Anda di halaman 1dari 18

BAB I

LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Alamat
Pekerjaan
Agama
Tanggal Pemeriksaan
No. CM

: Nn. I
: Perempuan
: 25 tahun
: Jl. Suramenggala RT 002/RW 005 Rejasari
: Karyawati Swasta
: Islam
: 14 Juni 2016
: 00945982

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
: Gatal
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Klinik Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto dengan keluhan gatal pada leher, badan,
dan keempat anggota gerak. Gatal disertai bercak bulat dan berwarna
kemerahan yang awalnya muncul pada lengan bawah kanan sejak 3 hari
yang lalu, kemudian menyebar ke daerah-daerah tubuh yang lain (kedua
tungkai dan badan). Bercak kemerahan lama kelamaan seperti
mengelupas dan agak berair. Gatal dirasakan terus-menerus dan semakin
berat saat pasien berkeringat sehingga pasien menggaruknya. Keluhan
gatal dirasakan sangat hebat sehingga mengganggu aktivitas pasien.
Sebelumnya pasien sudah menjalani pengobatan dengan salep anti
jamur, tetapi keluhan tidak kunjung membaik. Pekerjaan pasien tidak
mengharuskan pasien untuk berkontak dengan bahan-bahan kimia. Pasien
mandi dua kali sehari, tidak pernah berganti-ganti pakaian atau alat mandi
dengan siapa pun. Pasien sangat khawatir jika penyakitnya tidak dapat
disembuhkan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Riwayat keluhan yang sama disangkal
b. Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
c. Riwayat kencing manis disangkal
d. Riwayat penyakit jantung disangkal
e. Riwayat penyakit ginjal disangkal
f. Riwayat alergi makanan dan obat disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga :

a. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama diakui pasien (adik


pasien)
b. Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
c. Riwayat kencing manis disangkal
d. Riwayat penyakit jantung disangkal
e. Riwayat penyakit ginjal disangkal
f. Riwayat alergi makanan dan obat disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
:
Pasien adalah seorang karyawati swasta yang tinggal bersama ayah, ibu,
dan kedua adiknya.
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Keadaan Gizi

Kepala

: Baik
: Compos mentis
: BB : 61 kg
TB : 150 cm
IMT : 27,1 kg/m2 (Obesitas tipe I)
: 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,4 oC
: Mesocephal, rambut hitam, distribusi merata

Mata

: Konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil

Vital sign

: TD

bulat isokor 3 mm/3 mm


Hidung

: Simetris, deviasi septum (-), discharge (-)

Telinga

: Bentuk daun telinga normal, sekret (-)

Mulut

: Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis(-)

Tenggorokan

: T1-T1, tidak hiperemis

Thorax

: Simetris, Retraksi (-)

Jantung

: BJ I-II reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Paru

: SD Vesikuler (+/+), wh (-/-), rbh (-/-), rbk (-/-)

Abdomen

: datar, BU (+) N, timpani, supel

Kelenjar Getah Bening

: tidak terdapat pembesaran

Ekstremitas

: Akral hangat, edema (

Status Dermatologis
Regio
: regio cervical, regio abdomen, regio lumbal, regio dorsal,
regio brachii, regio antebrachii, region manus, regio femur, regio patella, dan
regio pedis.
2

Efloresensi

: makula eritematosa, berbentuk nummular, ukuran

polimorfik, ditutupi skuama halus disertai oozing.

D. Resume
1. Seorang perempuan berusia 25 tahun dengan keluhan gatal pada leher,
badan, dan keempat anggota gerak. Keluhan dirasakan sejak 3 hari yang
lalu. Gatal disertai dengan bercak bulat berwarna kemerahan yang
awalnya muncul pada lengan bawah, menyebar ke bagian tubuh lain
kecuali wajah dan dada. Gatal dirasakan sangat hebat terutama saat
berkeringat, dan terus-menerus sehingga pasien menggaruknya. Gatal
hingga mengganggu aktivitas. Pengobatan dengan salep anti jamur tidak
memberikan kemajuan. Pasien tidak pernah kontak dengan bahan-bahan
kimia selama bekerja, tidak pernah berganti-ganti pakaian atau alat mandi
dengan siapa pun.
2. Riwayat keluhan yang sama, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
jantung, penyakit ginjal, dan alergi disangkal.
3. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama diakui (adik pasien).
Riwayat keluarga dengan hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung,
penyakit ginjal, dan alergi disangkal.
4. Status gizi berlebih, status generalis dalam batas normal.
5. Status dermatologis

