Anda di halaman 1dari 19

Penjelesan tentang Imunisasi dan Jenis-Jenis Vaksin

Kelompok A9:

YOGI PRIAMBADA

102009135

SRI YUSEPTY SAGALA

102010299

MARLINA PUTRI PURNAMASARI

102013041

JASON

102013102

YENNY MARIA ANGELINA

102013131

EVITA JODJANA

102013201

I DEWA AYU RAINA KENOVITA ARDANI

102013301

ALBERT PRIYAMBADHA

102013440

IRENE MENTARI L.P.

102013465

Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510
Telephone :(021) 5694-2061 Ext. 2217,2204,2205 Fax: (021) 563-1731

Pendahuluan
Setiap orang dalam tubuhnya memiliki sistem kekebalan tubuhnya tersendiri dalam
mempertahankan keadaan dan kondisi kesehatan seseorang. Kekebalan di dalam tubuh ini
ada yang secara alami sudah teraktifkan di dalam tubuh, namun beberapa sistem kekebalan
tertentu memerlukan suatu tindakan agar dapat aktif dan bekerja dengan baik di dalam tubuh.
Kekebalan tersebut dapat diaktifkan dengan melakukan imunisasi. Imunisasi adalah
pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam
tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi
seseorang. Kekebalan tubuh atau yang dikenal dengan sistem imun terdapat dua macam yaitu
sistem imun humoral dan sistem imun seluler. Kedua sistem imun inilah yang akan bekerja
sama secara sinergis untuk melindungi seseorang dari paparan penyakit.
Imunisasi biasanya lebih difokuskan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh
mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap penyakit yang
berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya diberikan satu kali, tetapi harus diberikan secara
teratur dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan
hidup anak. Oleh karena itu, selanjutnya dalam makalah ini akan dibahas mengenai imunisasi
termasuk bagaimana prosedurnya, jenis- jenis imunisasi, jadwal imunisasi yang tepat,
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi, serta kontraindikasi dari imunisasi.

Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap
keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan
untuk diwawancarai, misalnya keadaan gawat-darurat, afasia akibat strok dan lain
sebagainya. Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas (mencakup nama, alamat,
pekerjaan, keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan), keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, kondisi
lingkungan tempat tinggalnya, apakah bersih atau kotor, dirumahnya terdapat berapa orang
yang tinggal bersamanya, yang memungkinkan dokter untuk mengetahui apakah penyakitnya
tersebut merupakan penyakit bawaan atau ia tertular penyakit tersebut.1
2

Anamnesis yang dapat dilakukan pada pasien di skenario adalah sebagai berikut:
1. Anamnesa Umum
Nama ibu, Nama anak, umur, alamat (secara alloanamnesis).
2. Keluhan Utama
Hal yang mendasari seseorang untuk datang ke dokter. Pada kasus ini, seorang ibu
datang dengan anaknya hanya untuk mengetahui berbagai imunisasi yang harus
didapatkan oleh anaknya.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Menanyakan mengenai penyakit yang masih diderita seseorang sampai dengan saat
ini. Pada kasus ini tidak ada.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Menanyakan mengenai penyakit yang pernah diderita oleh seseorang di masa yang
lalu sebelumnya. Pada kasus ini tidak ada.
5. Riwayat Tumbuh Kembang
Menanyakan pertumbuhan dari anak sampai dengan saat ini. Pada kasus ini, kita dapat
menanyakan mengenai status gizi anak. Didapatkan bahwa anak tersebut memiliki
gizi yang baik dan tumbuh kembang yang normal.
6. Riwayat Persalinan
Menanyakan bagaimana proses persalinan dari ibu dalam masa kehamilannya. Pada
kasus ini persalinan normal serta Anti Natal Care teratur.
7. Riwayat imunisasi
Menanyakan mengenai berbagai tindakan imunisasi yang sudah pernah dilakukan.
Pada kasus ini, imunisasi yang sudah diberikan terhadap anak :
- BCG (1)
- DPT (4)
- Polio (5)
- Campak (2)
- Hepatitis B (2)
- MMR (1)
- Rotavirus (3)
8. Riwayat Penyakit Keluarga
Menanyakan mengenai penyakit yang diderita oleh anggota keluarga lain yang
menjadi kaitan dengan keluhan utama. Pada kasus ini tidak ada.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan tanda tanda vital wajib dilakukan. Pertama tama
harus dilakukan pemeriksaan tanda vital yang meliputi:
1.
2.
3.
4.

