Anda di halaman 1dari 15

Program Puskesmas dalam Pemberantasan Demam Berdarah

Dengue
Caecilia Ayu Putri Wulandari
102013028
Falkutas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email: caecilia.2013fk028@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia, yang cenderung semakin luas penyebarannya kemungkinan disebabkan
oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim,
perubahan kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang
masihmemerlukan penelitian lebih lanjut. Virus ini ditularkan dari orang ke orang oleh nyamuk
Aedes aegypti. Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam
kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta faktor pertambahan jumlah penduduk dan
faktor peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan dengan semakin membaiknya sarana
transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakin luas.

Sekenario 3
Pada akhir tahun berdasarkan evaluasi program pemberantasan DHF masih didapatkan
prevalensi DHF berkisar 50/1000 dengan tingkat CFR 20/1000, rata-rata penderita datang
terlambat sehingga terlambat juga dirujuk ke rumah sakit. Berdasarkan pemantauan jentik,
didapatkan dari Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah 60%. Kepala Puskesmas akan melakukan
revitalisasi program pemberantasan penyakit DHF dan ingin didapatkan insiden serendahrendahnya dan CFR 0%.

Pembahasan
Ada beberapa tahapan pembahasan mengenai kasus di atas dengan lebih sistematis.
Pertama akan dibahas dari epidemiologi penyakit demam berdarah dengue, kemudian peran
puskesmas untuk kesehatan masyarakat, dan evaluasi dari program. Berikut akan dijelaskan
lebih dalam untuk tahapannya.
Epidemiologi
Di negara-negara di wilayah tropis, demam berdarah dengue umumnya meningkat pada
musim penghujan di mana banyak terdapat genangan air bersih yang menjadi tempat
berkembang biak nyamuk Aedes aegypty. Penyebab meningkatnya jumlah kasus dan semakin
menyebar luasnya penyakit demam berdarah itu antara lain karena semakin meningkatnya arus
transportasi (mobilitas) penduduk daru satu daerah ke daerah yang lain.Di musim hujan, hampir
tidak ada daerah di Indonesia yang terbebas dari serangan penyakit DBD. Penelitian
menunjukkan bahwa DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indnesia.1
Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang dapat berakibat fatal. Dalam waktu
yang relatif singkat, penyakit ini dapat merenggut nyawa penderitanya jika tidak ditangani
secepatnya.Gejala yang umum adalah demam selama 2-7 hari, mual, muntah, sakit kepala, nyeri
otot, dan kembung. Gejala yang berat adalah munculnya perdarahan di berbagai organ seperti
mimisan, feses bercampur darah, tampak perdarahan pada kulit. Apabila gejala berat sudah
nampak, maka sebaiknya segera mencari pertolongan medis.1
Beberapa tahun terakhir, kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) seringkali muncul di
musim pancaroba, khususnya bulan Januari di awal tahun seperti sekarang ini. Karena itu,
masyarakat perlu mengetahui penyebab penyakit DBD, mengenali tanda dan gejalanya, sehingga
mampu mencegah dan menanggulangi dengan baik.2

Agent
Penyebabnya adalah virus dengue dari famili Flaviviridae dan genus Flavivirus.Dari
sini dapat kita perinci mengenai penyakit menular infeksi yaitu demam berdarah, dimana
agent dari penyakit ini adalah virus dengue, dengan 4 serotipe DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4. Serotipe yang paling berat di Indonesia adalah DEN-3. Infeksi oleh satu tipe virus
dengue akan memberikan imunitas yang menetap terhadap infeksi virus yang sama pada