Pada regio cervical, regio abdomen, regio lumbal, regio dorsal, regio
brachii, regio antebrachii, region manus, regio femur, regio patella, dan
regio pedis terdapat makula eritematosa, berbentuk nummular, ukuran
polimorfik, ditutupi skuama halus disertai oozing.
E. Diagnosis Kerja
Dermatitis Numularis
F. Diagnosis Banding
Tinea Corporis
Dermatitis Kontak Alergi
G. Usulan Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan kerokan kulit dengan larutan KOH 10%
2. Prick test
3. Patch test
H. Tatalaksana
1. Nonmedikamentosa
a. Edukasi kepada

pasien

tentang

dermatitis

numularis

dan

pengobatannya.
b. Edukasi kepada pasien untuk menjalani pengobatan secara teratur.
c. Edukasi kepada pasien untuk selalu menjaga kebersihan tubuh.
d. Edukasi kepada pasien untuk mengonsumsi makanan yang bergizi
untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
e. Edukasi kepada pasien untuk menghindari atau mengurangi kontak
dengan bahan-bahan yang dapat membuat kulit semakin kering dan
gatal misalnya deterjen.
f. Edukasi kepada pasien untuk menghindari faktor risiko lain seperti
stress emosional
g. Edukasi kepada pasien untuk memakai lotion pelembab dua kali
sehari secara teratur.
h. Edukasi kepada pasien untuk tidak menggaruk lesi agar tidak terjadi
infeksi sekunder.
2. Medikamentosa
a. Kortikosteroid topikal
Desoxymethason salep 0,25 % 3 kali sehari pada lesi.
b. Antihistamin
Hidroksizin dihidroklorida tablet 25 mg 3 kali sehari.
I. Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad functionam

: ad bonam
: ad bonam

Quo ad sanationam
Quo ad kosmetikum

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Dermatitis merupakan peradangan atau inflamasi pada kulit yang
terjadi akibat pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, sehingga
menimbulkan manifestasi klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema,
edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Salah satu
bentuk dermatitis adalah dermatitis numularis. Dermatitis numularis
merupakan peradangan pada kulit berupa lesi berbentuk mata uang (koin)
atau agak lonjong, berbatas tegas dengan efloresensi berupa papulovesikel,
biasanya mudah pecah sehingga tampak basah (oozing). Dermatitis numularis
biasanya menyerang daerah ekstremitas (Ardhie, 2004; Burns et al., 2010;
Jiamton et al., 2012; Krafchik, 2003; Siregar, 2005; Sularsito & Djuanda,
2011).
Dermatitis disebut juga ekzem, sehingga dermatitis numularis sering
disebut sebagai ekzem numular, ekzem discoid, neurodermatitis nummular
(Sularsito & Djuanda, 2011).
B. Epidemiologi
Dermatitis numularis sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan
dengan anak-anak. Angka kejadian dermatitis numularis pada pria dewasa
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita dewasa. Usia puncak awitan pada
pria dan wanita yaitu antara 55 tahun hingga 65 tahun, sedangkan pada
wanita yaitu antara 15 tahun hingga 25 tahun. Dermatitis numularis jarang
diderita oleh anak-anak, jarang muncul di bawah 1 tahun, hanya sekitar 7
darai 466 anak yang menderita dermatitis numularis. Secara umum kejadian
dermatitis numularis meningkat seiring bertambahnya usia (Ardhie, 2004;
Krafchik, 2003; Sularsito & Djuanda, 2011).
C. Etiologi
Penyebab terjadinya dermatitis numularis belum diketahui secara pasti,
akan tetapi terdapat beberapa faktor yang diduga berperan dalam proses

terjadinya dermatitis numularis, antara lain (Muhlis et al., 2013; Sularsito &
Djuanda, 2011):
1. Infeksi bakteri
Stafilokokus dan mikrokokus diduga berperan dalam proses terjadinya
dermatitis numularis karena jumlah koloninya meningkat pada dermatitis
numularis, meskipun secara klinis tanda infeksinya tidak muncul.
Eksaserbasi terjadi apabila jumlah koloni bakteri meningkat di atas 10 juta
2.
3.
4.
5.

