Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE

DI KOTA KOTAMOBAGU
TAHUN 2012
A.

Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang cenderung makin luas penyebarannya, sejalan dengan meningkatnya arus
transportasi dan kepadatan penduduk. Peningkatan kasus ini juga berkaitan erat dengan
perubahan musim/iklim, kondisi cuaca panas-hujan yang bergantian yang dapat menyebabkan
populasi nyamuk penular DBD (Aedes Aegypti) meningkat sehingga dapat menimbulkan
Kejadian Luar Biasa DBD.
Berdasarkan kajian Epidemiologi, terdapat hubungan yang erat antara Perubahan Iklim
dan Curah hujan dengan kejadian DBD, dimana semakin tinggi curah hujan semakin tinggi juga
populasi vektor nyamuk Aedes Aegypti, sehingga berdampak pada peningkatan kasus DBD.
DBD merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, maka
sesuai dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular serta
Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, setiap penderita termasuk tersangka DBD
harus segera di laporkan selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam oleh unit pelayanan kesehatan
(Rumah Sakit, Puskesmas, Poliklinik, Balai pengobatan, Dokter praktek swasta, dan lain-lain).
Di Indonesia pada tahun 1968 dilaporkan ada 58 kasus dan meninggal sebanyak 28 orang
atau CFR 41,3 % dan pada tahun 1988 meningkat menjadi 47.573 kasus dengan Insiden Rate
27,98 per 100.000 penduduk dengan CFR 3,2 % (Hoedojo, 1993).
Di Indonesia Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang
endemis dan hingga saat ini angka kesakitan DBD cenderung meningkat dan Kejadian Luar
Biasa (KLB) masih sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Walaupun secara Nasional angka kematian DBD cenderung menurun dari tahun ke
tahun, di beberapa wilayah angka kematian ini relatif masih cukup tinggi, sedangkan sasaran
Nasional angka kematian DBD di Indonesia kurang dari 1,0%.
Di Sulawesi Utara pada tahun 2008 dilaporkan ada 1430 kasus DBD, dengan kematian
sebanyak 16 kasus. Pada tahun 2009 terlapor ada 1865 kasus dengan 24 kasus kematian.
Kasus DBD di Kota Kotamobagu pada tahun 2008 berjumlah 31 kasus dengan 1
kematian (CFR : 3,03%) dan AR : 0.03% , tahun 2009 berjumlah 10 kasus dan tidak ada
kematian dengan AR : 8,4%, tahun 2010 berjumlah 147 dengan CFR 1,36% dengan AR : 0,12%,
dan tahun 2011 terdapat 94 kasus dengan AR : 0,07% serta tahun 2012 terdapat 168 kasus
dengan CFR 0,59% dan AR : 0,14%.
Dengan melihat gambaran kasus DBD di Kota kotamobagu 5 tahun terakhir maka perlu
ditingkatkan Sistem Kewaspadaan Dini sebagai langkah antisipasi terjadinya Kejadian Luar
Biasa DBD di wilayah Kota Kotamobagu. Selain itu peran Surveillans Epidemiologi sangat di
perlukan dalam rangka proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interprestasi data, serta
penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak terkait secara sistematis dan
Wahyunibp_m@yahoo.co.id1

terus menerus tentang situasi DBD dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan
penularan penyakit DBD agar dapat dilakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan
efisien.
B.

Situasi kasus DBD


Situasi kasus DBD di Kota Kotamobagu pada tahun 2012 ini di sajikan dalam bentuk
diagram/grafik batang, line dan pie meliputi variabel orang (Umur dan jenis kelamin), tempat
(wilayah kerja Puskesmas) dan waktu (bulan) dan dapat dilihat pada grafik-grafik dibawah ini :
Grafik 1.
Distribusi Kasus DBD Berdasarkan Golongan Umur
Di Kota Kotamobagu Tahun 2012

