Anda di halaman 1dari 13

Referat

VAGINOSIS BAKTERIALIS

Oleh:
Rahmatuk Ikbal.S,ked
04084821517017
Pembimbing:
Dr. Mutia Devi, SpKK

BAGIAN/DEPARTEMEN DERMATOLOGY DAN VERENOLOGY


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
2016

HALAMAN PENGESAHAN

Referat berjudul:

Vaginosis Bakterialis

oleh:
Rahmatul Ikbal
04084821517017

telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Dermatology dan venerology Fakultas Kedokteran Sriwijaya, Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Moh. Hoesin Palembang periode 30 Juni 2016 08 Agustus 2016.

Palembang, 11 Juni 2016


Pembimbing,

Dr. Mutia Devi, SpKK

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi ALLAH, atas rahmat dan karunia-Nya jualah, akhirnya referat
yang berjudul vaginosis bakterialis ini dapat diselesaikan dengan baik. Referat ini
ditujukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian kepaniteraan klinik senior di bagian
Dermatology Dan Venerology RS Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Ucapan terima kasih
yang sebanyak-banyaknya penulis sampaikan kepada Dr. Mutia Devi, SpKK selaku
pembimbing dalam referat ini yang telah memberikan bimbingan dan banyak kemudahan
dalam penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu saran
dan kritik yang membangun sangat diharapkan penulis demi kebaikan di masa yang akan
datang. Harapan penulis semoga referat ini bisa membawa manfaat bagi siapa saja yang
membacanya.

Palembang,

Juli 2016

Penulis

Vaginosis Bakterialis
Rahmatul Ikbal, S.Ked
Departemen Dermatology dan Verenology
FK UNSRI/RSMH Palembang
2016
PENDAHULUAN
Bakterial vaginosis adalah sindrom klinik akibat pergantian Lactobacillus Spp
penghasil hidrogen peroksida (H2O2) yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri
anaerob dalam konsentrasi tinggi (contoh : Bacteroides Spp, Mobilincus Spp), Gardnerella
vaginalis, dan Mycoplasma hominis.1-6 Jadi, bakterial vaginosis bukan suatu infeksi yang
disebabkan oleh suatu organisme, tetapi timbul akibat perubahan kimiawi dan pertumbuhan
berlebih dari bakteri yang berkolonisasi di vagina.7
Saat ini belum ada bukti bahwa penyakit ini ditularkan secara seksual antara pasangan
heteroseksual. Namun, bakterial vaginosis disebabkan oleh berganti-ganti pasangan seksual
dan kuman penyebabnya pernah dibiak dari uretra laki-laki yang menjadi pasangan seksual
perempuan yang terinfeksi. Pasangan lesbian dilaporkan dapat mengalami sekresi vagina
(keputihan) yang serupa, dan pada kasus bakterial vaginosis, hal ini mungkin mencerminkan
penularan seksual dalam kelompok ini.8
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap wanita dengan bakteriologis vagina normal dan
wanita dengan bakterial vaginosis, ditemukan bakteri aerob dan bakteri anaerob pada semua
perempuan. Lactobacillus adalah organisme dominan pada wanita dengan sekret vagina
normal dan tanpa vaginitis. Lactobacillus biasanya ditemukan 80-95 % pada wanita dengan
sekret vagina normal. Sebaliknya, Lactobacillus ditemukan 25-65 % pada bakterial
vaginosis.9
I.