kuman/cm2 (Sularsito & Djuanda, 2011).


Trauma atau kontak dengan bahan kimia
Stress emosional
Pola hidup tidak sehat (konsumsi alkohol)
Kulit kering (xerosis) akibat kelembaban lingkungan yang rendah.

D. Patofisiologi
Kelainan kulit pada dermatitis numularis terbatas pada epidermis dan
dermis. Perjalanan penyakit dermatitis numularis belum jelas diketahui,
namun sering bersamaan dengan kondisi kulit yang kering. Adanya fissura
pada permukaan kulit yang kering dan gatal memudahkan masuknya allergen
yang memicu terjadinya reaksi inflamasi pada kulit. Suatu penelitian
menunjukkan bahwa risiko terjadinya dermatitis numularis meningkat pada
pasien dengan usia yang lebih tua terutama pada orang yang sangat sensitif
dengan bahan-bahan pencetus alergi (Anita et al., 2010; James et al., 2011;
Lange et al., 2010).
Barrier kulit yang lemah menyebabkan kulit lebih sensitif terhadap
bahan-bahan pencetus alergi. Sensasi gatal yang hebat menunjukkan peran
sel mast dalam patofisiologi dermatitis numularis. Dalam suatu penelitian
disebutkan bahwa terjadi peningkatan jumlah sel mast pada area lesi
dibandingkan dengan area yang tidak mengalami lesi pada penderita
dermatitis numularis. Penelitian yang lain mengidentifikasi adanya peran
neurogenik yang menyebabkan inflamasi pada dermatitis numularis dengan
mencari hubungan antara sel mast dengan saraf sensorik dan menidentifikasi
distribusi neuropeptide pada epidermis dan dermis dari penderita dermatitis
numularis. Pelepasan histamin dan mediator inflamasi lainnya dari sel mast
yang kemudian berinteraksi dengan neural C-fibers dapat menimbulkan gata.
Kontak dermal antara sel mast dan saraf, meningkat pada daerah lesi maupun
non lesi pada penderita dermatitis numularis. Substansi P dan kalsitonin
7

terikat rantai peptide meningkat pada daerah lesi dibandingkan dengan non
lesi

pada

penderita

dermatitis

numularis.

Neuropeptide

ini

dapat

menstimulasi pelepasan sitokin lain sehingga memicu timbulnya inflamasi.


Adanya sel mast pada dermis, menurunkan aktivitas enzin chymase sehingga
menurunkan kemampuan mengurai neuropeptide dan protein. Disregulasi ini
menyebabkan menurunnya kemampuan enzim untuk menekan proses
inflamasi (Anita et al., 2006; James et al., 2011; Kang & Shin, 2007; Loren
et al., 2010).
E. Manifestasi Klinis
Penderita dermatitis numularis pada umumnya akan mengeluhkan
gatal yang hebat disertai dengan nyeri. Lesi dermatitis numularis awalnya
berupa eritema berbentuk lingkaran, selanjutnya melebar sebesar uang logam,
dikelilingi oleh papula-papula, vesikel, dan kemudian ditutupi oleh krusta
berwarna coklat. Lesi akut dermatitis numularis berupa vesikel dan
papulovesikel berukuran 0,3 hingga 1 cm, kemudian membesar dengan cara
berkonfluensi atau meluas ke samping membentuk lesi yang khas
menyerupai koin atau uang logam, eritematosa, sedikit edem, dan dengan
batas yang tegas. Lambat laun vesikel pecah, terjadi eksudasi, kemudian
mongering dan membentuk krusta berwarna kekuningan hingga coklat.
Diameter lesi dermatitis numularis dapat mencapai 5 cm sampai < 10 cm.
Lesi