masa yang akan datang. Namun, hanya memberikan imunitas sementara dan parsial terhadap
infeksi tipe virus lainnya.2
Host (manusia)
Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya akan sakit
demam berdarah dengue. Ada yang demam ringan dan sembuh dengan sendirinya, bahkan
ada yang sama sekali tanpa gejala sakit.3Dalam hal ini faktor imunologis host beserta
virulensi sangat berpengaruh. Pada faktor kelompok yang memiliki keterbatasan imunologis
seperti; anak anak yang telah mengalami infeksi dengue sebelumnya, dan bayi dengan
penyusutan kadar antibodi dengue maternal. Di Indonesia, penderita penyakit DHF
terbanyak berusia 5-11 tahun. Perilaku individu yang meliputi kebersihan individu serta
kebersihan lingkungan juga berpengaruh terhadap penyakit DHF. Selain itu, Kepadatan
penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi virus dengue, karena daerah

yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden kasus DBD tersebut.2
Vektor
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, terutama Aedes aegypti
(didaerah perkotaan).2Nyamuk ini umumnya aktif pada siang hari pukul 09.00-10.00 dan sore
hari pukul 16.00-17.00.Hanya nyamuk betina yang menggigit, mereka membutuhkan darah
untuk bertelur, oleh sebab itu hanya nyamuk betina yang mentransmisikan pathogen.
Nyamuk betina mendapatkan virus dengan menghisap darah pasien. Kemudian dibutuhkan
waktu 12 hari agar nyamuk dapat mentransmisikan virus. Pertumbuhan dari telur sampai
menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari.4
Vektor potensial DHF yang lain adalah Ae.albopictus (didaerah pedesaan).4 Spesies
ini sekilas tampak seperti nyamuk Ae.aegypti. Kadang-kadang larva Ae.albopictus
ditemukan hidup bersamaan dengan larva Ae.aegypti namun larva ini lebih menyukai
tempat-tempat perindukan alamiah, seperti pada kelopak daun, tanaman tonggak bambu dan
tempurung kelapa yang mengandung air hujan.4
Lingkungan
Sedangkan lingkungan yang banyak terjadinya penyakit DBD ini adalah tempat yang
banyak genangan-genangan air bersih. Serta tak lupa lingkungan atau kawasan yang
memiliki indeks curah hujan tinggi menjadi lingkungan yang cenderung memiliki angka
kejadian DBD yang lebih tinggi.
Tempat perindukan utama Ae.aegypti adalah wadah berisi air bersih yang berdekatan
dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihijarak 500 meter dari rumah. Perindukan
tersebut berupa perindukan buatan manusia; seperti tempayan/gentong tempat penyimpanan

air minum, bak mandi, jambangan/pot bunga, kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat
di halaman rumah atau di kebun yang berisi air hujan, juga berupa tempat perindukan
alamiah; seperti kelopak daun tanaman (keladi, pisang), tempurung kelapa, tonggak bambu
dan lubang pohon yang berisi air hujan.
Dari sini telah kita ketahui apa saja faktor yang dapat mencetuskan penyebaran dari DBD
itu sendiri, maka dari itu seharusnya dapat kita lakukan pencegahan akan penyakit DBD di
Indonesia terutama dari lingkungan tempat tinggal dan tempat kerja kita.Pada tahun 2014,
sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia
sebanyak 71.668 orang, dan 641 diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511
orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita.2
Berdasarkan Angka Insiden(AI) suatu daerah dapat dikategorikan termasuk dalam risiko
tinggi, sedang dan rendah yaitu risiko tinggi bila AI > 55 per 100.000 penduduk, risiko sedang
bila AI 20-55 per 100.000 penduduk dan risiko rendah bila AI <20 per 100.000 penduduk.
Melihat data ini kemungkinan penularan tidak hanya di rumah tetapi di sekolah atau di tempat
kerja. Sehingga gerakan PSN perlu juga digalakkan di sekolah dan di tempat kerja. Tampak telah
terjadi perubahan pola penyakit DBD, dimana dahulu DBD adalah penyakit pada anak-anak
dibawah 15 tahun, saat ini telah menyerang seluruh kelompok umur, bahkan lebih banyak pada
usia produktif. Perlu diteliti lebih lanjut hal mempengaruhinya, apakah karena virus yang
semakin virulen (ganas) atau karena pengaruh lain.5
Bila dilihat, distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2008, persentase
penderita laki-laki dan perempuan hampir sama. Hal ini menggambarkan bahwa risiko terkena
DBD untuk laki-laki dan perempuan hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin.5
Angka Kematian (AK)/Case Fatality Rate (CFR) pada tahun-tahun awal kasus DBD
merebak di Indonesia sangat tinggi. Kemudian dari tahun ke tahun mulai menurun dari 41,4%
pada tahun 1968 terus menurun sampai menjadi 0,89% pada tahun 2009.5Hal ini perlu menjadi
perhatian bagi provinsi yang belum mencapai target agar meningkatkan upaya yang dapat
menurunkan AK seperti melakukan pelatihan manajemen kasus terhadap petugas, penyediaan
sarana dan prasarana untuk deteksi dini dan penanganan yang tepat dan cepat. Provinsi dengan

