Program MDGS
Program MDGS
Peningkatan deteksi dini dan pengelolaan ibu hamil dengan risiko tinggi,
cakupanpertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan serta pengelolaan
komplikasi kehamilandan persalinan berkaitan dengan kegawatdaruratan
obstetri dan neonatal melaluiaktivasi, efisiensi dan efektivitasisasi mata
rantai rujukan.
RAWAT GABUNG
1. Masalah:
Sulit memantau kondisi bayi yang menjalani rawat gabung. Cukup satu petugas
untuk memantau semua bayi bila dirawat di ruang bayi sehat.
Cara mengatasi:
Yakinkan petugas bahwa bayi akan lebih baik dekat dengan ibunya, dengan adanya
keuntungan tambahan berupa kenyamanan, kehangatan dan dapat menyusu on
demand. Bedding-in (bayi seranjang dengan ibu), bila sesuai dengan budaya
setempat, memberikan situasi terbaik untuk memperoleh semua keuntungan tadi
dan menghilangkan kebutuhan untuk membeli ranjang bayi. Bila ada masalah pada
bayi yang menjalani rawat gabung atau seranjang dengan ibu, maka ibu dapat
segera memberitahu petugas. Tekankan bahwa tidak diperlukan pengawasan 24
jam. Yang diperlukan hanya pemeriksaan berkala dan kesiapan petugas
menanggapi kebutuhan ibu pada saat dibutuhkan.
2. Masalah:
Ibu perlu istirahat setelah melahirkan, terutama di malam hari, dan bayi harus
minum. Terutama setelah operasi sesar, ibu perlu waktu untuk pemulihan. Pada saat
tersebut bayi
harus diberi pengganti ASI.
Cara mengatasi:
Ajak para petugas untuk meyakinkan ibu bahwa dengan rawat gabung ibu
memberikan yang terbaik untuk bayinya, tidak perlu banyak kerja tambahan, dan
bahwa para petugas siap membantu bila dibutuhkan.
Ajak para petugas untuk membahas dengan ibu bahwa semakin lama bayi bersama
ibu semakin baik mereka akan mengenal mana yang normal dan mana yang
abnormal, dan bagaimana memberikan perawatan yang baik. Lebih baik berlatih
mengurus bayinya saat masih di rumah sakit, karena banyak petugas yang dapat
menolong.
Beri pengertian pada petugas bahwa setelah menyusui dengan baik, ibu dapat tidur
lebih nyenyak bila bayinya bersamanya.
Pastikan bahwa petugas tahu bagaimana menolong ibu yang menjalani bedah sesar
untuk memilih tehnik dan posisi menyusui yang nyaman dan efektif.
Bila operasi Caesar memakai anestesi regional atau lokal, menyusui dini kurang
menjadi masalah. Walaupun begitu, ibu yang mendapat anestesi umum pun dapat
segera menyusui begitu ibu sadar, bila petugas mendukung ibu.
3. Masalah:
Tingkat kejadian infeksi lebih tinggi bila ibu dan bayi bersama-sama, daripada bila
bayi di ruang bayi sehat.
Cara mengatasi:
Tekankan bahwa bahaya infeksi lebih sedikit bila bayi bersama ibu daripada bila di
ruang rawat bayi sehat dan terpapar pada lebih banyak petugas.
Sediakan data untuk petugas yang memperlihatkan bahwa dengan rawat gabung
dan menyusui tingkat infeksi lebih rendah, misalnya diare, sepsis neonatus, otitis
media dan meningitis.
4. Masalah:
Bila pengunjung diperbolehkan memasuki ruang rawat gabung, bahaya infeksi dan
kontaminasi akan meningkat. Sebagian ibu merasa perlu menerima tamu, dan dapat
mengurusi bayinya nanti setelah pulang dari rumah sakit.