dermatitis

numularis

yang

hampir

sembuh

menyerupai

lesi

dermatomikosis karena penyembuhan dimulai dari tengah lesi. Lesi kronis


berupa likenifikasi yang disertai dengan skuama (Siregar, 2005; Sterry et al.,
2006; Sularsito & Djuanda, 2011).
Jumlah lesi dermatitis numularis dapat hanya satu, atau banyak dan
menyebar, bilateral atau simetris, dengan ukuran yang bervariasi, mulai dari
miliar hingga numular, bahkan plakat. Tempat predileksi dermatitis numularis
umumnya pada tungkai bawah, badan, lengan, dan punggung tangan. Lesi
dermatitis numularis cenderung hilang timbul, namun ada pula yang terus
meneru, kecuali apabila dalam periode pengobatan. Apabila terjadi
kekambuhan, pada umumnya lesi akan timbul pada tempat semula (Ardhie,
2004; Sterry et al., 2006; Sularsito & Djuanda, 2011).

F. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi pada lesi dermatitis numularis akan
memberikan gambaran berupa hiperkeratosis, akantosis, dan edema
intraseluler pada lapisan kulit epidermis. Gambaran pada lesi akut akan
ditemukan spongiosis, vesikel intraepidermal, sebukan sel radang limfosit
(mayoritas sel T-CD8+) dan makrofag di sekitar pembuluh darah, sedangkan
gambaran pada lesi kronis berupa akantosis teratur, hipergranulosis, dan
hiperkeratosis, serta mungkin ditemukan spongiosis ringan. Dermis bagian
atas mengalami fibrosis, terdapat sebukan limfosit (mayoritas sel T-CD4 +)
dan makrofag di sekitar pembuluh darah. Sebagian besar sel mast di dermis
yaitu tipe MCTC (Mast Cell Tryptase), berisi triptase (Button, 2005; Siregar,
2005; Sularsito & Djuanda, 2011).
G. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada temuan spesifik yang diperoleh dari pemeriksaan
laboratorium pada dermatitis numularis. Pemeriksaan penunjang dermatitis
numularis dilakukan untuk mengonfirmasi diagnosis dan menyingkirkan
diagnosis banding yang didapatkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Untuk membedakan dengan dermatitis kontak perlu dilakukan pemeriksaan
patch test dan prick test untuk membedakan bahan kontak. Pemeriksaan
KOH dilakukan untuk membedakan dermatitis numularis dengan tinea yang
memiliki gambaran klinis serupa pada fase penyembuhan dermatitis
numularis. Apabila terdapat kondisi lain yang sangat mirip dengan dermatitis
numularis sehingga sulit untuk menentukan diagnosisnya, maka dapat
dilakukan biopsi (Button, 2005; Kang & Shin, 2007).
H. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dermatis numularis, antara lain:
1. Tinea Corporis
Predileksi tinea corporis adalah wajah, anggota gerak atas dan bawah,
dada, punggung, tidak termasuk kaki, tangan, dan pangkal paha.
Gambaran klinis berupa lesi annular, tampak makula eritematosa berbatas
tegas, tepi polisiklik, aktif (meninggi, disertai papul atau vesikel, dan
meluas). Bagian tengan sembuh (central healing) tertutup skuama (Leung
et al., 2008).

Gambar 2.1. Lesi Tinea


2. Dermatitis Kontak Alergika (DKA)
Dermatitis kontak alergika merupakan suatu kelainan kulit berupa
inflamasi melalui mekanisme imunologi yang disebabkan oleh paparan
allergen eksogen. Predileksi DKA yaitu kepala, leher, anggota tubuh
bagian atas, lengan, tangan, perut, pangkal paha, dan ekstremitas bawah.
Manifestasi klinis DKA berupa gatal. Lesi akut berupa makula
eritematosa berbatas tidak tegas dan di atasnya terdapat papul, vesikel,
atau bula yang bila pecah menjadi lesi eksudatif. Bentuk lesi kronis DKA
berupa makula hiperpigmentasi disertai likenifikasi dan ekskoriasi (James
et al., 2011).

