Anda di halaman 1dari 27

BAB I

LAPORAN KASUS
1.1

IDENTITAS

Nama

: Tn. U

Umur

: 71 tahun

Jenis kelamin

: laki-laki

Alamat

: Pangkalan, Suka Mulya

Agama

: Islam

Masuk Rs

: 14 Juni 2016

1.2
ANAMNESA
KELUHAN UTAMA

Nyeri sendi di tangan dan kaki sejak 2 minggu SMRS

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Tn. U, 71 tahun, datang ke IGD RSUD Cianjur dengan keluhan nyeri sendi tangan
dan kaki sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri disertai panas, bengkak,
kemerahan dan dirasakan semakin parah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit hingga
mengganggu aktifitas sehari-hari. Pasien juga mengeluhkan tangannya baal dan kesemutan
serta sulit digerakkan atau kaku. Pusing dirasakan karena tidak bisa tidur selama 3 hari
disebabkan nyeri sendi yang dirasakan. Mual dirasakan namun tidak sampai muntah. Demam
tidak ada. Perut terasa kembung. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien mengatakan
memiliki riwayat asam urat tinggi sudah 1 tahun belakangan ini. Pasien sangat suka makan
makanan jeroan dan emping. Pasien tidak merokok dan tidak suka minum kopi maupun teh.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Riwayat Trauma (-), DM (-), Hipertensi (-), Asma (-), Jantung (-), Stroke (-).
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
:
Hipertensi (-), DM (-), Jantung (-), Asma (-),

RIWAYAT PSIKOSOSIAL :
1

Pasien mengaku nafsu makan munurun, suka makan jeroan dan emping.
Merokok (-), Alkohol (-), penggunaan obat jangka panjang (-), dan tidak suka minum
kopi.
RIWAYAT PENGOBATAN :
Pasien mengaku sudah berobat ke dokter terdekat dan masih belum ada perbaikan.
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: E= 4, M=6, V=5
TTV
:
TD
: 130/70 mmHg
Nadi : 82 x/ menit
RR
: 20 x/menit
Suhu : 36,8 C

Status Generalis
Kepala

: Normocephal

Mata

: Pupil Isokor, Reflek cahaya +/+, Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Hidung

: Normonasi, napas cuping hidung (-), sekret (-), darah (-)

Telinga: Normotia, sekret (-)


Mulut

: Sianosis (-), mukosa bibir kering, faring hiperemis (-)

Leher

: Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-/-), JVP tidak meningkat.

Thorax
Normo Chest

Pulmo
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-)
2

Palpasi : Vocal fremitus sama pada kedua lapang paru


Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru-hepar pada ICS VI dextra
Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rales (-/-)
Cor:
Inspeksi

ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

ictus cordis teraba di ICS VI linea midklavikula sinistra

Perkusi

batas jantung kanan pada ICS IV linea parasternalis dextra, batas jantung kiri

atas pada ICS III linea parasternalis sinistra, batas kiri bawah pada ICS V lateral linea
midaksillaris sinistra
Auskultasi BJ I dan II reguler. gallop (-), murmur (-)
Abdomen:
-

Inspeksi

Cembung

Auskultasi

Bising usus (+) normal

Palpasi

Supel, Nyeri tekan (-) epigastrium.

Perkusi

Timpani pada seluruh lapang abdomen

Ekstremitas

Atas

Bawah

-/-

-/-

Sianosis

Akral

Edema

-/-

-/-

Tofus

+/-

+/+

hangat

hangat

DIAGNOSIS SEMENTARA
3

1. Gout Arthritis
- Cek Darah Rutin, GDS, Asam Urat, UL, ureum, kreatinin
2. Gastropati

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal
14 Juni 2016

Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

Hematologi
Hb

13,4

13,5-17,5

g/dl

Hematokrit

42-52

Eritrosit

4,7-6,1

106/uL

Leukosit

7600

4800-10.800

/uL

Trombosit

291.000

150.000-450.000

/uL

Kimia Darah
Gula Darah

100

<160

mg,%

Sewaktu
Faal Ginjal
Ureum

34

10-50

mg,%

Kreatinin

1,51

0,6-1,1

mg,%

Uric Acid

13,1

3,4-6,0

mg,%

Lemak
Kolesterol

158

<200

mg,%

Trigliserida

161

<150

mg,%

Kolesterol HDL

39

>45

mg,%
4

Kolesterol LDL

87

<150

mg,%

Faal Hati
Protein
Total

7,3

6,6-8,7

gr,%

Albumin

4,3

3,8-5

gr,%

Globulin

3,0

2,6-3

gr,%

Urin
pH

Protein

Glukosa

Normal

Aseton

Sediment
Cylinder

/ipb

Leukosit

3-4

/ipb

Eritrosit

Banyak

/ipb

Epitel

3-4

/ipb

Kristal

/ipb

Imunoserologi
Widal
Salmonela Typhi-O

Negatif

Salmonela Typhi-H

1/320

Negatif
5

DIAGNOSIS KERJA
1. Gout Artritis
- IVFD RL 2000 cc/ 24 jam
- Colchisin 2x1gr
- Allopurinol 1x100 mg
2. Gastropati
- Omeprazole 1 x 40 mg
- Ondansetron 2 x 8 mg
3. Tifoid Fever
- Ceftriaxone 1x 2 gr