EPIDEMIOLOGI
Pada wanita yang memeriksakan kesehatannya, penyakit bakterial vaginosis lebih

sering ditemukan daripada vaginitis jenis lainnya. Frekuensi bergantung pada tingkatan sosial
ekonomi penduduk pernah disebutkan bahwa 50 % wanita aktif seksual terkena infeksi G.
vaginalis, tetapi hanya sedikit yang menyebabkan gejala sekitar 50 % ditemukan pada
pemakai alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan 86% bersama-sama dengan infeksi
Trichomonas.10
4

Terdapat hubungan antara infeksi G.vaginalis dengan ras, promiskuitas, stabilitas


marital, dan kehamilan sebelumnya. Pada penggunaan AKDR dapat ditemukan infeksi
G.vaginalis dan kuman-kuman anaerob gram negatif.10
Hampir 90% laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi G.vaginalis,
mengandung G.vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra, tetapi tidak menyebabkan
uretritis. Pada suatu penyelidikan ditemukan adanya hubungan antara timbulnya rekurensi
setelah pengobatan tehadap kontak seksual. Ditemukannya G.vaginalis sering diikuti dengan
infeksi lain yang ditularkan melalui hubungan seksual.10
II.

ETIOLOGI
Penyebab bakterial vaginosis bukan organisme tunggal. Pada suatu analisis dari data

flora vagina memperlihatkan bahwa ada beberapa kategori dari bakteri vagina yang
berhubungan dengan bakterial vaginosis, yaitu :
1. Gardnerella vaginalis
Berbagai kepustakaan selama 30 tahun terakhir membenarkan observasi Gardner dan
Dukes bahwa Gardnerella vaginalis sangat erat hubungannya dengan bakterial vaginosis.1
Organisme ini mula-mula dikenal sebagai H. vaginalis kemudian diubah menjadi genus
Gardnerella atas dasar penyelidikan mengenai fenetopik dan asam dioksi-ribonukleat. Tidak
mempunyai kapsul, tidak bergerak dan berbentuk batang gram negatif atau variabel gram. Tes
katalase, oksidase, reduksi nitrat, indole, dan urease semuanya negatif. 10 Kuman ini bersifat
anaerob fakultatif, dengan produksi akhir utama pada fermentasi berupa asam asetat, banyak
galur yang juga menghasilkan asam laktat dan asam format. Ditemukan juga galur anaerob
obligat. Untuk pertumbuhannya dibutuhkan tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, biotin,
purin, dan pirimidin.11
2. Bakteri anaerob : Mobilincus Spp dan Bacteriodes Spp
Bacteriodes Spp diisolasi sebanyak 76% dan Peptostreptococcus sebanyak 36% pada
wanita dengan bakterial vaginosis. Pada wanita normal kedua tipe anaerob ini lebih jarang
ditemukan. Penemuan spesies anaerob dihubungkan dengan penurunan laktat dan
peningkatan suksinat dan asetat pada cairan vagina. Setelah terapi dengan metronidazole,
Bacteriodes dan Peptostreptococcus tidak ditemukan lagi dan laktat kembali menjadi
asam organik yang predominan dalam cairan vagina. Spiegel menyimpulkan bahwa
bakteri anaerob berinteraksi dengan G.vaginalis untuk menimbulkan vaginosis. Peneliti
lain memperkuat hubungan antara bakteri anaerob dengan vaginosis bakterial.
5