Cara mengatasi:
Tekankan bahwa bayi mendapat kekebalan dari kolostrum terhadap infeksi, dan
penelitian-penelitian memperlihatkan bahwa infeksi lebih sedikit terjadi di bangsal
PMK
a)
b)
c)
d)
e)
f)
1)
2)
3)
4)
5)
perawatannya menjadi terputus. Dalam merujuk pasien akan jauh lebih efektif
dengan cara mendampingi pasien daripada mengirim mereka sendiri dengan
catatan rujukan. Perlu juga memastikan bahwa rujukan yangdimaksudkanterlaksana
(baik internal maupun eksternal) dengan cara melakukan pertemuan rutin antar
institusi penyelenggara layanan dan mencocokkan register, pertemuan forum
koordinasi, membuat catatan rujukan secara rangkap untuk membantutindak lanjut,
dll.Untuk rujukan internal, dapat dipastikan dengan melakukan pertemuan secara
rutin antaratim PDP untuk membahas kasus atau menelaah rekam medis Rujukan
juga dapat dilakukan secara efektif dengan memanfaatkan teknologi komunikasi,
seperti telepon, radio komunikasi, dll
Sumber daya manusia adalah unsur penting untuk semua penyelenggaraan
layanan4 . Para pengambil keputusan dan pengelola program di kabupaten/ kota
berperan: Memastikan kecukupan jumlah tenaga di fasyankes. Memastikan
bahwa petugasmendapat pelatihan yang tepat dengan: q Mengembangkan
rencana pelatihan nasional, dan kurikulum pelatihan terkait/materi. Beri pelatihan
awal dan pelatihan penyegaran, bila memungkinkan kirim mereka ke pelatihan
internasional dan lainnya. Pengelola program membantu memantau sesi pelatihan
yang pernah diselenggarakan dan mendokumentasikan petugas yang pernah
dilatih. Catatan: petugas di semua fasilitas kesehatan harus menerima pelatihan
dasar tentang HIV& IMS. Ini dapat membantu mengurangistigma terhadap HIV di
kalangan petugas kesehatan dan petugas lainnya di dalam suatu fasilitas.
Melaksanakan pengawasan yang membangun, bimbingan teknis/ mentoring klinis 4
Adapted from: WHO. Operations manual for delivery of HIV prevention, care and
treatment at primary health centers in highprevalence, resourceconstrained
settings: edition 1 for fieldtesting. 2008 (chapter 9) Pedoman Penerapan Layanan
Komprehensif HIV-IMS Berkesinambungan 46 Meningkatkan motivasi petugas dan
memecahkan masalah tingginya pergantian petugas Menciptakan lingkungan
kerja yang aman dan kondusif. Standar ketenagaan dalam LKB memberikan
gambarankebutuhan minimal tenaga (baikdalam jumlah maupun jenis tenaga)yang
dibutuhkan untuk menyelenggarakan layanan HIV &IMS, baik dalam tatalaksana
klinis maupun pengelolaan program. 1.1. SDM PROGRAM Tingkat kabupaten/kota 1.
Pengelola program terlatih pada Dinas Kesehatan kabupaten/kota, jumlah
tergantung beban kerja yang secara umum ditentukan Fasyankes yang terlibat
diwilayah kerjanya, kegiatan program dan tingkat kesulitan wilayahnya. Secara
umum seorang pengelola program membawahi 10 20 Fasyankes. Bagi wilayah
yang memiliki lebih dari 20 Fasyankes dapat memiliki lebih dari seorang pengelola
program. 2. Manajer program terlatih. 3. Pokja AIDS sektor kesehatan ditingkat
kabupaten/kota dengan anggota wakil dari program terkait di Dinas Kesehatan
kabupaten/kota, Rumah sakit Kabupaten/Kota, Puskesmas dan lainnya tergantung
kebutuhan Tingkat provinsi 1. Pengelola program terlatih pada Dinas Kesehatan
Propinsi, jumlah tergantung beban kerja yang secara umum ditentukan jumlah
kabupaten/kota prioritas pengendalianHIV & IMSdiwilayah kerjanya, kegiatan
program dan tingkat kesulitan wilayahnya. Secara umum seorang pengelola
kebutuhan dan kondisi setempat. 1.4. PELATIHAN Pelatihan merupakan salah satu
upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas dalam rangka
meningkatkan mutu dan kinerja petugas. Program bertanggung jawab dalam
standarisasi pelatihan melalui pengembangan pedoman pelatihan, modul dan
evaluasi pelatihan. Pengembangan pelatihan dilakukan seiring dengan kebutuhan
program dan dilakukan secara bertahap sesuai ekspansi program baik dalam hal
cakupan wilayah atau institusi layanan maupun dari jenis kegiatan program.