FOLLOW UP
15 Juni 2016
S : Tangan dan kaki nyeri (+), tangan baal dan kesemutan (+), mual (-), muntah (-), pusing
(+), tidak bisa tidur (+)
O:

Tampak sakit sedang, GCS = E4 M6 V5


TTV: TD= 120/90 mmHg RR=20x/mnt HR=80x/mnt S=36,6oC
Mata: Konjungtiva Anemis (-/-), Ikterik (-/-)
Mulut: Sianosis (-), mukosa bibir kering, faring hiperemis (-)
Leher: Pemb. KGB (-), JVP Normal
Thorax: Pulmo: Ves (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Cor: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop(-)
Abdomen: Cembung, BU (+) Normal, NTE(-),
6

Ekstremitas : Akral Hangat, Tofus +/+


Pemeriksaan USG

A/P :
1. Gout Artritis
- IVFD D5 20 gtt
- Recolfar 2x1
- Rativol 2x1
- Neurobion 1x1
2. Gastropati
- Omeprazole 1 x 40 mg
- Sukralfat 3x2 cdo
3. Tifoid Fever
- Taxegram 2x1gr

16 Juni 2016
S : Tangan dan kaki nyeri sudah berkurang , tangan baal dan kesemutan (+), mual (-), muntah
(-), pusing (+), tidak bisa tidur (+)
O:

Tampak sakit sedang, GCS = E4 M6 V5


7

TTV: TD= 140/90 mmHg RR=21x/mnt HR=84x/mnt S=36,7oC


Mata: Konjungtiva Anemis (-/-), Ikterik (-/-)
Mulut: Sianosis (-), mukosa bibir kering, faring hiperemis (-)
Leher: Pemb. KGB (-), JVP Normal
Thorax: Pulmo: Ves (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Cor: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop(-)
Abdomen: Cembung, BU (+) Normal, NTE(-),
Ekstremitas : Akral Hangat, Tofus +/+

A/P :
1. Gout Artritis
- IVFD D5 20 gtt
- Recolfar 2x1
- Rativol 2x1
- Neurobion 1x1
2. Gastropati
- Omeprazole 1 x 40 mg
- Sukralfat 3x2 cdo
3. Tifoid Fever
- Taxegram 2x1gr

17 Juni 2016
S : Tangan dan kaki nyeri sudah berkurang sudah bisa berjalan, tangan baal dan kesemutan
berkurang, mual (-), muntah (-), pusing (-), sudah bisa tidur
O:

Tampak sakit sedang, GCS = E4 M6 V5


TTV: TD= 140/70 mmHg RR=22x/mnt HR=80x/mnt S=36,5oC
Mata: Konjungtiva Anemis (-/-), Ikterik (-/-)
Mulut: Sianosis (-), mukosa bibir kering, faring hiperemis (-)
8

Leher: Pemb. KGB (-), JVP Normal


Thorax: Pulmo: Ves (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Cor: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop(-)
Abdomen: Cembung, BU (+) Normal, NTE(-),
Ekstremitas : Akral Hangat, Tofus +/+
A/P :
1. Gout Artritis
- IVFD D5 20 gtt
- Recolfar 2x1
- Rativol 2x1
- Neurobion 1x1
- Reucid 1x1
2. Gastropati
- Omeprazole 1 x 40 mg
- Sukralfat 3x2 cdo
3. Tifoid Fever
- Taxegram 2x1gr

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.

GOUT ARTRITIS

1.1 Definisi
Menurut American College of Rheumatology, gout adalah suatu penyakit dan potensi
ketidakmampuan akibat radang sendi yang sudah dikenal sejak lama, gejalanya biasanya
terdiri dari episodik berat dari nyeri infalamasi satu sendi.1
Gout adalah bentuk inflamasi arthritis kronis, bengkak dan nyeri yang paling sering di
sendi besar jempol kaki. Namun, gout tidak terbatas pada jempol kaki, dapat juga
mempengaruhi sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut, lengan, pergelangan tangan,
siku dan kadang di jaringan lunak dan tendon. Biasanya hanya mempengaruhi satu sendi pada
satu waktu, tapi bisa menjadi semakin parah dan dari waktu ke waktu dapat mempengaruhi
beberapa sendi. Gout merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik
yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia).1
1.2 Epidemiologi
Dalam beberapa dekade terakhir, prevalensi penyakit ini meningkat hampir 2 kali lipat
di Amerika. Di Cina, penduduk Cina yang mengalami keadaan hiperurisemia berjumlah
hingga 25%. Hal ini mungkin disebabkan karena gaya hidup seperti diet purin tinggi,
konsumsi alkohol yang berlebihan, dan medikasi-medikasi lain (Wortman, 2002).5
Alexander (2010) menyatakan prevalensi asam urat (gout) di Amerika serikat
meningkat dua kali lipat dalam populasi lebih dari 75 tahun antara 1990 dan 1999, dari 21 per
1000 menjadi 41 per 1000. Dalam studi kedua, prevalensi asam uratpada populasi orang
dewasa Inggris diperkirakan 1,4%, dengan puncak lebih dari 7% pada pria berusia 75 tahun.5
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta,
penderita penyakit goutdari tahun ke tahun semakin meningkat dan terjadi kecenderungan
diderita pada usia yang semakin muda. Hal ini tebukti dengan hasil rekam medik RSCM pada
tahun 1993-1995 mengalami kenaikan yaitu padatahun 1993 tercatat 18 kasus, pria 13 kasus
10

