Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makhluk

hidup

selalu

mengalami

pertumbuhan

dan

perkembangan.

Pertumbuhan adalah proses kenaikan volume yang bersifat irreversible (tidak


dapat balik) karena adanya penambahan substansi termasuk di dalamnya ada
perubahan bentuk yang menyertai penambahan volume tersebut. Sedangkan
perkembangan adalah proses menuju kedewasaan pada makhluk hidup yang
bersifat kualitatif yaitu makhluk hidup dikatakan dewasa apabila alat
perkembangbiakannya telah berfungsi. Seperti pada tumbuhan apabila telah
berbunga maka tumbuhan itu sudah dikatakan dewasa. Tumbuhan

juga

mengalami pertumbuhan dan perkembangan seperti memanjangnya batang,


akar dan sebagainya. Pemekaran bunga, pemasakan buah adalah slaah satu
perkembngan yang dialami oleh tumbuhan. Pemekaran bunga dan pemasakan
buah

kalau

kita

teliti

lebih

lanjut

sangatlah bervariasi sesuai dengan

lingkungan dan jenis pohon itu sendiri. Kalau kita amati, pada saat musim-musim
tertentu

pertumbuhan

bunga

sangat

pesat

dan

begitu

juga

dengan

pematangan buahnya. Sebenarnya apa yang mengatur semua pemekaran


bunga,

pemanjangan

atau

pertumbuhan

tunas-tunas baru pada tumbuhan

tersebut. Oleh sebab itu kita harus tahu hal-hal yang menyebabkan semua
kejadian yang terjadi pada tumbuhan tersebut. Hormon merupakan hasil
sekresi dalam tubuh yang dapat memacu pertumbuhan, tetapi ada pula yang
dapat menghambat pertumbuhan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat kami sampaikan adalah sebagai
berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan hormon tumbuhan?
2. Apakah yang dimaksud dengan asam salisilat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Hormon Tumbuhan (Fitohormon)
Hormon merupakan zat pengatur tumbuh, yaitu molekul organik yang
dihasilkan oleh satu bagian tumbuhan dan ditransportasikan ke bagian lain yang
dipengaruhinya. Hormon pada tumbuhan (fitohormon) adalah sekumpulan
senyawa organik bukan hara (nutrien), baik yang terbentuk secara alami maupun
dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat kecil (di bawah satu milimol per
liter, bahkan dapat hanya satu mikromol per liter) mendorong, menghambat, atau
mengubah

pertumbuhan,

perkembangan,

dan

pergerakan

(taksis)

tumbuhan. Hormon tumbuhan merupakan bagian dari sistem pengaturan


pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Kehadirannya di dalam sel pada
kadar yang sangat rendah menjadi prekursor (pemicu) proses transkripsi RNA.
Hormon tumbuhan sendiri dirangsang pembentukannya melalui signal berupa
aktivitas senyawa-senyawa reseptor sebagai tanggapan atas perubahan lingkungan
yang terjadi di luar sel. Kehadiran reseptor akan mendorong reaksi pembentukan
hormon tertentu. Apabila konsentrasi suatu hormon di dalam sel telah mencapai
tingkat tertentu, atau mencapai suatu nisbah tertentu dengan hormon lainnya,
sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai berekspresi. Dari sudut pandang
evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan
diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan
berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya
hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu,
sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang
evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan
diri

tumbuh-tumbuhan

untuk

mempertahankankelangsungan

hidup

jenisnya.Pemahaman terhadap fitohormon pada masa kini telah membantu


peningkatan hasil pertanian dengan ditemukannya berbagai macam zat sintetis
yang memiliki pengaruh yang sama dengan fitohormon alami. Aplikasi zat

pengatur tumbuh dalam pertanian modern mencakup pengamanan hasil (seperti


penggunaan cycocel untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap lingkungan
yang kurang mendukung), memperbesar ukuran dan meningkatkan kualitas
produk (misalnya dalam teknologi semangka tanpa biji), atau menyeragamkan
waktu