AK tertinggi pada umumnya berbeda dengan provinsi dengan AI tertinggi. Hal ini berarti
provinsi dengan AI tinggi belum tentu juga menjadi provinsi dengan AK tinggi.
Dari sini dapat kita ambil kesimpulan awal, bahwa jumlah AK akibat DBD di Indonesia
masih belum tercapai dari indikator atau target yang sudah ditetapkan, maka dari itu program
yang dilaksanakan oleh puskesmas belom berjalan dengan maksimal.
Puskesmas
Puskesmas ialah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan
kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat
pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh,
terpadu, dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu
wilayah tertentu. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau
kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian
wilayah kecamatan.6
Program Puskesmas
Puskesmas banyak dibangun dengan tujuan utamanya adalah meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya, mewujudkan keadaan sehat fisik, jasmani, mental,
rohani-spritual, dan sosial bagi setiap orang di wilayah kerja Puskesmas agar dapat hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Puskesmas memiliki tugas, fungsi, dan wewenang yang
telah diatur oleh PERMENKES No 75 Tahun 2014 pada BAB II Pasal 3 yang akan dijelaskan
dibawah ini.
Prinsip penyelenggaraan Puskesmas meliputi:
a. Paradigma sehat
Prinsip paradigma sehat yang dimaksud adalah Puskesmas yang akan mendorong
seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan
mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.6
b. Pertanggungjawaban wilayah
Kemudian puskesmas diharapkan menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.6
c. kemandirian masyarakat

Pada poin kemandirian masyarakat, Puskesmas diatur agar dapat mendorong


kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.6
d. Pemerataan
Untuk prinsip pemerataan Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan
yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya dan adil.6
e. teknologi tepat guna
Teknologi tepat guna Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan
memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah
dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.6
f. keterpaduan dan kesinambungan
Sedangkan untuk prinsip keterpaduan dan kesinambungan,

Puskesmas

mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas


program dan lintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukungdengan
manajemen Puskesmas.6
Untuk Program Puskesmas terbagi 2, ada yang wajib dan khusus. Berikut adalah
penjabaran dari program wajib yang ada dari Puskesmas.6

Promosi Kesehatan
o Pengembangan Desa Siaga
o Pemberdayaan Dalam PHBS
o Advokasi program kesehatan dan Program prioritas (Co/ Kampanye program
prioritas : Vit.A, Narkoba,DBD,HIV,malaria,Diare)
o Promosi kesehatan tentang Narkoba
o Promosi tentang Jamskesmas dan Pembinaan dana sehat/Jamkesmas.