dan wanita 5 kasus (1kasus umur 2-25 tahun, 12 kasus umur 30-50 tahun, dan 5 kasus umur
>65 tahun). Pada tahun 1995 jumlah kasus yang tercatat adalah 46 kasus, 37 pria dan 9
wanita, 2 kasus umur 2-25 tahun, 40 kasus umur 30-50 tahun dan 4 kasus umur > 65 tahun
(Krisnatuti, 1997).5
Prevalensi penderita asam urat tertinggi di Indonesia berada pada penduduk di daerah
pantai dan yang paling tinggi di daerah Manado Minaha sebesar 29,2 % pada tahun
2003dikarenakan kebiasaan atau pola makan ikan dan mengonsumsi alkohol. Alkohol dapat
menyebabkan pembuangan asam urat lewat urine berkurang sehingga asam uratnya tetap
bertahan di dalam darah (Anonim, 2009).5
1.3 Etiologi
1.2.1 Hiperurisemia dan Gout Primer
Hiperurisemia primer adalah kelainan molekular yang masih belum jelas diketahui.
Berdasarkan data ditemukan bahwa 99% kasus adalah gout dan hiperurisemia primer. Gout
primer yang merupakan akibat dari hiperurisemia primer, terdiri dari hiperurisemia karena
penurunan ekskresi (80-90%) dan karena produksi yang berlebih (10-20%). Hiperurisemia
karena kelainan enzim spesifik diperkirakan hanya 1% yaitu karena peningkatan aktivitas
varian dari enzim phosporibosylpyrophosphatase (PRPP) synthetase, dan kekurangan
sebagian dari enzim hypoxantine phosporibosyltransferase (HPRT). Hiperurisemia primer
karena penurunan ekskresi kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik dan menyebabkan
gangguan pengeluaran asam urat yang menyebabkan hiperurisemia.6
1.2.2 Hiperurisemia dan Gout Sekunder
Gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu kelainan yang menyebabkan
peningkatan biosintesis de novo, kelainan yang menyebabkan peningkatan degradasi ATP
atau pemecahan asam nukleat dan kelainan yang menyebabkan sekresi menurun.
Hiperurisemia sekunder karena peningkatan biosintesis de novo terdiri dari kelainan karena
kekurangan menyeluruh enzim HPRT pada syndome Lesh-Nyhan, kekurangan enzim
glukosa-6 phosphate pada glycogen storage disease dan kelainan karena kekurangan enzim
fructose-1 phosphate aldolase melalui glikolisis anaerob. Hiperurisemia sekunder karena
produksi berlebih dapat disebabkan karena keadaanyang menyebabkan peningkatan
pemecahan ATP atau pemecahan asam nukleat dari dari intisel. Peningkatan pemecahan ATP
akan membentuk AMP dan berlanjut membentuk IMP atau purine nucleotide dalam
11

metabolisme purin, sedangkan hiperurisemia akibat penurunan ekskresi dikelompokkan


dalam beberapa kelompok yaitu karena penurunan masa ginjal, penurunan filtrasi glomerulus,
penurunan fractional uric acid clearence dan pemakaian obat-obatan.(Putra, 2009)6
1.2.3 Hiperurisemia dan Gout Idiopatik
Hiperurisemia yang tidak jelas penyebab primernya, kelainan genetik, tidak ada
kelainan fisiologis dan anatomi yang jelas.6
1.3 Faktor Resiko
1.3.1 Suku Bangsa/Ras
Suku bangsa yang paling tinggi prevalensi nya pada suku maori di Australia. Prevalensi
suku Maori terserang penyakit asam urat tinggi sekali sedangkan Indonesia prevalensi yang
paling tinggi pada penduduk pantai dan yang paling tinggi di daerah Manado-Minahasa
karena kebiasaan atau pola makan dan konsumsi alkohol.(Wibowo, 2005)6
1.3.2 Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol menyebabkan serangan gout karena alkohol meningkatkan produksi
asam urat. Kadar laktat darah meningkat sebagai akibat produk sampingan dari metabolisme
normal alkohol. Asam laktat menghambat ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga terjadi
peningkatan kadarnya dalam serum. (Carter, 2005)6