berbunga

(misalnya

dalam

aplikasi

etilena

untuk

penyeragamanpembungaan tanaman buah musiman), untuk menyebut beberapa


contohnya.Hormon tumbuhan tidak dihasilkan oleh suatu kelenjar sebagaimana
pada hewan, melainkan dibentuk oleh sel-sel yang terletak di titik-titik tertentu
pada tumbuhan, terutama titik tumbuh di bagian pucuk tunas maupun ujung akar.
Selanjutnya, hormon akan bekerja pada jaringan di sekitarnya atau, lebih umum,
ditranslokasi ke bagian tumbuhan yang lain untuk aktif bekerja di sana.
Pergerakan hormon dapat terjadi melalui pembuluh tapis, pembuluh kayu,
maupun ruang-ruang antarsel. Hormon dalam menjalankan perannya, dapat
berperan secara tunggal maupun dalam koordinasi dengan kelompok hormon
lainnya.
2.1 Sejarah Penemuan Hormon
Terdapatnya atau peran zat pengatur tumbuh di tumbuhan pertama kali
dikemukan oleh Charles Darwin dalam bukunya The Power of movement in
plants. Beliau melakukan percobaan dengan rumput Canari (Phalaris canariensis)
dengan memberinya sinar dari samping dan ternyata terjadi pembengkokan ke
arah datangnya sinar . Bagian yang tidak mendapat sinar terjadi pertumbuhan
yang lebih cepat daripada yang mendapat sinar sehingga terjadi pembengkokkan.
Tetapi jika ujung kecambah dari rumput Canari dipotong akan tidak terjadi
pembengkokan. Sehingga dianalisa bahwa jika ujung kecambah mendapat cahaya
dari samping akan menyebabkan terjadi pemindahan pengaruh atau sesuatu zat
dari

atas

ke

bawah

yang

menyebabkan

terjadinya

pembengkokkan.

Boysen-jemsen (1913) melakukan penelitian dengan koleoptil Avena (kecambah


dari

biji

rumput-rumputan)

menyatakan

pemindahan

pengaruh

adalah

pemindahan zat alami yang dihasilkan dalam koleoptil Avena. Paal (1919)
menguatkan pendapat dengan menyatakan bahwa ujung batang adalah
merupakan pusat pertumbuhan

2.3 Mekanisme Kerja Hormon


Tanaman

secara

alamiah

tanaman

sudah

mengandung

hormon

pertumbuhan seperti Auksin, giberelin dan Sitokin yang dalam tulisan ini
diistilahkan dengan hormon endogen. Kebanyakan hormon endogen di tanaman
berada pada jaringan meristem yaitu jaringan yang aktif tumbuh seperti ujungujung tunas/tajuk dan akar. Tetapi karena pola budidaya yang intensif yang
disertai pengelolaan tanah yang kurang tepat maka kandungan hormon endogen
tersebut menjadi rendah/kurang bagi proses pertumbuhan vegetatif dan generatif
tanaman. Akibatnya sering dijumpai pertumbuhan tanamaman lambat, kerontokan
bunga/ buah, ukuran umbi/buah kecil yang merupakan sebagian tanda kekurangan
hormon (selain kekurangan zat lainnya seperti unsur hara). Oleh karena itu
penambahan hormon dari luar (hormon eksogen) seperti produk hormonik yang
mengandung

hormon

Auksin,

Giberelin

dan

Sitokinin

organik

(Non

sintetik/kimia) mutlak diperlukan untuk menghasilkan pertumbuhan vegetatif dan


generatif tanaman yang optimal.
Untuk mengetahui bagaimana mekanisme kerja hormonik (Auksin,
giberelin dan Sitokinin) pada tanaman, berikut diuraikan secara global dan
sederhana.