Gambar 2.2. Lesi Dermatitis Kontak Alergi


3. Psoriasis Vulgaris
Bentuk psoriasis yang paling sering dijumpai yaitu tipe plakat.
Tempat predileksi psoriasis yaitu daerah yang mudah terkena trauma
10

seperti siku, lutut, sacrum, kepala dan genitalia. Lesi psoriasis berupa
plak eritematosa dengan ukuran bervariasi dari gutata, numular, hingga
plakat yang tertutup oleh skuama tebal, kasar, kering, transparan, dan
berlapis berwarna putih (Gudjonsson & Elder, 2008).

Gambar 2.3. Lesi Psoriasis

I. Penatalaksanaan
1. Nonmedikamentosa
Pasien perlu diberi informasi mengenai penyakit dermatitis
numularis, termasuk tentang perkembangan atau perjalanan penyakit
dermatitis numularis yang cenderung sering berulang (residif), cara
mencegah atau menghindari faktor-faktor yang memperburuk atau
menimbulkan dermatitis numularis seperti stress emosional, udara yang
panas, maupun trauma. Pasien juga diedukasi untuk menggunakan
pelembab kulit untuk mengatasi kulit kering dan jangan menggaruk luka
karena dapat menimbulkan infeksi baru serta bekas garukan yang
permanen (Jiamton et al., 2012).
Pengobatan dermatitis numularis ditujukan untuk merehidrasi kulit
dan memperbaiki barrier lipid epidermal, mengurangi inflamasi dan
pengobatan infeksi sekunder. Mandi atau berendam dengan menggunakan
air hangat maupun air dingin dapat mengurangi gatal dan membantu
rehidrasi kulit. Penggunaan pelembab pada kulit dapat membantu dalam
pencegahan terjadinya dermatitis numularis (Jiamton et al., 2012).
2. Medikamentosa
11

a. Emolien
Emolien yaitu pelembab, berfungsi untuk mengurangi kekeringan
pada kulit. Jenis emolien yang sering digunakan antara lain: aqueous
cream, glycerin, cetomacrogol cream, dan wool fat lotions (Burns et
al., 2010; Sularsito & Djuanda, 2011; Thomas & Robert, 2008).
b. Steroid topikal
Steroid topikal diberikan untuk mengurangi inflamasi dan
iritasi pada kulit. Steroid topikal yang digunakan misalnya
Triamcinolone cream 0,025-0,1%. Apabila lesi masih eksudatif,
sebaiknya dikompres terlebih dahulu menggunakan larutan kalium
permanganat 1: 10.000 (Ardhie, 2004; Burns et al., 2010; Sularsito &
Djuanda, 2011; Thomas & Robert, 2008).
c. Antihistamin oral
Antihistamin oral yang digunakan adalah antihistamin yang bersifat
sedatif untuk mengurangi gatal, misalnya hidroksizin HCl dengan
dosis 3-4 x 25 mg perhari (Burns et al., 2010; Sularsito & Djuanda,
2011; Thomas & Robert, 2008).
d. Antibiotik oral
Antibiotik oral sistemik diberikan apabila terdapat infeksi sekunder
atau ditemukan infeksi bakteri. Antibiotik yang dapat digunakan
antara lain erythromycin, tetracycline 20-40 mg/kgBB selama 7-14
hari, atau amoxicillin 4 x 500 mg/hari selama 7-10 hari (Ardhie,
2004; Burns et al., 2010; Sularsito & Djuanda, 2011; Thomas &
Robert, 2008).
e. Steroid sistemik injeksi
Injeksi steroid sistemik diberikan pada kasus yang sangat berat.
Steroid injeksi yang dapat diberikan yaitu triamcinolone acetonide 0,1
mg/ml (0,1 ml/suntikan) secara intralesi (Ardhie, 2004; Sularsito &
Djuanda, 2011).
J. Prognosis
Dermatitis numularis cenderung bersifat kronik dan berulang (residif).
Berdasarkan pengamatan terhadap sejumlah penderita yang diikuti selama
berbagai interval waktu sampai dua tahun, didapatkan hasil bahwa sebanyak

12

22% penderita dermatitis numularis sembuh, 25% pernah sembuh untuk


beberapa minggu sampai tahun, dan 53% tidak pernah bebas dari lesi kecuali
masih dalam pengobatan. Secara umum prognosis dermatitis numularis baik
(Jiamton et al., 2012; Sularsito & Djuanda, 2011).