1.3.3 Konsumsi Ikan Laut


Ikan laut merupakan makanan yang memiliki kadar purin yang tinggi. Konsumsi ikan
laut yang tinggi mengakibatkan asam urat. (Luk, 2005)6
1.3.4 Penyakit-Penyakit
Penyakit-penyakit yang sering berhubungan dengan hiperurisemia. Mis. Obesitas,
diabetes melitus, penyakit ginjal, hipertensi, dislipidemia, dsb. Adipositas tinggi dan berat
badan merupakan faktor resiko yang kuat untuk gout pada laki-laki, sedangkan penurunan
berat badan adalah faktor pelindung. (Purwaningsih, 2005)6

12

1.3.5 Obat-Obatan
Beberapa obat-obat yang turut mempengaruhi terjadinya hiperurisemia. Mis. Diuretik,
antihipertensi, aspirin, dsb. Obat-obatan juga mungkin untuk memperparah keadaan. Diuretik
sering digunakan untuk menurunkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, tetapi hal
tersebut juga dapat menurunkan kemampuan ginjal untuk membuang asam urat. Hal ini pada
gilirannya, dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah dan menyebabkan serangan
gout. Gout yang disebabkan oleh pemakaian diuretik dapat "disembuhkan" dengan
menyesuaikan dosis. Serangan Gout juga bisa dipicu oleh kondisi seperti cedera dan
infeksi.hal tersebut dapat menjadi potensi memicu asam urat. Hipertensi dan penggunaan
diuretik juga merupakan faktor risiko penting independen untuk gout. (Luk, 2005)6
Aspirin memiliki 2 mekanisme kerja pada asam urat, yaitu: dosis rendah menghambat
ekskresi asam urat dan meningkatkan kadar asam urat, sedangkan dosis tinggi (> 3000 mg /
hari) adalah uricosurik.(Doherty, 2009)6
1.3.6 Jenis Kelamin
Pria memiliki resiko lebih besar terkena nyeri sendi dibandingkan perempuan pada
semua kelompok umur, meskipun rasio jenis kelamin laki-laki dan perempuan sama pada usia
lanjut. Dalam Kesehatan dan Gizi Ujian Nasional Survey III, perbandingan laki-laki dengan
perempuan secara keseluruhan berkisar antara 7:1 dan 9:1. Dalam populasi managed care di
Amerika Serikat, rasio jenis kelamin pasien laki-laki dan perempuan dengan gout adalah 4:1
pada mereka yang lebih muda dari 65 tahun, dan 3:1 pada mereka lima puluh persen lebih
dari 65 tahun. Pada pasien perempuan yang lebih tua dari 60 tahun dengan keluhan sendi
datang ke dokter didiagnosa sebagai gout, dan proporsi dapat melebihi 50% pada mereka
yang lebih tua dari 80 tahun. ( Luk, 2005)6
1.3.7 Diet Tinggi Purin
Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa HDL yang merupakan bagian dari
kolesterol, trigliserida dan LDL disebabkan oleh asupan makanan dengan purin tinggi dalam
kesimpulan penelitian tentang faktor resiko dari hiperurisemia dengan studi kasus pasien di
rumah sakit Kardinah Tegal. (Purwaningsih, 2010)6
1.4 Gejala Klinis
1.4.1 Hiperurisemia Asimptomatik
13

Hiperurisemia asimptomatik adalah keadaan hiperurisemia tanpa adanya manifestasi


klinik gout. Fase ini akan berakhir ketika muncul serangan akut gout arthritis, atau
urolithiasis dan biasanya setelah 20 tahun keadaan hiperurisemia asimptomatik. Terdapat 1040% pasien dengan gout mengalami sekali atau lebih serangan kolik renal, sebelum adanya
serangan arthritis. Sebuah serangan gout terjadi ketika asam urat yang tidak dikeluarkan dari
tubuh bentuk kristal dalam cairan yang melumasi lapisan sendi, menyebabkan inflamasi dan
pembengkakan sendi yang menyakitkan. Jika gout tidak diobati, kristal tersebut dapat
membentuk tofi - benjolan di sendi dan jaringan sekitarnya.(Putra, 2009)7
1.4.2 Gout Arthritis Simptomatik
1.4.2.1 Gout Arthritis Stadium Akut
Radang sendi timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala
apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya
bersifat monoartikuler dengan keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah
dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah. Lokasi yang paling
sering pada MTP-1 yang biasanya disebut podagra. Apabila proses penyakit berlanjut, dapat
terkena sendi lain yaitu pergelangan tangan/kaki, lutut, dan siku. Faktor pencetus serangan
akut antara lain berupa trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stress, tindakan
operasi, pemakaian obat diuretik dan lain-lain.(Putra, 2009)7
1.4.2.2 Gout Arthritis Stadium Interkritikal
Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode interkritik
asimptomatik. Walaupun secara klinik tidak dapat ditemukan tanda-tanda radang akut, namun
pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan
masih terus berlanjut, walaupun tanpa keluhan.(Putra, 2009) Stadium ini merupakan
kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode interkritik asimptomatik. Walaupun secara
klinik tidak dapat ditemukan tanda-tanda radang akut, namun pada aspirasi sendi ditemukan
kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan masih terus berlanjut, walaupun
tanpa keluhan.(Putra, 2009)7
1.4.2.3 Gout Arthritis Stadium Menahun ( Kronik Bertofus )
Stadium ini umumnya terdapat pada pasien yang mampu mengobati dirinya sendiri
(self medication). Sehingga dalam waktu lama tidak mau berobat secara teratur pada dokter.
14