Pemberian

Auksin

eksogen

(hormonik)

akan

meningkatkan

permeabilitas dinding sel yang akan mempertinggi penyerapan unsur , diantaranya


unsur N, Mg, Fe, Cu untuk membentuk chlorofil yang sangat diperlukan untuk
mempertinggi fotosintesis. Dengan fotosintesis yang semakin meningkat akan
dihasilkan hasil fotosintesis yang meningkat dan bersama dengan auxin akan
bergerak ke akar untuk memacu pembentukan giberelin dan Sitokinin di akar yang
akan membantu pembentukan dan perkembangan akar . Penambahan kandungan
Auksin eksogen di akar akan meningkatkan tekanan turgor akar sehingga
giberelin dan Sitokinin endogen di akar akan diangkut ke atas/ bagian tajuk
tanaman.
Adanya penambahan Sitokinin dan giberelin eksogen maka terjadi
peningkatan kandungan Sitokinin dan giberelin ditanaman (tajuk) dan akan
meningkatkan jumlah sel (oleh hormon Sitokinin) dan ukuran sel (oleh hormon
giberelin) yang bersama-sama dengan hasil fotosintat yang meningkat di awal

penanaman akan mempercepat proses pertumbuhan vegetatif tanaman (termasuk


pembentukan tunas-tunas baru) selain juga mengatasi kekerdilan tanaman.
Seiring dengan pertumbuhan vegetatif tanaman, hasil fotosentesis akan meningkat
terus dan ditambah kandungan giberelin dan sitokinin eksogen akan meningkatkan
perbandingan C/N yang menyebabkan peralihan dari masa vegetatif ke generatif
dengan terbentuknya kuncup bunga/buah atau umbi. Pada saat terbentuk bunga
atau buah, jika kandungan auksin rendah maka sel-sel antara tangkai bunga/buah
dengan ranting/cabang akan berubah menjadi jaringan mati yaitu jaringan gabus
sehingga bunga/buah mudah rontok. Dengan penambahan Auxin Eksogen akan
menghambat perubahan sel-sel tersebut menjadi jaringan gabus sehingga
kerontokkan dapat dicegah/dikurangi. Pada fase generatif ini penambahan
hormon sitokinin dan giberelin eksogen akan meningkatkan kapasitas jaringan
penyimpanan hasil fotosintesa yang dipanen (umbi, buah dll) yaitu sitokinin akan
memperbanyak sel jaringan penyimpanan dan giberelin akan memperbesar sel
jaringan penyimpanan sehingga mampu menerima hasil-hasil fotosintesa lebih
banyak yang berakibat ukuran jaringan penyimpanan (buah) lebih besar
(semangka, kentang, dll) atau bernas (padi, jagung dll).
Hormon bekerja melalui pengikatan dengan reseptor spesifik/pengikatan
dari hormone ke reseptor ini pada umumnya memicu suatu perubahan
penyesuaian pada reseptor sedemikian rupa sehingga menyampaikan informasi
kepada unsur spesifik lain dari sel.
2.4

Zat Pengatur Tumbuh Tanaman (Asam Salisilat)


Asam salisilat (AS) adalah senyawa fenolik yang berperan dalam

meregulasi pertumbuhan tanaman khsusnya aktifitas fisiologi seperti fotosintesis,


metabolisme nitrate, produksi etilen, pembungaan dan melindungi dari cekaman
baik biotik maupun abiotik. AS pertama kali ditemukan secara terpisah oleh orang
indian amerika dan yunani kuno dari kulit dan daun pohon willow (Salix sp) yang
digunakan untuk mengobati gejala gatal dan demam. Pada tahun 1828 John
Buchner mengisolasi salisin dalam bentuk glukosida dari salicyl alcohol yang
merupakan salisilat utama pada pohon willow. Aspirin adalah merek dagang untuk
acetyl salicylic acid diperkenalkan oleh Bayer.