Suhu
Nadi
Pernapasan
Tekanan darah

Pemeriksaan antropometrik
Secara umum antropometri berarti ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang
gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara
umum

digunakan

untuk

melihat

ketidakseimbangan

asupan

protein

dan

energi.

Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh
seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.2
Dalam antropometri gizi digunakan indeks antropometri sebagai dasar penilaian status gizi,
beberapa indeks antropometri sebagian dasar penilaian status gizi, beberapa indeks
antropometri yang sering digunakan yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT), Berat Badan menurut
Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan mneurut Tinggi Badan
(BB/TB).
Langkah-langkah Manajemen Tumbuh Kembang Anak
-

Pengukuran antropometri : berat, tinggi, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar

lengan, tebal kulit.


Penggunaan kurva pertumbuhan anak (KMS,NCHS)
Penilaian dan analisa status gizi & pertumbuhan anak
Penilaian perkembangan anak, dan maturasi

Pengukuran Berat Badan


Berat badan merupakan indicator untuk keadaan gizi anak. Gangguan ada berat badan
biasanya menggambarkan gangguan yang bersifat perubahan akut/jangka pendek. Untuk
pengukuran berat badan biasanya digunankan ada timbangan biasa dan untuk anak adalah
dacin.3
Pengukuran Tinggi Badan /Panjang Badan

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan


skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.
Pertumbuhan tinggi tidak seperti berat badan dan relative kurang sensitive terhadapa masalah
kekurangan gizi dalam waktu pendek. Untuk orang dewasa atau anak yang sudah bisa berdiri
sendiri dengan microtoise atau stadiometer. Dan untuk anak yang belum bisa berdiri atau
bayi dapat menggunakan infantometer.4

Pengukuran Lingkar Kepala dan Lingkar Dada

Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktik,
yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau peningkatan
ukuran kepala. Ukuran otak meningkat secara cepat pada tahun pertama, tetapi besar lingkar
kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi, karena ukuran otak, lapisan tulang
kepala, dan tengkorak dapat bervariasi sesuai dengan keadaan gizi.3
Lingkar dada biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2 sampai 3 tahun, karena
rasio lingkar kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah umur ini, tulang
tengkorak tumbuh secara lambat dan pertumbuhan dada lebih cepat.3
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis,
yang biasanya untuk memeriksa keadaan pathologi dari besarnya kepala atau peningkatan
ukuran kepala. Contoh yang sering digunakan adalah kepala besar (Hidrosefalus) dan kepala
kecil (Mikrosefalus). Ukuran otak meningkat pesat pada tahun pertama, sehingga saat itu
lingkar kepala menggambarkan usia daripada status gizi. Rasio lingkar dada dan lingkar
kepala dapat dipakai untuk mendeteksi Kekurangan Kalori Protein (KKP) pada usia 6 bulan
sampai 5 tahun. Pada anak dengan status gizi baik, sampai usia 6 bulan lingkar kepala sama
dengan lingkar dada. Pada anak KKP dada tidak tumbuh dengan baik, mungkin karena
pertumbuhan otot dada kurang baik, sehingga lingkar kepala lebih besar dari lingkar dada
walaupun anak berusia lebih dari 6 bulan (ratio lingkar kepala/lingkar dada >1).

Definisi Imunisasi serta Dasar-dasar Imunisasi


Definisi Imunisasi
Kekebalan atau imunitas tubuh terhadap ancaman penyakit adalah tujuan utama dari
pemberian vaksinasi. Pada hakekatnya kekebalan tubuh dapat dimiliki secara pasif maupun
aktif.2
Keduanya dapat diperoleh secara alami maupun buatan. Imun pasif yang didapatkan
secara alami adalah kekebalan yang didapatkan transplasental, yaitu antibodi diberikan ibu
kandungnya secara pasif melalui plasenta kepada janin yang dikandungnya. Semua bayi yang
5