Artritis gout menahun biasanya disertai tofi yang banyak dan poliartikular. Tofi ini sering
pecah dan sulit sembuh dengan obat, kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder. Lokasi
tofi yang paling sering pada aurikula, MTP-1, olekranon, tendon achilles dan distal digiti.
Tofi sendiri tidak menimbulkan nyeri, tapi mudah terjadi inflamasi disekitarnya, dan
menyebabkan destruksi yang progresif pada sendi serta dapat menimbulkan deformitas. Pada
stadium ini kadang-kadang disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun.
(Putra, 2009)7

1.5 Diagnosis
Gold standard dalam menegakkan gout arthritis adalah ditemukannya kristal urat MSU
(Monosodium Urat) di cairan sendi atau tofus. Untuk memudahkan diagnosis gout arthritis
akut, dapat digunakan kriteria dari ACR (American College Of Rheumatology) tahun 1977
sebagai berikut :
A. Ditemukannya kristal urat di cairan sendi, atau
B. Adanya tofus yang berisi Kristal urat, atau
C. Terdapat 6 dari 12 kriteria klinis, laboratoris, dan radiologis sebagai berikut :
1. Terdapat lebih dari satu kali serangan arthritis akut
2. Inflamasi maksimal terjadi dalam waktu 1 hari
3. Arthritis monoartikuler
4. Kemerahan pada sendi
5. Bengkak dan nyeri pada MTP-1
6. Arthritis unilateral yang melibatkan MTP-1
7. Arthritis unilateral yang melibatkan sendi tarsal
8. Kecurigaan terhadap adanya tofus
9. Pembengkakan sendi yang asimetris (radiologis)
10. Kista subkortikal tanpa erosi (radiologis)
11. Kultur mikroorganisme negative pada cairan sendi7
Yang harus dicatat adalah diagnosis gout tidak bisa digugurkan meskipun kadar asam
urat normal.(Hidayat, 2009)7

15

1.6 Penatalaksanaan
Secara umum, penanganan gout arthritis adalah memberikan edukasi, pengaturan diet,
istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan
sendi ataupun komplikasi lain. Pengobatan gout arthritis akut bertujuan menghilangkan
keluhan nyeri sendi dan peradangan dengan obat-obat, antara lain: kolkisin, obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS), kortikosteroid atau hormon ACTH. Obat penurun asam
urat penurun asam urat seperti alupurinol atau obat urikosurik tidak dapat diberikan pada
stadium akut. Namun, pada pasien yang secara rutin telah mengkonsumsi obat penurun asam
urat, sebaiknya tetap diberikan. Pada stadium interkritik dan menahun, tujuan pengobatan
adalah menurunkan kadar asam urat, sampai kadar normal, guna mencegah kekambuhan.
Penurunan kadar asam urat dilakukan dengan pemberian diet rendah purin dan pemakaian
obat alupurinol bersama obat urikosurik yang lain. (Putra, 2009)8
Penelitian terbaru telah menemukan bahwa konsumsi tinggi dari kopi, susu rendah
lemak produk dan vitamin C merupakan faktor pencegah gout.(Doherty, 2009)8

16

2. Gastropati
Gastropati didefenisikan sebagai setiap kelainan yang terdapat pada mukosa
lambung (Tugushi, 2011). Gastropati menunjukkan suatu kondisi dimana terjadi
kerusakan epitel atau endotel tanpa inflamasi pada mukosa lambung. Istilah gastropati
dibedakan dengan gastritis, dimana gastritis menunjukkan suatu keadaan inflamasi
yang berhubungan dengan lesi pada mukosa lambung. Manifestasi klinis dari
gastropati adalah kumpulan gejala berupa anoreksia, nyeri ulu hati, mual, dan muntah
(Papadakis & McPhee, 2013).

3. DEMAM TIFOID
17

A. Definisi dan Epidemiologi


Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang
terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini hanya didapatkan pada
manusia. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan
lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan
makanan yang masih rendah.
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena
penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data
World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta
kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap
tahun. Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis
dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah
15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini
tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan
358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun atau
sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia
dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.
B. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu S. typhi, s.
paratyphi A, dan S. paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam
yang disebabkan oleh S. typhi cenderung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk
infeksi salmonella yng lain.