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) dapat menyerang hampir semua golongan
umur. Di Indonesia penderita penyakit DBD terbanyak adalah usia 5-14 tahun, namun tampak
kecendrungan penyakit DBD menyerang kelompok umur lebih dari 15 tahun.
Dari Grafik 1 diatas dapat dilihat kasus DBD berdasarkan Golongan Umur di tahun
2012 yang terbanyak pada golongan umur 5 14 tahun sebanyak 57 tahun dan pada golongan
umur 25 44 tahun sebanyak 43 tahun. Kasus yang paling sedikit adalah pada golongan umur
< 1 tahun yaitu 1 kasus sedangkan pada Golongan umur Balita (1 4 tahun) sebanyak 15 kasus.
DBD pada umumnya menyerang anak-anak dimana anak-anak lebih banyak beraktivitas
bermain di luar rumah ataupun di sekolah, tetapi dalam decade terakhir ini terlihat adanya
kecenderungan kenaikan proporsi pada kelompok umur dewasa ini sejalan dengan kasus di
Kota Kotamobagu pada umur dewasa golongan umur 22 44 tahun terdapat 43 kasus.
Grafik 2.
Prosentase Kasus DBD Berdasarkan Jenis Kelamin
Di Kota Kotamobagu Tahun 2012

Wahyunibp_m@yahoo.co.id2

Dari grafik 2 dapat dilihat distribusi kasus DBD berdasarkan Jenis Kelamin di wilayah
Kota Kotamobagu pada tahun 2012, tidak menunjukkan perbedaan dimana jumlah kasus pada
laki-laki sama banyak dengan jumlah kasus pada perempuan yaitu masing-masing berjumlah 84
kasus, ini artinya bahwa baik laki-laki maupun perempuan mempunyai peluang yang sama
untuk terinfeksi virus Aedes Aegypti
Grafik 3.
Prosentase Kasus DBD Berdasarkan Tempat (Wilayah Kerja Puskesmas)
Di Kota Kotamobagu Tahun 2012

Dari grafik 3 diatas, menunjukkan bahwa wilayah Puskesmas Gogagoman merupakan


penyumbang kasus terbanyak yaitu 59 (35%) kasus, hal ini disebabkan karena pemukiman
penduduk yang cukup padat dan merupakan pusat kota yang mempunyai mobilitas yang tinggi,
kemudian disusul oleh wilayah Puskesmas kotobangon

54 (32%) kasus dimana sebagian

wilayah Puskesmas Kotobangon merupakan wilayah perkotaan yang mempunyai pemukiman


yang cukup padat dan mobilitas tinggi juga keadaan lingkungan yang kurang baik. Wilayah
Puskesmas Motoboi Kecil 28 (17%) kasus

hingga Puskesmas Upai 21 (12%) kasus dan

Puskesmas Bilalang 6 (4%) kasus.


Grafik 4.
Distribusi Kasus DBD Berdasarkan Waktu (Bulan)
Di Kota Kotamobagu Tahun 2012

Dari grafik 4 diatas dapat dilihat bahwa kasus DBD pada tahun 2012 terbanyak pada
bulan September yaitu sebanyak 25 kasus dan bulan Oktober sebanyak 24 kasus, dimana kasus
di mulai pada bulan Januari sebanyak 6 kasus kemudian semakin meningkat dari bulan ke bulan
sampai pada bulan Mei sebanyak 18 kasus. Pada bulan Juni kasus menurun menjadi 9 kasus
tetapi meningkat lagi di bulan September dan Oktober dimana kasus menjadi dua kali lipat dari

Wahyunibp_m@yahoo.co.id3

jumlah kasus bulan-bulan sebelumnya. Pada bulan Nopember kasus menurun menjadi 14 kasus
dan pada bulan Desember menurun lagi menjadi 10 kasus.
Sesuai grafik 4 diatas, di sepanjang tahun 2012 setiap bulannya selalu ada kasus DBD,
ini dikarenakan terjadinya pola musim yang tidak beraturan, yaitu disela musim panas sering
terjadi hujan lokal dan hujan sesaat. Kasus meningkat drastis pada bulan September dan
Oktober, dimana pada bulan-bulan tersebut curah hujan sangat tinggi yang diselinggi oleh cuaca
panas sesaat sehingga memberi peluang besar bagi berkembangnya vector penyebab DBD dan
berdampak pada peningkatan kasus DBD di Kota Kotamobagu.
Grafik 5.
Perbandingan Kasus DBD
Di Kota Kotamobagu Tahun 2007 S/D 2012