dilahirkan telah memiliki sedikit atau banyak antibodi dari ibu kandungnya. Sedangkan imun
pasif buatan adalah pemberian antibodi yang sudah disiapkan dan dimasukkan ke dalam
tubuh anak. Seperti halnya pada bayi baru lahir dari ibu yang mempunyai HbSAg positif
memerlukan imunoglobulin yang spesifik hepatitis B yang harus diberikan setelah lahir
dengan segera.5
Pada seorang yang sedang sakit dapat pula diberikan antibodi spesifik secara
pasif sesuai antigen yang menyebabkan sakitnya. Imun aktif dapat diperoleh pula secara
alami maupun buatan. Secara alami imun aktif didapatkan apabila anak terjangkit suatu
penyakit, yang berarti masuknya sebuah antigen yang akan merangsang tubuh anak
membentuk antibodinya sendiri secara aktif dan menjadi imun karenanya. Mekanisme yang
sama adalah pemberian vaksin yang merangsang tubuh manusia secara aktif membentuk
antibodi dan kebal secara spesifik terhadap antigen yang diberikan.5
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan
memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang
mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal
atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau
resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan
imunisasi lainnya.6
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak
terjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan, yaitu
kekebalan pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari
luar tubuh, bukan dibuat oleh individu itu sendiri. Contohnya adalah kekebalan pada janin
yang diperoleh dari ibu atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan
imunoglobulin. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh
tubuh. Waktu paruh IgG 28 hari, sedangkan waktu paruh imunoglobulin lainnya lebih
pendek. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan
padaantigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif
berlangsung lebih lama daripada kekebalan pasif karena adanya memori imunologik.7

Dasar imunisasi
6

Tubuh manusia sebenarnya telah mempunyai sistem kekebalan sebagai mekanisme


pertahanan dalam mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksi. Mekanisme pertahanan
ini terdiri dari dua kelompok fungsional, yaitu pertahanan non spesifik dan spesifik yang
saling bekerja sama. Pertahanan non spesifik diantaranya adalah kulit dan membran mukosa,
sel-sel fagosit, komplemen, lisozim, interferon, dan berbagai faktor humoral lain. Pertahanan
non spesifik berperan sebagai garis pertahanan pertama. Semua pertahanan ini merupakan
bawaan (innate) artinya pertahanan tersebut secara alamiah ada dan tidak adanya dipengaruhi
secara instriksik oleh kontak dengan agen infeksi sebelumnya. Mekanisme pertahanan
spesifik meliputi sistem produksi antibodi oleh sel B dan sistem imunitas seluler oleh sel T.
Sistem pertahanan ini bersifat adaptif dan didapat, yaitu menghasilkan reaksi spesifik pada
setiap agen infeksi yang dikenali karena telah terjadi pemaparan terhadap mikroba atau
determinan antigenik tersebut sebelumnya. Sistem pertahanan ini sangat efektif dalam
memberantas infeksi serta mengingat agen infeksi tertentu sehingga dapat mencegah
terjadinya penyakit di kemudian hari. Hal inilah yang menjadi dasar imunisasi.5
Bila ada antigen masuk tubuh, maka tubuh akan berusaha menolaknya dengan
membuat zat anti. Reaksi tubuh pertama kali terhadap antigen, berlangsung lambat dan
lemah, sehingga tidak cukup banyak antibodi terbentuk. Pada reaksi atau respon kedua,
ketiga dan selanjutnya tubuh sudah mengenal antigen jenis tersebut. Tubuh sudah pandai
membuat zat anti, sehingga dalam waktu singkat akan dibentuk zat anti yang lebih banyak.
Setelah beberapa lama, jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang. Untuk mempertahankan
agar tubuh tetap kebal, perlu diberikan antigen/ suntikan/ imunisasi ulang sebagai rangsangan
tubuh untuk membuat zat anti kembali.5
Imunisasi
Imunitas ada dua yaitu imunitas pasif dan imunitas aktif. Imunitas pasif dibagi dua
secara alami dan buatan. Imunitas pasif secara alami artinya antibody terhadap penyakit
didapat secara pasif dan alamiah misalnya melalui plasenta sedangkan imunitas pasif secara
buatan artinya antibody diinjeksikan untuk memberikan kekebalan tanpa menstimulasi
respons imun. Imunitas aktif juga dibagi dua secara alami dan buatan. Imunitas aktif secara
alami artinya sistem kekebalan membuat antibody setelah terpajan penyakit dan aktif secara
buatan artinya diberikan atau diinjeksikan secara medis substansi yang menstiulasi respons
imun melawan penyakit tertentu.

Imunisasi memiliki tiga jenis yaitu; (a)Kuman hidup yang dilemahkan;kuman


pathogen diberikan zat-zat kimia atau panas untuk mengurangi virulensinya, tetapi tidak
membunuh organisme tersebut. Contoh dari imunisasi ini antara lain vaksin campak, rubella
(MMR), dan vaksin virus polio oral. (b)Kuman terinaktivasi; Toksoid misalnya tetanus,difteri
merupakan bakteri eksotoksin yang telah dilumpuhkan dengan formalin atau panas sehingga
membentuk agens nontoksik (terinaktivasi), tetapi masih tetap antigen. Vaksin jenis imunisasi
ini untuk menghasilkan kekebalan. (c)Imunoglobin; Imunoglobin(IG) merupakan larutan
yang mengandung antibody dari kumpulan besar plasma darah manusia. Imunoglobin
terutama digunakan untuk mempertahankan kekebaan individu yang mengalami defisiensi
imun dan untuk imunisasi pasif melawan campak dan hepatitis A. Contoh vaksin jenis
imunisasi ini adalah vaksin varisella, hepatitis B, dan tetanus.