(5) .

Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang

bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain
meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak
meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu
tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik
namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau 60
C (140 F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu

18

yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu
dalam sampah, bahan makanan kering, dan bahan tinja.

Gambar 2.1. Strukur Salmonella typhi

Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella H. Antigen O adalah


komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H
adalah protein labil panas.
1. Antigen O
Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman. Struktur
kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100C
selama 25 jam, alkohol dan asam yang encer.
2. Antigen H
Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau fili S. typhi dan
berstruktur kimia protein. S. typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga
dimiliki beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas
suhu 60C dan pada pemberian alkohol atau asam.
3. Antigen Vi
Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. Typhi (kapsul) yang melindungi kuman dari
fagositosis dengan struktur kimia glikolipid, akan rusak bila dipanaskan selama 1 jam
pada suhu 60C, dengan pemberian asam dan fenol. Antigen ini digunakan untuk
mengetahui adanya karier.
4. Outer Membrane Protein (OMP)
19

Antigen OMP S typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar membran
sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap lingkungan
sekitarnya. OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein porin dan protein nonporin.
Porin merupakan komponen utama OMP, terdiri atas protein OMP C, OMP D, OMP F
dan merupakan saluran hidrofilik yang berfungsi untuk difusi solut dengan BM <
6000. Sifatnya resisten terhadap proteolisis dan denaturasi pada suhu 85100C.
Protein nonporin terdiri atas protein OMP A, protein a dan lipoprotein, bersifat
sensitif terhadap protease, tetapi fungsinya masih belum diketahui dengan jelas.
Beberapa peneliti menemukan antigen OMP S typhi yang sangat spesifik yaitu antigen
protein 50 kDa/52 kDa.
C. Patofisiologi
HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya
Salmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk bersama-sama
cairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap
mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan menurun
pada waktu terjadi pengosongan lambung, sehingga Salmonella spp lebih mudah masuk
ke dalam usus penderita. Salmonella spp kemudian memasuki folikel-folikel limfe yang
terdapat di dalam lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengan cepat untuk
menghasilkan lebih banyak Salmonella spp.
Setelah itu, Salmonella spp memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai
aliran darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia pada penderita. Dengan melewati
kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding empedu atau secara tidak langsung melalui
kapiler-kapiler hati dan kanalikuli empedu, maka bakteria dapat mencapai empedu yang
larut disana. Melalui empedu yang infektif terjadilah invasi ke dalam usus untuk kedua
kalinya yang lebih berat daripada invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua ini
menimbulkan lesi yang luas pada jaringan limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik
menjadi jelas. Demam tifoid merupakan salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi
menyeluruh dan toksemia yang dalam. Berbagai macam organ mengalami kelainan,
contohnya sistem hematopoietik yang membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus
kecil, kelenjar limfe abdomen, limpa dan sumsum tulang.

20

Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosis superfisial
yang disebabkan oleh toksin bakteri atau yang lebih utama disebabkan oleh sumbatan
pembuluh-pembuluh darah kecil oleh hiperplasia sel limfoid (disebut sel tifoid). Mukosa
yang nekrotik kemudian membentuk kerak, yang dalam minggu ketiga akan lepas
sehingga terbentuk ulkus yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu
panjang ulkus sejajar dengan sumbu usus. Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun
tidak jarang jika submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus
bahkan dapat mencapai membran serosa.
Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk ulkus, maka
perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus. Kedua komplikasi
tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan penyebab yang paling sering
menimbulkan kematian pada penderita demam tifoid. Meskipun demikian, beratnya
penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat
akan menimbulkan demam tifoid yang berat sedangkan terjadinya perdarahan usus dan
perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan
usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada serangan
demam tifoid yang ringan dapat terjadi baik perdarahan maupun perforasi.
Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap
mengandung kuman Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka penderita
merupakan urinary karier penyakit tersebut.
Akibatnya terjadi miokarditis toksik, otot jantung membesar dan melunak.
Anak-anak dapat mengalami perikarditis tetapi jarang terjadi endokaritis. Tromboflebitis,
periostitis dan nekrosis tulang dan juga bronkhitis serta meningitis kadang-kadang dapat
terjadi pada demam tifoid.

21

Kuman masuk bersama


makanan & minuman yang terkontaminasi

D. Gejala Klinis
Dimusnahkan
dilambung
oleh
Perbedaan
demam
tifoid pada anak dan dewasa
adalah
mortalitas
Lolos antara
dan masuk ke
usus
HCL
Bila respon imunitas humukral mucosa (IgA)

(kematian) demam tifoid pada anak lebih rendah bila dibandingkan dengan dewasa.
Biak
Risiko terjadinya Berkembang
komplikasi
fatal terutama dijumpai pada anak besar dengan gejala klinis

berat, yang menyerupai


Demam tifoid pada anak terbanyak terjadi pada
Nembus sel, epitelkasus
terutamadewasa.
sel M
umur 5 tahun atau lebih dan mempunyai gejala klinis ringan ataupun tanpa gejala
Menembus sampai lamina propira

(asimptomatik).