Mikroorganisme anaerob lain yaitu Mobiluncus Spp, merupakan batang anaerob lengkung
yang juga ditemukan pada vagina bersama-sama dengan organisme lain yang
dihubungkan dengan bakterial vaginosis. Mobiluncus Spp hampir tidak pernah ditemukan
pada wanita normal, 85% wanita dengan bakterial vaginosis mengandung organisme ini.1
3. Mycoplasma hominis
Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa Mycoplasma hominis juga harus
dipertimbangkan sebagai agen etiologik untuk vaginosis bakterial, bersama-sama dengan
G.vaginalis dan bakteri anaerob lainnya. Prevalensi tiap mikroorganisme ini meningkat
pada wanita dengan bakterial vaginosis. Organisme ini terdapat dengan konsentrasi 1001000 kali lebih besar pada wanita dibandingkan dengan bakterial vaginosis pada wanita
normal.1
Pertumbuhan Mycoplasma hominis mungkin distimulasi oleh putrescine, satu dari
amin yang konsentrasinya meningkat pada bakterial vaginosis. Konsentrasi normal bakteri
dalam vagina biasanya 105 organisme/ml cairan vagina dan meningkat menjadi 108-9
organisme/ml pada bakterial vaginosis. Terjadi peningkatan konsentrasi Gardnerella
vaginalis dan bakteri anaerob termasuk Bacteroides, Leptostreptococcus, dan Mobilincus
Spp sebesar 100-1000 kali lipat.9
III. PATOGENESIS
Bakterial vaginosis disebabkan oleh faktor-faktor yang mengubah lingkungan asam
normal di vagina menjadi keadaan basa yang mendorong pertumbuhan berlebihan bakteribakteri penghasil basa. Lactobacillus adalah bakteri predominan di vagina dan membantu
mempertahankan sekresi vagina yang bersifat asam. Faktor-faktor yang dapat mengubah pH
melalui efek alkalinisasi antara lain adalah mukus serviks, semen, darah haid, mencuci vagina
(douching), pemakaian antibiotik, dan perubahan hormon saat hamil dan menopause. Faktorfaktor ini memungkinkan meningkatnya pertumbuhan Gardnerella vaginalis, Mucoplasma
hominis, dan bakteri anaerob. Metabolisme bakteri anaerob menyebabkan lingkungan menjadi
basa yang menghambat pertumbuhan bakteri lain8,12
Mencuci vagina (douching) sering dikaitkan dengan keluhan disuria, keputihan, dan
gatal pada vagina. Pada wanita yang beberapa kali melakukan douching, dilaporkan terjadi
perubahan pH vagina dan berkurangnya konsentrasi mikroflora normal sehingga
memungkinkan terjadinya pertumbuhan bakteri patogen yang oportunistik. 16
Sekret vagina adalah suatu yang umum dan normal pada wanita usia produktif. Dalam
kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar,
bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari kelenjar Bartolini.
6

Pada wanita, sekret vagina ini merupakan suatu hal yang alami dari tubuh untuk
membersihkan diri, sebagai pelicin, dan pertahanan dari berbagai infeksi. Dalam kondisi
normal, sekret vagina tersebut tampak jernih, putih keruh, atau berwarna kekuningan ketika
mengering di pakaian, memiliki pH kurang dari 5,0 terdiri dari sel-sel epitel yang matur,
sejumlah normal leukosit, tanpa jamur, Trichomonas, tanpa clue cell.11
Pada bakterial vaginosis dapat terjadi simbiosis antara G.vaginalis sebagai pembentuk
asam amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam
amino menjadi amin sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang sesuai bagi
pertumbuhan G. vaginalis. Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit dan menambah
pelepasan sel epitel dan menyebabkan duh tubuh berbau tidak sedap yang keluar dari vagina.
Basil-basil anaerob yang menyertai bakterial vaginosis diantaranya Bacteroides bivins, B.
Capilosus dan B. disiens yang dapat diisolasikan dari infeksi genitalia.10
G. vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina in vitro, kemudian menambahkan
deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan duh tubuh pada dinding vagina.
Organisme ini tidak invasif dan respon inflamasi lokal yang terbatas dapat dibuktikan dengan
sedikitnya jumlah leukosit dalam sekret vagina dan dengan pemeriksaan histopatologis.
Timbulnya bakterial vaginosis ada hubungannya dengan aktivitas seksual atau pernah
menderita infeksi Trichomonas.10 Bakterial vaginosis yang sering rekurens bisa disebabkan
oleh kurangnya pengetahuan tentang faktor penyebab berulangnya atau etiologi penyakit ini.
Walaupun alasan sering rekurennya belum sepenuhnya dipahami namun ada 4 kemungkinan
yang dapat menjelaskan, yaitu:9
1. Infeksi berulang dari pasangan yang telah ada mikroorganisme penyebab bakterial
vaginosis. Laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi G. vaginalis mengandung
G. vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra tetapi tidak menyebabkan uretritis
pada laki-laki (asimptomatik) sehingga wanita yang telah mengalami pengobatan
bakterial vaginosis cenderung untuk kambuh lagi akibat kontak seksual yang tidak
menggunakan pelindung.
2.