Tujuan Imunisasi
Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan
menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan
menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola.
Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat
ditularkan melalui manusia, seperti misalnya penyakit difteria.7

Jadwal Imunisasi Menurut IDAI


Tubuh manusia perlu dilindangi dari berbagai macam jenis penyakit tertentu. Satu
jenis vaksin tidak bisa memberikan perlindungan terhadap segala macam penyakit. Satu jenis
vaksin tertentu hanya mampu memberikan perlindungan atas jenis penyakit tertentu pula
dengan efektivitas yang tidak 100%. Untuk itulah diperlukan berbagai macam vaksin yang
harus dimasukkan ke dalam tubuh manusia dan pemberiannya pun perlu diulang untuk
meningkatkan efektivitasnya. Sejumlah vaksin yang harus dimasukkan kedalam tubuh
manuisa disusun secara sistematis sesuai jadwal tertentu, yang disebut jadwal imunisasi.

Beberapa penjelasan mengenai berbagai jenis vaksin, manfaat yang diperoleh, dan reaksi
yang terjadi :
1. Vaksin BCG (Bacille Calmette Guerin)
Vaksin BCG diberikan ketika bayi berusia 2-3 bulan agar bayi mendapat kekebalan
terhadap penyakit tuberkolosis (TBC). Bila vaksin BCG diberikan sesudah bayi
berumur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. Pemberian suntikan bisa diulang
pada usia 10-13 tahun, jika dianggap perlu.Imunisasi BCG diberikan melalui suntikan
di kulit lengan atau paha.Setelah disuntik, pada tempat bekas suntikan biasanya akan
timbul semacam bisul kecil yang akan mengering dengan sendirinya. Apabila terjadi
reaksi lokal di tempat suntikan, maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut.8
9

2. Vaksin DTP (Difteri, Tetanus, Pertusis)


Vaksin DTP merupakan vaksin yang dapat memberikan perlindungan kepada anak
terhadap berbahaya berjenis difteri (kuman yang dapat membentuk selaput abu-abu
atau hitam di tenggorokan), tetanus (infeksi yang menyebabkan kejang otot kuat yang
bisa mematahkan tulang), dan pertusis (penyakit menular yang menyebabkan penyakit
parah, batuk tak terkendali, yang dikenal sebagai batuk rejan).
Vaksin ini diberikan kepada anak-anak selama 5 kali dosis masing-masing pada umur
2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 18 sampai 24 bulan, dan umur 5 tahun. Dan diulang pada
umur 10-12 tahun dan umur 18 tahun supaya terhindar dari tetanus. DTP dapat
dikombinasikan dengan vaksinasi lain untuk mengurangi frekuensi suntikan vaksin.
Saat ini, DTP dengan hepatitis B dan vaksin polio pemberiannya bisa digabung.
Suntikan vaksin dilakukan pada lengan atau paha bayi. Biasanya bayi yang baru saja
mendapat vaksin ini mengalami sedikit demam dan tempat bekas suntikan terasa
sakit.8
3. Vaksin Campak (morbilli, measles)
Vaksin diberikan dengan tujuan agar tubuh anak mendapat kekebalan terhadap
penyakit campak. Vaksin pertama diberikan saat bayi berumur 9 bulan dan vaksin
ulangan diberikan pada umur 5-7 tahun. Reaksi yang timbul pada tubuh anak berupa
demam. Biasanya terjadi satu minggu setelah mendapat suntikan imunisasi.8
4. Vaksin Polio (IPV)
Vaksin ini merupakan salah satu vaksin yang berhasil karena semenjak adanya vaksin
ini terjadi penurunan kasus polio di masyarakat.