Berkembang
biak &rata-rata
difagosit oleh
selfagosit 7-20 hari. Inkubasi terpendek 3 hari dan terlama
Masa
inkubasi
bervariasi
terutama makrofag

60 hari. Lamanya masa inkubasi berkorelasi dengan jumlah kuman yang ditelan, keadaan
umum atau status
gizidanserta
status
Kuman hidup
berkembang
biakimunologis pasien. Walaupun gejala demam tifoid ini
bervariasi namun secara garis besar dapat dikelompokan, antara lain :
Dibawah ke plaque peyeri ileum distal

Demam satu minggu atau lebih;

Masuk ke sirkulasi
Gangguan pencernaan;
dan darah

Gangguan kesadaran.

Tejadi bakterima I (asymptomatik)

Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai infeksi akut pada
Menyebar keseluruh organ Relikuloendotelial tubuh hati & splen

umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, dan konstipasi.
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang meningkat. Setelah minggu
Diogran RE S.Typhi
kedua
maka gejala
akan meninggalkan sel fagosit

kekantung empedu
dan tanda klinis makin jelas, berupaMasuk
demam
remiten, lidah tifoid,

pembesaran hati dan limpa, perut kembung, mungkin disertai gangguan kesadaran dari

Berkembang biak di luar sel

Berkembang biak

yang ringan sampai dengan yang berat.


Demam
yang
Diorgan RE
S.Typhi akan
meninggalkan sel fagosit

terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti orang dewasa,

Bsama cairannya empedu secara


kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa Ekskresi
stepwise
pattern, dapat pula
intermitten kedalam lumen usus
Masuk lagi ke sirkulasi darah
mendadak
tinggi dan remiten (39-41C) serta dapat juga bersifat ireguler terutama pada

bayi dan tifoid kongenital.

Sirkulasi darah

Sebagian dikeluarkan
lewat feces

Bakterima kedua tanda dan gejala


penyakit infeksi sistem karena

Lidah tifoid terjadi beberapa hari setelah panas meninggi dengan tanda-tanda
Sebagian menembus

Proses berulang
antara lain lidah tampak kering, dilapisi
selaput tebal, di bagian
lumrn ususbelakang tampak lebih

Makrofag yang telah teraktivasi & hiperaktif saat


fagosit, terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi

pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila penyakit makin progresif akan
terjadi deskuamasi epitel sehingga papila lebih prominem.

Gejala reaksi inflamasi sistemik deman, malaise,


mialgya, sakit kepala, sakit perut, instabilita, vascular,
Roseola
lebih
sering terjadi
ganggua mental
& gangguan
koagulasi

pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua.

Merupakan nodul kecil menonjol dengan diameter 2-4cm, berwarna merah pucat, serta
hilang pada penekanan. Rosola ini merupakan emboli kuman dimana di dalamnya
mengandug kuman salmonella
dan terutama
didapatkan
Perforasi
peritonitis
nyeri di daerah perut, dada, dan
tekan

kadang-kadang daerah pantat maupun bagian flexor lengan atas.


22

Limpa pada umumnya sering membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu
pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran oleh karena malaria. Pembesaran limpa
pada tifoid tidak progresif dengan kosistensi lebih lunak.
Tofoid kongenital didapatkan dari ibu hamil yang menderita demam tifoid dan
menularkan pada janin melalui darah. Pada umumnya besifat fatal namun pernah
dilaporkan tifoid kongenital dapat hidup dengan gejala tidak khas dan menyerupai sepsis
neonatorum. Pada tipe kongenital kuman dapat ditemukan dalam darah, hati, limpa, serta
kelainan patologis pada usus tidak didapatkan. Hal ini menjelaskan bahwa pada tifoid
kongenital penularannya lewat darah dan secara cepat menimbulkan gejala-gejala tifoid
sepsis pada janin. Demam tifoid pada anak usia < 2 tahun jarang dilaporkan, bila terjadi
biasanya gambaran klinisnya berbeda dengan anak yang lebih besar. Kejadiannya sering
mendadak disertai panas yang tinggi, muntah-muntah, kejang, dan tanda-tanda
perangsangan meningeal. Pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis (20.00025.000/mm3), limpa sering teraba pada pemeriksaan fisik. Perjalanan fisiknya lebih
pendek, lebih variasi, sering tidak melebihi minggu, angka kematian yang tinggi
( 12,5%).
E. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang
diperkuat oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Pemeriksaan ini ditujukan untuk
membantu menegakkan diagnosis, menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit
dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit.
1. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus
atau perforasi. Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal
atau tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED
(Laju Endap Darah) : meningkat. Jumlah trombosit normal atau menurun
(trombositopenia).