Kesehatan Lingkungan
o Penyehatan Air
o Penyehatan Makanan dan Minuman
o Penyehatan Perumahan dan Sanitasi Dasar
o Pembinaan Tempat-Tempat Umum (TTU)
o Pelayanan Klinik Sanitasi
o Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)

Upaya Perbaikan Gizi


o Pelayanan Gizi Masyarakat
o Penanganan Gangguan Gizi
o Pemantauan Status Gizi

Kesehatan Ibu, Bayi, Anak balita, Remaja dan Keluarga Berencana


o Kesehatan Ibu
o Kesehatan Bayi
o Upaya Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja
o Pelayanan Keluarga Berencana

Upaya Pencegahan & Pemberantasan Penyakit Menular


o Penyakit Diare
o Penyakit ISPA
o Penyakit Kusta
o Penyakit TB Paru
o Pencegahan dan Penanggulangan PMS dan HIV/AIDS
o Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
o Pelayanan Imunisasi
o Pengamatan Penyakit (Survelence Epidemiologi)

Pengobatan
o Pengobatan

Visit Rate

Contact Rate

o Pemeriksaan Laboratorium
Salah satu sub program yang ditekankan dari Upaya Pencegahan & Pemberantasan
Penyakit Menular adalah Penyakit Demam Berdarah Dengue(DBD).

Beberapa program

pencegahan dan pemberantasan DBD yang ada di pusksesmas untuk menurunkan angka kejadian
DBD adalah sebagai berikut:7
-

Penanggulangan seperlunya adalah penyemprotan insektisida dan /atau pemberantasan

sarang nyamuk yang dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi.


Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) adalah pemeriksaan tempat penampungan air dan
tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti untuk mengetahui adanya jentik
nyamuk, yang dilakukan di rumah dan tempat umum secara teratur sekurang-kurangnya
tiap 3 bulan untuk mengetahui keadaan populasi jentik nyamuk penular penyakit demam

berdarah dengue.
Abatisasi adalah penaburan insektisida pembasmi jentik pada tempat penampungan air.
Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah persentase rumah dan/atau Tempat Umum yang
tidakditemukan jentik, pada pemeriksaan jentik berkala.
Bahkan telah ditetapkan kebijakan pengendalian penyakit DBD yang dibuat oleh

kementrian kesehatan, berikut adalah rencana strategis kementerian kesehatan tahun 2010-2014.
Pada dokumen Renstra Kemenkes tahun 2010-2014 tertuang visi danmisi serta nilai-nilai dalam
upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakatIndonesia, yang menjadi dasar dalam
penentuan kebijakan dan strategipengendalian DBD di Indonesia.
Ketetapan ini memiliki visi, misi dan tujuan pengendalian DBD yang telah ditetapkan
oleh kementrian kesehatan. Visi dari ketetapan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan
penduduk khususnya di daerah endemissehingga mampu mencegah dan melindungi diri dari

penularan DBD melaluiperubahan perilaku (PSN DBD) dan kebersihan lingkungan. Sedangkan
misi dari ketetapan adalah sebagai berikut:7
1) Program pengendalian DBD bertujuan untuk menghentikan dan mencegah penularan
penyakit dari penderita ke orang sehat melaluipengendalian vektor.
2) Penduduk yang menjadi sasaran program pengendalian termasukindividu, keluarga,
kelompok dan masyarakat terutama yang tinggal didaerah endemis, pimpinan lembaga
pemerintah, swasta dan organisasikemasyarakatan dan lingkungan tempat pemukiman
baik

yang

ada

didalam

dan

di

luar

rumah

agar

bebas

dari

tempat

perkembangbiakanvektor.
Dan tujuan yang ingin dicapai dengan berlakunya ketetapan ini adalah sebagai berikut:7
1)
2)
3)
4)
5)

Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pengendalianDBD


Menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang berisiko terhadap penularanDBD
Melaksanakan penanganan penderita sesuai standar
Menurunkan angka kesakitan DBD
Menurunkan angka kematian akibat DBD
Maka dari itu maka telah dirumuskan kebijakan, strategi, sasaran, dan indikator

pengendalian DBDsecara nasional yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut:7


a. Kebijakan Nasional Pengendalian DBD
1) Meningkatkan perilaku dalam hidup sehat dan kemandirian terhadap pengendalian DBD.
2) Meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penyakitDBD.
3) Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program pengendalianDBD.
4) Memantapkan kerjasama lintas sektor/ lintas program.
5) Pembangunan berwawasan lingkungan.
b. Strategi Pengendalian DBD
Berdasarkan visi, misi, kebijakan dan tujuan pengendalian DBD, makastrategi yang
dirumuskan sebagai berikut :7
1)
2)
3)
4)
5)

Pemberdayaan masyarakat
Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari penyakit DBD
Peningkatan Profesionalisme Pengelola Program
Desentralisasi
Pembangunan Berwawasan Kesehatan Lingkungan

Surveilans

Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat didefinisikan, proses pengumpulan,


pengolahan, analisis, dan interpretasi data, serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara
program, instansi dan pihak terkait secara sistematis dan terus menerus tentang situasi DBD dan
kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit tersebut agar dapat
dilakukan tindakan pengendalian secara efisien dan efektif.
Surveilans ini sendiri memiliki tujuannya sendiri, tersedianya data dan informasi
epidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan peningkatan
kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat.
Secara khusus tujuan surveilans DBD adalah :
a) Memantau kecenderungan penyakit DBD
b) Mendeteksi dan memprediksi terjadinya KLB DBD serta penanggulangannya
c) Menindaklanjuti laporan kasus DBD dengan melakukan PE, serta melakukan
penanggulangan seperlunya,
d) Memantau kemajuan program pengendalian DBD
e) Menyediakan informasi untuk perencanaan pengendalian DBD
f) Pembuatan kebijakan pengendalian DBD.
Data yang dihasilkan oleh sistem surveilans kesehatan masyarakat dapat digunakan:8

sebagai pedoman dalam melakukan tindakan segera untuk kasus-kasus penting kesehatan

masyarakat,
identifikasi populasi resiko tinggi,
sebagai pedoman dalam perencanaan,
implementasi,
evaluasi program,
mengevaluasi kebijakan-kebijakan publik,
memprioritaskan alokasi sumber daya kesehatan.
Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu surveilans pasif dan

surveilans aktif.8

Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data penyakit
yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan
kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk dilakukan.

Kekurangan surveilans pasif adalah kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan

penyakit.
Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala ke
lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya, puskesmas,
klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit atau
kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi laporan kasus indeks.
Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab dilakukan oleh
petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan tanggung jawab itu. Kelemahan
surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan dari pada surveilans pasif.
Surveilans DBD dipuskesmas meliputi kegiatan pengumpulan dan pencatatan data

tersangka DBD untuk melakukan penyelidikan epidemiologi (PE). Pengumpulan dan pencatatan
dilakukan setiap hari bila ada laporan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, DSS. Sumber
data yang diterima puskesmas dapat berasal dari rumah sakit (form KDRS), dinas kesehatan/kota
(informasi tentang adanya kasus), ppuskesmas rawat ina, dll. Untuk pencatatan tersangka DBD
dan penderita DD, DBD, DSS menggunakan buku catatan harian atau buku register DBD.
Program Solving
Setelah dilakukan evaluasi atau penilaian maka kita akan menemukan titik
permasalahannya. Tidak berakhir disana, kita harus menemukan solusi atau pemecahan dari
masalah untuk program kita terutama dari program pencegahan dan pemberantasan DBD.
Masalah yang ada tidak mungkin cuma 1, umumnya suatu program akan memiliki masalah lebih
dari 1 titik. Maka dari itu langkah yang harus dilakukan dalam problem solving adalah
menentukan prioritas masalah, dan menentukan prioritas jalan keluar terlebih dahulu. Mari kita
simak alur atau siklus dari penentuan prioritas masalah.
Setelah menentukan prioritas masalah mana yang akan dibahas, kita langsung melakukan
pembahasan alternatif atau lebih dari satu solusi untuk menangani masalah tersebut. Lalu setelah
kita dapatkan beberapa solusi, kita harus menentukan prioritas jalan keluar. Setelah mendapatkan
prioritas yang jalan keluar, maka kita harus melakukan uji coba sebelum kita menjadikan solusi
itu sebagai program yang akan dilangsungkan dalam jangka waktu yang lebih panjang. Selama
uji coba, kita juga dapat melakukan beberapa perbaikan sebelum nantinya akan dirumuskan
menjadi suatu program, yang akan melewati tahapan planning