Polio dapat menyebabkan

kelumpuhan bahkan kematian. Vaksin diberikan pada usia 0, 2, 4, dan 6 bulan. Vaksin
ini harus diulang agar selalu terlindung pada umur 3 dan 6 tahun. Bayi yang lahir di
rumah sakit diberikan vaksin ini saat bayi dipulangkan untuk menghindari transmisi
virus vaksin kepada bayi lain.8
5. Vaksin Hepatitis B
Bayi harus mendapatkan vaksin hepatitis B ini dalam waktu 12 jam setelah lahir.
Dilanjutkan dengan vaksin kedua pada umur 1 bulan dan vaksin ketiga diberikan pada
umur 6 bulan. Vaksin ini melindungi anak dari virus hepatitis B yang dapat

10

menginfeksi hati. Vaksin ini juga dapat diberikan kepada bayi selama proses
persalinan jika ibu terbukti terinfeksi.8
Virus ini bisa menular ke orang lain melalui kontak darah atau cairan tubuh lain
(berbagi sikat gigi dan peralatan dapat meningkatkan resiko terkena penyakit).
Penyakit ini cukup berbahaya dan dapat mengakibatkan kerusakan hati bahkan
berkembang menjadi kanker. Oleh karena itulah vaksin hepatitis B termasuk yang
wajib diberikan. Efek samping yang paling umum dirasakan setelah vaksinasi jenis ini
adalah rasa sakit di lokasi suntikan atau demam ringan.8
6. Vaksin Tifoid
Vaksin Tifoid polisakarida diberikan pada umur 2 tahun.Vaksin ini diberikan untuk
mendapatkan kekebalan terhadap demam tifoid (tifus atau paratifus). Kekebalan yang
didapat hanya bisa bertahan selama 3 sampai 5 tahun saja. Oleh karena itu perlu
dilakukan vaksin ulang kembali setiap 3 tahun.
Imunisasi ini dapat diberikan dalam 2 jenis, yaitu imunisasi oral dan suntikan.
Imunisasi oral berupa kapsul diberikan selang sehari selama 3 kali. Hal ini biasanya
dilakukan untuk anak yang sudah dapat menelan kapsul. Sedangkan bentuk suntikan
diberikan hanya satu kali. Tidak ada efek samping yang didapat pada imunisasi ini.8
7. Vaksin Rotavirus
Rotavirus adalah sebab gastroenteritis (infeksi perut) parah paling umum pada anak
balita dan anak-anak. Anak-anak dapat terkena infeksi rotavirus beberapa kali dalam
hidupnya, dan hampir setiap anak akan terkena infeksi paling sedikit sekali sebelum
berumur tiga tahun. Infeksi mudah menular dari anak ke anak. Gejala berentang dari
ringan, diare cair sampai diare dehidrasi parah disertai muntah-muntah, suhu badan
tinggi dan lemah badan.Vaksin rotavirus melalui mulut adalah cara terbaik untuk
melindungi anak balita dan anak-anak dari penyakit rotavirus. Vaksin ini tidak akan
mencegah diare dan muntah-muntah disebabkan oleh infeksi-infeksi lain tetapi baik
sekali untuk mencegah diare yang parah dan muntah-muntah yang disebabkan oleh
rotavirus. Vaksin rotavirus biasanya ditoleransi. Reaksi-reaksi terhadap vaksin
rotavirus lebih jarang dibanding dengan kemungkinan penyakitnya sendiri dan
termasuk:
Gejala umum:
- demam
- diare (dalam satu minggu sesudah vaksinasi rotavirus)
- muntah-muntah (dalam satu minggu sesudah vaksinasi rotavirus)
Gejala yang jarang terjadi:
11

anafilaksis
intussusepsi.

Tata Cara Pemberian Imunisasi


Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara seperti berikut :

Memberitahukan secara rinci tentang resiko imunisasi dan resiko apabila

tidak divaksinasi.
Baca dengan teliti informasi tentang yang akan diberikan dan jangan lupa mendapat

persetujuan orang tua.


Tinjau kembali apakah ada indikasi kontra terhadap vaksin yang akan diberikan.
Periksa identitas penerima vaksin.
Periksa jenis vaksin.
Periksa tanggal kadaluarsa.
Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal.
Berikan vaksin dengan teknik yang benar.

Prosedur untuk tiap jenis imunisasi berbeda-beda.9 Beberapa prosedur imunisasi dasar
sebagai berikut :
1. Imunisasi BCG
- Cuci tangan
- Gunakan sarung tangan bersih
- Jelaskan prosedur kepada orang tua tentang tindakan imunisasi yang akan
-

dilakukan
Buka ampul vaksin BCG kering
Larutkan vaksin dengan pelarut vaksin yang tersedia kurang lebih 4 cc
Isi spuit dengan vaksin sebanyak 0,05 ml yang sudah dilarutkan
Atur posisi dan bersihkan lengan (daerah yang akan diinjeksi, yaitu 1/3 bagian

lengan atas) dengan kapas yang telah dibahasi


Tegangkan daerah yang akan diinjeksi
Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum pada sudut 10-15 (subkutan)
Tarik spuit setelah vaksin habis dan jangan melakukan masase
Usap bekas injeksi dengan kapas bersih jika ada darah yang keluar
Lepas sarung tangan dan cuci tangan
Catat respons yang terjadi, vaksin dikatakan berhasil jika timbul benjolan di kulit,

kulit tampak pucat dan pori-pori jelas.