Senyawa fenolik adalah senyawa cincin aromatik yang memiliki gugus


hidroksil atau turunan fungsionalnya. Senyawa penolik termasuk senyawa
metabolit sekunder awalnya difahami memiliki peran minor bagi tanaman.
Pemahaman tersebut mulai berubah seiring banyaknya senyawa fenolik yang
berperan dalam pengaturan tumbuh tanaman. Contohnya : fenolik berperan dalam
biosintesis lignin, fitoaleksin yang berperan terhadap mikroba, serangga dan
herbifora, alelopati yang berpengaruh terhadap perkecambahan dan pertumbuhan
tanaman didekatnya, acetosyringone berperan dalam agrobacterium dengan
tanaman crown gall dan flavonoid pada akar legum dan biji menginduksi nod
genes pada rhizobium.
SA memiliki pKa sebesar 2.98 dan log Kow sebesar 2.26 menunjukan
bahwa senyawa tersebut ideal untuk ditranslokasikan secara cepat dari lokasi atau
ke jaringan melalui phloem. SA bersifat ubiquiotus distribution atau tersebar di
berbagai jenis tanaman. Kadar SA tertinggi terdapat pada daun padi dengan
jumlah SA mencapai 30 g/g dari berat basah jaringan. Senyawa ini ditemukan
juga dalam kadar yang cukup tinggi pada tanaman termogenik, dan tanaman yang
terserang hama nekrotik.
Dari penelitian yang telah dilakukan, SA ternyata mampu menunda
pebungaan. Hal ini dapat diduga karena SA menghambat biosintesis etilen. Pada
kultur sel tembakau kehadiran SA menghambat konversi ACC menjadi etilen. SA
juga mencegah akumulasi ACC syntase pada tomat. SA menginduksi gen
pathogen related (PR), chaperone, heatshock protein (HSPs), antioksidan dan gengen yang berperan dalam menghasilkan metabolit sekunder seperti synapil alkohol
dehidrogenase (SAD), cinnamyl alcohol dehydrogenase (CAD), dan cytocrome
P450.
Apabila kita melihat tanaman yang tumbuh di alam tidak terlepas dari
interaksi dengan patogen, namun banyak tanaman mampu bertahan dan dampak
penyakit tidak selalu terjadi. Baik chemichal dan physical barier pada tanaman
seperti dinding sel, kutikula senyawa anti mikroba mampu dihasilkan tanaman
untuk melindunginya dari serangan patogen. Pada serangan awal patogen kita bisa
melihat lesi nekrotik, yaitu daerah dimana ada bagian tanaman yang terluka atau

rusak akibat serangan. Proteksi diri tanaman dengan mengorbankan sel-sel


tanaman di sekitar daerah infeksi disebut hipertensive respon (HR). HR mampu
menginduksi Systemic Acquired Resistant (SAR) yaitu resistensi yang terbentuk
pada seluruh bagian tanaman setelah terjadi serangan patogen. SAR mampu
terdeteksi dalam beberapa hari setelah infeksi dan mampu bertahan selama
beberapa minggu. HR dan SAR berkaitan dengan sintesis protein PR yaitu
kitinase dan -1,3 glucanase. Protein PR dapat diinduksi oleh SA bahkan ketika
tidak ada patogen sama-sekali. Hal ini telah dibuktikan dengan sebuah penelitian
SA pada komoditas tembakau dengan patogen TMV (Tobaco Mozaik Virus).
Dengan kata lain kita bisa menyimpulkan bahwa SA adalah endegenous
messenger dalam hubungannya dengan resistensi patogen terhadap tanaman
inang. Namun perlu diingat bahwa tidak seperti hormon lain seperti etilen, SA
tidak terstimulasi saat dilakukan pelukaan, melainkan RNA viruslah yang ikut
mendorong akumulasi SA.
Tanaman yang diaplikasikan dengan SA menunjukan pengaruhnya
terhadap stress abiotik dengan meningkatnya pertumbuhan tanaman selama
tercekam dan adanya akumulasi ABA dan prolin, meningkatkan pembelahan sel
pada meristem apikal akar, rata-rata fotosintesis dan menjaga stabilitas membran.
SA yang diaplikasikan pada tanah mengurangi ion Na+ dan Cl-. Pada penelitian
tanaman dengan kandungan SA yang rendah mampu meningkatkan lipid
peroksidase dan permeabilitas membran. Selain itu kehadiran SA dapat
melindungi dari efek parsial meningkatnya kandungan H2O2. SA endogen akan
meningkat dibawah kondisi stress salinitas pada tanaman padi. Perlakuan SA
menyebabkan akumulasi ABA dan IAA pada benih gandum walaupun demikian
perlakuan SA tidak berpengaruh pada kadar sitokinin.
Selain itu pengaruh lain SA secara eksogen dapat menimbulkan respon
penghambatan biosintesis etilen saat perkecambahan dan pelukaan khususnya
mempengaruhi transport ion pada membran dan absorbsi pada akar. Penutupan
stomata karena induksi ABA juga dapat dikembalikan fungsinya oleh SA.
Bagaimana