Dari grafik 5 diatas dapat dilihat perbandingana kasus DBD di Kota Kotamobagu pada
tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, dimana pada tahun 2007 terdapat 35 kasus dan menurun
menjadi 33 kasus di tahun 2008 dan menurun lagi di tahun 2009 sebanyak 10 kasus, namun di
tahun 2010 kasus meningkat secara signifikan yaitu sebanyak 147 kasus kemudian kasus
menurun di tahun 2011 sebanyak 94 kasus dan di tahun 2012 kasus meningkat lagi menjadi 168
kasus. Dapat dilihat bahwa trend naik mulai pada tahun 2010 hingga tahun 2012, sehingga
harus diwaspadai untuk tahun 2013 agar kasus dapat ditekan.
C.

Analisis kasus DBD


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Sejak tahun 1968 jumlah kasusnya cenderung meningkat dan
penyebarannya bertambah luas. Keadaan ini erat kaitannya dengan peningkatan mobilitas
penduduk sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transportasi serta tersebar luasnya virus
dengue dan nyamuk penularnya di berbagai wilayah di Indonesia.
Menemukan kasus DBD secara dini bukanlah hal yang mudah, karena pada awal
perjalanan penyakit gejala dan tandanya tidak spesifik, sehingga sulit dibedakan dengan penyakit
infeksi lainnya.
Penegakkan diagnosis DBD (secara klinis) sesuai dengan criteria WHO, sekurangkurangnya memerlukan pemeriksaan laboratorium, yaitu pemeriksaan trombosit dan hematokrit
secara berkala. Sedangkan untuk penegakkan diagnosis laboratories DBD diperlukan
pemeriksaan serologis (uji Haemaglutination inhibition test) atau ELISA (IgM/IgG) yang pada
Wahyunibp_m@yahoo.co.id4

saat ini tersedia dalam bentuk dengue rapid test, PCR (polymerase chain reaction) atau isolasi
virus.
Timbulnya penyakit DBD ditenggarai adanya korelasi antara strain dan genetic, tetapi
akhir-akhir ini ada tendensi agen penyebab DBD disetiap daerah berbeda. Hal ini kemungkinan
adanya factor geografik, selain factor genetic dari hospesnya. Banyak factor yang mempengaruhi
kejadian Demam Berdarah Dengue, antara lain factor host, lingkungan dan factor virusnya
sendiri. (http://www.infeksi.com/penyakit/penyakit_dhfdbd.html).
Berdasarkan pengamatan cuaca pada masa ini, dimana terjadi pola musim yang tidak
beraturan, yaitu terlihat bahwa disela musim panas sering terjadi hujan local dan hujan sesaat
yang memberi peluang besar bagi berkembangnya vector penyebab DBD, serta mobilitas
penduduk dari dan ke suatu daerah di wilayah Kota Kotamobagu sangat tinggi sehingga
berdampak pada peningkatan kasus.
Gambaran trend kasus DBD di Kota Kotamobagu seperti ditunjukan pada grafik 1,
grafik 2, grafik 3, grafik 4 dan grafik 5 diatas, dipengaruhi oleh kondisi iklim dan curah hujan
dimana nyamuk aedes aegypti hidup dan berkembang biak pada tempat-tempat penampungan air
bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah seperti bak mandi / wc, tempat minum
burung / ayam / babi, air tempayan / gentong, kaleng, ban bekas dan lain-lain. Perkembangan
hidup nyamuk (Aedes Aegypti) dari telur hingga dewasa memerlukan waktu 10 12 hari dan
rata-rata dapat hidup selama 8 hari. Namun selama musim hujan jangka waktu hidup Aedes
Aegypti akan hidup lebih lama sehingga risiko penularan virus lebih besar yang mengakibatkan
trend penyakit DBD meningkat. Selain itu kasus juga dipengaruhi kesehatan lingkungan yang
tidak baik, kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan, pemukiman yang
penduduknya padat,