2. Imunisasi Polio
- Cuci tangan
- Jelaskan kepada orang tua prosedur yang akan dilaksanakan
- Ambil vaksin polio dalam termos es
- Tetes vaksin ke mulut sesuai jumlah dosis yang diprogramkan atau yang
dianjurkan, yakni 2 tetes
12

- Cuci tangan
3. Imunisasi DPT
- Cuci tangan
- Gunakan sarung tangan
- Jelaskan kepada orang tua prosedur yang akan dilakukan
- Ambila vaksin DPT dengan spuit sesuai dengan program/anjuran, yaitu 0,5 ml
- Lakukan desinfeksi 1/3 area tengah paha bagian luar yang akan diinjeksi dengan
kapas alkohol
- Regangkan daerah yang akan diinjeksi
- Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum ke intramuskular di daerah femur
- Lepas sarung tangan
- Cuci tangan
4. Imunisasi Hepatitis B
- Cuci tangan
- Gunakan sarung tangan
- Jelaskan kepada orang tua prosedur yang akan dilakukan
- Ambil vaksin hepatitis menggunakan spuit sesuai program/anjuran, yakni 0,5 ml
- Lakukan desinfeksi area lengan/femur yang akan diinjeksi dengan kapas alkohol
- Regangkan daerah yang akan diinjeksi
- Lakukan injeksi dengan menusukkan jarum ke intramuskular di daerah
lengan/femur
- Lepas sarung tangan
- Cuci tangan
5. Imunisasi Campak
- Cuci tangan
- Gunakan sarung tangan
- Jelaskan kepada orang tua prosedur yang akan dilakukan
- Ambil vaksin campak menggunakan spuit yang sesuai program/anjuran ( 0,5 ml)
- Lakukan desinfeksi 1/3 bagian lengan kanan atas
- Regangkan daerah yang akan diinjeksi
- Lakukan injeksi dengan menusukkan jarum pada sudut 45
- Setelah vaksin habis, tarik spuit sambil menekan lokasi penyuntikan dengan kapas
- Lepaskan sarung tangan
- Cuci tangan

Pencatatan Imunisasi

13

Pencatatan pemberian imunisasi dilakukan pada lembar yang terdapat pada gambar di atas.
Penulisan untuk jadwal tepat pemberian imunisasi di tuliskan di dalam kolom yang berwarna
putih. Untuk daerah berwarna hitam merupakan waktu yang tidak diperbolehkan untuk
pemberian imunisasi lengkap. Kolom berwarna kuning merupakan waktu yang masih
diperbolehkan untuk pemberian imunisasi lengkap. Sedangkan kolom yang berwarna
merah/orange merupakan waktu pemberian imunisasi bagi anak di atas 1 tahun yang belum
lengkap.

Cara Penyuntikan Aman


1. Imunisasi BCG : Disuntikkan ke dalam lapisan kulit (bukan di otot). Bila penyuntikan
benar, akan ditandai kulit yang menggelembung.9
2. Imunisasi Hepatitis B : Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler.Sedangkan
pada bayi di paha lewat anterolateral .Penyuntikan di bokong tidak dianjurkan karena
bisa mengurangi efektivitas vaksin.9
3. Imunisasi Polio : Melalui mulut dengan cara diteteskan.9
4. Imunisasi DPT : Disuntikkan secara intramuskuler atau secara subkutan yang dalam.
Bagian anterolateral paha atas merupakan bagian yang direkomendasikan untuk
tempat penyuntikkan. (Penyuntikan di bagian pantat pada anak-anak tidak
direkomendasikan karena dapat mencederai syaraf pinggul). Tidak boleh disuntikkan
pada kulit karena dapat menimbulkan reaksi lokal.9
5. Imunisasi Campak : Disuntikkan secara intra muskular pada lengan kiri atas.9
14