peranan

SA

dalam

produksi

panas

pada

tanaman

Pemanasan pada tanaman diyakini berkaitan dengan peningkatan cyanide-

insensitive non-phosphorilating electron transport pathway yang unik pada


mitokondria dan disebut juga sebagai respirasi alternatif. Pada pembungaan
spesies Arum lili (Sauramatum guttatum) nilai kalor pada puncak produksi panas
sama besarnya dengan humming bird yang sedang terbang. Pada tanaman
transgenik aktivasi oksidase alternatif, termogenecity melibatkan aktivasi
glycolitic dan enzim siklus kreb yang menyediakan substrat untuk ledakan
metabolik tersebut. Lebih lanjut Van Herk pada tahun 1937 menyatakan bahwa
ledakan aktivitas metabolik pada appendix tanaman arum lili dipicu oleh
calorigen yaitu suatu senyawa yang dapat larut dalam air yang dihasilkan pada
staminate (jantan) primordia bunga yang berlokasi persis di bawah appendix.
Sewawa tersebut mulai masuk appendix pada hari sebelum antesis namun usaha
untuk mengkarakterisasi calorigen belum berhasil untuk dilakukan. Akhirnya pada
tahun 1987 identifikasi kalorigen dari ekstrak murni bunga jantan voodo lili
dengan menggunakan mass spektroskopis menunjukan bukti adanya SA pada
ekstrak tersebut. Dengan kata lain percobaan tersebut menunjukan bahwa SA
adalah senyawa kalorigen.
Termogenik memiliki tahapan sebagai berikut : pertama, pada waktu
antesis saat pagi hari, braktea besar (spathe) yang mengelilingi spadix (coloum
sentral dari infloresen) membuka untuk mengekspose bagian appendix. Apendix
mulai menghasilkan panas yang membantu volatilisasi senyawa amine dan indole
yang akan menarik serangga polinator. Menjelang sore hari suhu di appendix
mampu mencapai 14oC dan kembali ke suhu ambient pada malam hari. Pada tahap
kedua terjadi pada saat spadix bagian bawah pada waktu akhir malam berakhir
menjelang pagi setelah suhu meningkat lebih dari 10oC.
Struktur kimia asam salisilat dan turunannya dapat dilihat pada Gambar:

Gambar 2. Struktur kimia asam salisilat dan turunannya (Delaney, 1994).

Peran asam salisilat pada tanaman menurut Delaney (1994) adalah dalam
termogenesis dan pertahanan terhadap patogen. Respon dramatis yang diregulasi
oleh asam salisilat adalah produksi panas pada spadix tanaman arum lili atau
Sauromatumguttatum, yang dapat meningkatkan temperatur sampai 14oC selama
antesis.

DAFTAR PUSTAKA
Anggorowati, Sulastri. Fisiologi Tumbuhan. Pusat Penerbit Universitas
Terbuka
https://theadiokecenter.wordpress.com/2014/06/13/zat-pengatur-tumbuhtanaman-asam-salisilat/

Anda mungkin juga menyukai