BAB III
PEMBAHASAN
A. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Dari anamnesis diketahui pasien adalah seorang perempuan berusia 25
tahun. Secara epidemiologis, kasus ini sesuai dengan data epidemiologi
bahwa dermatitis numularis paling sering diderita oleh orang dewasa
dibandingkan dengan anak-anak, dan usia puncak awitan pada wanita yaitu
antara usia 15 tahun hingga 25 tahun. Pasien datang dengan keluhan gatal
yang hebat sejak 3 hari yang lalu. Awalnya gatal disertai bercak bulat
kemerahan muncul pada lengan bawah kanan, kemudia menyebar ke anggota
gerak yang lain, leher, dan badan. Bercak kemerahan lama kelamaan
mengelupas dan berair. Gatal dirasakan oleh pasien terus-menerus dan
semakin berat saat pasien berkeringat sehingga pasien menggaruknya.
Keluhan tersebut sampai mengganggu aktivitas pasien.
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat keluhan yang sama
sebelumnya, riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung,
penyakit ginjal, maupun alergi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan efloresensi
kulit pada regio cervical, abdomen, lumbal, dorsal, brachii, antebracii, manus,
femur, patella, dan pedis yaitu makula eritematosa, berbentuk nummular,
ukuran polimorfik, ditutupi skuama halus disertai oozing.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut, diagnosis
dermatitis numularis dapat ditegakkan di antara diagnosis banding antara lain
13

tinea corporis dan dermatitis kontak alergi. Efloresensi kulit dermatitis kontak
dan dermatitis numular sering sulit untuk dibedakan. Namun pada pasien ini
tidak ditemukan riwayat kontak sebelumnya. Untuk membedakan keduanya
dapat dilakukan patch test atau prick test. Selain itu, dermatitis numularis
dapat terlihat sebagai tinea dengan tepi lesi yang aktif dan bagian tengah
tampak sembuh, akan tetapi secara klinis keduanya berbeda. Pada dermatitis
numularis bagian tepi lebih vesikuler dengan batas relatif kurang tegas
dibandingkan dengan tinea. Melalui pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH
10%, tinea akan memberikan gambaran hifa panjang, bersepta, dan
bercabang.
B. Penatalaksanaan
1. Nonmedikamentosa
Pasien perlu diberi informasi mengenai penyakit dermatitis
numularis, termasuk tentang perkembangan atau perjalanan penyakit
dermatitis numularis yang cenderung sering berulang, cara mencegah
atau menghindari faktor-faktor yang memperburuk atau menimbulkan
dermatitis numularis seperti stress emosional, udara yang panas, maupun
trauma. Pasien juga diedukasi untuk menggunakan pelembab kulit untuk
mengatasi kulit kering dan jangan menggaruk luka karena dapat
menimbulkan infeksi baru serta bekas garukan yang permanen. Mandi
atau berendam dengan menggunakan air hangat maupun air dingin dapat
mengurangi gatal dan membantu rehidrasi kulit.
2. Medikamentosa
a. Steroid topikal
Steroid topikal diberikan untuk mengurangi inflamasi dan iritasi pada
kulit. Pada pasien ini diberikan salep desoxymethasone 0,25% yang
dioleskan pada lesi 3 kali sehari.
b. Antihistamin oral
Antihistamin oral yang digunakan adalah antihistamin yang bersifat
sedatif untuk mengurangi gatal. Pada pasien ini diberikan tablet
hidroksizin dihidroklorida 25 mg dengan dosis 3 x 1 tablet perhari.
C. Prognosis

14

Dermatitis numularis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronis dan


residif. Secara umum dermatitis numularis memiliki prognosis baik, namun
pasien perlu menghindari faktor pencetus untuk mencegah kekambuhan.