Kekambuhan disebabkan oleh mikroorganisme bakterial vaginosis yang hanya


dihambat pertumbuhannya tetapi tidak dibunuh.

3. Kegagalan selama pengobatan untuk mengembalikan Lactobacillus sebagai flora


normal yang berfungsi sebagai protektor dalam vagina.
4. Menetapnya mikroorganisme lain yang belum diidentifikasi faktor hostnya pada
penderita, membuatnya rentan terhadap kekambuhan.
7

V.

GAMBARAN KLINIS
Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling sering pada

bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama setelah melakukan
hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis/bau ikan (fishy odor).
1-6,9

Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila cairan vagina menjadi basa.

Cairan seminal yang basa (pH 7,2) menimbulkan terlepasnya amin dari perlekatannya pada
protein dan amin yang menguap menimbulkan bau yang khas. Walaupun beberapa wanita
mempunyai gejala yang khas, namun pada sebagian besar wanita dapat asimptomatik. 1 Iritasi
daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan lebih ringan daripada
yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau C.albicans. Sepertiga penderita mengeluh
gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri
abdomen, dispareuria, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, dan kalau ada karena penyakit
lain. 10

Gambar 1. Cairan vagina yang abnormal pada bakterial vaginosis17


Pada penderita dengan bakterial vaginosis tidak ditemukan inflamasi pada vagina dan
vulva. Bakterial vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus genital bawah seperti
trikomoniasis dan servisitis sehingga menimbulkan gejala genital yang tidak spesifik. 1
VI. DIAGNOSIS
Gardner dan Dukes (1980) menyatakan bahwa setiap wanita dengan aktivitas ovum
normal mengeluarkan cairan vagina berwarna abu-abu, homogen, berbau dengan pH 5 - 5,5
dan tidak ditemukan T.vaginalis, kemungkinan besar menderita bakterial vaginosis. WHO
(1980) menjelaskan bahwa diagnosis dibuat atas dasar ditemukannya clue cells, pH vagina
lebih besar dari 4,5, tes amin positif dan adanya G. vaginalis sebagai flora vagina utama
menggantikan Lactobacillus. Balckwell (1982) menegakkan diagnosis berdasarkan adanya
cairan vagina yang berbau amis dan ditemukannya clue cells tanpa T. vaginalis. Tes amin
yang positif serta pH vagina yang tinggi akan memperkuat diagnosis. 10
8

Dengan hanya mendapat satu gejala, tidak dapat menegakkan suatu diagnosis, oleh
sebab itu didapatkan kriteria klinis untuk bakterial vaginosis yang sering disebut sebagai
kriteria Amsel (1983) yang berpendapat bahwa terdapat tiga dari empat gejala, yaitu : 9,10
1.

Adanya sekret vagina yang homogen, tipis, putih, melekat pada dinding vagina

2.

dan abnormal
pH vagina > 4,5
Tes amin yang positif, yangmana sekret vagina yang berbau amis sebelum atau

3.

4.

setelah penambahan KOH 10% (Whiff test).


Adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20 dari seluruh epitel)

Gejala diatas sudah cukup untuk menegakkan diagnosis.


A. Anamnesis
Gejala yang khas adalah cairan vagina yang abnormal (terutama setelah
melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis/bau
ikan (fishy odor).1 Pasien sering mengeluh rasa gatal, iritasi, dan rasa terbakar. Biasanya
kemerahan dan edema pada vulva.6
B. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina yang tipis dan sering
berwarna putih atau abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang
berbusa.14 Sekret tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis
atau kelainan yang difus. Gejala peradangan umum tidak ada. 9,10 Sebaliknya sekret vagina
normal, lebih tebal dan terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang memberikan
gambaran bergerombol. 9
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan preparat basah
Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9% pada sekret
vagina diatas objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan dilakukan
pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat clue
cells, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama
Gardnerella vaginalis).