masih ada pemukiman kumuh, mobilitas tinggi di wilayah Kota

Kotamobagu atau mempunyai hubungan transportasi yang ramai dengan wilayah lain sehingga
mempunyai resiko yang tinggi terjadinya KLB, kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat,
masyarakat yang hanya mengandalkan fogging (penyemprotan) bila ada kasus tanpa melakukan
PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk), karena cara yang tepat dalam mencegah dan
menanggulangi DBD saat ini adalah dengan memberantas sarang nyamuk penularnya (PSN
DBD).
Mengingat nyamuk ini telah tersebar luas, baik di rumah-rumah maupun di tempattempat umum maka upaya pemberantasan tidak hanya merupakan tugas pemerintah (tenaga
kesehatan) saja tetapi di dukung oleh peran serta masyarakat, namun peran serta masyarakat
juga belum optimal dan masih memerlukan partisipasi seluruh lapisan masyarakat. Apabila
kegiatan PSN (pemberantasan Sarang Nyamuk) DBD dapat dilaksanakan dengan intensif, maka
populasi nyamuk Aedes Aegypti dapat dikendalikan sehingga penularan demam berdarah dengue
dapat dicegah atau dikurangi.
Dengan merujuk pada pola trend kasus tahun 2012, jika terjadi musim penghujan maka
akan terjadi peningkatan kasus. Diharapkan setiap Puskesmas harus secara intensif mewaspadai
keadaan tersebut, jangan sampai terjadi peningkatan kasus. Dengan demikian upaya
penanggulangan (intervensi) kasus DBD masih terus dilakukan sebelum masa penularan terjadi
Wahyunibp_m@yahoo.co.id5

yaitu menekan peningkatan populasi vector Aedes Aegypti sepanjang pola musim masih tidak
beraturan, selain itu juga Puskesmas terus menerus melakukan penyuluhan tentang
Pemberantasan sarang Nyamuk dan 3M-Plus kepada masyarakat. Oleh karena itu Surveilans
epidemiologi DBD perlu lebih dioptimalkan dan terintegrasi antara unit-unit yang saling terkait
dengan dukungan pemeriksaan laboratorium yang memadai.
Hingga saat ini, Surveillens epidemiologis DBD masih dihadapkan pada beberapa
permasalahan antara lain kasus-kasus yang dilaporkan sebagai DBD, tidak semuanya di dukung
dengan hasil pemeriksaan laboratorium klinik, terutama adanya peningkatan hematokrit dan
penurunan tromboit sebagai criteria yang ditetapkan WHO. Hal ini menyebabkan
pengelompokan penderita dan pelaporan demam dengue (DD), DBD atau sindrom syok dengue
(SSD) belum terlaksana seperti yang diharapkan. Selain itu kasus-kasus yang dikonfirmasi
dengan pemeriksaan serologis jumlahnya masih sangat sedikit
D.

Rekomendasi.
Adapun rekomendasi tindak lanjut yang dapat dilakukan sehubungan dengan penanggulangan
kasus DBD antara lain :
1.

Lebih meningkatkan kegiatan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)


melalui 3M-Plus secara berkesinambungan di wilayah kerjanya dengan melakukan gerakan
MASSAL dan MASIF untuk mencegah peningkatan kasus DBD dan terjadinya kejadian luar
biasa.

2.

Melaksanakan Penyelidikan Epidemiologi (PE) pada setiap adanya


laporan kasus Demam Berdarah Dengue, serta melakukan Abatisasi dilokasi kasus.

3.

Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang DBD dan 3M-Plus

4.

Berkoordinasi dengan Puskesmas Pembantu / Polindes / Poskesdes


yang berada di wilayah kerja Saudara.

Demikian analisis kasus Demam Berdarah kami buat, kiranya dapat memberi manfaat bagi kita
semua guna melakukan penanggulangan penyakit menular secara terpadu dan terus menerus.

Wahyunibp_m@yahoo.co.id6

Anda mungkin juga menyukai