Prosedur penyuntikan:
1. Menggunakan ADS baru dan steril
2. Memeriksa bungkus ADS, untuk memastikan tidak rusak & belum kedaluarsa
3. Tidak menyentuh jarum
4. Membersihkan kulit dengan kapas yang sudah dibasahi alcohol, tunggu kering
5. Menyuntikkan vaksin sesuai dengan jenis vaksin
6. Tidak memijat-mijat daerah bekas suntikan
7. Jika pendarahan, menekan daerah suntikan dengan kapas kering baru hingga darah
berhenti
8. Membuang ADS bekas pakai langsung ke dalam safety box tanpa melakukan
penutupan kembali jarum suntik
Penjelasan terhadap Orang Tua
The Australian National Health and Medical Research Council (NHMRC)
menganjurkan agar setiap kali sebelum imunisasi diberikan penjelasan tertulis di samping
penjelasan lisan. Pada imunisasi perorangan orangtua diberi daftar isian (kuesioner) dan
keterangan tertulis tentang perbandingan risiko imunisasi dan bahaya penyakit yang dapat
dicegah dengan vaksin tersebut untuk dibaca dan didiskusikan dengan dokter. Tidak ada
keharusan untuk mendapatkan persetujuan tertulis dari orangtua, cukup dicatat di dalam
catatan medik bahwa orangtua telah diberikan penjelasan. Namun beberapa klinik meminta
persetujuan tertulis. Imunisasi masal (di sekolah) dilakukan setelah ada persetujuan tertulis
dari orangtua. Namun jika orangtua hadir dibutuhkan persetujuan lisan dari orangtua. Namun
jika orangtua hadir dibutuhkan persetujuan lisan dari orangtua walaupun telah ada
persetujuan tertulis pada imunisasi sebelumnya.
Sejalan dengan peningkatan pendidikan dan pengetahuan masyarakat serta kesadaran
konsumen tentang hak-haknya, dihimbau sebelum melakukan imunisasi sebaiknya
memberikan penjelasan bahwa imunisasi berguna untuk melindungi anak terhadap bahaya
penyakit mempunyai manfaat lebih besar dibandingkan dengan risiko kejadian ikutan yang
dapat ditimbulkannya. Cara penyampaian dan isi informasi disesuaikan dengan tingkat
pendidikan serta kondisi dan situasi pasien.

15

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi


Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI/adverse event following immunization) adalah
kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik berupa reaksi vaksin ataupun efek
simpang, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis atau kesalahan program,
koinsidensi, reaksi suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.
KIPI diklasifikasikan menjadi beberapa hal, yaitu :
a. Kesalahan program / teknik pelaksanaan (programmatic errors). Sebagian besar kasus
KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang
meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian
vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi.
Contoh kesalahan program : dosis antigen (terlalu banyak), lokasi dan cara
penyuntikan, sterilisasi semprit dan jarum, jarum bekas pakai, tindakan aseptik dan
anti septic, kontaminasi vaksin dan alat suntik, penyimpanan vaksin, pemakaian sisa
vaksin, jenis dan jumlah pelarut vaksin, serta tidak memperhatikan petunjuk produsen
(petunjuk pemakaian, indikasi kontra, dll). Kecurigaan terhadap kesalahan tata
laksana perlu diperhatikan apabila terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang pada
petugas yang sama. Kecenderungan lain adalah apabila suatu kelompok populasi
mendapat vaksin dengan batch yang sama tetapi tidak terdapat masalah, atau apabila
sebagian populasi setempat dengan karakteristik serupa yang tidak diimunisasi tetapi
justru menunjukkan masalah tersebut.8
b. Reaksi suntikan (Injection reaction)
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung
maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung
misalnya rasa sakit,bengkak, dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi
suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope.8
c. Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih
dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin secara klinis biasanya ringan.
Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis
sistemik dengan risiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik
dan tercantum dalam petunjuk pemakaian terrtulis oleh produsen sebagai indikasi
kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atau berbagai tindakan dan perhatian
spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi dengan obat atau vaksin lain.8
d. Faktor kebetulan (Coincidental)

16

Kejadian terjadi setelah imunisasi tapi tidak disebabkan oleh vaksin. Indikator faktor
kebetulan ditemukannya kejadian yang sama di saat bersamaan pada kelompok
populasi setempat dengan karakter serupa tetapi tidak mendapat imunisasi.8
e. Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan kedalam
salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan ke dalam kelompok ini
sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya dengan kelengkapan informasi
tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.8
Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yang
membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat. Efek samping yang biasa terjadi
adalah sebagai berikut:
1. BCG
Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan.
Setelah 23 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian
menjadi luka dengan garis tengah 10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan
meninggalkan luka parut yang kecil.8
2. DPT
Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan
imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar
merasa nyeri, sakit, kemerahan atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak
berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh sendiri.
Bila gejala diatas tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak
memberikan perlindungan dan Imunisasi tidak perlu diulang.8
3. Polio
Jarang timbuk efek samping. Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan
dan kejang kejang.8
4. Campak (MMR)
Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 410 hari sesudah
penyuntikan.8
5. Hepatitis
Belum pernah dilaporkan adanya efek samping. Perlu diingat efek samping imunisasi
jauh lebih ringan daripada efek penyakit bila bayi tidak diimunisasi.8