6,10

Pemeriksaan preparat basah mempunyai sensitifitas 60%

dan spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial vaginosis. Clue cells adalah penanda
bakterial vaginosis.9,10,12

Gambar 2. Clue cell14


2. Whiff test
Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi dengan
penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau muncul sebagai akibat
pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob. Whiff test positif
menunjukkan bakterial vaginosis.9,10,12,14
3. Tes lakmus untuk pH
Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna kertas dibandingkan
dengan warna standar pH vagina normal (3,8 - 4,2). Pada 80-90% bakterial vaginosis
ditemukan pH > 4,5.9,12,14
4. Pemarnaan gram sekret vagina
Pewarnaan gram sekret vagina dari bakterial vaginosis tidak ditemukan Lactobacillus
sebaliknya ditemukan pertumbuhan berlebihan dari Gardnerella vaginalis dan atau
Mobilincus Spp dan bakteri anaerob lainnya.9,10
5. Kultur vagina
Kultur Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis bakterial vaginosis.
Gardnerella vaginalis dapat ditemukan pada hampir seluruh penderita bakterial
vaginosis, tapi juga dapat ditemukan lebih dari 58% pada perempuan tanpa bakterial
vaginosis.9
6. Deteksi hasil metabolik 9:
- Tes proline aminopeptidase: G.vaginalis dan Mobilincus Spp menghasilkan Proline
aminopeptidase, dimana Laktobasilus tidak menghasilkan enzim tersebut.
- Permainan Suksinat/ Laktat: batang gram negatif anaerob menghasilkan suksinat
sebagai hasil metabolik. Perbandingan suksinat terhadap laktat dalam sekret vagina
10

ditunjukkan dengan analisa kromotografik cairan-gas meningkat pada bakterial


vaginosis dan digunakan sebagai tes skrining untuk bakterial vaginosis dalam
penelitian epidemiologik klinik.

VII. DIAGNOSA BANDING


1. Trikomoniasis
Pada pemeriksaan apusan vagina, trikomoniasis sering sangat menyerupai penampakan
pemeriksaan hapusan bakterial vaginosis, Tapi Mobiluncus dan clue cells tidak pernah
ditemukan pada trikomoniasis. Pemeriksaan mikroskopik tampak peningkatan sel
polimorfonuklear dan dengan pemeriksaan preparat basah ditemukan protozoa untuk
diagnostik. Whiff test dapat positif dan pH vagina 5 pada trikomoniasis.9
2. Kandidiasis
Pada pemeriksaan mikroskopik, sekret vagina ditambah KOH 10% berguna untuk
mendeteksi hifa dan spora kandida. Keluhan yang paling sering pada kandidiasis adalah
gatal dan iritasi vagina. Sekret vagina biasanya putih dan tebal, tanpa bau dan PH
normal.9,15
VIII. PENATALAKSANAAN
Karena penyakit bakterial vaginosis merupakan vaginitis yang cukup banyak ditemukan
dengan gambaran klinis ringan tanpa komplikasi, jenis obat yang digunakan hendaknya tidak
membahayakan, dan sedikit efek sampingnya.10
Semua wanita dengan bakterial vaginosis simtomatik memerlukan pengobatan,
termasuk wanita hamil. Setelah ditemukan hubungan antara bakterial vaginosis dengan wanita
hamil dengan prematuritas atau endometritis pasca partus, maka penting untuk mencari obatobat yang efektif yang bisa digunakan pada masa kehamilan. Ahli medis biasanya
menggunakan antibiotik seperti metronidazol dan klindamisin untuk mengobati bakterial
vaginosis.9,10
a. Terapi sistemik4,9
1. Metronidazol 400-500 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Dilaporkan efektif dengan kesembuhan
84-96%. Metronidasol dapat menyebabkan mual dan urin menjadi gelap. Konsumsi
alkohol seharusnya dihindari selama pengobatan dan 48 jam setelah terapi oleh karena
dapat terjadi reaksi disulfiram. Metronidasol 200-250 mg, 3x sehari selama 7 hari untuk
wanita hamil. Metronidazol 2 gram dosis tunggal kurang efektif daripada terapi 7 hari
untuk pengobatan vaginosis bakterial oleh karena angka rekurensi lebih tinggi.
11

2. Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Sama efektifnya dengan metronidazol untuk
pengobatan bakterial vaginosis dengan angka kesembuhan 94%.
3. Amoklav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat) 3 x sehari selama 7 hari.
4. Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari
5. Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari
6. Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari
7. Cefaleksia 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari
b. Terapi Topikal9
1. Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1 x sehari selama 5 hari.
2. Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari selama 7 hari.
3. Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari.
4. Triple sulfonamide cream.(3,6) (Sulfactamid 2,86%, Sulfabenzamid 3,7% dan Sulfatiazol
3,42%), 2 x sehari selama 10 hari, tapi akhir-akhir ini dilaporkan angka penyembuhannya
hanya 15 45 %.
c. Pengobatan bakterial vaginosis pada masa kehamilan
Terapi secara rutin pada masa kehamilan tidak dianjurkan karena dapat muncul
masalah.9 Metronidazol tidak digunakan pada trimester pertama kehamilan karena
mempunyai efek samping terhadap fetus.9,14 Dosis yang lebih rendah dianjurkan selama
kehamilan untuk mengurangi efek samping (Metronidazol 200-250 mg, 3 x sehari selama 7
hari untuk wanita hamil). Penisilin aman digunakan selama kehamilan, tetapi ampisilin dan
amoksisilin jelas tidak sama efektifnya dengan metronidazol pada wanita tidak hamil dimana
kedua antibiotik tersebut memberi angka kesembuhan yang rendah.9
Pada trimester pertama diberikan krim klindamisin vaginal karena klindamisin tidak
mempunyai efek samping terhadap fetus. Pada trimester II dan III dapat digunakan
metronidazol oral walaupun mungkin lebih disukai gel metronidazol vaginal atau klindamisin
krim. Selain itu, amoklav cukup efektif untuk wanita hamil dan intoleransi terhadap
metronidazol9
d. Pengobatan vaginosis bakterial rekuren9
Vaginosis bakterial yang rekuren dapat diobati ulang dengan:
- Rejimen terapi
Metronidazol 500 mg 2x sehari selama 7 hari.
Merupakan obat yang paling efektif saat ini dengan kesembuhan 95%. Penderita
dinasehatkan untuk menghindari alkohol selama terapi dan 24 jam sesudahnya.
- Rejimen alternatif
Metronidazol oral 2 gram dosis tunggal.
12

Kurang efektif bila dibandingkan rejimen 7 hari; kesembuhan 84%.


Mempunyai aktivitas sedang terhadap Gardnerella vaginalis, tetapi sangat aktif
terhadap bakteri anaerob, efektifitasnya berhubungan dengan inhibisi anaerob.
Metronidazol gel 0,75% intravaginal, aplikator penuh (5gr), 2 kali sehari untuk 5 hari.
Klindamisi krim 2% intravaginal, aplikator penuh (5gr), dipakai saat akan tidur untuk 7
hari atau dua kali sehari untuk lima hari
Klindamisi 300mg 2 kali sehari untuk 7 hari
Augmentin oral (500mg amoksilin + 125 mg asam clavulanat) 3 kali sehari selama 7
hari.
Sefaleksin 500mg 4 kali sehari semala 7 hari
Jika cara ini tidak berhasil untuk vaginosis bakterial rekuren, maka dilakukan
pengobatan selama seminggu sebelum permulaan menstruasi dan begitupun pada
menstruasi berikutnya, dengan pengobatan selama 3-5 hari dengan metronidazol oral
dan anti jamur yaitu clotrimazol intravaginal atau flukonazol.

PROGNOSIS
Prognosis bakterial vaginosis baik, dilaporkan perbaikan spontan pada lebih sepertiga kasus.
Dengan pengobatan metronidasol dan klindamisin memberi angka kesembuhan yang tinggi
(84-96%).9

13

Anda mungkin juga menyukai