dan organizing, yang akan

dilaksanakan dan dikontrol berjalannya program tersebut. Setelah semuanya siap, maka program
baru untuk mencapai indikator keberhasilan siap dilaksanakan, selanjutnya akan kembali lagi
pada titik penilaian atau evaluation dan masuk pada siklus penentuan masalah lagi.
Evaluasi Program
Pada manajemen puskesmas terdapat 5 langkah yang harus diperhatikan, yaitu:
-

Planning
Organizing
Actuating
Controlling
Evaluation
Evaluasi program termasuk pada tahapan yang terakhir, jadi ada langkah-langkah yang

harus kita lakuan untuk membuat hasil evaluasi yang baik, yang pertama kita akan lakukan
penilaian.
Penilaian adalah suatu proses untuk menentukan nilai/jumlah keberhasilan dari
pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Atau dengan kata lain
penilaian adalah suatu pengukuran terhadap akibat yang telah ditimbulkan dari dilaksanakannya
suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Program pencegahan dan pemberantasan DBD telah dimasukkan dalam program wajib
atau pokok puskesmas yang ada indikator keberhasilannya sendiri, baik secara nasional maupun
regional. Indikator itulah yang menjadi tolak ukur kita. Namun kita tidak bisa serta merta hanya
melihat dari hasil output yang dihasilkan, namun ruang lingkup penilaian ini masih lebih luas.
Ruang lingkup penilaian juga harus memperhatikan sistem yang berlaku. Kita harus
melihat input yang ada dari program ini sendiri. Untuk input ada 4 hal yang harus diperhatikan,
yaitu:
1.
2.
3.
4.

Men
Money
Material
Method
Setelah mengevaluasi input, kita sebaiknya melakukan penilaian terhadap proses, hal ini

mencakup 4 langkah sebelum tahapan evaluation, yaitu mulai dari planning, organizing,
actuating, hingga controlling. Kita harus menelaah tahapan satu per satu agar tahu dimana titik
kekurangan dari program kita agar dari hasil penilaian kita dapat dihasilkan masukan untuk
program mendatang agar lebih baik.

Peranan Dokter di Puskesmas


Tugas Pokok
Mengusahakan agar fungsi Puskesmas dapat diselenggarakan dengan baik dan dapat memberi
manfaat kepada masyarakat di wilayah kerjanya.
Fungsi
- Sebagai seorang dokter
- Sebagai seorang manajer
Kegiatan Pokok
- Melaksanakan Fungsi Manajerial
- Melakukan pemeriksaan dan pengobatan penderita. Menerima rujukan dan konsultasi.
- Mengkoordinir pembinaan peran serta masyarakat melalui pendekatan PKMD
Kegiatan Lain
Menerima konsultasi dari semua kegiatan Puskesmas
Menjadi seorang dokter adalah sebuah aktivitas mulia bila dilandasi dengan niat yang baik.
Selain mempelajari berbagai macam teori mengenai penyakit dan obat-obatan yang sangat detail,
seorang dokter juga perlu belajar cara berinteraksi dengan orang lain, agar dapat memberikan
pelayanan holistik pada pasiennya.
WHO menetapkan 5 standar dokter ideal yang dirangkum dalam 5 stars doctor, antara lain:
1. Health care provider (penyedia layanan kesehatan) yaitu kemampuan dokter sebagai tenaga
medis, memberikan tindakan terhadap keluhan-keluhan pasiennya. Tindakan kesehatan yang
dilakukan dapat berupa kuratif, preventif, promotif dan rehabilitatif.
2. Decision maker (pembuat keputusan), salah satu peran seorang dokter yaitu memberikan
keputusan terhadap suatu permasalahan, yang sudah ditimbang dari sudut pandang medis dari
ilmu yang dikuasainya.
3. Community leader (pemimpin komunitas), didalam lingkungan bermasyarakat, seorang
dokter harus dapat mengayomi masyarakat untuk dapat hidup sehat, dapat menjadi contoh bagi
komunitas disekelilingnya

