dapat mencapai empedu yang
larut disana. Melalui empedu yang infektif terjadilah invasi ke dalam usus untuk kedua
kalinya yang lebih berat daripada invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua ini
menimbulkan lesi yang luas pada jaringan limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik
menjadi jelas. Demam tifoid merupakan salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi
menyeluruh dan toksemia yang dalam. Berbagai macam organ mengalami kelainan,
contohnya sistem hematopoietik yang membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus
kecil, kelenjar limfe abdomen, limpa dan sumsum tulang.
20
Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosis superfisial
yang disebabkan oleh toksin bakteri atau yang lebih utama disebabkan oleh sumbatan
pembuluh-pembuluh darah kecil oleh hiperplasia sel limfoid (disebut sel tifoid). Mukosa
yang nekrotik kemudian membentuk kerak, yang dalam minggu ketiga akan lepas
sehingga terbentuk ulkus yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu
panjang ulkus sejajar dengan sumbu usus. Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun
tidak jarang jika submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus
bahkan dapat mencapai membran serosa.
Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk ulkus, maka
perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus. Kedua komplikasi
tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan penyebab yang paling sering
menimbulkan kematian pada penderita demam tifoid. Meskipun demikian, beratnya
penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat
akan menimbulkan demam tifoid yang berat sedangkan terjadinya perdarahan usus dan
perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan
usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada serangan
demam tifoid yang ringan dapat terjadi baik perdarahan maupun perforasi.
Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap
mengandung kuman Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka penderita
merupakan urinary karier penyakit tersebut.
Akibatnya terjadi miokarditis toksik, otot jantung membesar dan melunak.
Anak-anak dapat mengalami perikarditis tetapi jarang terjadi endokaritis. Tromboflebitis,
periostitis dan nekrosis tulang dan juga bronkhitis serta meningitis kadang-kadang dapat
terjadi pada demam tifoid.
21
D. Gejala Klinis
Dimusnahkan
dilambung
oleh
Perbedaan
demam
tifoid pada anak dan dewasa
adalah
mortalitas
Lolos antara
dan masuk ke
usus
HCL
Bila respon imunitas humukral mucosa (IgA)
(kematian) demam tifoid pada anak lebih rendah bila dibandingkan dengan dewasa.
Biak
Risiko terjadinya Berkembang
komplikasi
fatal terutama dijumpai pada anak besar dengan gejala klinis
(asimptomatik).
Berkembang
biak &rata-rata
difagosit oleh
selfagosit 7-20 hari. Inkubasi terpendek 3 hari dan terlama
Masa
inkubasi
bervariasi
terutama makrofag
60 hari. Lamanya masa inkubasi berkorelasi dengan jumlah kuman yang ditelan, keadaan
umum atau status
gizidanserta
status
Kuman hidup
berkembang
biakimunologis pasien. Walaupun gejala demam tifoid ini
bervariasi namun secara garis besar dapat dikelompokan, antara lain :
Dibawah ke plaque peyeri ileum distal
Masuk ke sirkulasi
Gangguan pencernaan;
dan darah
Gangguan kesadaran.
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai infeksi akut pada
Menyebar keseluruh organ Relikuloendotelial tubuh hati & splen
umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, dan konstipasi.
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang meningkat. Setelah minggu
Diogran RE S.Typhi
kedua
maka gejala
akan meninggalkan sel fagosit
kekantung empedu
dan tanda klinis makin jelas, berupaMasuk
demam
remiten, lidah tifoid,
pembesaran hati dan limpa, perut kembung, mungkin disertai gangguan kesadaran dari
Berkembang biak
terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti orang dewasa,
Sirkulasi darah
Sebagian dikeluarkan
lewat feces
Lidah tifoid terjadi beberapa hari setelah panas meninggi dengan tanda-tanda
Sebagian menembus
Proses berulang
antara lain lidah tampak kering, dilapisi
selaput tebal, di bagian
lumrn ususbelakang tampak lebih
pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila penyakit makin progresif akan
terjadi deskuamasi epitel sehingga papila lebih prominem.
Merupakan nodul kecil menonjol dengan diameter 2-4cm, berwarna merah pucat, serta
hilang pada penekanan. Rosola ini merupakan emboli kuman dimana di dalamnya
mengandug kuman salmonella
dan terutama
didapatkan
Perforasi
peritonitis
nyeri di daerah perut, dada, dan
tekan
Limpa pada umumnya sering membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu
pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran oleh karena malaria. Pembesaran limpa
pada tifoid tidak progresif dengan kosistensi lebih lunak.
Tofoid kongenital didapatkan dari ibu hamil yang menderita demam tifoid dan
menularkan pada janin melalui darah. Pada umumnya besifat fatal namun pernah
dilaporkan tifoid kongenital dapat hidup dengan gejala tidak khas dan menyerupai sepsis
neonatorum. Pada tipe kongenital kuman dapat ditemukan dalam darah, hati, limpa, serta
kelainan patologis pada usus tidak didapatkan. Hal ini menjelaskan bahwa pada tifoid
kongenital penularannya lewat darah dan secara cepat menimbulkan gejala-gejala tifoid
sepsis pada janin. Demam tifoid pada anak usia < 2 tahun jarang dilaporkan, bila terjadi
biasanya gambaran klinisnya berbeda dengan anak yang lebih besar. Kejadiannya sering
mendadak disertai panas yang tinggi, muntah-muntah, kejang, dan tanda-tanda
perangsangan meningeal. Pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis (20.00025.000/mm3), limpa sering teraba pada pemeriksaan fisik. Perjalanan fisiknya lebih
pendek, lebih variasi, sering tidak melebihi minggu, angka kematian yang tinggi
( 12,5%).
E. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang
diperkuat oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Pemeriksaan ini ditujukan untuk
membantu menegakkan diagnosis, menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit
dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit.
1. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus
atau perforasi. Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal
atau tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED
(Laju Endap Darah) : meningkat. Jumlah trombosit normal atau menurun
(trombositopenia).
23
2. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai
hepatitis Akut.
4. Imunologi
Tes Widal
Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi
(didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi atau paratyphi (reagen). Uji
ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama
di negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapitd
test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya
aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin.
Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil
positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktorfaktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain
(Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor
rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain
penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari
1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik
lain.
Diagnosis Demam Tifoid atau Paratifoid dinyatakan bila titer O = 1/160,
bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit
demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu 1.
Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini pada penderita yang baru
menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka
kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak
sebelumnya.
5. Mikrobiologi
Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)
Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam
Typhoid atau paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti
untuk Demam Tifoid atau Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu
bukan Demam Tifoid atau Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang
24
dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan
membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat
pengambilan darah masih dalam minggu pertama sakit, sudah mendapatkan terapi
antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi.
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu
waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2 - 7 hari, bila belum ada
pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan
pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut atau carrier digunakan
urin dan tinja.
F.
Komplikasi
Pada minggu ke-2 atau lebih, sering timbul komplikasi demam tifoid mulai dari
yang ringan sampai berat bahkan kematian. Komplikasi yang sering terjadi pada demam
tifoid adalah perdarahan usus dan perforasi merupakan komplikasi serius dan perlu
diwaspadai dari demam tifoid yang muncul pada minggu ke-3. Sekitar 5 persen penderita
demam tifoid mengalami komplikasi ini.
Perdarahan usus umumnya ditandai keluhan nyeri perut, perut membesar, nyeri
pada perabaan, seringkali disertai dengan penurunan tekanan darah dan terjadinya syok,
diikuti dengan perdarahan saluran cerna sehingga tampak darah kehitaman yang keluar
bersama tinja. Perdarahan usus muncul ketika ada luka di usus halus, sehingga membuat
gejala seperti sakit perut, mual, muntah, dan terjadi infeksi pada selaput perut
(peritonitis). Jika hal ini terjadi, diperlukan perawatan medis yang segera.
Komplikasi lain yang lebih jarang, antara lain :
1. Anak dengan panas tinggi umumnya tidak mau makan karena ada diare. Sehingga
dapat terjadi kekurangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit.
2. Kejang Demam
3. Gangguan Kesadaran
4. Pembengkakan dan peradangan pada otot jantung (miokarditis).
5. Pneumonia.
6. Peradangan pankreas (pankreatitis).
7. Infeksi ginjal atau kandung kemih.
8. Infeksi dan pembengkakan selaput otak (meningitis).
9. Masalah psikiatri seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid psikosis.
25
G. Managemen Penatalaksanaan
1. Pengobatan kausal
a. Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari oral atau iv dibagi dalam 4
dosis selama 10-14 hari.
b. kotrimoksasol dengan dasar trimetropin 8-10 mg/kgBB/ hari atau sulfameoksasol
40-50 mg/kgBB/hari selama 7 hari
c. amoksisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis selama 10 hari
d. sefriakson 80 mg/kgBB/hari selama 7 hari
e. sefiksim 15-20 mg/kgBB/hari iv atau im selama 5 hari
2. Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran. Deksametason
1-3 mg/kgBB/hari iv dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik.
3. Memperbaiki keadaan umum : koreksi elektrolit atasi dehidrasi, hipoglikemi
4. Pengobatan suportif : roboransia
5. Pengobatan dietetik tergantung kondisi penderita bila perlu makanan lunak/ cair
mudah dicerna tinggi kalori dan protein
6. Tirah baring bila perlu isolasi penderita
7. Transfusi darah sesuai keperluan
8. Tindakan diperlukan pada penyulit perforasi usus
9. Diet : makanan tidak berserat dan mudah dicerna, setelah demam reda dapat diberikan
makanan yang lebih padat dengan kalori cukup.
DAFTAR PUSTAKA
26
1. Bettschen J., 2010. Gouty Arthritis: Current Treatments & New Developments. p:1-8.
2. National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Disease. 2010. What is
Gout? p:1-4
3. Tulaar, A.B.M., 2008. Nyeri punggung dan leher. MKI, Volum: 58, Nomor: 5, Mei
2008
4. Albar, Z. 2010. Gout: Diagnosis and Management. Rheumatology division,
Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia,
Jakarta, Indonesia
5. Roddy. E., and Doherty.M. 2010. Epidemiology of Gout. Arthritis Research &
Therapy, 12:223
6. Choi H, Atkinson K, Karlson E, Willett W, Curhan G. 2004. Purine-Rich Foods, Dairy
And Protein Intake, And The Risk Of Gout In Men. N Engl J Med, 350:1093- 1103.
7. The American Rheumatism Association.1977.ACR criteria for classification of acute gouty
arthritis.
8. Hui Yu, K., et al. 2012. Risk of end-stage renal disease associated with gout: a
nationwide population study. Arthritis Research and Therapy:1-6
27