23

2. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai
hepatitis Akut.
4. Imunologi
Tes Widal
Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi
(didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi atau paratyphi (reagen). Uji
ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama
di negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapitd
test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya
aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin.
Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil
positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktorfaktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain
(Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor
rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain
penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari
1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik
lain.
Diagnosis Demam Tifoid atau Paratifoid dinyatakan bila titer O = 1/160,
bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit
demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu 1.
Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini pada penderita yang baru
menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka
kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak
sebelumnya.
5. Mikrobiologi
Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)
Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam
Typhoid atau paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti
untuk Demam Tifoid atau Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu
bukan Demam Tifoid atau Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang
24

dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan
membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat
pengambilan darah masih dalam minggu pertama sakit, sudah mendapatkan terapi
antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi.
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu
waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2 - 7 hari, bila belum ada
pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan
pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut atau carrier digunakan
urin dan tinja.
F.

Komplikasi
Pada minggu ke-2 atau lebih, sering timbul komplikasi demam tifoid mulai dari
yang ringan sampai berat bahkan kematian. Komplikasi yang sering terjadi pada demam
tifoid adalah perdarahan usus dan perforasi merupakan komplikasi serius dan perlu
diwaspadai dari demam tifoid yang muncul pada minggu ke-3. Sekitar 5 persen penderita
demam tifoid mengalami komplikasi ini.
Perdarahan usus umumnya ditandai keluhan nyeri perut, perut membesar, nyeri
pada perabaan, seringkali disertai dengan penurunan tekanan darah dan terjadinya syok,
diikuti dengan perdarahan saluran cerna sehingga tampak darah kehitaman yang keluar
bersama tinja. Perdarahan usus muncul ketika ada luka di usus halus, sehingga membuat
gejala seperti sakit perut, mual, muntah, dan terjadi infeksi pada selaput perut
(peritonitis). Jika hal ini terjadi, diperlukan perawatan medis yang segera.
Komplikasi lain yang lebih jarang, antara lain :
1. Anak dengan panas tinggi umumnya tidak mau makan karena ada diare. Sehingga
dapat terjadi kekurangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit.
2. Kejang Demam
3. Gangguan Kesadaran
4. Pembengkakan dan peradangan pada otot jantung (miokarditis).
5. Pneumonia.
6. Peradangan pankreas (pankreatitis).
7. Infeksi ginjal atau kandung kemih.
8. Infeksi dan pembengkakan selaput otak (meningitis).
9. Masalah psikiatri seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid psikosis.
25

G. Managemen Penatalaksanaan
1. Pengobatan kausal
a. Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari oral atau iv dibagi dalam 4
dosis selama 10-14 hari.
b. kotrimoksasol dengan dasar trimetropin 8-10 mg/kgBB/ hari atau sulfameoksasol
40-50 mg/kgBB/hari selama 7 hari
c. amoksisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis selama 10 hari
d. sefriakson 80 mg/kgBB/hari selama 7 hari
e. sefiksim 15-20 mg/kgBB/hari iv atau im selama 5 hari
2. Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran. Deksametason
1-3 mg/kgBB/hari iv dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik.
3. Memperbaiki keadaan umum : koreksi elektrolit atasi dehidrasi, hipoglikemi
4. Pengobatan suportif : roboransia
5. Pengobatan dietetik tergantung kondisi penderita bila perlu makanan lunak/ cair
mudah dicerna tinggi kalori dan protein
6. Tirah baring bila perlu isolasi penderita
7. Transfusi darah sesuai keperluan
8. Tindakan diperlukan pada penyulit perforasi usus
9. Diet : makanan tidak berserat dan mudah dicerna, setelah demam reda dapat diberikan
makanan yang lebih padat dengan kalori cukup.

DAFTAR PUSTAKA
26

1. Bettschen J., 2010. Gouty Arthritis: Current Treatments & New Developments. p:1-8.
2. National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Disease. 2010. What is
Gout? p:1-4
3. Tulaar, A.B.M., 2008. Nyeri punggung dan leher. MKI, Volum: 58, Nomor: 5, Mei
2008
4. Albar, Z. 2010. Gout: Diagnosis and Management. Rheumatology division,
Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia,
Jakarta, Indonesia
5. Roddy. E., and Doherty.M. 2010. Epidemiology of Gout. Arthritis Research &
Therapy, 12:223
6. Choi H, Atkinson K, Karlson E, Willett W, Curhan G. 2004. Purine-Rich Foods, Dairy
And Protein Intake, And The Risk Of Gout In Men. N Engl J Med, 350:1093- 1103.
7. The American Rheumatism Association.1977.ACR criteria for classification of acute gouty
arthritis.

8. Hui Yu, K., et al. 2012. Risk of end-stage renal disease associated with gout: a
nationwide population study. Arthritis Research and Therapy:1-6

27

Anda mungkin juga menyukai