BAB IV
KESIMPULAN
1. Dermatitis numularis adalah peradangan pada epidermis dan dermis yang
lesinya menyerupai koin atau uang logam agak lonjong, berbatas tegas
dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga
lesi tampak basah (oozing).
2. Penegakan diagnosis pada pasien Nn. I dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
3. Beberapa diagnosis banding pada kasus ini antara lain tinea corporis dan
dermatitis kontak alergi.
4. Tatalaksana dermatitis numularis pada pasien ini dengan menggunakan
steroid topikal dan antihistamin oral.
5. Pasien dengan dermatitis numularis rentan mengalami kekambuhan
sehingga perlu diberikan edukasi untuk menghindari faktor pencetus.

15

DAFTAR PUSTAKA
Anita, J., et al. 2006. Mast Cells, Nerves and Neuropeptides in Atopic Dermatitis
and Nummular Eczema. Arch Dermatology Research 295(1): 2-7
Ardhie, AM. 2004. Dermatitis dan Peran Steroid Dalam Penanganannya. DEXA
MEDIA 17(4): 157-63
Button, BK. 2005. ABC of Dermatology 4th Edition. London: BMJ p.17-26
Burns, T., Breathnach S., Cox N., Griffiths C. 2010. Rooks Textbook of
Dermatology Vol.1 8th Edition. USA: Gasington Road, Oxford p.23.9-23.10
Gudjonsson, JE., Elder JT. 2008. Psoriasis in Fitzpatrickss Dermatology in
General Medicine 7th Edition. New York: The McGraw Hill Companies
p.197
James, WD., Berger TG., Dirk ME. 2011. Atopic Dermatitis, Eczema and
Noninfectious Immunodeficiency Disorders in Andrews Disease of the Skin
Clinical Dermatology 10th Edition. USA: Saunder-Elsevier p. 62-3, 77.
James, WD., Berger TG., Dirk ME. 2011. Contact Dermatitis and Drug Eruptions
in Andrews Disease of the Skin Clinical Dermatology 10 th Edition. USA:
Saunder-Elsevier p.99-101
Jiamton, S., Tangjaturonrusamee C., Kulthanan K. 2012. Clinical Features and
Aggravating Factors in Nummular Eczema in Thais. Bangkok: Department
of Dermatology Faculty of Medicine Siriraj Hospital Mahidol University
p.36-7
Kang, IJ & Shin MK. 2007. Patch Testing in Nummular Eczema: Comparison of
Patch Test Results between Nummular Eczema and Atopic Dermatitis.
Korean Journal of Dermatology 45(9): 871-6
Krafchik, BR. 2003. Eczematous Dermatitis in Pediatric Dermatology 3rd Edition.
New York: Churchill Livingstone p.609-42
Lange, L., et al. 2008. Elevated Levels of Tryptase in Children with Nummular
Eczema. Journal of Allergy 63(7): 947-9

16

Leung, MDY., Eichenfield LF., Boguniewicz M. 2008. Fungal Infection in


Fitzpatrickss Dermatology in General Medicine 7th Edition Vol.1. New
York: The McGraw-Hill Companies p.1852-3
Loren, E., et al. 2010. Dermal Dendritic Cells in Psoriasis, Nummular Dermatitis,
and Normal-Appearing Skin. Journal of the American Academy of
Dermatology
Muhlis., et al. 2013. Nummular Dermatitis Treated with Corticosteroid and
Antibiotics. Department of Dermatology Medical Faculty of Hasanuddin
University 2: 74-8
Siregar, RS. 2005. Dermatitis Numularis dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit
Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC
Sterry, W., Paus R., Burgdof WH. 2006. Dermatology. USA: Thieme p.197
Sularsito, SA & Djuanda S. 2011. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia

17

18

Anda mungkin juga menyukai