Kontraindikasi Imunisasi Dasar


Kontraindikasi merupakan suatu kejadian dimana suatu tindakan medis tidak dapat
dilakukan secara bersamaan dengan tindakan medis lainnya karena dapat menimbulkan efek
17

samping yang dapat membahayakan bagi seseorang. Dalam imunisasi, kontraindikasi pun
perlu untuk diperhatikan dikarenakan oleh imunisasi menggunakan bahan-bahan yang dapat
memicu terjadinya berbagai komplikasi bagi seseorang yang bisa memperburuk keadaan.
Terdapat beberapa kontraindikasi dalam pemberian imunisasi dasar.
1. Imunisasi BCG
Kontraindikasi untuk imunisasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan
(misalnya penderita leukemia, penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka
panjang, penderita infeksi HIV).10
2. Imunisasi DPT
Kontraindikasi dari pemberian imunisasi DPT adalah jika anak mempunyai riwayat
kejang. Pemberian imunisasi yang boleh diberikan adalah DT (kombinasi toksoid
difteria dan tetanus (DT) yang mengandung 10 12 Lf dapat diberikan pada anak
yang memiliki kontraindikasi terhadap pemberian vaksin pertusis).10
3. Imunisasi polio
Kontraindikasi pemberian vaksin polio :
a. Diare
b. Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid).
c. Kehamilan.10
4. Imunisasi campak
Kontraindikasi pemberian vaksin campak adalah sebagai berikut :
a. Infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38Celcius
b. Gangguan sistem kekebalan
c. Pemakaian obat imunosupresan
d. Alergi terhadap protein telur
e. Hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
f. Wanita hamil
5. Imunisasi Hepatitis B
Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak
benar benar pulih.10

Epidemiologi Imunisasi Dasar


Angka cakupan imunisasi di tahun 2010 adalah campak 89,5%, DTP-3 90,4%, polio-4
87,4%, dan hepatitis B-3 mencapai 91%. Dari data yang ada, terlihat angka cakupan
imunisasi dasar di Indonesia sudah cukup tinggi, namun pada beberapa daerah masih
ditemukan angka cakupan di bawah standar nasional.

Kesimpulan
Berdasarkan kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap orang memiliki
kekebalan tubuh secara alami di dalam tubuhnya. Namun kekebalan tubuh tersebut tidak

18

dapat bekerja dengan baik tanpa dilakukannya imunisasi sebagai tambahan untuk
memperkuat respon dari sistem kekebalan tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk
menghindari dari berbagai penyakit yang berbahaya serta akibat yang ditimbulkan melalui
pemberian imunisasi yang teratur dan sesuai dengan prosedurnya serta dengan
memperhatikannya kontra indikasi dan juga Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi dari pemberian
imunisasi tersebut.

Daftar Pustaka
1. Welsby, philip d. Pemeriksaan Fisik dan Anamnesa Klinis.Jakarta: EGC .2006.Hal
182-3.
2. Hidayat AAA. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan.
Jakarta:Salemba medika.2008.h.26-32.
3. Suhardji.
Penilaian
status

gizi.

Diunduh

dari

http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311073/BAB%20II.pdf,30
Desember 2014.
4. Rismayanthi.Bahan

ajar

status

gizi.

Diunduh

dari

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Cerika%20Rismayanthi,
%20S.Or./STATUS%20GIZI(1).pdf, 30 Desember 2014 .
5. World Health Organization, The World Health Report 2007. Asaferfuture: global
public

health

security

in

the

21st

century.

Diunduh

dari

http: //www.who.int/whr/2007/en/index . html.


6. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, editors. Nelson Textbook
of Pediatrics. Ed.18. Philadelphia:Saunders Elsevier. 2007.h.205-8.
7. Roitt I. Essential immunology. Edisi ke-11. Blackwell Publishing. 2006.
8. Plotkin SA, Mortimer EA. Vaccines. Philadelphia: WB Saunders, 2004.h.15-38.
9. Hidayat AAA. Buku saku praktikum keperawatan anak. Jakarta:EGC.2008.h.12-6.
10. Cahyono JBSB. Vaksinasi, cara ampuh cegah penyakit infeksi. Yogyakarta:Kanisius.
2010.h.84-96.

19

Anda mungkin juga menyukai