Sehubungan dengan luasnya wilayah Indonesia, agar efisien pelatihan yang
menjadi tanggung jawab pusat dilaksanakan secara regional dengan memanfaatkan
pusat pelatihan regional atau pusat pelatihan yang ada di provinsi. Tergantung
kemampuannya, beberapa jenis pelatihan dapat didesentralisasikan ke propinsi
atau kabupaten/kota dibawah bantuan dan supervisi pusat atau provinsi. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut penguatan kapasitas provinsi harus dilakukan
dengan membentuk kelompok atau tim fasilitator pelatihan program yang
dikoordinir oleh seorang koordinator Pedoman Penerapan Layanan Komprehensif
HIV-IMS Berkesinambungan 49 pelatihan. Agar lebih efisien dan efektif pelaksanaan
pelatihan, kerjasama dengan pusat pelatihan kesehatan, organisasi profesional,
instiusi pendidikan yang terkait sangat diperlukan. Pelatihan yang dibutuhkan
Pelatihan layanan komprehensif HIV & IMS dan IMS yang Berkesinambungan q Kelas
Pengelola Program q Kelas Teknis untuk Medis dan Paramedis q Kelas Laboratorium
untuk LKB q KelasKader (masyarakat, LSM, populasi kunci dan ODHA) Pelatihan
Teknis untuk Petugas Kesehatan(sesuai dengan layanan yang diberikan) q IMS q KTS
q KTIPK q TBHIV q PDP q PPIA q PTRM q LA Pelatihan lainnya q Pelatihan
Intervensi Perubahan Perilaku (IPP) q Pelatihan Kepemimpinan q Pelatihan
Komunikas q Pelatihan Media Promosi q dll Mengingat banyaknya pelatihan yang
harus dilaksanakan, maka Kemenkes dapat memanfaatkan institusi yang berada di
lingkungannya dan juga institusi pendidikan/pelatihan di luar Iingkungan Kemenkes,
seperti fakultas kedokteran, fakultas keperawatan, fakultas kesehatan masyarakat,
akademi keperawatan, dan lainlain. Namun, semua latihan tersebut mengacu
kepada kurikulum yang sudah disusun dan diberi akreditasi oleh lembaga yang
berhak. 1.5. SUPERVISI DAN MENTORING Berdasarkan pengalaman,pelatihan saja
belum menjamin kesiapan petugas untuk memulaidan melaksanakan kegiatan LKB
secara baik. Diperlukan suatu bimbingan teknis dan manajerial pasca pelatihan
termasuk kegiatan supervisi dan mentoring oleh para mentor yang sudah lebih
berpengalaman baik untuk aspek klinis maupun nonklinis. Kegiatan tersebut harus
direncanakan dan dikoordinasikan oleh dinas kesehatan setempat bersama KPA
melalui kemitraan dengan berbagai institusi layanan baik swasta maupun
pemerintah di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota. Kemitraan ini juga
untuk menghimpun para mentor dari Pedoman Penerapan Layanan Komprehensif
HIV-IMS Berkesinambungan 50 berbagai keahlian seperti ahli HIV, IMS, Napza, TB
dll. yang cukup handal dalam memberikan bimbingan klinis ataupun pelatihan di
tempat. 2. TATAKELOLA LOGISTIK Manajemen logistik merupakan salah satu fungsi
manajemen yang penting dalam mendukung tercapainya tujuan program. Salah
satu logistik yang sangat strategis yang perlu dikelola secara cermat adalah
Menyediakan tempat untuk unit DOTS di dalam rumah sakit. Tempat ini
menjadi pusat kegiatan pelayanan pasien TB di rumah sakit
Menggunakan
format
program tuberkulosis nasional
pencatatan
sesuai
dengan
Bila keadaan ini masih berlanjut hingga lewat 2 hari dari tanggal yang
ditentukan, maka petugas di unit DOTS RS harus segera melakukan
tindakan di bawah ini :
1. Menghubungi pasien langsung/PMO agar segera kembali berobat
2. Petugas di Tim DOTS RS
menginformasikan
ke
Wasor
Kabupaten/Kota
atau
langsung ke puskesmas tentang ada pasien yang tidak kon
trol,
dengan
memberitahukan identitas dan alamat lengkap untuk segera
dilakukan pelacakan.