4. Manager (manajer), adakalanya seorang dokter akan menjadi pemimpin dari sebuah lembaga
kesehatan (puskesmas, DinKes atau Rumah Sakit), untuk itu, kemampuan mengelola sistem, staf,
dan berkolaborasi dengan struktur lembaga merupakan sesuatu yang perlu dimiliki oleh setiap
dokter.
5. Communicator (penyampai), memutuskan untuk menjadi seorang dokter, berarti memutuskan
untuk menjadi pekerja sosial, yang berhubungan dengan manusia. Di masyarakat, dokter
merupakan sosok panutan, lantaran karena ilmunya yang luas dan kepeduliannya terhadap hidup
sesama. Untuk itu, keterampilan berkomunikasi, menyampaikan sesuatu dengan baik merupakan
softskill yang harus dimiliki setiap dokter
Dalam menghadirkan pelayanan kesehatan, seorang dokter akan berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan lainnya, antara lain perawat, ahli gizi, ahli farmasi, bidan, sanitarian dan petugas
administratif.
Kesimpulan
Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu kesehatan masyarakat Indonesia.
Puskesmas sebagai lini terdepan pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat telah memiliki
program untuk menangani permasalahan ini, namun kenyataannya program-program itu belum
menghasilkan hasil yang sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Maka dari itu, evaluasi
program perlu dilakukan untuk memberi hasil yang lebih baik untuk kesehatan masyarakat
Indonesia.
Evaluasi program yang dilakukan harus mendapatkan data yang jelas dan valid agar
penilaian yang kita lakukan akurat. Apabila dari hasil penilaian tersebut target yang ingin kita
capai masih belum tercapai, maka kita berangkat untuk melakukan problem solving agar program
pencegahan dan pemberantasan DBD dapat dimodifikasi menjadi program yang lebih efektif dan
efisien. Selain target dapat tercapai, pelaksanaannya juga dapat menggunakan biaya yang
seminimal mungkin.

DaftarPustaka
1. Satari HI, Meliasari M. Demam berdarah perawatan di rumah dan rumah sakit. Jakarta:
Puspa Swara; 2008. h.7-9
2. Available in URL: http://www.depkes.go.id/article/view/15011700003/demam-berdarahbiasanya-mulai-meningkat-di-januari.html
3. Siregar FA. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD). FKM
Sumatera Utara:USU digital library;2006.h.13.
4. Gandahusada S, Ilahude HH, Pribadi W. Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbitan Fakulas Kedokteran Indonesia;2002.h.235-7.
5. Buletin Jendela Epidemiologi Demam Berdarah Dengue, Vol.2. 2010 Indonesia.h.5
6. Available
in
URL:http://puskesmaskotasidoarjo.com/index.php/program-dan-kegiatanpokok/program-pokok-puskesmas
7. Miko T, Kusminarti S, Karyanti MR, Sugiharti S, et al. Modul pengendalian demam berdarah
dengue. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2011. h.7-15
8. Chandra B. Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta:EGC;2007.h.6-18.
9. Available in URL: http://www.who.int/hrh/en/HRDJ_1_1_02.pdf

Anda mungkin juga menyukai